Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA JENUH AIR PADA TANAMAN PADI DAN KEDELAI UNTUK MENINGKATKAN INDEKS PENANAMAN DI LAHAN PASANG SURUT

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PADA KEDALAMAN MUKA AIR DAN LEBAR BEDENGAN DI LAHAN MINERAL DAN MINERAL BERGAMBUT SYAFINA PUSPARANI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian

Pengaruh Waktu dan Cara Pemberian N Sebagai Pupuk Tambahan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) pada Budidaya asa ah')

PENGARUH WAKTU PENCUCIAN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI

Sagala, D., M.Ghulamahdi, M.Melati Pola Serapan Hara Vol. 9 No. 1 Juni 2011

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BERBAGAI KEDALAMAN MUKA AIR DI LAHAN RAWA PASANG SURUT DANNER SAGALA

III. METODE PENELITIAN

KONGRES ILMU PENGETAHUAN NASIONAL (KIPNAS) X TAHUN 2011 BEST PRACTICE DALAM BUDIDAYA KEDELAI DI LAHAN PASANG SURUT

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

Penerapan Bedengan Untuk Budidaya Tanaman Karet Di Lahan Pasang Surut The Application Of Bed For Cultivation Of Rubber Tree On Tidal Swamps

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 2 SEPTEMBER 2009 ISSN

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK CAIR DI TANAH ULTISOL

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Kedelai yang Berdaya Hasil Tinggi dengan Pemberian Dolomit dan Urea di Lahan Pasang Surut

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Aktivitas Nitrogenase, Serapan Hara dan Pertumbuhan Dua Varietas Kedelai pada Kondisi Jenuh Air dan Kering

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Rawa Lebak dengan Aplikasi Pupuk Hayati dan Kimia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

Pemberian Mulsa Terhadap Tujuh Varietas Kacang Hijau dan Keharaan Tanah di Lahan Lebak Tengahan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENAMPILAN GENOTIPE-GENOTIPE KACANG TANAH DI LAHAN LEBAK DANGKAL ABSTRAK

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan kedelai di Indonesia selalu mengalami peningkatan seiring

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

Kata kunci : Rhizobium, Uji VUB kedelai, lahan kering

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN

PENDAHULUAN. Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMUPUKAN DI LAHAN KERING [THE RESPONSES OF SEVERAL SOYBEAN VARIETIES ON FERTILIZATION ON DRYLAND]

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Potential Rhizobium and Urea Fertilizer to Soybean Production (Glycine max L.) on The Former Rice Field

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH

III. BAHAN DAN METODE

Pengaruh Jeluk Muka Air Genangan dalam Parit pada Berbagai Fase Pertumbuhan Padi terhadap Gulma dan Hasil Padi (Oryza sativa L.)

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

IV. HASIL PENELITIAN

JURNAL SAINS AGRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMUPUKAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI HITAM

PEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

PENGARUH PEMUPUKAN FOSFOR DAN KALSIUM TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKTIVITAS DUA GENOTIPE KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR

PENDAHULUAN. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

Transkripsi:

Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut Nutrient Uptake and Production of Soybean under Saturated Soil Culture on Tidal Swamps Sahuri 1*) dan M. Ghulamahdi 1 1 Staf Peneliti Balai Peneltian Sembawa, Pusat Penelitian Karet *) Tel./Faks : +62 21 5794 7988/+62 21 5794 7999,email : sahuri_agr@ymail.com ABSTRACT Saturated soil culture (SSC) is a cultivation technology that gives continuous irrigation and maintains water depth constantly and makes soil layer in saturated condition. This technology appropriate to prevent pyrit oxidation on tidal swamp. The experiment was to study the effect of the level of water depths and bed width on the nutrient uptake, growth and production of Soybean under saturated soil culture on tidal swamps. The research was conducted at Banyu Urip, Tanjung Lago, Banyuasin, South Sumatra, Indonesia from April to August 2010. The experiment was arranged in a split plot design with three replications. The main plot of the experiment was water depth in the furrow irrigation consisted of 10 and 20cm under soil surface (USS) watering. The sub plot of the experiment was bed widths consisted of 2, 4, 6 and 8 m. The result of this experiment showed that nutrient absorption of N, P, K, Fe and Mn at the level 20 cm USS of water depth and 2 m of bed width lead to higher dry weight, number of pods, and more soybean production in tidal swamp. The highest seed production was obtained with this treatment, hence it was the most appropriate combination for soybean production in tidal swamps. Also, the highest grain yield was obtained at 2 m of bed width (4.15 ton/ha) and it was significantly different from those at 4 m (2.52 ton/ha), 6 m (1.79 ton/ha), and 8 m (1.71 ton/ha) of bed width. Key words: Glycine max (L.) Merr., saturated soil culture, water depth, bed s width and tidal swamps ABSTRAK Budidaya jenuh air (BJA) merupakan suatu teknologi yang mempertahankan irigasi secara terus-menerus di dalam saluran sehingga tinggi muka air dalam saluran selalu tetap dan menciptakan lapisan jenuh air pada tanah. Teknologi ini dapat mencegah oksidasi pirit di lahan pasang surut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh lebar bedengan dan tinggi muka air terhadap pola serapan hara, pertumbuhan dan produksi kedelai dengan BJA di lahan rawa pasang surut. Penelitian dilaksanakan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Aguatus 2010. Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah tinggi muka air yang terdiri atas 10 dan 20 cm di bawah permukaan tanah (DPT). Sebagai anak petak adalah lebar bedengan yang terdiri atas lebar bedengan 2, 4, 6, dan 8 m. Hasil penelitian menunjukan bahwa serapan hara N, P, K, Fe dan Mn pada tinggi muka air 20 cm dan lebar bedengan 2 728

m lebih tinggi yang menyebabkan berat kering, jumlah polong, dan produksi kedelai lebih banyak. Produksi biji kedelai tertinggi juga dihasilkan pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m mencapai 4,15 ton/ha. Hal ini berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan tinggi muka air 20 cm dengan lebar bedengan 4 m (2,59 ton/ha), 6 m (1,84 ton/ha), dan 8 m (1,74 ton/ha). Kata kunci : budidaya jenuh air, kedelai, lebar bedengan, rawa pasang surut, tinggi muka air PENDAHULUAN Produktivitas rata-rata kedelai nasional masih rendah pada tahun 2008 adalah 1.3 ton/ha. Produktivitas kedelai nasional tahun 2009 adalah 1.4 ton/ha (BPS, 2009). Karena itu perlu upaya khusus baik untuk peningkatan produktivitas maupun perluasan areal panen untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri. Di Indonesia terdapat sekitar 20.1 juta ha dan sekitar 5.6 juta ha lahan pasang surut sesuai untuk lahan pertanian. Pada lahan pasang surut kendala yang dihadapi adalah kemasaman tanah. Pada tanah sulfat masam, drainase yang berlebihan menciptakan kondisi aerob yang mengakibatkan lapisan pirit teroksidasi dan melepaskan asam alumunium yang merupakan racun bagi tanaman, dan dapat memfiksasi P membentuk senyawa yang mengendap. Akibatnya ketersediaan P dalam tanah menjadi rendah. Selain itu kemasaman tanah juga mengakibatkan terhambatnya kegiatan bakteri pengikat N dan kekahatan Ca, Na, dan K (Saleh et al., 2000). Produktivitas kedelai di lahan pasang surut tergolong rendah. Rataan hasil kedelai yang umum ditanam petani di lahan pasang surut adalah 0.75 ton/ha (Ramli et al., 1996). Rendahnya hasil ditingkat petani karena belum menggunakan varietas dan teknologi yang sesuai dengan lokasi yang ada (teknologi spesifik lokasi). Budidaya jenuh air adalah cara penanaman diatas bedengan dengan memberikan pengairan terus menerus di dalam parit, sehingga tanah di bawah perakaran menjadi jenuh air, namun tidak menggenang dan dapat menurunkan kadar pirit (Purwaningrahayu et al., 2004; Ghulamahdi, 1999 dan 2006). Menurut Ghulamahdi (1999 dan 2006) sistem budidaya jenuh mampu meningkatkan aktivitas nitrogenase, serapan N, P, K daun, bobot kering bintil, akar, batang, daun, polong dan biji. Potensial air tanah pada tinggi muka air 5 sampai 10 cm selalu berada di sekitar kapasitas lapang. Genangan dalam parit pada tinggi muka air 5 cm dapat meningkatkan kandungan nitrogen daun dan pada tinggi muka air 15 cm dapat meningkatkan kadar protein biji dan bobot protein biji (Indradewa et al., 2004 dan Ghulamahdi, 2006). Adisarwanto (2001) menyarankan lebar bedengan kurang dari 2 m di lahan sawah non pasang surut. Penambahan lebar bedengan diperlukan untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja dalam pembuatan parit, tetapi perlu dipertimbangkan kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan. Menurut Indradewa et al. (2002) menyatakan bahwa genangan dalam parit dengan lebar bedengan 3-4 m di lahan sawah non pasang surut merupakan petak yang ideal. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh lebar bedengan dan tinggi muka air terhadap pola serapan hara, pertumbuhan dan produksi kedelai dengan BJA di lahan rawa pasang surut. 729

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Aguatus 2010. Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah tinggi muka air yang terdiri atas 10 dan 20 cm di bawah permukaan tanah (DPT). Sebagai anak petak adalah lebar bedengan yang terdiri atas lebar bedengan 2, 4, 6, dan 8 m. Persiapan lahan dilakukan dengan cara membuat bedengan berukuran 2 m x 5 m, 4 m x 5 m, 6 m x 5 m dan 8 m x 5 m sehingga petak percobaan akan berukuran 5 m x 20 m. Setiap petak percobaan dikelilingi saluran air yang berukuran lebar 30 cm dengan dalam 25 cm, dengan demikan kondisi petakan selalu basah pada saat air irigasi diberikan. Air irigasi diberikan sejak tanam dengan ketinggian muka air sesuai perlakuan. Kedelai dipupuk sebanyak 2 ton kapur/ha, 2 ton pupuk kandang/ha, 200 kg SP36/ha, dan 100 kg KCl/ha serta diberi inokulan Rhizobium sp sebanyak 5 g/kg benih. Kapur, pupuk kandang, SP36 dan KCl akan dicampur dan diinkubasikan selama 1 minggu. Pada saat tanam benih diberi Marshal sebanyak 15 g/kg benih untuk mengatasi lalat bibit. Benih varietas Tanggamus ditanam dangkal dengan kedalaman tanam 1-2 cm, menggunakan jarak tanam 20 cm x 25 cm, 2 biji per lubang. Kedelai pada saat umur 3, 4, 5, dan 6 minggu diberi pupuk daun N dengan konsentrasi 7.5 g Urea/ liter air menggunakan volume semprot 400 liter air/ha. Parameter yang diamati adalah analisis tanah, nalisis hara N, P, K, Fe, dan Mn daun, tinggi tanaman (cm), polong isi, produksi biji (ton/ha), bobot 100 biji, bobot kering daun (g), bobot kering batang (g), bobot kering akar (g) dan bobot kering bintil (g). HASIL Berdasarkan tipe luapan, areal penelitian termasuk dalam tipe luapan C (Monografi desa Banyu Urip). Sistem pengelolaan air tergantung dengan fluktuasi pasang surut air laut. Jaringan drainase terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier dan saluran kuarter (Widjaja-Adhi, 1997). Tabel 1. Data analisis tanah sebelum tanam Peubah analisis Hasil analisis Kriteria a. ph H2O a. 4,90 Sangat b. ph KCl b. 4,00 masam Bahan Organik a. C a. 5,24% a. Tinggi b. N b. 0,24% b. Sedang c. C/N c. 22% c. Tinggi P2O5 Bray 1 a, 52 mg/kg a. Tinggi K2O Morgan a. 5 mg/kg a. Tinggi a. K a, 0.15 cmol (+) /kg a. Rendah b. Ca b. 4,72 cmol (+) /kg b. Tinggi c. Mg c. 4,67 cmol (+) /kg c. Tinggi d. Na d. 0,64 cmol (+) /kg d. Rendah e. KTK e. 20,24 cmol (+) /kg e. Sedang Ekstrak KCl 1M a. AL 3+ a. 3,56 cmol (+) /kg a. Tinggi *Balai Penelitian Tanah (2010) 730

Hasil analisis tanah memperlihatkan tingkat kesuburan yang relatif baik dengan kandungan bahan organik, P 2 O 5 dan K 2 O yang tinggi. Akan tetapi tanah memiliki kemasaman yang tinggi dengan ph 4.90 dan Al 3+ 3.56 cmol (+) /kg. Nilai tukar kation K dan Na rendah, namun nilai tukar kation Ca dan Mg tergolong tinggi. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa sedang (Tabel 1). Pengaruh Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Kandungan dan Serapan Hara N, P, K, Fe, dan Mn dalam Daun Kedelai Dari penelitian dapat diketahui bahwa serapan hara N, P, K, Fe dan Mn daun nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dan berbeda nyata dengan tinggi muka air 10 cm (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Serapan Hara N, P, K, Fe dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Peubah N P K Fe Mn Tinggi Muka Air (cm) Serapan Hara (mg/tanaman) 10 246,52b 11,13b 50,20b 1,20b 0,83b 20 325,78a 15,05a 68,99a 2,24a 1,07a Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 3. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Serapan Hara N, P, K, Fe dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Peubah N P K Fe Mn Lebar Bedengan (m) Serapan Hara (mg/tanaman) 2 289,82a 15,18a 65,76a 1,81a 0,99a 4 291,57a 13,75ab 59,90a 1,96a 0,95a 6 295,61a 13,06ab 60,48a 2,17a 0,99a 8 267,61a 10,37b 52,26a 1,97a 0,87a Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Serapan hara N, P dan K daun pada lebar bedengan 8 m dan relatif lebih rendah dibandingkan lebar bedengan yang lain. Serapan hara P daun nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m (Tabel 3). 731

Pengaruh Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Pertumbuhan Produksi kedelai dan Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil pada umur 6 MST (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh tinggi muka air terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil kedelai pada umur 6 MST Tinggi Muka Bobot Kering Air (cm) Daun (g) Batang (cm) Akar (g) Bintil (g) 10 3,52b 3,64b 0,73b 0,33b 20 4,51a 4,84a 0,99a 0,48a Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda 5% Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih berat pada lebar bedengan 2 m (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh lebar bedengan terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil kedelai pada umur 6 MST Peubah Lebar Bedengan Bobot Kering 2 m 4 m 6 m 8 m Daun (g) 4,57a 4,29ab 4,03ab 3,17b Batang (g) 5,27a 4,48ab 4,09ab 3,11b Akar (g) 1,09a 0,83ab 0,78ab 0,72b Bintil (g) 0,58a 0,40b 0,34cb 0,29c Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda 5% Tabel 6. Pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap tinggi tanaman, jumlah dan produksi kedelai saat panen Tinggi Muka Air Pengamatan (cm) x Lebar Tinggi Tanaman Poduksi Biji Bobot 100 Biji Bedengan (m) Polong Isi (cm) (ton/ha) (g) 10x2 73,55ab 78,33b 3,43b 11,45ab 10x4 72,83ab 72,33d 2,46d 11,54ab 10x6 68,06b 62,33f 1,75f 10,62b 10x8 67,65b 58,33g 1,68g 11,17b 20x2 77,70a 82,00a 4,15a 12,32a 20x4 77,23a 74,67c 2,59c 11,06b 20x6 71,14a 68,00e 1,84e 11,23b 20x8 70,23b 62,67f 1,74f 10,85b Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% 732

Pada saat panen terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi dan bobot 100 biji kedelai. Tidak terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap jumlah polong hampa. Tinggi tanaman, polong isi, bobot 100 biji dan produksi kedelai nyata lebih tinggi pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m (Tabel 6). PEMBAHASAN Kesesuaian varietas kedelai, teknologi budidaya dan agroklimat lokasi budidaya, ketepatan waktu dari berbagai tindakan agronomis, dan kesuburan tanah yang relatif baik dengan kandungan bahan organik, P 2 O 5, dan K 2 O 5 yang relatif tinggi sangat menentukan produktivitas karet di lahan pasang surut. Dari penelitian dapat diketahui bahwa serapan hara N, P, K, Fe dan Mn daun nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm. Hal ini karena pada tinggi muka air 20 cm DPT, akar memiliki ruang tumbuh yang lebih luas sehingga volume akar tinggi dan dapat menyerap unsur hara N, P, K, Fe dan Mn daun secara maksimal dibandingkan tinggi muka air 10 cm DPT. Serapan hara N, P dan K daun pada lebar bedengan 8 m dan relatif lebih rendah dibandingkan lebar bedengan yang lain. Hal ini karena pada lebar bedengan 8 m, kondisi di tengah bedengan relatif kering sehingga terjadi proses oksidasi senyawa pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam dan kelarutan unsur Fe dan Mn dalam tanah meningkat. Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman, produksi kedelai menjadi rendah dan menyebabkan ketersediaan hara P dalam tanah menjadi rendah, sehingga serapan unsur hara P oleh kedelai dan produksi kedelai pada lebar bedengan 8 m sangat rendah. Serapan hara P daun nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m. Hal ini karena pada lebar bedengan 2 m, kodisi bedengan relatif basah dan merata di seluruh areal bedengan sehingga pirit menjadi reduktif. Kondisi tersebut pirit tidak menjadi racun bagi tanaman dan kelarutan unsur beracun (Al, Fe, dan Mn) dalam tanah menjadi rendah sehingga tidak menghambat pertumbuhan tanaman dan produksi kedelai menjadi tinggi. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 10 cm DPT. Menurut Suwarto et al. (1994) tinggi muka air berpengaruh nyata pada bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih berat pada lebar bedengan 2 m. Hal ini diduga karena perlakuan dengan lebar bedengan 2 m penggunaan air lebih efisien dan kemampuan air meresap dari parit ketengah bedengan lebih merata. Menurut Indradewa et al. (2004) menyatakan bahwa dengan laju pertumbuhan tanaman (LPT) lebih tinggi. tanaman yang mendapat genangan dalam parit mempunyai bobot kering tanaman (BKT) saat panen nyata lebih berat, karena terdapat korelasi antara LPT dengan BKT. Pertumbuhan dan produksi kedelai semakin menurun dengan bedengan yang semakin lebar. Hal ini di duga karena semakin lebar bedengan menyebabkan kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan tidak merata di seluruh areal bedengan. sehingga menurunkan rata-rata produktivitas kedelai. Dari penelitian ini dapat diketahui lebar bedengan 2-4 m merupakan petak yang ideal karena diduga kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan dapat merata di 733

seluruh areal bedengan dan produksi biji lebih tinggi dibandingkan lebar bedengan 6 dan 8 m. Indradewa et al.(2002) menyatakan bahwa dengan lebar bedengan 3-4 m, menyebabkan lengas tanah berada sedikit di atas kapasitas lapang dan penyebaran lengas dapat merata di seluruh areal bedengan. Menurut Sumarno (1986) dan Adisarwanto et al. (2001) genangan dalam parit dapat dilakukan dengan lebar bedengan lebih lebar dari 2 m yang telah biasa digunakan. Manwan et al. (1990) menyatakan bahwa dalam budidaya kedelai disarankan dan kemudian banyak diterapkan oleh petani. pembuatan parit drainasi berjarak 4 m. Parit tersebut dapat berfungsi ganda. yaitu sebagai parit irigasi dan juga drainasi bila diperlukan. Dengan demikian teknologi BJA dapat meningkatkan jumlah polong isi per tanaman dan peningkatan bobot 100 biji, sehingga dapat menambah jumlah biji per tanaman dan menyebabkan produksi meningkat. KESIMPULAN Serapan hara N, P, K dan Mn pada tinggi muka air 20 cm dan lebar bedengan 2 m lebih tinggi yang menyebabkan berat kering, jumlah polong, dan produksi kedelai lebih banyak. Produksi biji kedelai tertinggi juga dihasilkan pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m mencapai 4.15 ton/ha. Hal ini berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan tinggi muka air 20 cm dengan lebar bedengan 4 m (2.59 ton/ha), 6 m (1.84 ton/ha), dan 8 m (1.74 ton/ha). DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2001. Bertanam kedelai di tanah jenuh air. Buletin Palawija. 1:24-32. Biro Pusat Statistik. 2009. Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kedelai. http://www.bps.go.id. [17 Maret 2009]. Ghulamahdi, M. 1999. Perubahan Fisiologi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) pada Budidaya Tadah Hujan dan Jenuh Air. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 124 hal. Ghulamahdi, M., S.A. Aziz., M. Melati., N. Dewi dan S.A. Rais. 2006. Pengaruh genotipe dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai panen muda pada budidaya jenuh air. Bul. Agron. 34(1):32-38. Indradewa, D., S. Notohadisuwarno, S. Sastrowinoto dan H. Prabowo. 2002. Lebar bedengan untuk genangan dalam parit pada tanaman kedelai. Bul. Agron. 30(3):82-86. Indradewa, D., S. Sastrowinoto., S. Notohadisuwarno dan H. Prabowo. 2004. Metabolisme nitrogen pada tanaman kedelai yang mendapat genangan dalam parit. Bul. Agron. 11(2):68-75. Manwan, I., Sumarno, A.S. Karama, A.M. Fagi. 1990. Teknologi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia. Puslitbangtan. Bogor. 49 hal. Purwaningrahayu, R.D., D. Indradewa, dan B.H. Sunarminto. 2004. Peningkatan hasil beberapa varietas kedelai dengan penerapan teknologi basah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 23(1):49-58. Ramli, R., A. Supriyo, M. Thamrin, H.Dj. Noor, H.R. Itjen M. Wilis. 1996. Sumber pertumbuhan produksi kedelai di Kalimantan Selatan. Balittra. Banjarbaru. 734

Saleh, M., E. William., dan M. Sabran. 2000. Pengujian galur kedelai di lahan pasang surut. Bul. Agron. 28(2):41-48. Subagyo, H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa untuk Pertanian. Prossiding Simposium Nasional dan Kongres VI PERAGI. Jakarta. h.17-55. Sumarno. 1986. Response of soybean (Glycine max Merr.) genotype to continous saturated culture. Indon. J. Crop Sci. 2(2):71-78. Suriadikarta, D.A. 2005. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam untuk Usaha Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. 2(4):36-45. Suwarto., W.Q. Mugnisjah, D. Sopandie dan A.K. Makarim. 1994. Pengaruh pupuk nitrogen dan tinggi muka air tanah terhadap pertumbuhan bintil akar, pertumbuhan dan produksi kedelai. Bul. Agron. 22(2):1-5. Widjaja-Adhi, I.P.G., N.P. Sri Ratmini dan I.W. Swastika. 1997. Penelolaan tanah dan air di lahan pasang surut, hal. 1-22. Dalam Sunihardi dan D. Suhendar (Ed.). Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu. Badan Litbang Pertanian, Puslibangtan. Bogor. 735