BAB V KESIMPULAN Sebelum masuknya program BIMAS di desa, masyarakat desa masih mampu bertahan dengan mata pencaharian sebagai petani. Pertanian sebagai tumpuan hidup di desa, masih menyediakan kemakmuran berupa kesempatan kerja dan pendapatan yang cukup untuk masyarakat desa. Perekonomian desa juga stabil dengan tonggak pada sektor pertanian yang stabil pula. Didukung kondisi perekonomian saat itu yang memungkinkan petani mendapatkan harga tinggi untuk produk pertaniannya terutama padi dan dukungan dari pemerintah Orde Lama yang mendukung sektor pertanian. Pada masa pemerintahan Orde Baru, program BIMAS masuk ke desa sebagai bagian dari pembangunan pertanian yang mendukung pembangunan pedesaan. Kemudian disusul dengan perbaikan sarana tranportasi dan irigasi serta listrik yang kemudian memasuki desa. Sebagaimana dengan desa lainnya, di desa Baturan pembangunan sarana umum seperti perbaikan jalan mendapat pengawasan dari kelurahan sebagai pengawas dari pemerintah yang 74
terdekat. Modernisasi mengiringi perbaikan-perbaikan tersebut. Mulai dari sarana produksi pertanian yang semakin canggih dengan didatangkannya mesin-mesin traktor, huller, dan pompa air untuk membatu dibidang pertanian. Masuknya barang-barang elektronik seperti televisi dan radio sebagai akibat dari listrikisasi. Masuknya kendaraan-kendaraan bermotor sebagai akibat dari jalur transportasi yang semakin nyaman. Budaya konsumtif timbul dalam masyarakat desa akibat kemudahan akses informasi dan kemudahan mendapatkan barang dan jasa. Setelah program BIMAS dilaksanakan, banyak dari kesempatan kerja di bidang pertanian tertutup. Mekanisasi dan efisiensi yang terjadi tidak sesuai dengan kebutuhan di desa yang memiliki banyak sumber daya manusia. Akibatnya banyak tenaga kerja menganggur dan akhirnya mencari pekerjaan di bidang non pertanian juga melakukan migrasi ketempat lain. Perbaikan sarana transportasi dan telekomunikasi yang meningkat seiring dengan masuknya modernisasi ke desa telah membuka kesempatan untuk para pekerja tersebut untuk mencari pekerjaan di tempat yang lain. Ketergantungan terhadap paket-paket produksi yang ditawarkan pemerintah telah mematikan inovasi petani. Pemakaian 75
mesin-mesin dan perubahan cara tanam serta jenis tanaman yang ditanam telah meningkatkan produksi secara nyata, namun kesempatan kerja di desa berkurang menjadi berkurang akibat efisiensi yang terjadi. Pembangunan industri perkotaan yang kemudian berkembang menarik tenaga-tenaga kerja desa untuk mencari pekerjaaan di sana. Indusrti perkotaan akhirnya justru menyedot tenaga-tenaga potensial desa mulai dari anak muda hingga yang telah dewasa dan berkeluarga untuk bekerja di sektor tersebut. Kekurangan tenaga kerja di desa timbul dan akhirnya berakibat dengan berlanjutnya mekanisasi di desa. Kontrol yang dilakukan pemerintah terhadap komoditi pangan pokok seperti pada beras, telah mematikan nilai tawar petani. Hal tersebut berdampak pada perekonomian desa tidak lagi kokoh, pertanian sudah tidak mampu menjadi penjamin kehidupan penduduknya karena hasil bercocok tanam dihargai dengan harga yang tidak sesuai dengan pengeluaran petani. Perputaran perekonomian penduduk sudah lebih banyak dari luar desa. Perekonomian desa akhirnya berhenti berkembang karena tumpu perekonomian di dalam desa yaitu pertanian telah berhenti berkembang. 76
Perkembangan positif berupa produksi yang meningkat, mekanisasi dan metode-metode baru dalam bercocok tanam telah mempercepat proses produksi hasil pertanian. Perkembangan transportasi dan telekomunikasi yang membuat petani menjadi lebih mudah dalam meyerap informasi-informasi baru dan pemasaran yang lebih mudah. Hal-hal positif tersebut malah beriringan dengan regenerasi petani didesa yang cenderung lambat, kurangnya inovasi petani dan dukungan dari pemerintah berhenti di tengah jalan sehingga perkembangan yang sudah bagus menjadi terhenti di titik tersebut. Kemakmuran petani yang dijanjikan setelah kenaikan produksi justru tidak terjadi. Kenaikan produksi berbarengan dengan turunnya harga karena biasanya pada saat panen besar harga produk pertanian akan turun dan karena produksi yang terusmenerus menyebabkan produk selalu ada di pasaran dan harganya menjadi stabil. Kekurangan pasokan juga langsung dilengakapi pemerintah dengan pasokan dari produk impor, sehingga harga tetap stabil. Padahal ketabilan harga tersebut tidak diimbangi dengan kestabilan harga produk yang lain, pemerintah menstabilkan harga sembako yang didalamnya terdapat beras dan gula pasir. Tindakan yang diambil pemerintah itu justru merugikan petani karena saat pendapatan yang diperoleh petani tetap, pengeluaran justru 77
bertambah karena kenaikan harga barang. Pelepasan subsidi pupuk dan bibit yang dilakukan pemerintah juga memperberat hal itu. Pada akhirnya kebijakan revolusi hijau dan pendukung kebijakan tersebut bukannya memajukan perekonomian desa dengan pertanian sebagai tonggaknya. Pelaksanaannya menyisakan pekerjaan yang tertunda yang justru tidak diteruskan oleh pemerintahan selanjutnya. Kebijakan pemerintah menstabilkan harga justru mengorbankan para petani sebagai produsen, padahal kebijakan tersebut ditujukan terutama untuk warga yang berada dalam kondisi kurang mampu. Para petani justru sebagian besar termasuk dalam rumah tangga miskin yang hendak dijangkau oleh pemerintah. Pertanian masih identik dengan pedesaan. Keberlanjutan pembangunannya akan dapat mengangkat perekonomian petani juga warga setempat. Dukungan dari pemerintah dibutuhkan untuk mendukung hal tersebut terutama dalam penetapan kebijakan pagan agar dapat menstimulasi petani. Pendidikan mengenai pertanian juga hendaknya digalakkan untuk keberlangsungan regenerasi petani. Hal-hal itulah yang masih ditunggu petani desa Baturan agar dapat memperbaiki pendapatan petani. 78