BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERBANDINGAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA DENGAN MORFEM TERIKAT BAHASA MELAYU SUBDIALEK KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS. jadian. Dalam proses tersebut, ada empat komponen yang terlibat, yaitu (i) masukan

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE

AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL. Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

PROSES MORFOFONEMIK KATA BERAFIKS DALAM RUBRIK PERCIKAN MAJALAH GADIS

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA INDONESIA. (Analisis Bahasa Karya Samsuri) Oleh: Tatang Suparman

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BERBAHASA TATARAN MORFOLOGI DALAM SKRIPSI MAHASISWA PBSI IKIP PGRI MADIUN TAHUN AKADEMIK 2013/2014.

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Chaer (2008:25) mengemukakan bahwa proses morfologi pada dasarnya adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

SATUAN GRAMATIK. Oleh Rika Widawati, S.S., M.Pd. Disampaikan dalam mata kuliah Morfologi.

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

Selain metode deskriptif, penelitian ini juga menggunakan metode

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI

KESALAHAN AFIKS DALAM CERPEN DI TABLOID GAUL

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

ARTIKEL JURNAL LINA NOVITA SARI NPM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditemukan hasil yang sesuai dengan judul penelitian dan tinjauan pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENELURUSAN BENTUK BAKU KATA BAHASA INDONESIA

PROSES MORFOLOGIS BAHASA MELAYU PALEMBANG SKRIPSI

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI. Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

ANALISIS MORFOFONEMIK NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

Assalamu alaikum Wr. Kelompok 6 : 1. Novi Yanti Senjaya 2. Noviana Budianty 3. Nurani amalia

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

MORFOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Dosen Dr. Prana D Iswara

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB II. Telaah Morfologis terhadap Ragam Bahasa Remaja. dalam Media Jejaring Sosial Facebook

KAJIAN BENTUK-BENTUK AKRONIM BAHASA INDONESIA DAN KAJIAN FONOTAKTIKNYA DALAM BERITA LIPUTAN KHUSUS PEMILU 2009 PADA SURAT KABAR SOLOPOS SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011

Afiksasi Pada Kosakata Asing dalam Majalah Teknologi Informasi PC Media. oleh Amir Hakim Program Studi Indonesia

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebagai berikut: Penelitian karya Arif Sunarya yang berjudul Proses Morfofonemik dalam Surat Kabar Harian Metro Banjar (2010). Penelitian ini menghasil beberapa simpulan, yaitu sebagai berikut: (1) peristiwa morfofonemik pada dasarnya adalah proses berubahnya sebuah fonem dalam pembentukan kata yang terjadi karena proses afiksasi karena pertemuan antara morfem dasar dengan afiks, (2) morfofonemik terdapat pada setiap bahasa yang mengalami proses morfologi, (3) morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi pada proses morfologis sehingga dibahas pada bidang morfologi, (4) analisis terhadap peristiwa morfofonemik perlu dilakukan agar dapat diketahui kaidah pembentukan kata yang benar dalam pemakaian bahasa serta dalam upaya memperkaya kasanah bahasa Indonesia. Dalam penelitian tersebut, objek yang digunakan adalah surat kabar harian Metro Banjar, tetapi dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah majalah Gadis. Penelitian karya Desi Fatmawati yang berjudul Analisis Morfofonemik Novel Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata (2014), juga meneliti tentang morfofonemik. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang karya Desi Fatmawati tersebut adalah objek penelitiannya. Desi Fatmwati menggunakan novel jawa sebagai objek kajiannya, jadi 10

11 tinjauan yang digunakan oleh Desi Fatmwati adalah suatu tinjauan morfologi bahasa Jawa. Berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan tinjauan morfologi bahasa Indonesia dan menggunakan objek penelitian rubrik Percikan majalah Gadis. Penelitian karya Wulandari Nur Fajriyah yang berjudul Proses Morfofonemik Prefiks me-, ber-, ter-, dan di- dengan Istilah Teknologi Informasi dalam Tujuh buku Teknologi Informasi, juga membahas tentang morfofonemik. Penelitian tersebut terfokus pada proses morfofonemik prefiks me-, ber-, per-, ter-, dan di- dengan istilah TI sehingga terjadilah satuan yang berstatus kata. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses morfofonemik prefiks me-, ber-, ter-, dan di- dalam tujuh buku TI. Hasil penelitian yang dihasilkan adalah ditemukannya empat jenis perubahan proses morfofonemi, yaitu: pengekalan fonem, perubahan fonem, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Penggunaan prefiks dalam proses morfofonemik dalam istilah TI yang produktif adalah prefiks me-, ditemukan sebanyak 60 penggunaan prefiks me-. Prefiks di- yang merupakan bentuk pasif, prefiks ini menempati urutan kedua setelah prefiks me-, ditemukan sebanyak 55 penggunaan prefiks di-. Setelah itu, penggunaan prefiks ter- ditemukan sebanyak 14 dan yang terakhir adalah prefiks berditemukan penggunaan prefiks ber- sebanyak 11. Tesis milik Teguh Sarosa dari S2 Linguistik Universitas Gadjah Mada 2005 berjudul Proses Morfofonemik Afiksasi dalam Bahasa Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses morfofonemik yang terjadi pada proses afiksasi dalam bahasa Indonesia.

12 Yang dimaksud dengan proses morfofonemik adalah proses perubahan fonem yang terjadi dari proses afiksasi. Perubahan tersebut mencakuup perubahan bunyi yang berupa fonem. Penyediaan data dilakukan peneliti adalah dengan observasi, wawancara, dan intuisi. Data diperoleh dari intuisi peneliti yang merupakan seorang penutur asli bahasa Indonesia. Analisis data yang dilakukan peneliti didasarkan pada empat dasar proses morfofonemik yaitu proses perubahan fonem, proses penambahan fonem, proses penghilangan fonem, dan proses pergeseran posisi fonem. Proses analisis dibatasi hanya dengan setiap bentuk afiksasi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan variasi proses morfofonemik yang mungkin terjadi. Afiks yang digunakan dalam proses afiksasi yaitu {men-}, {men-i}, {men-kan}, {pen- }, {penan}, {ber-}, {ber-an}, {ber-kan}, {per-}, {per-an}, {-an}, {ke-an}, {-i}, {- wan}, {ter-}, {di-}. Sebuah tesis karya Asih Anggarani dari S2 Linguistik Universitas Sebelas Maret 2015, berjudul Morfofonemik dalam Afiksasi Bahasa Melayu Dialek Betawi. Tesis tersebut membahas morfofonemik afiksasi dialek Betawi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk kata berafiks bahasa Melayu dialek Betawi serta untuk mengklasifikasikan proses morfofonemik yang ditemukan dalam afiksasi bahasa Melayu dialek Betawi. Perbedaan yang terdapat dari penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah perbedaan objek penelitian, belum ada yang menggunakan majalah remaja sebagai objek penelitiannya. Di dalam majalah tersebut terdapat bentuk-bentuk kata gaul remaja yang dapat diteliti untuk diketahui kaidahnya.

13 2. Landasan Teori a. Morfologi Menurut Kridalakasana, morfologi adalah bidang linguistik yang memperlajari morfem dan kombinasi-kombinasinya. Morfologi juga dikatakan sebagai bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni morfem (Kridalaksana, 2008:159). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, morfologi adalah cabang linguistik tentang morfem dan kombinasinya. Morfologi juga dapat dikatakan sebagai ilmu bentuk kata. Menurut Ramlan, morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa atau linguistik. Ilmu bahasa secara singkat dapat dijelaskan sebagai ilmu yang mempelajari seluk-beluk bahasa secara ilmiah, atau secara scientific. Morfologi memperlajari seluk-beluk struktur kata (Ramlan, M, 1985: ix). Morfologi, di samping bidangnya yang utama menyelidiki selukbeluk bentuk kata, juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahanperubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata. Contohnya seperti kata berjalan. Kata tersebut memiliki dua morfem, yaitu morfem ber- sebagai afiks dan morfem jalan sebagai morfem dasarnya. Begitupula kata mendoakan. Kata tersebut memiliki tiga morfem, yaitu morfem me(n)- dan kan sebagai afiks dan morfem doa sebagai morfem dasarnya. Adanya perubahan dalam setiap kata tersebut menyebabkan adanya perubahan makna.

Ramlan mengemukakan pendapatnya tentang pengertian morfologi sebagai berikut: Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, M, 1985:18-19). 14 b. Proses Morfologis Proses morfologis adalah sebuah proses pembentukan kata dari bentuk dasarnya (Ramlan, M, 1985:46). Dengan kata lain, proses morfologis itu proses berubahnya bentuk dasar suatu kata. Proses berubahnya bisa dengan pembubuhan afiks, proses pengulangan dan proses pemajemukan. Seperti contohnya, kata terjatuh dibentuk dari kata jatuh. Kata bersayap dibentuk dari kata sayap. Kata melamar dibentuk dari kata lamar. Kata perokok dibentuk dari kata rokok. Pada kata terjauh, terdapat bubuhan ter-. Pada kata berdansa, terdapat bubuhan ber-. Pada kata peramal, terdapat bubuhan per-. Pada kata dirindukan, terdapat bubuhan di- dan kan. Menurut Kridalaksana (1996:12), peristiwa morfologis atau yang biasa disebut dengan proses morfologis itu terdiri dari input, yaitu leksem, dan salah satu proses seperti, derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi (pemendekan), komposisi (perpaduan), derivasi balik, metanalisis, dan output yang berupa kata.

15 Leksem derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi, derivasi balik, metanalisis Kata c. Jenis Proses Morfologis Dari uraian di atas, jelaslah bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologis. Ramlan mengatakan bahwa proses tersebut terdiri dari proses pembubuhan afiks, proses pengulangan, serta proses pemajemukan (1985:47). Berikut adalah penjelasan tentang jenis proses morfologis tersebut (Ramlan, 1985:49-74): 1) Proses Pembubuhan Afiks Proses ini merupakan pembubuhan afiks pada suatu satuan. Satuan itu dapat berupa satuan tunggal ataupun satuan kompleks. Satuan tersebut digunakan untuk membentuk kata. Contoh: ber- + jalan berjalan ber- + susah payah bersusah payah di- + taman ter- + dalam ke- -an + jauh -an + makan di taman terdalam kejauhan makanan

16 2) Proses Pengulangan Proses pengulangan biasa disebut dengan reduplikasi. Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik. Pengulangan itu dapat terjadi seluruhnya atau hanya sebagian, baik dengan atau tanpa variasi fonem. Contoh: pelari berlari kebaikan rintangan perenang pelari-pelari berlari-lari kebaikan-kebaikan rintangan-rintangan perenang-perenang 3) Proses Pemajemukan Dalam bahasa Indonesia, sering didapati gabungan dari dua kata yang mengakibatkan timbulnya suatu kata baru. Kata tersebut biasa disebut kata majemuk. Contoh: sayur mayur jual beli simpan pinjam rumah sakit keras hati d. Morfofonemik Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (Alwi,dkk, 2008:930), morfofonemik adalah telaah tentang perubahan-perubahan

17 fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain. Menurut Samsuri (1985:201), morfofonemik merupakan studi tentang perubahan yang terjadi pada fonem-fonem yang disebabkan karena hubungan dua morfem atau lebih, serta pemberian tandatandanya. Menurut Ramlan, morfofonemik mempelajari tentang perubahanperubahan fonem yang timbul akibat dari pertemuan morfem satu dengan morfem lainnya (1985:75). Morfem ber-, misalnya, terdiri dari tiga fonem, ialah /b/ /ǝ/ /r/. Akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem ajar, fonem /r/ berubah menjadi /l/, hingga pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan kata belajar. Morfofonemik ini juga disebut dengan morfofonologi dalam Pengajaran Morfologi (Tarigan, 1985:26). Morfofonemik dapat diartikan dengan ilmu yang menelaah morfofonem. Menurut Tarigan (1985:26), ada tiga hal yang penting mengenai proses morfofonemik, yakni proses perubahan fonem, proses penambahan fonem dan proses penanggalan fonem. Morfofonemik juga dapat disebut sebagai proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya (Alwi, dkk, 2003, 109-110). Kridalaksana menyebut morfofonemik sebagai subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi (1996:183). Jadi, dapat disimpulkan bahwa morfofonemik merupakan suatu perubahan yang terjadi jika morfem dasar bertemu dengan morfem terikat dalam kata-kata berafiks.

18 e. Proses Morfofonemik Kridalaksana menyebutkan bahwa proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi akibat dari pertemuan suatu morfem dengan morfem lainnya. Proses morfofonemik dalam Bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Kridalaksana, 1996:183). Menurut Kridalaksana (1996:184), proses morfofonemik pun dibagi menjadi dua, yaitu proses morfofonemik yang otomatis dan proses morfofonemik yang tidak otomatis. Proses morfofonemik yang otomatis itu digolongkan menjadi tujuh proses, yaitu 1) pemunculan fonem, 2) pengekalan fonem, 3) pemunculan dan pengekalan fonem, 4) pergeseran fonem, 5) perubahan dan pergeseran fonem, 6) pelesapan fonem, dan 7) peluluhan fonem. Proses morfofonemik yang tidak otomatis digolongkan menjadi tiga proses, yaitu 1) penyisipan fonem secara historis, 2) pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing, 3) variasi fonem bahasa sumber. a) Proses Morfofonemik yang Otomatis 1. Proses Pemunculan Fonem Proses pemunculan fonem adalah proses yang paling banyak terjadi. Pemunculan fonem tersebut memiliki tipe yang sama atau yang biasa disebut dengan homorgan, dengan fonem awal dalam morfem dasar. Proses pemunculan fonem ini

19 mengakibatkan munculnya alomorf-alomorf dari morfem yang bersangkutan. Peristiwa 1: Sebuah afiksasi yang memiliki akhiran /ay/, /i/, atau /e/ pada morfem dasarnya, maka akan terjadi pemunculan luncuran /y/ tersebut. Proses ini juga terjadi jika morfem dasarnua diikuti oleh sufiks yang diawali dengan vokal /a/. Contoh : {kǝ an} + {tiŋgi} {kǝtiŋgiyan} {pǝ an} + {nanti} {pǝnantiyan} Peristiwa 2: Sebuah afiksasi yang memiliki akhiran /aw/, /u/ atau /o/ pada morfem dasarnya atau diikuti oleh sufiks yang awalannya adalah vokal /a/, maka akan terjadi pemunculan luncuran /w/. Contoh: {-an} + {sǝrbu} {sǝrbu w an} {pǝ-an} + {toko} {pǝrtoko w an} Peristiwa 3: Pemunculan /a/ akan terjadi bila morfem dasar ayah digabungkan dengan sufiks anda, {ayahanda}.

20 Peristiwa 4: Pemunculan /n/ akan terjadi bila morfem dasar diri digabungkan dengan prefiks se-, {sǝndiri}. Peristiwa 5: Pemunculan /m/ akan terjadi bila morfem dasar barang digabungkan prefiks se-, {sǝmbaraŋ}. Peristiwa 6: Pemunculan /ŋ/ akan terjadi bila prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, {pǝan} bergabung dengan morfem dasar yang terdiri dari satu suku kata. Contoh: {mǝ-} + {cat} {mǝŋǝcat} {pǝ-an} + {tik} {pǝŋǝtikan} Peristiwa 7: Pemunculan /m/ akan terjadi bila prefiks me-, pe-, dan pe-an bergabung dengan morfem dasar yang diawali dengan /b/, /f/, dan /p/. Contoh: {mǝ-} + {bǝli} {mǝmbǝli} {mǝ-i} + {pǝrbaru} {mǝmpǝrbarui}

21 Peristiwa 8: Pemunculan /n/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-} dan kombinasinya, {pǝ-}, dan {pǝ-an} bergabung dengan morfem dasar yang diawali oleh konsonan /t/ dan /d/. Contoh: {pǝ-} + {dǝŋar} {pǝndǝŋar} {mǝ-} + {dapat} {mǝndapat} Peristiwa 9: Pemunculan /n/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, dan {pǝ-an} digabungkan dengan morfem dasar diawali oleh konsonan /c/ dan /j/. Contoh: {mǝ-} + {caci} {mǝncaci} {pǝ-an} + {cari} {pǝncarian} Peristiwa 10: Pemunculan /ŋ/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, dan {pǝ-an} digabungkan dengan morfem dasar diawali dengan fonem /g/, /x/, /h/, atau /?/. Pemunculan /ŋ/ juga terjadi pada gabungan morfem dasar yang diawali oleh konsonan /k/. Contoh: {mǝ-} + {halaw} {mǝŋhalaw} {mǝ-} + {ko ordinir} {mǝŋko ordinir} 2. Proses Pengekalan Fonem Proses ini akan terjadi jika pada penggabungan morfem dasar dengan morfem terikatnya tidak terjadi perubahan apa-

22 apa. Morfem dasar dan morfem terikat itu dikekalkan dalam bentuk baru yang lebih konkret. Peristiwa 1: Pengekalan fonem ini terjadi jika prefiks {mǝ-} dan {pǝ-} digabungkan dengan morfem dasar yang diawali oleh fonem /y/, /r/, /l/, /w/, atau nasal. Contoh: {mǝ-kan} + {waris} {mǝwariskan} {pǝ-} + {ramal} {pǝramal} Peristiwa 2: Pengekalan fonem akan terjadi jika morfem dasar yang berakhir dengan /a/ bergabung dengan konfiks ke-an. Contoh: {kǝ-an} + {raja} {kǝrajaan} {kǝ-an} + {lama} {kǝlamaan} Peristiwa 3: Pengekalan fonem akan terjadi jika prefiks ber-, per-, atau ter-, bergabung dengan morfem dasar apapun, kecuali dengan morfem dasar ajar, anjur atau yang diwakili konsonan /r/ atau yang suku kata pertamanya mengandung /r/. Contoh: {bǝr-} + {main} {bǝrmain} {tǝr-} + {sǝlip} {tǝrsǝlip}

23 Peristiwa 4: Pengekalan fonem akan terjadi jika afiks se- bergabung dengan morfem dasar apapun. Contoh: {sǝ-} + {hati} {sǝhati} {sǝ-} + {tiŋkat} {sǝtiŋkat} Peristiwa 5: Pengekalan fonem akan terjadi jika afiks wan, -man, -wati bergabung denga morfem dasar apapun. Contoh: {sǝni} + {-man} {sǝniman} {warta} + {-wan} {wartawan} 3. Proses Pemunculan dan Pengekalan Fonem Proses pemunculan dan pengekalan fonem adalah proses pemunculan fonem pertama morfem dasar dan sekaligus pengekalan fonem pertama dari morfem dasar tersebut. Proses ini hanya terjadi pada prefiksasi. Persitiwa 1: Pemunculan /ŋ/ dan pengekalan /k/. Contoh: {mǝ-} + {kukur} {mǝŋkukur} {pǝ-} + {kaji} {pǝŋkaji} Peristiwa 2: Pemunculan /ŋ/ dan pengekalan / /. Contoh: {mǝ-} + { ara } {mǝŋ araŋ}

24 {pǝ-} + { ukur} {pǝŋ ukur} 4. Proses Pergeseran Posisi fonem Proses ini akan terjadi apabila komponen dari morfem dasar dan bagian dari afiks membentuk satu suku kata. Peristiwa 1: Proses pergeseran fonem ini terjadi bila morfem dasar itu memiliki akhiran sebuah konsonan dan diikuti oleh sufiks atau bila sufiksnya diawali dengan huruf vokal. Pergeseran fonem ke belakang ini terjadi jika pelafalannya menggunakan dialek Jakarta. Contoh: {baik} + {pǝr-i} {pǝr-ba-i-ki} {taŋis} + {-i} {ta-ŋi-si} Peristiwa 2: Peristiwa pergeseran ke depan. Pergeseran ini terjadi pada morfem dasar yang diakhiri oleh vokal dan diikuti oleh sufiks yang awalannya adalah konsonan. Contoh: {ibu} + -{nda} {i-bun-da} {cucu} + {-nda} {cu-cun-da}

25 Peristiwa 3: Pemecahan suku kata yang disisipkan dengan el, er, dan em, sehingga morfem dasar itu terpecah dan membentuk suku kata yang baru. Contoh: {gǝmbuŋ} + /-l-} {gǝ-lǝm-buŋ} {gǝtar} + /-m-} {gǝ-mǝ-tar} 5. Proses Perubahan dan Pergeseran Posisi Fonem Proses perubahan dan pergeseran posisi fonem ini akan terjadi bila morfem dasar yang berakhir dengan konsonan bergabung dengan afiks yang berawalan huruf vokal. Peristiwa 1: perubahan fonem / / menjadi /k/ jika sufiks {-an} atau konfiks yang berawalan dengan huruf vokal bergabung dengan morfem dasar yang berakhir dengan fonem / /. Contoh: {mǝ-i} + {nai } {mǝ-na-i-ki} {kǝ-an} + {dudu } {kǝ-du-du-kan} Peristiwa 2: Proses perubahan dari fonem /r/ menjadi fonem /l/ jika morfem dasar ajar bergabung dengan afiks ber-, per-, dan per-an.

26 Contoh: {bǝr-} + { ajar} {bǝ-la-jar} {pǝr-an} + { ajar} {pǝ-la-ja-ran} Peristiwa 3: Proses perubahan dari fonem /r/ menajdi fonem /l/ jika morfem dasar anjur dan antar bergabung dengan afiks ter-. Contoh: {tǝr-} + { antar} {tǝ-lan-tar} {tǝr-} + { anjur} {tǝ-lan-jur} 6. Proses Pelesapan Fonem Proses pelesepan ini akan terjadi jika morfem dasar digabungkan dengan morfem terikat (afiks). Pada proses pelesapan fonem, ada dua peristiwa pelesapan fonem Peristiwa 1: Pelesapan fonem /k/ atau /h/ yang terjadi jika sufiks yang berasal dari konsonan bergabung dengan morfem dasar yang berawalan dengan konsonan pula. Contoh: { anak} + {-nda} { ananda} {sǝjarah} + {-wan} {sǝjarawan} Peristiwa 2: Peristiwa pelesepan fonem /r/ yang terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /r/ atau /ǝr-} bergabung dengan afiks {bǝr-}, {tǝr-}, {pǝr-}, dan {pǝr-an}.

27 Contoh: {tǝr-} + {ramai} {tǝramai} {pǝr-an} + {tǝrnak} {pǝternakan} 7. Proses Peluluhan Fonem Proses peluluhan fonem akan terjadi jika proses bergabungnya morfem dasar dengan morfem terikat (afiks) membentuk sebuah fonem baru. Pada proses peluluhan fonem ini, terdapat empat peristiwa peluluhan. Peristiwa 1: Peluluhan fonem /k/ akan terjadi jika morfem dasarnya berawalan dengan /k/ dan bergabung dengan {mǝ-}, {mǝkan}, {mǝ-i}, {pǝ-} serta {pǝ-an}. Contoh: {mǝ-} + {karaŋ/ {mǝŋaraŋ/ {pǝ-} + {karaŋ/ {pǝŋaraŋ/ Peristiwa 2: Proses peluluhan fonem /p/ akan terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-}, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali pada morfem dasar yang berprefiks per- atau yang berasal dari bahasa asing. Contoh: {mǝ-} + {pilih} {mǝmilih}

28 {mǝ-i} + {pǝraŋ/ {mǝmǝraŋi} Peristiwa 3: Proses peluluhan fonem /s/ akan terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-}, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali bila fonem /s/ mengawali morfem dasar yang berasal dari bahasa asing. Contoh: {pǝ-} + {susun} {pǝñusun} {pǝ-an} + {salur} {pǝñaluran} Peristiwa 4: adalah proses peluluhan fonem /t/ akan terjadi jika morfem dasar yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-}, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali pada morfem dasar yang berasal dari bahasa asing atau morfem dasar yang berprefiks ter-. Contoh: {mǝ-i} + {tǝlusur} {mǝnelusuri} b) Proses Morfofonemik yang Tidak Otomatis 1. Proses Pemunculan Fonem Secara Historis Penyisipan ini akan terjadi jika morfem dasar yang berasal dari bahasa asing diberi afiks yang berasal dari bahasa asing pula.

29 Contoh: {standar} + {-isasi} {standardisasi} {obyek} + {-if} {obyektif} 2. Proses Variasi Fonem Bahasa Sumber Variasi fonem ini mengikuti pola bahasa sumber dan memiliki makna yang sama dengan makna pada bahasa sumber. Contoh: kritikus kritisi politikus politisi 3. Proses Pemunculan fonem berdasarkan Pola Bahasa Asing Pemunculan fonem terjadi karena mengikuti pola morfofonemik bahasa asing. Gabungan ini terjadi dari morfem dasar dalam bahasa Indonesia dengan afiks asing, baik afiks Arab maupun Inggris. Contoh: {gǝreja} + {-i} {gǝrejani} {dunia} + {-i} {duniawi} B. Kerangka Pikir Adapun kerangka penelitian proses morfofonemik dalam rubrik Percikan majalah Gadis sebagai berikut. Sumber datanya adalah rubrik Percikan majalah Gadis

30 Datanya adalah kata berafiks dalam rubrik Percikan majalah Gadis Menentukan kelompok afiksasi data Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Prefiks Konfiks Sufiks Kombinasi Afiks Analisis Data Teori Morfofonemik (Harimurti Kridalaksana) Menentukan Kaidah Morfofonemiknya Kesimpulan Dapat dijelaskan dari kerangka pikir di atas bahwa: 1. Sumber data yang diambil dari rubrik Perickan majalah Gadis. 2. Data tersebut berupa kata berafiks dari rubrik Percikan majalah Gadis. 3. Setiap kata berafiks yang didapat, dikelompokkan menurut jenis afiksasinya. 4. Kelompok tersebut ada tiga, yaitu kelompok I (munculnya prefiks dari kata berafiks yang didapat), kelompok II (munculnya konfiks dari kata berafiks yang didapat), kelompok III (munculnya sufiks dari kata berafiks yang

31 didapat), dan kelompok IV (munculnya beberapa kombinasi afiksasi dari kata berafiks yang didapat). 5. Dari data yang didapat dan sudah dikelompokkan tersebut, peneliti melakukan analisis data menggunakan teori morfofonemik dari buku berjudul Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (Harimurti Kridalaksana). 6. Setelah melakukan analisis data, ditemukan kaidah morfofonemiknya sesuai dengan hasil analisis pola morfofonemik yang didapat. 7. Langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dari penelitian ini.