BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN SENSOR AVNIR DAN PALSAR POLARISASI PENUH (STUDI KASUS PT SANG HYANG SERI, SUBANG)

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI Koreksi Geometrik

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN L-BAND SAR BERBASIS TEORI DEKOMPOSISI: STUDI KASUS SUBANG ADI YUDHA PRAMONO A

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi dan Sekitarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar

LAPAN sejak tahun delapan puluhan telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.3. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

DAFTAR TABEL. No. Tabel Judul Tabel No. Hal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. II.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek serta fenomena

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

5. SIMPULAN DAN SARAN

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini.

ISTILAH DI NEGARA LAIN

II. BAHAN DAN METODE

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR POLARISASI GANDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN

PEMANFAATAN CITRA RADARSAT-2 DALAM PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN TANAMAN PADI (Studi Kasus : PT. Sang Hyang Seri, Subang Jawa Barat)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

PEMANTAUAN POLA PENANAMAN PADI MELALUI ANALISIS HAMBURAN BALIK CITRA ALOS PALSAR SCANSAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth.

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BAB I. PENDAHULUAN. produksi padi akan berdampak langsung pada sekuritas makanan nasional pada

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musim hujan merupakan musim yang mutlak ada di sebagian belahan benua dunia. Dan curah hujan pasti memiliki

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

BAB I PENDAHULUAN. global, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan fungsi hutan dapat merusak

Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9 No. 1 Juni 2012 : 12-24

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman dan kemampuan komputasi merupakan pembatas yang signifikan pada masa tersebut. Lembaga Antariksa Eropa (ESA) memiliki 2 satelit SAR yang identik yaitu ERS-1 dan ERS-2 yang menggunakan polarisasi VV pada C-band. Jepang menyumbangkan penyediaan data SAR L-band dengan polarisasi HH. Ribbes dan Le Toan (1999) melakukan penelitian tentang pemantauan dan pemetaan lahan padi sawah dengan menggunakan data RADARSAT di Indonesia. Data yang digunakan adalah RADARSAT dengan polarisasi HH pada C-band. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa koefisien backscatter pada RADARSAT dengan polarisasi HH pada C-band lebih tinggi daripada menggunakan data ERS dengan polarisasi VV pada C-band pada awal fase pertumbuhan padi. Selain itu, penelitian Zhang et al. (2009) dengan polarisasi tunggal HH pada L-band menunjukkan bahwa serial data 3 waktu yang digabungkan dengan Support Vector Machine (SVM) dapat dimanfaatkan untuk mengamati mekanisme pertumbuhan padi. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dengan hanya tersedianya citra tunggal, maka pilihan teknik analisis masih cukup terbatas. Hal ini dapat berdampak pada akurasi pengolahan data yang dilakukan. Pilihan utama yang paling banyak dimanfaatkan untuk pemantauan penutupan lahan atau lingkungan adalah dengan melakukan akuisisi pada 3 waktu yang berbeda atau lebih dengan menggabungkan pada tampilan citra komposit. Zhang et al. (2009) melakukan penelitian tentang aplikasi citra komposit multitemporal untuk pemantauan lahan sawah di China Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah citra komposit L-band dengan polarisasi HH yang diakuisisi pada tanggal 18 Juni 2006, 3 Agustus 2006, dan 18 September 2006. Selain itu, Dobson et al. (1996) melakukan penelitian menggunakan citra komposit antara ERS-1 dan JERS-1 untuk klasifikasi penutupan lahan. Data ERS-1 yang digunakan beroperasi dengan polarisasi VV pada C-band yang diakuisisi tanggal 12 Agustus

5 1991 sedangkan data JERS-1 beroperasi dengan polarisasi HH pada L-band yang diakuisisi pada tanggal 7 Agustus 1992. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa citra komposit antara ERS-1 dan JERS-1 memberikan nilai akurasi yang lebih baik dibandingkan aplikasi ERS-1 dan JERS-1 secara terpisah. 2.2. Pemanfaatan Polarisasi Ganda Polarisasi sebuah gelombang elektromagnetik merupakan hal yang penting di bidang penginderaan jauh radar. Polarisasi dalam SAR memanfaatkan sifat orientasi komponen elektrik dan magnetik dari sinyal radar, baik sesaat setelah dipancarkan maupun hasil pancaran balik dari suatu benda yang diiluminasi. Sistem antena radar dapat berfungsi untuk memancarkan dan menerima polarisasi horizontal maupun vertikal. Apabila polarisasi yang dipancarkan dan yang diterima memiliki arah yang sama maka disebut polarisasi searah (co-polarized). Polarisasi HH mengindikasikan gelombang yang diterima dan yang dipancarkan adalah horizontal sedangkan VV artinya gelombang yang diterima dan yang dipancarkan secara vertikal. Polarisasi yang dipancarkan ortogonal terhadap polarisasi yang diterima disebut polarisasi silang (cross polarized); HV artinya gelombang yang dipancarkan horizontal dan yang diterima vertikal; VH artinya gelombang yang dipancarkan vertikal dan yang diterima horizontal. Penggunaan polarisasi dan panjang gelombang yang berbeda dapat menggali informasi lebih beragam. Pada tahun 2003, era baru SAR dimulai dengan diluncurkannya satelit Envisat yang memuat sensor Advanced SAR (ASAR). Sensor ini memiliki keunggulan dengan kemampuannya mengakuisisi dua dari tiga pilihan polarisasi linier yaitu VV, HH, dan VH. Kemampuan polarisasi ganda ini memberikan wawasan baru pada analisis dan aplikasi data SAR dalam pemantauan bumi. Hasil penelitian Le Toan et al. (1989), menunjukkan bahwa data polarisasi ganda (HH dan VV) X-band diperlukan untuk membedakan lahan pertanian yang tidak digenangi seperti padi, kedelai, bunga matahari, dan gandum. Bouvet et al. (2009) melakukan penelitian tentang penggunaan polarisasi HH/VV dari data ENVISAT/ASAR untuk pemetaan produktivitas padi di daerah Delta Mekong, Vietnam. Simulasi koefisien hamburan balik pada polarisasi HH dan VV pada

6 sudut datang 23 o menunjukkan peningkatan koefisien hamburan balik yang cukup signifikan selama masa vegetatif yaitu sekitar umur padi 40-70 hari tergantung dari varietas padi yang ditanam. Selanjutnya nilai hamburan balik sedikit demi sedikit mengalami penurunan selama fase reproduksi sampai masa panen. Wang et al. (2009) juga melakukan penelitian tentang karakteristik hamburan balik padi sawah menggunakan L-band di daerah China Selatan dengan memanfaatkan Radiative Transfer Model dan diuji dengan data multitemporal ALOS PALSAR dengan polarisasi ganda (HH dan HV). Dalam penelitian ini, digunakan 3 buah citra ALOS PALSAR polarisasi ganda yang diakuisisi pada tanggal 28 Juni, 13 Agustus, dan 28 September 2007. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hamburan balik pada koefisien HH lebih bisa berguna untuk mempelajari pemodelan dan pemetaan biofisik padi sawah. Sedangkan hamburan balik HV mengindikasikan interaksi ganda antara sinyal radar dan kanopi padi sehingga hasil yang diperoleh menjadi kurang akurat untuk simulasi pemodelan hamburan balik pada kanopi. Penelitian lainnya yang menggunakan data SAR dualpolarization adalah penelitian Laurila et al. (2010) yaitu mengintegrasikan model indeks vegetasi dan klasifikasi fenologi dengan menggunakan paduan SAR dan data optik untuk estimasi hasil panen biji-bijian di Finlandia. Data yang digunakan pada penelitian Laurila et al. (2010) ini adalah Envisat ASAR yang diakuisisi pada mode polarisasi ganda dengan polarisasi VV dan VH. Baghdadi et al. (2007) menyajikan publikasi mengenai operasional pemetaan kelembaban tanah di Lembah Touch, Perancis, dengan menggunakan ERS-1/2, RADARSAT-1, dan ASAR polarisasi ganda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa estimasi keadaan kelembaban tanah yang lebih baik dapat diperoleh dengan konfigurasi radar yang mampu meminimalisasi efek karakteristik permukaan tanah (terutama tingkat kekasaran permukaan tanah). 2.3. Analisis Hamburan Balik Kekasaran permukaan mempengaruhi reflektivitas energi gelombang mikro, demikian juga dengan kecerahan permukaan dari suatu objek pada citra radar. Permukaan horizontal yang halus akan merefleksikan energi gelombang mikro menjauhi sensor dan disebut sebagai fenomena spekular. Sebaliknya pada

7 permukaan kasar, energi gelombang mikro akan dipencarkan (scattered) ke beberapa arah sekaligus; dikenal sebagai diffuse atau reflektansi tersebar. Reflektivitas permukaan dapat dinyatakan sebagai koefisien backscattering (σ o ) dan umumnya dinyatakan dalam besaran decibel (db). Koefisien hamburan balik dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: sistem radar (panjang gelombang, antena, dan kekuatan transmisi), geometri citra radar (yang dipengaruhi oleh lebar sinar, sudut pandang, dan jaraknya), dan karakter objek (kekasaran dan komposisi permukaan, topografi, orientasi, konstanta dielektrik, kelembaban, dan sebagainya). Wang et al. (2009) menyajikan publikasi tentang pemantauan variasi hamburan balik padi di daerah China Selatan pada 3 waktu akuisisi yang berbeda. Data yang digunakan pada penelitian tersebut adalah multitemporal ALOS PALSAR polarisasi ganda (HH dan HV) yang diakuisisi pada tanggal 28 Juni 2007, 13 Agustus 2007, dan September 2007. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa sifat biofisik padi, seperti leaf area index (LAI), biomassa, dan tinggi tanaman, berkorelasi secara signifikan dengan koefisien hamburan balik SAR. Hamburan balik pada citra multitemporal L-band dengan polarisasi HH lebih berguna untuk pemodelan dan pemantauan lahan sawah daripada polarisasi HV. Hal itu disebabkan oleh fakta bahwa pada polarisasi HV terjadi interaksi berganda antara sinyal radar dan kanopi dari tanaman padi sehingga mengurangi tingkat akurasi. Penelitian lainnya oleh Wu et al. (2011) menggunakan data RADARSAT- 2 polarisasi penuh menunjukkan hubungan antara koefisien hamburan balik pada padi dengan parameter pertumbuhan padi sawah. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa koefisien hamburan balik pada padi dengan mengunakan polarisasi penuh memiliki korelasi yang baik dengan umur padi setelah fase transplantasi, terutama pada polarisasi HV atau VH. Polarisasi HV atau VH memiliki korelasi yang paling baik dengan umur padi dibandingkan dengan polarisasi HH dan VV. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan padi dapat dipantau dengan koefisien hamburan balik dari data C-band.

8 2.4. Klasifikasi melalui Pohon Keputusan Metode Pohon Keputusan merupakan teknik klasifikasi terbimbing yang memanfaatkan ekstraksi informasi dari data training dari konteks yang umum menuju cakupan yang spesifik atau khusus. Status awal dari suatu pohon keputusan adalah tangkai pohon yang menjadi pangkal bagi pemisahan (disimbolkan dalam cabang pohon) yang diturunkan dari data training (Apte dan Weiss, 1997). Pohon keputusan ini dapat dipandang sebagai diagram alir dari titik-titik pertanyaan yang menuju kepada sebuah keputusan. Pohon keputusan yang menggunakan pemisahan (split) peubah tunggal sangat menguntungkan karena mudah dipahami oleh pemakai dan bentuk representasinya yang sederhana. Namun demikian, batasan-batasan yang diterapkan pada representasi aturan dan pohon tertentu dapat secara signifikan membatasi bentuk fungsional dari model. Kelebihan-kelebihan pohon keputusan antara lain adalah menyediakan hasil yang mudah divisualisasikan sehingga mudah dipahami pengguna, dibangun berdasarkan aturan yang dapat dimengerti dan dipahami, dan dapat dimanfaatkan untuk prediksi. Di samping itu, kekurangan dari pohon keputusan adalah model dapat menjadi sangat kompleks untuk tujuan yang sederhana pada suatu data tertentu (Kaneko et al., 2009). Pohon keputusan merupakan metode non-parametrik atau distribution-free statistics, dimana data tidak harus cocok dengan kurva distribusi normal. Elnaggar dan Noller (2010) melakukan penelitian tentang penggunaan data penginderaan jauh dan analisis pohon keputusan untuk pemetaan tingkat salinitas tanah luas di daerah arid dan semi arid di Oregon Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah membandingkan pemetaan tingkat salinitas tanah dengan menggunakan analisis penginderaan jauh dengan dan tanpa analisis pohon keputusan. Data yang digunakan adalah 2 buah citra Landsat TM 7 band yang diakuisisi tanggal 17 Agustus 2005 yang telah dimosaik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi metode penginderaan jauh untuk pemetaan tingkat salinitas pada tanah dapat ditingkatkan secara signifikan dengan menambahkan metode analisis pohon keputusan. Simard et al. (2002) melakukan penelitian tentang aplikasi data radar JERS-1 (dengan polarisasi HH pada L-band) dan ERS-1 (dengan polarisasi VV

9 pada C-band) dengan klasifikasi pohon keputusan untuk pemetaan vegetasi pantai di daerah Gabon, Afrika Tengah. Diagram pohon keputusan menunjukkan bahwa penggunaan data beresolusi rendah dan kombinasi antara data amplitudo ERS-1 dan JERS-1 adalah faktor yang paling berguna untuk klasifikasi. Selain itu, karena karakteristik yang saling melengkapi antara 2 sensor, seluruh hasil klasifikasi yang berasal dari kombinasi data L-band dan C-band meningkat sebanyak 18% dibandingkan dengan penggunaan 1 band saja.