BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN dan DAERAH STUDI

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

ESTIMASI CURAH HUJAN MAKSIMUM BOLEH JADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HERSFIELD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI SALURAN DRAINASE KELURAHAN RAWALUMBU BEKASI PADA SUBSISTEM SUNGAI RETENSI RAWALUMBU. Bayu Tripratomo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

BAB III LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

HUJAN (PRECIPITATION)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI

KAJIAN SISTEM DRAINASE KOTA BIMA NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah atau disebut sebagai underground river, misalnya sungai bawah tanah di

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JARINGAN PENGAMATAN HIDROLOGI

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

5/27/2013 AWAN. Pengertian :

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLOGI DAERAH ALIRN SUNGAI DAN METODE PERHITUNGAN CURAH HUJAN OLEH : HERLIANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

STUDI KELAYAKAN SALURAN DRAINASE JALAN SULTAN KAHARUDDIN KM. 02 KABUPATEN SUMBAWA. Oleh : Ady Purnama, Dini Eka Saputri

Limpasan (Run Off) adalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehilangan air pada suatu sistem hidrologi. panjang, untuk suatu DAS atau badan air seperti waduk atau danau.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

PERHITUNGAN METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

MK. Hidrologi JFK BAB IV CURAH HUJAN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN KLIMATOLOGIS BANJIR DI KABUPATEN MEMPAWAH 14 MEI 2016

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi, sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering, sejenis presipitasi yang dikenali sebagai virga. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya. Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan rata, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin leper, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk

6 payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil. Pada dasarnya Hujan dapat saja terjadi di sembarang tempat, asalkan terdapat dua faktor, yaitu terdapat massa udara lembab, dan terdapat sarana meteorologis yang dapat mengangkat massa udara tersebut untuk berkondensasi. Hujan terjadi akibat adanya massa udara yang menjadi dingin, mencapai suhu di bawah titik embunnya yang memulai pembentukan molekul air. Titik embun adalah temperatur pada saat udara menjadi jenuh apabila udara didinginkan pada temperature tetap. Hujan hanya akan terjadi apabila molekul-molekul air hujan sudah mencapai ukuran lebih dari 1 mm. Hal ini memerlukan waktu yang cukup untuk tumbuh dari ukuran sekitar 1 100 mikron. Proses gerakan udara keatas disebabkan oleh berbagai sebab, yang kemudian hal tersebut menentukan jenis genetic hujan, yaitu hujan konvektif, hujan siklonik, dan hujan orografik. Hujan konvektif biasanya terjadi sebagai hujan dengan intensitas yang tinggi, akibat massa udara yang terangkat keatas oleh pemanasan lahan, atau karena udara dingin yang bergerak di atas laut atau dataran yang panas. Hujan jenis ini dapat tejadi di daerah yang relatif luas, dan bergerak sesuai dengan gerakan angin. Pembentukan hujan ini dapat dilihat dalam sketsa gambar berikut.

7 (Sumber : Sri Harto BR, Hidrologi, 2000) Gambar 2.1 Proses Pembentukan Hujan Konvektif Hujan Siklonik dapat terjadi karena udara lembab panas terangkat ke atas oleh lapisan udara yang lebih dingin dan lebih rapat. Penyebaran hujan jenis ini sangat dipengaruhi oleh landai bidang pertemuan antara udara panas dan udara dingin (warm front / cold front) dan biasanya merupakan hujan dengan daerah penyebaran terbatas dalam waktu pendek. Proses pembentukannya seperti gambar berikut. (Sumber : Sri Harto BR, Hidrologi, 2000) Gambar 2.2 Proses Pembentukan Hujan Siklonik

8 Hujan orografik terjadi karena massa udara lembab terangkat keatas oleh angin yang terangkat karena adanya gunung / pegunungan / dataran tinggi. Kejadian yang sebenarnya tidak sesederhana hal tersebut, karena mekanisme terangkatnya massa udara dapat disebabkan oleh gabungan dari ketiga hal tersebut, yang menyebabkan hujan memiliki variabilitas ruang dan variabilitas waktu yang berbeda-beda. Khusus di daerah tropic seperti Indonesia, variabilitas tersebut dapat terjadi sangat tinggi. Sketsa sederhana yang menunjukkan proses pembentukan hujan orografik dapat dilihat dalam gambar berikut. (Sumber : Sri Harto BR, Hidrologi, 2000) Gambar 2.3 Proses Pembentukan Hujan Orografik 2.1.2 Karakteristik Sungai Sungai merupakan jalan air alami. Laluan melalui sungai merupakan cara biasa air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

9 Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Sungai itu dapat digunakan juga untuk berjenisjenis aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, perikanan, dan lainlain. Dalm bidang pertanian sungai itu berfungsi sebagai sumber air yang penting buat irigasi. a. Daerah Pengaliran Daerah pengaliran sebuah sungai adalah daerah tempat presipitasi itu mengkonsentrasi ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada peta topografi. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran dasar dan lainlain. b. Corak dan Karakteristik Daerah Pengaliran Daerah pengaliran berbentuk bulu burung Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama disebut daerah pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran sedemikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama.

10 (Sumber : Suyono Sosrodarsono, Hidrologi untuk pengairan, 2003) Gambar 2.4 Daerah Pengaliran Berbentuk Bulu Burung Daerah pengaliran radial Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dimana anak-anak sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial disebut daerah pengaliran radial. Daerah pengaliran dengan corak demikian mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai.

11 (Sumber : Suyono Sosrodarsono, Hidrologi untuk pengairan, 2003) Gambar 2.5 Daerah Pengaliran Radial Daerah pengaliran paralel Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang berada di bagian pengaliran yang sama, bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai. (Sumber : Suyono Sosrodarsono, Hidrologi untuk pengairan, 2003) Gambar 2.6 Daerah Pengaliran Paralel

12 2.1.3 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai (DAS) menurut definisi adalah suatu daerah yang dibatasi (dikelilingi) oleh garis ketinggian dimana setiap air yang jatuh di permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. Komponen yang ada di dalam sistem DAS secara umum dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu komponen masukan yaitu curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan polusi / sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi. Setiap komponen dalam suatu DAS harus dikelola sehingga dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Tujuan dari pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan sumberdaya alam secara rasional supaya dapat dimanfaatkan secara maksimum lestari dan berkelanjutan sehingga dapat diperoleh kondisi tata air yang baik. Sedangkan pembangunan berkelanjutan adalah pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam bagi kepentingan umat manusia pada saat sekarang ini dengan masih menjamin kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk generasi yang akan datang. DAS ditentukan dengan menggunakan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-garis kontur. Untuk maksud tersebut dapat digunakan peta topografi skala 1: 50000. Garis-garis kontur dipelajari untuk menentukan arah dari limpasan permukaan. Limpasan berasal dari titik-titik tertinggi dan bergerak menuju titik-titik yang lebih rendah dalam arah tegak lurus dengan garis kontur. Daerah yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi tersebut adalah DAS. Gambar 2.4 menunjukkan contoh bentuk DAS. Dalam gambar tersebut ditunjukkan pula penampang pada keliling DAS. Garis yang mengelilingi DAS tersebut merupakan titik-titik tertinggi. Air hujan

13 yang jatuh di dalam DAS akan mengalir menuju sungai utama yang ditinjau, sedang yang jatuh di luar DAS akan mengalir ke sungai lain di sebelahnya. Luas DAS diperkirakan dengan mengukur daerah itu pada peta topografi. Luas DAS sangat berpengaruh terhadap debit sungai. Pada umumnya semakin besar DAS semakin besar jumlah limpasan permukaan sehingga semakin besar pula aliran permukaan atau debit sungai. (Sumber : Bambang Triatmodjo, Hidrologi Terapan, 2008) Gambar 2.7 Daerah Aliran Sungai (DAS)

14 2.1.4 PMF dan PMP PMF (Probable Maximum Flood) adalah Banjir maksimum yang dapat terjadi di suatu daerah dengan durasi tertentu sedangkan PMP (Probable Maximum Precipitation) didefinisikan sebagai hujan maksimum boleh jadi di suatu pos hujan untuk durasi tertentu. PMP juga merupakan besaran hujan rancangan terbesar yang dapat digunakan untuk menyelamatkan bangunan hidrolik yang mengandung resiko besar. Sasaran utama dari analisis hidrologi adalah menetapkan nilai rancangan debit sungai pada lokasi tertentu dengan tingkat resiko yang dapat diterima, sesuai dengan tingkat kerugian yang mungkin dialami. Untuk merancang bangunan dengan resiko bencana yang besar, khususnya jika menyangkut korban jiwa manusia, diinginkan debit rancangan tanpa resiko gagal sama sekali. Debit rancangan tersebut adalah PMF (Probable Maximum Flood) atau Banjir Maksimum Boleh Jadi (BMB). Banjir Maksimum Boleh Jadi dihitung berdasarkan hasil dari perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi. Jika data debit maksimum terbesar untuk suatu DAS dapat diamati dan diukur, maka perhitungan BMB menjadi sederhana. Karena data debit yang ada di Indonesia sangat jarang dan kurang lengkap, maka perhitungan CMB perlu dilakukan dan selanjutnya dapat dilakukan sintesis untuk menghasilkan BMB dengan menggunakan beberapa teknik hubungan hujan-limpasan. Dengan pertimbanganpertimbangan demikian penting sekali diperhitungkan kondisi objektif fisik dari DAS bersangkutan yang akan menentukan hubungan hujan-limpasan yang perlu digunakan.

15 2.1.5 Analisa Konsistensi Data Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak konsisten. Data semacam ini tidak dapat langsung dianalisis, karena sebenarnya data di dalamnnya berasal dari populasi data yang berbeda. Ketidak konsisten data seperti ini dapat saja terjadi karena berbagai sebab, yaitu : Alat ukur yang diganti dengan spesifikasi yang berbeda, atau alat yang sama akan tetapi dipasang dengan patokan aturan yang berbeda. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula, akan tetapi secara administrative nama stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa yang sama. Alat ukur sama, tempat tidak dipindakan, akan tetapi lingkungan yang berubah, misalnya semula dipasang di tempat yang ideal, akan tetapi kemudian berubah karena ada bangunan atau pohon besar yang terlalu dekat. Untuk menguji Konsistensi data digunakan Metode Double Mass Curve. Metode ini digunakan untuk menguji konsistensi data dari satu stasiun curah hujan, dengan menggunakan acuan data rata-rata stasiun stasiun hujan disekitarnya.

16 2.2 Statistik Hidrologi 2.2.1 Rata Rata Hitung Rata-rata hitung disebut juga rata-rata dirumuskan sebagai berikut: Rata rata Hitung = Jumlah Semua Nilai Data Banyaknya Nilai Data (2.1) Perumusan dan perhitungan rata-rata akan lebih mudah dilakukan dengan memakai simbol-simbol dari nilai data kuantitatif, 1, 2, 3,..., n. = 1 + 2 + n 3 +... + n (2.2) 2.2.2 Simpangan Baku Simpangan baku atau standar deviasi adalah ukuran sebaran statistik yang paling lazim. Singkatnya, ia mengukur bagaimana nilai-nilai data tersebar. Simpangan baku didefinisikan sebagai akar kuadrat varians. Simpangan baku merupakan bilangan taknegatif, dan memiliki satuan yang sama dengan data. Rumus Simpangan Baku atau Standar Deviasi adalah: = Σ ( ) n 1 2 S (2.3)

17 S = Standar Deviasi = Nilai setiap data/pengamatan dalam sample = Nilai rata-rata hitung dalam sampel n = Jumlah total data/pengamatan dalam sampel Σ = Simbol operasi Penjumlahan 2.2.3 Metode Double Mass Curve Metode ini digunakan untuk menghitung kepanggahan data ( konsistensi data ). Metode Double Mass Curve adalah metode yang membandingkan data hujan tahunan kumulatif stasiun yang akan diuji (sumbu Y) dengan kumulatif rata rata stasiun lain (sumbu ) sesuai dengan kelompok data yang di uji (Searcy dan Hardison, 1982). Tabel 2.1 Contoh Tabel Konsistensi Data Rata-Rata Stasiun Lain Kumulatif Rata-Rata Stasiun Lain Kumulatif Stasiun yang Diuji..................

18 Y Kumulatif Stasiun yang diuji Garis Konsistensi Kumulatif Rata rata Stasiun lain Gambar 2.8 Grafik Konsistensi Data Dari garis konsistensi dapat diketahui konsistensi data stasiun curah hujan yang diteliti. Jika garis yang dihasilkan berupa garis lurus, maka data curah hujan tergolong baik. 2.2.4 Metode Hersfield Metode Hersfield (1961, 1986) merupakan prosedur statistik yang digunakan untuk menghitung nilai Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi. Metode ini digunakan untuk kondisi dimana data Meteorologi sangat kurang atau perlu perkiraan secara tepat. Hersfield mengembangkan rumus frekuensi Chow. Rumus Metode Hersfield adalah sebagai berikut: cmb = n + Km σ n (2.4) cmb = Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi n = Rata-rata dari data hujan harian maksimum tahunan

19 σ n = Simpangan Baku dari seri data Hujan harian maksimum tahunan Km = Faktor Frekuensi Faktor frekuensi (Km) dihitung dengan menggunakan tabel. Nilai Km berbanding terbalik dengan Hujan Rata-Rata Harian Maksimum Tahunan dan nilainya bervariasi untuk berbagai durasi seperti 1 jam, 6 jam, 24 jam. Hersfield membuat lengkung hubungan antara Hujan Rata-Rata Harian Maksimum Tahunan dengan Km dan durasi hujan. Melalui rumus di atas dapat dihitung nilai CMB jika seri data hujan maksimum tahunan, rata-rata dan simpangan bakunya tersedia. ( Sumber : Tata Cara Perhitungan Curah Hujan Maksimum BolehJadi dengan Metode Hersfield, 2003) Gambar 2.9 Grafik Perhitungan Km

20 2.2.5 Peta Isohyet Di Indonesia variabilitas ruang hujan sangat besar. Oleh sebab itu, peran masing masing stasiun hujan dalam menentukan besaran hujan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi sangat penting. Cara Isohyet ini mencoba menerjemahkan pengertian tersebut untuk memperoleh hujan DAS, dengan garis isohyet. Garis Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dalam suatu DAS yang mempunyai kedalaman hujan yang sama. Garis ini biasanya diperoleh dengan cara interpolasi data antar stasiun. (Sumber : Sri Harto BR, Hidrologi, 2000) Gambar 2.10 Contoh Pembuatan Peta Isohyet

21 (Sumber : Suyono Sosrodarsono, Hidrologi untuk pengairan, 2003) Gambar 2.11 Contoh Peta Isohyet Peta Isohyet digambar berdasarkan skala peta yang disesuaikan dengan interval curah hujan yang diinginkan. Interval curah hujan yang dipakai dalam pembuatan peta Isohyet disesuaikan dengan kebutuhan gambar atau sesuai dengan data. Interval yang selalu digunakan untuk pembuatan peta isohyet berkisar antara 10 50 mm. Manfaat pembuatan peta Isohyet adalah untuk melihat tinggi curah hujan pada daerah yang terdapat dalam peta isohyet.