BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini masih menjadi perhatian dunia hingga saat ini karena belum ada satu negara pun yang dapat bebas TB. Angka kematian dan kesakitan pun tinggi, pada tahun 2009 ada 1.7 juta orang meninggal karena TB dan sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif yaitu 15-55 tahun (Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain: 1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara berkembang; 2. Kegagalan program TB selama ini yang diakibatkan oleh tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan, tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses masyarakat, penemuan kasus/diagnosis tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan, dan pelaopran yang standar, tidak memadainya tata laksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang sudah terdiagnosis), salah persepsi terhadap manfaat dan efektivitas BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis 1
ekonomi dan pergolakan masyarakat; 3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan; dan 4. Dampak pandemi HIV (Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011). Pada awal tahun 1990-an WHO (World Health Organization) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost effective). Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman terbaik (best practice), dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari 2 dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB (Multidrug Resistance Tuberculosis). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. (Jurnal Tuberkulosis Indonesia, 2008) Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu 1. Komitmen politis; 2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu; 5. Sistem 2
pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. (Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011) Di Kabupaten Sleman pada tahun 2008 jumlah penderita TB secara keseluruhan ada 650 kasus dan 351 kasus diantaranya TB BTA (+). Pada tahun 2009 penderita TB secara keseluruhan ada 679 kasus dan 360 kasus diantaranya TB BTA (+). Pada tahun 2010 ditemukan penderita TB 468 kasus dan 258 kasus diantaranya TB BTA (+). Pada tahun 2011 ditemukan penderita TB 526 kasus dan 247 kasus diantaranya TB BTA (+). Pada tahun 2011, ada 3 kasus yang mengalami gagal pengobatan. (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2011) Pada tahun-tahun mendatang angka tersebut akan terus meningkat dikarenakan adanya beban ganda yaitu infeksi TB-HIV dan resistensi terhadap pengobatan TB (multiple drugs resistence / MDR). Beban ganda penyakit tuberkulosis ini karena adanya penyakit HIV/AIDS. Mengingat besarnya angka drop out dan kegagalan pengobatan TB di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta maka perlu dilakukan berbagai upaya strategis yang mampu menurunkan tingkat penyebaran dan kegagalan pengobatan TB. Salah satu upaya dalam waktu dekat yang mungkin bisa dicapai adalah dengan mengidentifikasi berbagai macam faktor resiko penyebab kegagalan pengobatan TB pada pasien dengan TB BTA (+) di Kabupaten Sleman. 3
B. Rumusan Masalah Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pengobatan TB kategori 1 di Puskesmas Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang menyebabkan kegagalan pengobatan TB kategori 1 di Puskesmas Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi faktor internal (usia, status nutrisi, tingkat keparahan, ketaatan konsumsi OAT, perilaku merokok, keberadaan penyakit penyerta, dan status psikologis) yang menyebabkan kegagalan pengobatan TB kategori 1 di Puskesmas Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta b. Mengidentifikasi faktor eksternal (pengetahuan tentang TB, keberadaan efek samping, peran PMO, riwayat TB sebelumnya, dan sosioekonomi) yang menyebabkan kegagalan pengobatan TB kategori 1 di Puskesmas Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Pelayanan :Dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam rangka meningkatkan upaya pelayanan kesehatan masyarakat khususnya pada penderita tuberkulosis paru melalui penyuluhan tentang bahaya penyakit tuberkulosis, upaya mengatasi, dan 4
menanggulanginya sehingga akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan penderita tuberkulosis paru. 2. Pendidikan :Sebagai referensi pengetahuan dasar dalam ilmu kesehatan yang berguna untuk masyarakat luas. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan faktor penyebab kegagalan pengobatan TB paru, yaitu : 1. Farrah (2010), Distribusi Kasus TB Paru BTA (+) dan Faktor Resiko di Kabupaten Gunung Kidul 2010. Persamaannya terletak di variabel penelitian. Perbedaan pada lokasi dan tujuan penelitian. 2. Lenny (2008), Analisis Spasial dan Faktor Resiko Kasus TBC Paru dengan BTA (+) di Kabupaten Bantul 2008. Persamaannya terletak di variabel penelitian. Perbedaan pada lokasi dan tujuan penelitian. 3. Chrysantina (2006), Analisis Spasial dan Temporal Kasus Tuberkulosis di Kota Yogya, Juli-Desember 2004. Persamaannya untuk mengetahui karakteristik penderita TB di Yogyakarta. Perbedaannya pada desain penelitian. 5