BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. sebutan masa kanak-kanak akhir, misalnya orangtua memberi sebutan

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan (Orford, 1992). Dukungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. dan seluruh keluarga. Karena tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

Prayer of Serenity. Time changed us to be the brigther, cause I learn from the best love you very much Mami & Papi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya menuju dewasa. Remaja cenderung memiliki peer group yang

2015 HUBUNGAN ANTARA ATTACHMENT PADA PENGASUH DENGAN SELF-DISCLOSURE REMAJA DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK WISMA PUTRA BANDUNG

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan target atau yang disebut sebagai standar keahlian. keahlian atau pun standar keunggulan (standard of excellent).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

NADIA AKU. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan satu masa yang sangat menyulitkan, di mana terjadi percepatan perkembangan baik secara fisik, seksual, maupun sosial. Hal yang paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah perkembangan secara sosial. Pada perkembangan sosial berlangsung peran orang tua sangat penting, sebagai orang tua yang memiliki seorang anak yang dalam masa remaja harus dapat memberikan perhatian lebih kepada anak mereka, karena pada masa remaja seorang anak berusaha untuk menarik perhatian orang-orang terdekatnya sebagai suatu cara untuk mengaktualisasikan dirinya (dalam Putra, 2011). Hal tersebut karena orang tua merupakan lingkungan sosial pertama yang dilalui remaja, dimana remaja dapat merasakan aman, nyaman, dan berharga (Rini, 2002). Namun pada kenyataannya, tidak semua remaja dapat memiliki keluarga yang memberikan kenyamanan tersebut. Perpisahan orang tua adalah salah satu faktor yang mengakibatkan tidak adanya kenyamanan dalam keluarga, ketidaknyamanan dalam keluarga akibat perceraian orang tua dapat memberikan dampak yang buruk, khususnya bagi remaja. Bahwa, remaja yang tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga bercerai beresiko lebih tinggi mengalami gangguan mental dan perilaku, contoh dampak dari perceraian orang tua terhadap remaja (dalam

Nurhayati, 2008). Remaja memiliki perasaan ketika orang tuanya bercerai, hal ini terlihat remaja cenderung mengalami efek emosional termasuk kemarahan, kecurigaan, ketakutan, kesepian dan kesedihan atas kehilangan salah satu orang tuanya. Ironisnya angka perceraian tersu menerus dari tahun ketahun meningkat, dari tahun 2009 hingga 2011. Pada tahun 2009 angka perceraian dari periode 12 bulan tercatat 1,047 %, tahun 2011 angka perceraian sebesar 1,611 %, dan pada tahun 2011 belum mencapai 12 bulan sudah angka perceraian sebanyak 1,254 % (Sumber : Depag Kecamatan Tangerang tahun 2011). Tidak semua remaja yang berasal dari keluarga bercerai mengalami ketidaknyaman, hubungan yang buruk dalam keluarga dan bermasalah. Bapak pembangunan Indonesia, Soeharto adalah salah satu contohnya. Disaat usianya masih bayi kedua orang tuanya telah bercerai, yang kemudian diasuh oleh kakeknya dan tinggal bersama orang tua tiri disaat usia sekolah. Namun, perceraian kedua orang tuanya tidak menghambatnya umtuk mencapai citacitanya. Hal tersebut terbukti bahwa Soeharto dapat menjadi individu yang sukses dengan menjadi presiden (Subechi dalam Nurhayati, 2008). Kelekatan yang aman juga merupakan persoalan, studi baru-baru ini menemukan bahwa perceraian yang dialami dimasa kanak-kanak berkaitan dengan kelekatan yang tidak aman dimasa dewasa awal (Brockmeyer, Treboux, & Crowell, 2005). Sejumlah penelitian telah memperlihatkan bahwa ketidakseimbangan, termasuk berkurangnya keterampilan dalam pengasuhan

orang tua, akan menyertai satu tahun pertama perceraian; namun dua tahun setelah bercerai biasanya keterampilan mengasuh membaik dan stabil (Hetherington, 1989). Kelekatan (attachment) adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus, hubungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak. Sebagian besar anak telah membentuk kelekatan dengan pengasuh utama (primary care giver) pada usia sekitar delapan bulan dengan proporsi 50% pada ibu 33% pada ayah dan sisanya pada orang lain (Sutcliffe,2002). Kelekatan bukanlah ikatan yang terjadi secara alamiah. Ada serangkaian proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan tersebut. Berikut adalah wawancara singkat terhadap beberapa remaja yang orang tuanya bercerai menyatakan bahwa. Sekarang aku tinggal bersama mama dan ayah tiri aku, jujur aku senang tinggal bersama mereka, karena setelah orang tua aku bercerai waktu aku masih SD. Aku tinggal bersama paman dari kakak tertua ayah kandung saya, tapi setiap tahun aku ke tangerang ingin ketemu sama keluarga aku di tangerang, karena buat aku ngerasa nyaman tinggal bersama mereka. Buat aku sesosok ayah tiri baik banget, dia membiayai kebutuhan aku di Blora seperti pendidikan, dia sayang banget sama aku dan tanggung jawab soal pendidikan, yah gitu deh kaya pengganti figur ayah kandung aku yang sudah meninggal, sebelum ayah kandung sama mama bercerai. Tapi setelah aku lulus SMA aku ingin pindah dari Blora ke Tangerang biar berkumpul dengan mama, ayah tiri aku, adik kandung aku yang sudah lama tinggal bersama mama, dan adik tiri aku yang masih kecil, sekarang dia udah sekolah 2 SD lucu sekali aku sayang banget sama dia (N, wawancara pribadi September 2011) Semenjak perceraian orang tua, gue yang nyaranin nyokap untuk bercerai dari pada nyokap terpukul batinnya sama bokap lebih baik bercerai, akhirnya nyokap menyetujui saran gue. Karena buat gue mama itu yang selalu ada buat anak-anaknya, gue dari kecil selalu dekat sama dia, senang dekat sama mama, kalau sama bokap dekat tapi enggak sedekat sama nyokap

gue, gue tau walapun sesibuk apapun dengan kerjaanya yang selalu banting tulang pulang malam, makanya gue selalu tanya keadaan nyokap gue lagi diluar kaya mama lagi dimana? udah makan belom? pulang hati-hati yah? entar kakak jemput dan gue juga harus jagain adik gue, buat gue sesosok nyokap udah kaya teman setiap ada masalah, gue selalu curhat sama nyokap karena gue percaya sama nyokap, dia selalu membantu gue. Walaupun dengan keadaan keluarga gue kaya gini, gue fine-fine aja, gue engga mau ambil pusing dan sedih berlarut-larut karena masa depan gue masih panjang ingin bahagiain orang tua gue. Dilingkungan sekitar gue mudah bergaul sama semua orang, gue juga banyak teman karena buat gue teman itu udah kaya keluarga, saat gue susah dia selalu ada seperti nyokap gue (F, wawancara pribadi Maret 2011) Dari wawancara tersebut dapat diketahui bahwa remaja tersebut memiliki kelekatan yang aman dengan orang tua ataupun figur lainnya, karena remaja cenderung cukup mudah untuk mendekati orang tuanya atau merasa nyaman untuk bergantung pada orang tuanya. Hal itu sebab remaja memiliki kepercayaan yang cenderung memandang positif terhadap dirinya dan pandangan positif dengan orang tuanya. Sebaliknya ada remaja yang kelekatan dengan orang tuanya seperti berikut ini; Aku dari kecil engga ngerasa nyaman sama mami, karena mami selalu sibuk dengan bekerja di kantor, dia shooting, pergi sama temantemannya. Makanya aku lebih banyak waktu bersama bibi (baby sister) dari kecil, sedangkan papi ku entahlah dimana, aku juga engga tau keberadaan dia dimana tapi aku bertemu papi aku setahun sekali atau dua tahun sekali aku rindu sama papi saat aku kecil selalu bermain sama dia. Aku selalu bertanya ke mami atau ke semua orang papi aku lagi dimana yah? mungkin sibuk kerja yah? papi lagi apa yah sekarang?. hal ini yang membuat hubungan aku dengan mami tidak begitu baik dan aku tidak mengerti kenapa papi tidak bisa bersama aku dan mami. Mami sendiri tidak menjelaskan kenapa seperti ini keadaan keluarga aku (B, wawancara pribadi, Maret 2011) Sebelum adanya perceraian, sekitar 10 tahunan lah, awalnya aku dekat dengan kedua orang tua aku, aku nyaman sama mama, aku nyaman sama papa, tapi ko semakin hari orang tua ku semakin rumit

permasalahannya, karena orang tua aku selalu mementingkan egonya mereka, sampai anak-anak ditelantari dari tahun ketahun selalu ribut keluarga aku. kenapa konflik mereka berdua, dibawa ke anak-anaknya, sekarang aku engga tau gimana kabar papa ku, yang aku tau mama aku karena aku tinggal bersama dia, tapi semenjak perceraian mama selalu berubah, mama udah engga yang kaya dulu. tapi sekarang udah engga perduli atau direspon dari mama aku. aku selalu berusaha dekat dengan mama ku. jadi dimata dia engga ada apa-apa, tapi aku selalu menghindar kehadiran dia, makanya aku keluar dari rumah itu, dan aku ngekos dari pada aku sakit hati perasaan aku, tapi untungnya aku punya seorang pacar yang setia nemanin aku (T, wawancara pribadi, maret 2011) Dari hasil wawancara di atas telah tergambar bahwa remaja yang memiliki kelekatan dengan orang tua mempunyai pandangan yang berbeda. Pada dasarnya semua remaja memiliki orang tua, baik ayah maupun ibu sudah seharusnya kedua orang tua memiliki kedekatan remaja tapi dalam kondisi ini remaja dengan mengalami orang tua yang tidak utuh. Remaja mencari kenyamanan dan perlindungan dengan kedekatan orang tua, tapi remaja tidak merasa memiliki hubungan yang dekat dengan sosok ibu. Maka remaja menghindari hubungan yang dekat dengan ibunya, karena buat dia ibunya yang menyebabkan perceraian orang tuanya dan menolak atau menghindar kehadiran ibunya dalam bentuk interaksi. Remaja berharap dapat melindungi dirinya dari rasa sakit karena ditolak dan menggambarkan ibu mereka secara negative. Berbeda dengan fenomena diatas, ada juga pada remaja yang memiliki kelekatan seperti berikut, Perceraian mungkin bukan sebuah hal yang aku banyangkan akan terjadi dalam keluarga aku. Tapi inilah kehidupan ada senang ada juga sedih namun yang masih bisa aku rasakan sekarang adalah kasih sayang dari orang tua aku juga masih ada hingga sekarang walau mereka tidak bersama lagi. Awalnya perceraian kedua orang tua aku mungkin dari sikap kecemburuan yang tidak bisa di tahan dan di bicarakan adapun hal lain adalah dari

keluarga ayah yang masih mendominasi kehidupan keluarga aku. Sejak kecil aku sudah merasakan keluarga yang tidak bahagia dari pertengkaranpertengkaran yang terjadi antara mama dan ayah namun saat itu aku belum begitu mengerti apa yang membuat mereka bertengkar dan apa yang membuat ayah selalu marah-marah, dan saat aku tidak merasakan kasih sayang yang di berikan oleh ayah. Saat semua pertengkaran itu terus terjadi mama mengambil sebuah langkah besar dalam kehidupan aku hingga sekarang yaitu perceraian. namun dalam hati yang aku rasakan kenapa ini terjadi apa ini karena aku?? perceraian orang tua mulai merasakan kesendirian karena merasakan takut tidak ada perhatian dan tidak menerima dengan kondisi aku dengan kondisi keluarga aku. Sehingga membuat aku menjadi pribadi yang tertutup, tidak menerima dan mempercayai sebuah hubungan dengan orang lain karena aku mengalami trauma ketika orang tua aku bercerai dan aku di khianatin dengan seorang lelaki. Dan aku tidak mudah percayai lagi sebuah hubungan dan sulit untuk percaya dengan orang lain. Dari hasil wawancara diatas telah digambar bahwa remaja memiliki kedekatan dengan orang tuanya tidak pasti, remaja membutuhkan kehadiran orang tua yang dapat melindungi dan membuat rasa nyaman didekatnya akibatnya remaja mudah mengalami cemas dalam mengeksplorasi lingkungan, cenderung menuntut perhatian dengan kedua orang tua atau orang lain yang bisa mempercayainya. Karena remaja terbawa adanya sikap atau emosi dari orang tuanya yang saling bertentangan dengan terbentuknya interaksi. Menurut Bowlby (dalam Santrock 2002) kelekatan adalah adanya suatu relasi atau hubungan antara figur sosial tertentu dengan suatu fenomena tertentu yang dianggap mencerminkan karakteristik relasi yang unik. kelekatan akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan remaja pada orang tua atau figur pengganti orang tua.

Dari beberapa wawancara singkat di atas memperkuat pernyataan bahwa pola kelekatan pada remaja dengan orang tua mereka memiliki peran yang penting dalam membantu untuk mencapai perkembangan emosional pada remaja di Kecamatan Tangerang. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan telah diungkapkan dalam latar belakang masalah diatas, masa remaja telah memasuki transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini terjadi banyak perubahan, remaja membutuhkan penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Masa remaja merupakan masa yang menentukan bagi proses perkembangan dimana interaksi orang tua sudah terbentuk dipikiran dan tingkah laku sejak masih anak, dimana untuk mempersiapkan mereka berinteraksi dengan orang lain diluar keluarganya. Orangtua merupakan tempat belajar anak untuk yang pertama kali. Segala perilaku orangtua terhadap anak akan terinternalisasi hingga remaja bahkan usia lanjut. Dalam kondisi seperti ini peran orang tua khususnya remaja membutuhkan kenyamanan, macam-macam sikap orangtua dalam mengasuh remaja dilihat dari cara orangtua merespon dan memenuhi kebutuhan remaja yang pada akhirnya akan membentuk suatu ikatan emosional. Namun bila orang tua telah bercerai, pada umumnya mereka tidak lagi berperan secara efektif dan bertanggung jawab penuh serta bersama-sama dalam pengasuhan anak. Remaja memiliki perasaan ketika orang tuanya bercerai, hal ini

terlihat remaja cenderung mengalami dampak-dampak emosional. Perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat remaja terutama menyangkut hubungan dengan orang tua yang tidak tinggal bersama. Dampak perceraian terlihat dari meningkatnya perasaan dekat antara remaja dengan ibu serta menurunya jarak emosional terhadap ayahnya. Hubungan antara remaja dan orang tua mereka dapat berubah karena perceraian. Pada kenyataannya, tidak semua remaja yang berasal dari keluarga bercerai mengalami ketidaknyamanan. Tidak hanya keluarga bercerai yang dapat memberikan dampak negatif pada remaja. Remaja juga membutuhkan figur atau kehadiran orang tua dan mendampinginya kehidupan yang baik untuk remaja, remaja tersebut juga memiliki kedekatan emosional dengan orang tuanya, bahwa orang tuanya sebagai figur sensitif, remaja merasa nyaman ketika berhubungan dengan orang tua karena remaja juga memiliki kepekaan yang tinggi terhadap respon dari orang tuanya. Seorang remaja mendapatkan figur kelekatan yang aman dari kedua orang tuanya, pola kelekatan remaja yang akan terbawa pada saat menjalin relasi sosialnya ketika ia memasuki masa selanjutnya. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui Bagaimana ganbaran pola kelekatan pada remaja yang orang tuanya bercerai di Kecamatan Tangerang

C. Tujuan Penelitian. Penelitian ini untuk ditujukan : 1. Untuk mengetahui gambaran jenis pola kelekatan remaja yang orang tuanya bercerai secara umum; 2. Untuk mengetahui gambaran jenis pola kelekatan remaja yang orang tuanya bercerai berdasarkan data penunjang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif pada pengembangan ilmu psikologi dan berguna bagi individu yang tertarik pada bidang-bidang psikologi. 2. Manfaat praktis a. Dapat dijadikan masukan bagi para orang tua, khususnya di Kecamatan Tangerang agar mampu memahami remaja dengan lebih baik berdasarkan informasi mengenai gambaran pola kelekatan yang dimiliki remaja, terutama remaja yang orang tuanya bercerai. b. Dapat dijadikan masukan bagi para remaja untuk lebih memahami dirinya sendiri berdasarkan informasi mengenai gambaran pola kelekatan remaja yang orang tuanya bercerai. c. Gambaran tentang pola kelekatan remaja yang orang tuanya bercerai ini dapat dijadikan masukan bagi pasangan yang akan bercerai, terutama yang

memiliki anak, agar mempertimbangkan dampaknya bagi perkembangan psikologis anak. E. Kerangka Berpikir Masa remaja merupakan masa transisi yang memiliki banyak perubahan seperti, perubahan dalam segi fisik dan emosi. Mereka sangat membutuhkan stabilitas, rasa aman, dan nyaman yang dapat mendukungnya untuk melewati perubahan tersebut (Dewi, 2006). Dalam menjalankan tugas-tugas perkembangannya, remaja membutuhkan dukungan dan bimbingan keluarga. Keluarga memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Baik atau buruknya perkembangan kepribadian individu khususnya pada masa remaja dapat dipengaruhi oleh baik atau buruknya struktur keluarganya (Gunarsah dalam Nurhayati, 2008) Keluarga utuh adalah terdiri dari ayah dan ibu. Keluarga utuh merupakan keluarga yang harmonis remaja mendapatkan rasa kasih sayang, perhatian, dukungan dari kedua orang tuanya. Kelurga untuh bikin remaja merasa bahagia, ternyata menjadi aspek yang paling berpengaruh pada perkembangan emosional remaja. Kehadiran ayah dan ibu dalam proses tumbuhnya perasaan percaya, kedamaian, juga harapan pada remaja akan menjadi efek positif. Namunn sayangnya pada kenyataannya, tidak semua remaja dapat memiliki keluarga yang memberikan kenyamanan. Keluarga sering kali menjadi sumber konflik bagi sejumlah orang suasana keluarga yang tidak harmonis sering

mendorong terjadinya konflik antara kedua orang tua. Perpisahan orang tua adalah salah satu faktor yang mengakibatkan tidak adanya kenyamanan dalam keluarga. Ketidaknyaman dalam keluarga akibat perceraian orang tua merupakan peralihan besar dan penyesuaian terutama bagi remaja. Remaja akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena kehilangan satu orang tua, karena juga dapat mengurangi perasaan aman dan berdampak trauma emosional remaja yang tumbuh dalam dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga bercerai. Dalam suasana keluarga yang orang tuanya bercerai bukan hanya komunikasi yang memburuk, tetapi juga terdapat aspek yang tidak relevan dalam hubungan itu, sehingga menyebabkan berkurangnya ketertarikan antardiri. Lemahnya ketertarikan ini bisa berdampak pada pengabaian sosial termasuk pengabaian afektif. Perpisahan dengan orang tua juga akan meningkatkan emosi yang kuat seiring dengan perkembangan, pemeliharaan, kerusakan, dan pembaharuan ikatan emosional (Bowlby dalam Erdman, 2003). Remaja akan membentuk ikatan emosional dengan orang terdekatnya yang dipandang berarti sebagai figur kelekatan yaitu orang tua. Pada kenyataan dalam keluarga akibat perceraian orang tua dapat membentukan kelekatan remaja menjadi ketidaknyaman (insecure) atau ketidakdekatan (detachment), dalam kelekatan ini, remaja akan menghindari orang tua atau sikap ambivalensi terhadap orang tuanya. Remaja yang memiliki kelekatan avoidant merasa tidak memiliki kepercayaan diri karena saat mencari kasih sayang, remaja tidak direspons atau bahkan ditolak. Mereka menganggap

dirinya sebagai orang yang mudah curiga dan suka menyendiri, remaja juga cenderung mempunyai pandangan yang negative tentang dirinya dan orang lain, sehingga remaja menghindari penolakan dengan cara menghindari hubungan dekat dengan orang tua atau orang lain. Hubungan remaja dengan orang tua digambarkan seperti suatu rangkaian emosional yang naik turun, sementara remaja yang memiliki pola kelekatan ambivalent menganggap hubungan dengan orang tuanya kadang-kadang penuh kasih sayang dan kadang-kadang dingin, akibatnya remaja mengalami kecemasan untuk berpisah, cenderung untuk bergantung menuntut perhatian. Remaja menganggap dirinya sulit dimengerti dan mengakibatkan sikap rendah diri sehingga ia tidak mampu mengikat diri pada satu hubungan permanen. Namun demikian pada remaja yang memiliki pola kelekatan secure, ternyata tidak semua korban perceraian mengalami disharmonisasi hubungan remaja dengan orang tua. Hal ini bergantung kepada persepsi remaja tentang orang tuanya yang bercerai, remaja dari interaksi dengan orang tua merasa percaya terhadap sebagai figur yang selalu mendampingi, sensitive, dan responsive, penuh cinta serta kasih sayang saat mereka mencari perlindungan dan kenyamanan, serta membantu atau menolongnya dalam menghadapi situasi yang menakutkan dan mengancam. Remaja yang mempunyai rasa percaya adanya responsivitas dan kesediaan orang tua bagi dirinya. Pada remaja yang membentuk ikatan afeksional dan ketergantungan emosi yang bersifat tetap disebut kelekatan, berbagai macam bentuk kelekatan yang dikembangkan remaja yaitu pola kelekatan secure, avoidant, dan ambivalent.

Dari penjelasan di atas membuat penulis tertarik untuk mengambil judul Pola kelekatan pada remaja yang orang tuanya bercerai di Kecamatan Tangerang Bagan 1.1 Kerangka berpikir