TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

TINJAUAN PUSTAKA. permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

TINJAUAN PUSTAKA. dan diatas lantai lembah. Jenis Eucalyptus sp menghendaki iklim C dan D,

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

III. METODE PENELITIAN

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan)

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB I PENDAHULUAN. atmosfir, laut, dan daratan (Rusbiantoro, 2008). Pemanasan global termasuk salah

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Biomassa. pohon untuk jenis Mahoni, Jati dan Akasia dari berbagai variasi ukuran, diperoleh

III. METODOLOGI PE ELITIA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida diawali dari proses fotosintesis. Jumlah karbondioksida yang diserap dari proses fotosintesis ini setiap tahunnya diperkirakan sebesar 70-120 trilyun ton dan diperkirakan dua pertiganya berasal dari daratan (Salisbury dan Cleon, 1995). Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan konservasi pada iklim yang ada di dunia. Hal ini disebabkan hutan sangat bermanfaat bagi kehidupan yang saling terkait didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai nilai tinggi, serta hasil hutan antara lain rotan, getah, buah-buahan, madu dan yang lainnya. Hutan juga bermanfaat terhadap pengaturan tata air, mencegah erosi, memberikan efek kesehatan terhadap lingkungan, memberikan rasa keindahan, sektor pariwisata, mengurangi pengangguran, dan menambah devisa negara (Salim, 2004). Hutan alami merupakan penyimpanan karbon tertinggi bila dibandingkan dengan penggunaan lahan pertanian, karena tumbuhan di hutan memiliki tajuk yang lebar dan tegakan yang tinggi, tegakan tersebut memerlukan sinar matahari, air, hara dan karbon untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis ini, karbon (C) di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat yang disebarkan ke seluruh tubuh tanaman yang ditimbun dalam batang, daun, ranting, akar, bunga, dan buah (Hairiah dan Subekti, 2007).

Kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon tidak sama baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa maupun di hutan rakyat tergantung pada jenis pohon, tipe tanah dan topografi. Oleh karena itu, informasi dan data mengenai cadangan karbon dari berbagai tipe hutan, jenis pohon, jenis tanah dan topografi di Indonesia sangat penting. Cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar antara 7,5 264,70 ton C/ha (Masripatin dkk, 2010). Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Selain itu, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang saling berhubungan antar komponen penyusun ekosistem. Komponen ekosistem terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik merupakan komponen makhluk hidup, misalnya binatang, tetumbuhan, dan mikroba. Sedangkan komponen abiotik merupakan komponen benda mati atau fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Dari komponen ekosistem ini, hutan tersebut memiliki peranan dan fungsi. Peranan hutan diantaranya yaitu menjaga stabilitas iklim global. Hutan mempunyai peranan penting sebagai sumber emisi karbon (source) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (sink) (Kemenhut,1999). Peranan dan fungsi hutan adalah sebagai proteksi atau menjaga stabilitas lapisan tanah hutan. Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan

organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah memiliki karakteristik atau sifat tanah yang terdiri atas sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Karakteristik tanah ini dapat dijadikan parameter kesuburan tanah dan pertumbuhan vegetasi. Semakin besar kesuburan tanah maka semakin besar pertumbuhan vegetasi sehingga diduga akan semakin besar karbon yang akan tersimpanpada tegakan maupun tumbuhan bawah atau serasah. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan untuk mengetahui karakteristik tanah dominan yang mempengaruhi tinggi rendahnya karbon yang diserap dari atmosfer dan tersimpan di dalam vegetasi hutan (Hardjowigeno,2007). Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup (2003), sekitar 24 milyar ton karbon (MC) tersimpan pada tanaman dalam tanah dan 80% dari jumlah tersebut berada di hutan, atau sekitar 19 miliar ton karbon. Diantara 108 juta hektar luas hutan di Indonesia, hampir setengahnya berada pada kondisi yang rusak dan terdegradasi (Departemen Kehutanan 2006). Perubahan tata guna lahan dan deforestrasi diperkirakan mencapai 2 juta hektar yang dapat menyebabkan pelepasan simpanan karbon Indonesia dalam jumlah yang besar. Emisi karbon dioksida paling besar disumbangkan oleh sektor kehutanan. Sekitar 75% berasal dari deforestrasi dan konversi lahan, diikuti 23% dari penggunaan energi di sektor kehutanan dan 2% dari proses industri di sekitar kehutanan. Kebakaran hutan adalah kontributor utama deforestrasi dan konversi lahan dengan jumlah mencapai 57% dari total deforestrasi dan konversi lahan (Peace, 2007).

Biomassa Biomassa merupakan material tanaman, tumbuh-tumbuhan atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu. Biomassa juga didefenisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan-luas (Sutaryo, 2009). Biomasa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area. Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam satuan gram, atau dalam kalori. Oleh karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa diukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah g / m 2 atau ton/ ha. Biomassa juga didefenisikan sebagai total berat kering dari bahan oganik dinyatakan dalam satuan kilogram atau ton (Krisnawati dkk, 2012). Biomasa tumbuhan merupakan material kering dari suatu organisme hidup (tumbuhan) pada waktu, tempat dan luasan tertentu, sehingga satuan biomasa tumbuhan biasanya dinyatakan dalam kg/m 2 atau ton/ha. Biomasa pohon dalam penelitian ini dinyatakan dalam berat kering yang merupakan gabungan dari organ tanaman hidup yang berada di atas tanah (total aboveground biomass) yang komponen utamanya terdiri dari organ batang, cabang/ranting dan daun (Whittaker et al, 1975). Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO 2 ) melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya

karbon tersebut mengalami siklus kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada diatas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah carbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009). Dalam suatu ekosistem hutan, masyarakat tumbuh-tumbuhan berhubungan erat satu sama lain dengan lingkungannya. Hubungan ini terlihat dengan adanya variasi dalam jumlah masing-masing jenis tumbuhan dan terbentuknya struktur masyarakat tumbuh-tumbuhan tersebut. Terbentuknya pola keanekaragaman dan struktur spesies vegetasi hutan merupakan proses yang dinamis, erat hubungannya dengan kondisi lingkungan (Soerianegara dan Indrawan 2008). Pengukuran biomassa total tanaman akan merupakan parameter yang paling baik digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman, alasan pokok lain dalam penggunaan biomassa total tanaman adalah bahwa bahan kering tanaman dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman. Karena itu parameter ini dapat digunakan sebagai ukuran

global pertumbuhan tanaman dengan segala peristiwa yang dialaminya (Sitompul dan Guritno, 1995). Biomassa tumbuhan bawah, serasah kasar, dan serasah halus memberikan sumbangan biomasa yang relatif kecil dibandingkan dengan pohon. Secara umum dapat dikatakan bahwa biomasa tumbuhan bawah di ketiga kondisi hutan relatif tidak jauh berbeda, sedangkan jumlah biomasa serasah kasar dan serasah halus terdapat perbedaan yang cukup besar antara hutan primer dan hutan bekas tebangan. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan dan intensitas tebangan. Kerusakan hutan alam lebih banyak disebabkan oleh fenomena alam seperti pohon tua mati, pohon tumbang oleh angin dan hujan lebat, sedangkan kerusakan hutan bekas tebangan sangat besar akibat dari intensitas tebangan yang cukup tinggi ditambah oleh kegiatan pencurian dan perambahan hutan (Hamdan dan Tresnawan, 2002). Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Tanaman atau pohon di hutan dianggap berfungsi sebagai tempat penimbunan atau pengendapan karbon (rosot karbon atau carbon sink). Besarnya kandungan karbon dan biomasa pohon bervariasi berdasarkan bagian tumbuhan yang diukur, growth stage, tingkatan tumbuhan dan kondisi lingkungannya. Kandungan karbon dan biomasa tumbuhan bawah dipengaruhi oleh jenis-jenis tumbuhan penyusun. Lapisan serasah atau lantai hutan merupakan seluruh bahan organik mati yang berada di atas permukaan tanah. Beberapa material organik ini masih dapat dikenali atau masih sedikit terdekomposisi. Mikroorganisme tanah sangat berperan terhadap dekomposisi bahan organik tanah dan sebagai produk akhir dari proses ini adalah pelepasan CO 2. Oleh karena itu

mengukur jumlah karbon dalam biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman, dan pengukuran karbon dalam bagian tanaman yang telah mati (nekromassa) dapat menggambarkan CO 2 yang tidak dilepaskan ke udara melalui pembakaran (Yuanita dkk, 2012). Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu sampling dengan pemanenan (destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Australian, 1999). Menurut Sutaryo (2009) biomassa dapat dihitung dengan 4 cara, yaitu : 1. Sampling dengan pemanenan (destructive sampling) secara in situ. Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. 2. Sampling tanpa pemanenan (non destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa.

3. Pendugaan melalui penginderaan jauh Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil penginderaan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar. 4. Pembuatan model. Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamatan in situ atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sampel plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan alometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa. Karbon (C) Pengurangan CO 2 di udara oleh tanaman hidup tersebut dinamakan proses sekuentrasi (C-sequentration). Proses sekuentrasi C ini terjadi untuk kelangsungan hidup tumbuhan, dimana diperlukan sinar matahari, gas asam arang (CO 2 ) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah. Melalui proses fotosintesis, CO 2 diudara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, selajutnya disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun diseluruh bagian tubuh tanaman. Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfir yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromassa) secara tidak langsung menggambarkan CO 2 yang tidak

dilepaskan ke udara lewat pembakaran. Oleh karena itu untuk mengetahui peran lahan dalam mengurangi gas CO 2 di atmosfir, dapat dilakukan dengan jalan mengukur jumlah C yang tersimpan dalam biomassa pohon dan tumbuhan bawah, C dalam lapisan organik dan C di dalam tanah, karena pengukuran tersebut relatif lebih sederhana dan mudah dilakukan (Hairiah et al., 2001b). Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam ekosistem. Di dalam atmosfer, karbon terikat dan membentuk senyawa CO 2 juga dapat membentuk persediaan karbon organik dalam proses fotosintesis. Karbon organik ini akan tetap berada di dalam tubuh produsen (tumbuhan) atau pun konsumen (manusia dan hewan) sampai mati. Setelah produsen/konsumen mati, karbon organik akan terurai melalui proses dekomposisi dan CO 2 akan terlepas kembali ke atmosfer. Penguraian bahan organik ini ada yang berlangsung cepat adapula yang berlangsung sangat lama.(killham 1996; Vickery 1984; Gopal dan Bhardwaj 1979 dalam Indriyanto 2010). Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang C dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfer. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sediment seperti fosil tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi (Manuri dkk, 2011).

Potensi massa karbon dapat dilihat dari biomassanya tegakan yang ada. Besarnya massa karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh massa biomassa vegetasi. Oleh karena itu setiap peningkatan terhadap biomassa akan diikuti oleh peningkatan massa karbon. Hal ini menunjukkan besarnya biomassa berpengaruh terhadap massa karbon. Besarnya potensi massa karbon sangat dipengaruhi diameter pohon (Hairiah dan Rahayu, 2007). Kontribusi gas karbon dioksida di atmosfer bumi adalah yang paling dominan sebagai akibat peningkatan aktivitas manusia terhadap hutan yang pada akhirnya dapat menyebabkan pengaruh rumah kaca (greenhouse effect) yang bisa mempengaruhi bahkan mengubah pola dan jumlah curah hujan, naiknya air laut dan timbulnya berbagai pengaruh aspek ekologi lainnya yang bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Freedman et al. (1992) melaporkan bahwa perubahan kadar gas CO 2 di atmosfer diyakini sebagai akibat akitivitas manusia dalam hal emisi gas CO 2 melalui: (i) pembakaran material yang mengandung karbon (C) untuk menghasilkan energi dan (ii) konversi ekosistem alamiah yang mengandung material karbon tinggi yaitu hutan menjadi ekosistem dengan kandungan/kadar karbon yang lebih rendah yaitu ekosistem pertanian. Perubahan ekosistem dari lahan hutan menjadi lahan pertanian sangat berpengaruh terhadap kadar CO 2 di atmosfer bumi karena sebagaian besar material organik C dari hutan pada akhirnya akan dioksidasi menjadi CO 2 di saat kegiatan pembersihan lahan (land clearing) dan penebangan hutan ( Freedman, 1989). Salah satu faktor yang dapat menurunkan akumulasi karbondioksida (CO 2 ) di atmosfer adalah penyerapan oleh vegetasi. CO 2 di atmosfer dapat diserap oleh pohon melalui proses fotosintesis. Tanaman atau pohon di hutan berfungsi

sebagai tempat penimbunan dan pengendapan karbon dan istilah ini disebut rosot karbon. Proses penyimpanan karbon di dalam tanaman yang sedang tumbuh disebut sebagai sekuestrasi karbon (carbon sequestration). Jumlah karbon yang ditimbun dalam tanaman sangat bergantung pada jenis dan sifat tanaman itu sendiri (Pamudji, 2011). Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromassa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O 2 (oksigen) dan menjadi CO 2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohon-pohon tersebut cepat atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur CO 2 dapat dikurangi, karena kandungan CO 2 di udara otomatis menjadi berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanamantanaman tersebut mati (Kauffman dan Donato, 2012). Nekromassa dan Serasah Serasah adalah kumpulan bahan organik di lantai hutan yang belum atau sedikit terdekomposisi. Bentuk asalnya masih bisa dikenali atau masih bisa

mempertahankan bentuk aslinya (belum hancur). Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah merupakan bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-rantingnya yang terletak dipermukaan tanah serta tumbuhan yang telah mati. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikroorganisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah mereka itu menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu udara sehingga tanah humus terbentuk. Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua tetumbuhan, baik besar maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu, kita juga dapat menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga, ular, kelinci, dan binatang pengerat lain (Sutaryo, 2009). NekromasSa dibagi menjadi nekromassa berkayu dan nekromassa tidak berkayu. Nekromasa bekayu : pohon mati yang masih berdiri maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih utuh yang berdiameter lebih besar 5 cm. Nekromasa tidak berkayu : serasah daun yang masih utuh (serasah kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran >2 mm (serasah halus) (Hairiah dan Rahayu 2007). Penelitian Terkait Beberapa penelitian mengenai Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon Terikat di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Rawa Gambut Bekas Terbakar di Sumatera Selatan (Widyasari dkk, 2010). Salah satu penelitian ini bertujuan untuk membuat model penduga biomassa dan kandungan karbon terikat pada hutan gambut merang bekas terbakar berdasarkan bagian-bagian pohon (batang.cabang,

ranting dan daun), membuat model hubungan antara biomassa dengan karbon terikat pada setiap bagian pohon serta menghitung potensi biomassa dan karbon terikat pada hutan gambut merang bekas terbakar. Total nekromasa di lokasi penelitian sebesar 64.366,98 kg/ha yang terdiri atas nekromasa bagian batang sebesar 58.862,07 kg/ha (91,45%), diikuti oleh nekromasa cabang sebesar 3.844,68 kg/ha (5,97%) dan terendah pada nekromasa ranting sebesar 1.660,23 kg/ha (2,58%). Besarnya kandungan nekromasa tersebut, mengindikasikan bahwa terjadi penurunan pada jumlah biomassa tersimpan pada tegakan di areal tersebut. Semakin menurunnya jumlah biomassa tersebut akan membawa dampak negatif terhadap kelangsungan ekosistem hutan dan berpengaruh terhadap siklus karbon di atmosfer karena hampir 50% biomassa tumbuhan terdiri dari unsur karbon dan unsur tersebut dapat lepas ke atmosfer (Brown, 1997). Penelitian mengenai Estimasi Biomassa Karbon Serasah dan Tanah pada Basal Area Tegakan Meranti merah (Shorea macrophylla) di Areal Arboretum Universitas Tanjungpura Pontianak (Budiman dkk, 2015). Hasil kadar air serasah memiliki nilai yang bervariasi antara 41,86-43,72 %. Rata-rata kadar air serasah dari 4 plot mencapai 42,85% yang terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Grafik kadar air serasah

Hasil Kadar air serasah Shorea macrophylla pada areal Arboretum relatif lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Siarudin (2008). Berdasarkan penelitian Siarudin (2008) diperoleh hasil kadar air serasah berkisar antara 60,50-84,49 %. Kondisi fisik seperti kadar air pada serasah cenderung berbeda tiap tahunnya hal ini juga disebabkan karena pada serasah potensi air yang ada telah menguap karena dipengaruhi faktor suhu dan sinar matahari. Kondisi ini meyebabkan kandungan air yang tersimpan pada serasah menjadi lebih sedikit. Penelitian Muhdi (2015) yang berjudul Pendugaan Cadangan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara bahwa serasah dan nekromassa di perkebunan sawit masing-masing petak sebesar 10,53 ton/ha, 4,89 ton/ha dan 7,38 ton/ha, seperti yang tercantum pada tabel berikut : Tabel 1. Hasil Perhitungan serasah dan nekromassa Petak Biomassa (ton/ha) Serasah Nekromassa Total I 6,00 4,53 10,53 II 3,11 1,77 4,89 III 3,38 4,01 7,38 Tabel 1 menunjukkan bahwa pada petak I memiliki serasah dan nekromassa paling tinggi dibandingkan di petak lainnya, yakni sebesar 10,53ton/ha yang terdiri dari serasah 6,00 ton/ha dan nekromassa sebesar 4,53 ton/ha. Tabel ini menunjukkan bahwa rata-rata biomassa serasah dan nekromassa pada petak I dan petak II sebagian besar berasal dari serasah sebesar 6,00 ton/ha dan 3,11 ton/ha 55,83 ton/ha atau sebesar 56,97 % dan 63,71%. Sedangkan pada petak III sebagian besar biomassa berasal dari nekromassa yakni sebesar 4,01 ton/ha (54,27 %) dari total serasah dan nekromassa. Hal ini memperlihatkan

bahwa komposisi biomassa serasah dan nekromassa ada petak perkebunan sawit berbeda.