Bab 5. Ringkasan. baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 4. Simpulan. berbahasa ibu bahasa Indonesia, penulis menemukan hal yang sama seperti yang telah

Bab 3. Analisis Data. Dalam menganalisis data dari bunyi-bunyi yang mengalami interferensi, penulis

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

fonem, kata dan rangkaian kata, misalnya bunyi [0 dilafalkan [0], bunyi [oe]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya,

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese

ANIS SILVIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY

Bab 1. Pendahuluan. Menurut Kridalaksana dalam Kushartanti (2005:3), di dalam kehidupan sehari-hari

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Mereka

Bahasa Indonesia (Pertemuan

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB I PENDAHULUAN. apalagi dalam mempelajari bahasa terutama bahasa asing. Bunyi ujar dalam

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ana Roviana Purnamasari, 2015 Kajian Linguistik klinis pada penderita Bells s Palsy

Bab 1. Pendahuluan. tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Ketrampilan berbahasa (atau language atrs, language skills) dalam

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PRODUKSI FONOLOGIS ANAK DOWN SYNDROME USIA TAHUN BERDASARKAN TINGKAT KECERDASAN DAN MASA TERAPI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Permainan bunyi..., Rizky Febriawan Ariyanto, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau

Bab 1. Pendahuluan. Sejak zaman dahulu kala, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa simpulan mengenai penelitian ini, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,

Bab 1. Pendahuluan. Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratih Dwi Lestari,2013

Bab 1. Latar Belakang. Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa (Degeng:1989). Kegiatan

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat vital untuk manusia. Bahasa yang

Bab 1. Pendahuluan. Manusia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa. Menurut Sutedi (2004:2),

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi sehingga akan menentukan eksistensi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan perekonomiannya. Pertumbuhan perekonomian China yang

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK

Konsep Dasar Artikulasi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat untuk berkomuniksai yang tak pernah lepas dalam

Tugas bahasa indonesia

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI

INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN NARASI BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SAWIT BOYOLALI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizqi Aji Pratama, 2013

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dasar manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah komunikasi.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasien pada awal pemakaian gigi tiruan lengkap sering terjadi banyak

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lain atau bahasa kedua yang dikenal sebagai pengetahuan yang baru.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan alat komunikasi yang utama dalam kehidupan

lebih mudah bagi perkembangan bahasa daripada setiap alternatif yang tersedia.

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. Interferensi kata-kata..., Hikmah Triyantini Hidayah Siregar, FIB UI, Universitas Indonesia

Bab 1. Pendahuluan. seseorang perlu untuk mempelajari bahasa negara tersebut. Selain sebagai bahasa negara,

Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selalu mengalami perubahan dari masa ke masa sejalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

FONOLOGI BUNYI KONSONAN (Soalan Sebenar STPM: )

FAKULTI PENDIDIKAN DAN BAHASA SEMESTER MEI / 2012 HBML1203 FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih

Disusun Oleh : Nama : Siti Mu awanah NIM : Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Drs. Umar Samadhy, M.Pd.

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk

Bab 1. Pendahuluan. dari bahasa. Dirgandini (2004:1), mengemukakan bahwa masyarakat berinteraksi sosial

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

FONOLOGI Aspek Fisiologis Bahasa FONETIK Definisi Fonetik Jenis Fonetik Harimurti Kridalaksana Sheddy N. Tjandra

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

Bab 1. Pendahuluan. kemampuan memori, kognisi, konsentrasi, dan kreativitas. lebih aman di kepala kita adalah dengan cara memakai musik.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kita bisa melihat bahwa kemampuan berbicara. Ada anak yang perkembangan berbicaranya lebih cepat dan ada juga yang

PDF created with FinePrint pdffactory trial version YUK BELAJAR NIHONGO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Bab 5 Ringkasan Seperti kita ketahui bahwa di seluruh dunia terdapat berbagai bahasa yang berbedabeda baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti terdapat beberapa fonem yang ada pada sistem bahasa yang satu, namun tidak ada pada sistem bahasa yang lain. Hal inilah yang menyebabkan terjadi penyimpangan bunyi bahasa ketika seseorang mempelajari bahasa kedua yang bukan merupakan bahasa ibu orang tersebut. Penyimpangan ini juga terjadi pada pemelajar bahasa Jepang yang berbahasa ibu bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya beberapa fonem bahasa Jepang pada sistem bahasa Indonesia. Agar bahasa dapat digunakan sebagai alat komunikasi serta dapat memenuhi fungsinya dengan baik, maka dibutuhkan pengetahuan yang cukup mengenai bunyi bahasa. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk mendalami dan mengkaji bunyi bahasa adalah fonologi, yaitu ilmu yang mempelajari bunyi suatu bahasa. Ilmu ini tidak hanya sekedar membahas bagaimana perbedaan bunyi bahasa yang satu dengan bahasa lainnya, namun juga membahas bagaimana bunyi ujaran dihasilkan yang ditinjau dari segi artikulatoris serta dari segi yang lain. Jika berbicara mengenai bunyi suatu bahasa, tentu saja erat kaitannya dengan bahasa lisan. Karena dengan bahasa lisan, kita dapat mendengar bunyi bahasa. Walaupun bunyi bahasa tersebut dapat ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan, tetapi untuk dapat ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan, dibutuhkan pembunyian suatu bahasa melalui bahasa lisan. 46

Analisis yang dilakukan penulis berhubungan dengan pelafalan kata dalam bahasa Jepang yang dilakukan oleh responden berbahasa ibu bahasa Indonesia. Bunyi yang diteliti terdiri dari tiga bunyi bahasa Jepang, yaitu bunyi shi, tsu, dan zu. Bunyi-bunyi ini masih sering salah dilafalkan oleh pemelajar asing, khususnya bangsa Indonesia dengan bahasa ibu bahasa Indonesia. Merupakan hal yang wajar dan sering terjadi bila terjadi pergeseran saat seseorang mempelajari bahasa lain yang asing bagi dirinya. Seperti pergeseran bunyi yang disebabkan adanya perbedaan bunyi antara bahasa yang biasa dipakai oleh orang tersebut dengan bahasa kedua yang dipelajarinya. Pergeseran tersebut dapat terjadi karena bunyi cenderung dipengaruhi lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud yaitu lingkungan suatu bunyi. Pergeseran tersebut dapat juga terjadi karena alat-alat ucap seseorang tidak mampu dengan sengaja mengucapkan dua bunyi yang benar-benar sama. Seperti pergeseran di antara bunyi [e] dan [ε] atau di antara bunyi [o] dan [ɔ]. Kedua bunyi [e] dan [ε] dapat diucapkan pada vokal e yang terdapat pada kata rela, meja, dan beda sebagai bunyi [e] maupun sebagai bunyi [ε]. Dengan memperhatikan pergeseran-pergeseran seperti itu, maka dapat saja terjadi pergeseran pelafalan bahasa lain dengan melakukan penyesuaian lafal dengan bahasa sendiri, baik disadari maupun tidak disadari. Banyak sekali orang Indonesia yang melafalkan bahasa Jepang dengan tidak sesuai bunyi aslinya. Banyak terjadi penyimpangan bunyi yang disebabkan oleh penyesuaian bunyi yang tidak terdapat dalam sistem bunyi bahasa Indonesia. Dalam beberapa kasus, hal ini dapat menimbulkan masalah pengertian makna maupun kesalahan penulisan kata saat pendiktean. Misalnya bunyi つき (tsuki) yang memiliki makna bulan, dan 47

seharusnya dilafalkan [tsɯki] sering dilafalkan sebagai すき (suki) yang memiliki makna suka, dan seharusnya dilafalkan [sɯki]. Apabila saat melakukan pendiktean, pendikte salah melakukan suatu kata, maka penulis kata yang didiktekan tentu menuliskannya dengan salah pula. Hal-hal seperti inilah yang dapat menimbulkan kesalahan yang fatal. Hal-hal inilah yang membuat penulis terinspirasi untuk melakukan penelitian ini. Maka penulis meneliti sejauh mana kesalahan seperti itu dilakukan oleh pemelajar bahasa Jepang. Yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah penyebab kesalahan pengucapan bunyi shi, tsu, dan zu dalam bahasa Jepang yang diucapkan oleh responden berbahasa ibu bahasa Indonesia. Lebih jauh lagi peneliti meneliti bagaimana dan mengapa kesalahan pengucapan tersebut terjadi. Penulis memilih responden yang diambil dari mahasiswa semester delapan tahun 2008 jurusan sastra Jepang Universitas Bina Nusantara. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kesalahan pengucapan bunyi し (shi), つ (tsu), dan ず / づ (zu) dalam bahasa Jepang, yaitu lebih tepatnya mengetahui bunyi apa saja di antara bunyi し (shi), つ (tsu), dan ず / づ (zu) dalam bahasa Jepang yang masih sering dilafalkan secara tidak benar oleh pemelajar berbahasa ibu bahasa Indonesia, serta mengetahui alasan terjadinya kesalahan tersebut yang dilakukan oleh mahasiswa sastra Jepang tingkat akhir Universitas Bina Nusantara, juga memperbaiki kesalahan pengucapan tersebut yang relevan bagi setiap pemelajar bahasa Jepang. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mengingatkan para pemelajar 48

bahasa Jepang agar memperhatikan hal ini sebagai hal yang penting dalam mempelajari suatu bahasa serta menghimbau agar pemelajar bahasa Jepang dapat memperbaiki kesalahan yang terjadi. Berdasarkan bunyi-bunyi konsonan bahasa Jepang yang penulis pilih untuk diteliti, yaitu bunyi konsonan [ʃi], [tsɯ], dan [zɯ] atau [dzɯ], dikelompokkan lagi menurut jenis kesalahannya berdasarkan pembagian interferensi bunyi bahasa menurut Weinreich. Dari empat jenis gejala interferensi bunyi bahasa yang diuraikan oleh Weinreich, penulis memperoleh dua gejala interferensi yang terjadi pada responden yang melakukan kesalahan bunyi konsonan [ʃi], [tsɯ], dan [zɯ] atau [dzɯ], yaitu: 1) Pembedaan fonem yang berkekurangan, yang terjadi karena dua bunyi yang berbeda dalam bahasa kedua/ bahasa sasaran (bahasa Jepang) tidak dibedakan dalam bahasa pertama (bahasa Indonesia). Kesalahan yang termasuk dalam kelompok jenis gejala interferensi ini yaitu: a) Kesalahan pelafalan bunyi konsonan [ʃi] menjadi [si] disebabkan karena oleh penutur bahasa Indonesia bunyi [ʃi] dan [si] dianggap sama, sehingga responden menyamaratakan bunyi [ʃi] dan [si]. Keduanya merupakan bunyi desis (frikatif), namun berbeda titik artikulasinya. b) Kesalahan pelafalan bunyi konsonan [tsɯ] menjadi [sɯ] disebabkan karena tidak adanya bunyi konsonan [ts] sistem dalam bahasa Indonesia, maka responden melafalkan bunyi [ts] menjadi bunyi [s] yang lebih mudah diucapkan dan 49

bunyinya mendekati bunyi [ts]. Kedua bunyi ini memiliki titik artikulasi yang sama, yaitu dental-alveolar, tetapi kontak ujung lidah dengan bagian belakang gigi seri atas dan gusi (alveolum) tidak dilakukan pada bunyi [s]. Pada kata-kata yang mengandung bunyi [tsɯ] pada bagian tengah atau akhir kata, responden dapat mengucapkannya dengan benar, disebabkan karena ada awalan bunyi vokal yang memungkinkan mengucapkan bunyi konsonan [t] sebelum bunyi [s] dibunyikan. c) Kesalahan pelafalan bunyi [zɯ] atau [dzɯ] menjadi [sɯ] serta kesalahan pelafalan bunyi [dzɯ] menjadi [zɯ] disebabkan karena tidak adanya bunyi [dz] dalam sistem bunyi bahasa Indonesia, yang menyebabkan responden mengucapkan bunyi lain yang mendekati dan lebih mudah diucapkan, yaitu bunyi [z] yang dilafalkan pada awal kata sebagai bunyi [dz] dan bunyi [s] yang dilafalkan pada tengah atau akhir kata sebagai pengganti bunyi [z]. Alasan kesalahan pengucapan bunyi-bunyi tersebut dikelompokkan dalam gejala interferensi ini karena bagi responden antara bunyi bahasa kedua (bahasa Jepang) dan bunyi yang diucapkan terdapat kemiripan bunyi, sehingga kemiripan tersebut digunakan sebagai akibat dari fonem dalam bahasa Indonesia tidak mengenal bunyi bahasa Jepang tersebut. Dan kemiripan bunyi tersebut tidak dianggap berbeda dalam bahasa Indonesia. 50

2) Penggantian bunyi, yang terjadi jika terdapat bunyi-bunyi yang tampak sama dalam kedua bahasa, tetapi dalam kenyataannya dilafalkan dengan cara yang berbeda. Kesalahan yang termasuk dalam gejala interferensi ini yaitu: a) Kesalahan pelafalan bunyi [tsɯ] menjadi [tʃɯ] yang terjadi karena saat membunyikan bunyi [ts], responden menganggap bunyi [ts] dan [tʃ] adalah bunyi yang tampak sama sehingga mereka mengucapkan bunyi [tʃ] sebagai pengganti bunyi yang mendekati bunyi [ts]. Kesalahan ini dilakukan karena adanya pergeseran posisi lidah pada titik artikulasi yang bukan seharusnya. Yang seharusnya lidah bergeser ke arah gusi (alveolum), tetapi responden memposisikan lidah yang lebih bergeser ke arah langit-langit keras (palatum). b) Kesalahan pelafalan bunyi [tsɯ] menjadi [zɯ] yang hanya terjadi pada satu orang responden. Maka penulis menarik dua buah kesimpulan penyebab terjadinya kesalahan ini, yaitu: 1. Terjadi kesalahan pembacaan teks saat perekaman pengambilan suara dilakukan. Kesalahan pembacaan ini dapat saja terjadi, karena aksara つ (tsu) dalam bahasa Jepang jika diberi tanda ( ) maka akan menjadi づ (zu). 2. Responden ingin memposisikan lidah seperti saat membunyikan konsonan [s] seperti kesalahan yang banyak dilakukan oleh responden yang lain, tetapi saat posisi lidah dalam membentuk bunyi [s] telah tercapai, responden 51

melakukan ledakan udara yang disertai desahan. Ledakan udara ini tidak perlu dilakukan pada bunyi [s]. Kesalahan ini juga terjadi akibat penempatan lidah yang seharusnya terjadi kontak dengan gigi seri dan gusi (dental-alveolum) serta pelepasan udara yang tidak disertai ledakan udara tidak dilakukan oleh responden. Sehingga yang dihasilkan adalah bunyi [z]. Alasan kesalahan pengucapan bunyi-bunyi tersebut dikelompokkan dalam gejala interferensi ini karena bunyi yang diucapkan oleh responden benar-benar berbeda dari bunyi seharusnya, tetapi karena dalam bahasa Indonesia tidak mengenal bunyi yang seharusnya, maka responden mencari bunyi terdekat untuk pengganti bunyi tersebut. Namun daripada itu, responden mengetahui bahwa bunyi yang diucapkannya sebenarnya merupakan bunyi yang berbeda dari bunyi aslinya. Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Distribusi konsonan bahasa Jepang yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia seringkali menyulitkan responden dalam melafalkan konsonan-konsonan tersebut. 2) Kesalahan dapat juga ditimbulkan oleh kesalahan pembacaan kata yang dilakukan responden saat membaca bahasa Jepang dengan aksara-aksara yang tidak biasa digunakan dalam bahasa Indonesia. 3) Dari ketiga bunyi bahasa Jepang yang diteliti, yaitu し (shi), つ (tsu), dan ず / づ (zu), diketahui bahwa ketiga bunyi tersebut masih sering dilafalkan secara salah. 52

4) Kesalahan bunyi-bunyi yang diucapkan responden merupakan bunyi yang mendekati dengan bunyi bahasa Jepang yang tidak ada dalam bahasa Indonesia dan responden melakukan penyesuaian pelafalan. 5) Pada umumnya responden mengucapkan bunyi-bunyi konsonan bahasa Jepang yang tidak terdapat dalam bunyi bahasa Indonesia berdasarkan bunyi yang mereka kenal dari bahasa Indonesia dan melakukan penyamarataan bunyi-bunyi tersebut, sehingga menimbulkan bunyi yang berbeda di telinga orang Jepang. 6) Kesalahan pelafalan yang dilakukan oleh responden dapat menyebabkan kesalahpahaman atau bahkan ketidakpahaman pendengar akan bunyi yang diucapkan, karena bunyi yang diucapkan menjadi berbeda dan pada beberapa kata dapat menimbulkan perbedaan makna. 53