BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah et.al open ended

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : siswa dan terkait variasi informasi yang ada pada soal.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang berkaitan dengan aljabar banyak ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN. trigonometri, kalkulus, statistika, dan peluang. dengan yang lain (Bariyah, 2010). Jarak pada bangun ruang adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panji Wiraldy, 2013

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah

2015 DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE TOPIK PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tuntut agar selalu dapat aktif berpikir, kreatif dan kritis dalam menghadapi semua

DESAIN DIDAKTIS KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMETIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 DESAIN DIDAKTIS PERSAMAAN KUADRAT UNTUK SISWA SMP KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Feni Febrianti Kencanawati, 2013

2015 D ESAIN D IDAKTIS UNTUK MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SISWA TERHAD AP KONSEP SUD UT PAD A BANGUN RUANG BERD ASARKAN LEARNING TRAJECTORY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Secara tidak langsung banyak hal dalam kehidupan manusia bersentuhan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju ke arah yang lebih baik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tri Aprianti Fauzia, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling sulit (Mulyono, 1999:25). Meskipun demikian, semua orang

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

I. TINJAUAN PUSTAKA. menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Khususnya di Indonesia matematika sudah diajarkan sejak dalam. pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah.

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (Bartle dan Sherbert, 1999:9). Misalnya diberikan fungsi f dan g dari R ke R,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika sebagai salah satu bidang ilmu dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika Oleh : Ariyadi Wijaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dalam konteks ini,

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengajaran matematika tidak sekedar menyampaikan berbagai informasi seperti aturan, definisi, dan prosedur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi Sumber Daya Manusia sehingga tercipta generasi yang siap

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengetahuan Prosedural Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB I PENDAHULUAN. kritis, berkualitas dan mampu bersaing dalam era teknologi. Dewasa ini. membantu proses pembangunan disemua aspek kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemahaman siswa

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, menurut Holmes (1995:35) terdapat dua kelompok masalah yaitu masalah rutin dan masalah non-rutin. Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode-metode yang sudah ada, sedangkan masalah non-rutin membutuhkan lebih penyelesaianyang lebih rumit. Masalah rutin sering disebut sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol. Masalah rutin dapat membutuhkan satu, dua atau lebih langkah pemecahan. Masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena hidup ini penuh dengan masalah rutin. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran matematika yang diprioritaskan terlebih dahulu adalah siswa dapat memecahkan masalah rutin. Masalah non-rutin butuh penyelesaian yang lebih dari sekadar penerjemahan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah diketahui. Kouba et.al dalam Holmes (1995:36) menyatakan bahwa masalah nonrutin kadang mengarah kepada masalah proses. Masalah non-rutin mengharuskan pemecah masalah untuk membuat sendiri metode pemecahannya. Dia harus merencanakan dengan seksama cara memecahkan masalah tersebut. Strategistrategi seperti menggambar, menebak, dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang perlu dilakukan siswa. Holmes (1995:36) dalam sumber yang sama, menyatakan bahwa masalah non-rutin dapat berbentuk pertanyaan open ended sehingga memiliki lebih dari satu solusi atau pemecahan. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi kehidupan atau membuat koneksi dengan subjek lain. Secara umum, pembelajaran matematika juga perlu membantu siswa memiliki kemampuan memecahkan permasalahan non-rutin. Berbagai cara dalam memahamkan siswa untuk memiliki kemampuan matematis telah dilakukan. Mulai dari menerapkan metode pembelajaran yang kreatif, penerapan media pembelajaran, hingga penggunaan multimedia untuk mempermudah siswa dalam

2 memahami matematika. Namun, pada kenyataannya masih ada sebagian siswa yang merasa kesulitan dalam belajar matematika. Problem seperti ini salah satunya dapat ditemukan pada pembelajaran matematika dengan topik perbandingan. Menurut Aprianti (2011:33), pembelajaran matematika di sekolah pada materi perbandingan belum dapat menghasilkan pemahaman-pemahaman siswa yang utuh terhadap konsep perbandingan tersebut. Masih ditemukan beberapa hambatan yang dialami oleh siswa dalam proses pembelajarannya. Hambatan tersebut muncul ketika siswa dihadapkan pada konteks soal berbeda dari yang biasa mereka kerjakan. Berdasarkan hasil penelitian Aprianti (2011:33) ditemukan tiga macam hambatan epistemologi, yaitu terkait: (1) variasi bentuk soal dan informasi yang tersedia dalam soal (2) kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal perbandingan yang disajikan dalam bentuk grafik, dan (3) koneksi pemahaman konsep perbandingan dengan konsep matematis yang lain. Hambatan pertama disebabkan oleh bentuk soal yang diberikan dalam bahan ajar kurang variatif, sehingga siswa akan cenderung meniru penyelesaian sesuai contoh saja. Pemahaman akan konsep yang diajarkan hanya terbatas pada contoh. Sementara ketika dihadapkan pada bentuk soal yang berbeda, siswa kebingungan untuk menyelesaikannya. Karena kemampuan yang terbentuk adalah kemampuan untuk meniru. Pada hamabatan kedua, kebanyakan siswa siswa SMP masih banyak yang belum memahami soal yang digambarkan dengan grafik tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa siswa belum bisa membaca dan memahami dengan baik soal yang disajikan dalam bentuk grafik. Pada hambatan ketiga, terkait koneksi pemahaman konsep perbandingan dengan konsep matematis yang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Jerome Bruner (Suherman, 2008) bahwa belajar akan efektif jika menggunakan struktur konsep sehingga tampak keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep lainnya serta hubungan antar konsep prasyarat dengan konsep suksesornya. Belajar dengan menggunakan struktur konsep artinya belajar secara menyeluruh, melibatkan seluruh konsep yang berkaitan. Tidak sebagian-sebagian dalam memahami konsep.

3 Dari hambatan-hambatan epistimologis yang muncul tersebut, Aprianti (2011:34) merekomendasikan beberapa saran kepada guru dan calon guru matematika untuk lebih baiknya proses pembelajaran matematika ke depan, khususnya pada materi perbandingan. Saran ini lebih dititik beratkan kepada penyusunan bahan ajar, bukan pada metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam pemberian soal-soal latihan sebaiknya lebih beragam. Tidak hanya pada satu konteks saja dengan mengubah-ubah angka. Hal ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap konsep perbandingan. Kemudian soal-soal perbandingan yang memiliki keterkaitan konsep dengan konsep matematika yang lain diperbanyak, sehingga siswa lebih kreatif dalam memunculkan gagasan. Selain itu, siswa juga dituntut untuk melakukan apersepsi sehingga konsep matematika yang telah mereka pelajari akan senantiasa terjaga. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu proses perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai rancangan pembelajaran (desain didaktis). Desain didaktis ini merupakan langkah awal yang dibuat oleh guru sebelum adanya pembelajaran untuk mengatasi hambatan belajar yang muncul pada proses pembelajaran. Desain didaktis merupakan desain yang berkaitan dengan bahan ajar matematika yang memperhatikan respon siswa. Sebelum proses belajar mengajar berlangsung, seorang guru hendaknya membuat perencanaan yang matang, dalam hal ini perancangan (desain) pembelajaran agar situasi didaktis dapat terjadi. Dalam belajar matematika, hal yang perlu digarisbawahi adalah hubungan siswamateri dan guru-siswa. Dalam proses penyusunan desain didaktis, penggunaan perspektif sejarah matematika dan pengkajian keterkaitan materi tersebut dengan materi yang lain akan menjadikan bahan ajar lebih variatif. Nilai sejarah matematika, menurut Fauvel (2000), meliputi tiga dimensi berbeda: (1) sebagai materi pembelajaran/kuliah, (2) sebagai konteks materi pembelajaran, dan (3) sebagai sumber strategi pembelajaran. Yang pertama dimaksudkan sebagai suatu pokok bahasan atau materi pembelajaran, yang membahas segi fakta, kronologis, maupun evolusi sejarah matematika. Hal ini

4 tentu menyangkut banyak sekali aspek, dari fakta matematika hingga filsafat matematika. Sejarah matematika sebagai pokok bahasan mulai diberikan di tingkat perguruan tinggi walaupun bukan menjadi materi inti sehingga tidak setiap perguruan tinggi menyelenggarakannya. Yang kedua dimaksudkan bahwa dalam pembelajaran matematika, kita dapat mengambil soal-soal atau masalah awal dari sejarah matematika termasuk memberi perspektif humanis dalam pembelajaran dengan menampilkan hasil karya dan biografi matematikawan. Sementara yang ketiga dimaksudkan bahwa sejarah matematika memberikan alternatif cara atau strategi pembelajaran suatu pokok materi matematika. Sedangkan yang dimaksud dengan keterkaitan dengan materi lain yaitu melihat keterkaitan materi matematika yang dikaji dengan materi prasyaratnya dan materi berikutnya sebagai fondasi dalam memahami materi tersebut. Dalam dalil konektivitas (Connectivity Theorem) disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketrampilan dalam matematika selalu berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan keterampilan-keterampilan yang lain. Dengan memperhatikan keterkaitan dengan materi-materi pembelajaran yang lain, tentunya akan meningkatkan efektifitas pembelajaran matematika itu sendiri. Dalam hubungannya dengan materi perbandingan matematika untuk siswa sekolah menengah pertama yang akan menjadi konsep dasar matematika dalam hal ini aljabar dan geometri. Dengan demikian, Penulis memilih judul Desain Didaktis Konsep Perbandingan Senilai dan Perbandingan Berbalik Nilai Pada Pembelajaran Matematika SMP untuk Meningkatkan Kompetensi Matematika sebagai judul penelitiannya. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana desain didaktis bahan ajar konsep perbandingan pada pembelajaran SMP. Dari rumusan masalah tersebut, dapat diuraikan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai ditinjau dari perspektif sejarah?

5 2. Bagaimana keterkaitan konsep perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai dengan konsep sebelumnya yang merupakan pendukung dan konsep lainnya sebagai konsep terusan? 3. Bagaimana desain didaktis awal konsep perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai yang sesuai dengan karakteristik siswa kelas VII? 4. Bagaimana implementasi desain didaktis, khususnya ditinjau dari respon siswa yang muncul? 5. Bagaimana efektivitas dari desain didaktis tersebut? 6. Bagaimana hasil revisi desain didaktis awal setelah mengetahui hasil respon siswa? C. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah 1. Learning Obstacle yang dikaji dalam karya tulis ini berupa Epistemological Obstacle (hambatan epistimologis). 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah problem solving D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1. Konsep perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai ditinjau dari perspektif sejarah. 2. Keterkaitan konsep perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai dengan konsep sebelumnya yang merupakan pendukung dan konsep lainnya sebagai konsep terusan. 3. Desain didaktis awal konsep perbandingan yang sesuai dengan karakteristik siswa kelas VII. 4. Implementasi desain didaktis, khususnya ditinjau dari respon siswa yang muncul. 5. Efektivitas dari desain didaktis tersebut. 6. Hasil revisi desain didaktis awal setelah mengetahui hasil respon siswa.

6 E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Bagi siswa, diharapkan dapat lebih memahami konsep perbandingan dalam pembelajaran matematika tanpa adanya kesalahan konsep yang akan berakibat pada pembelajaran matematika berikutnya. 2. Bagi guru matematika, diharapkan dapat menciptakan pembelajaran matematika berdasarkan karakteristik siswa melalui penelitian desain didaktis serta dapat menerapkan dan memilih metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika secara optimal. 3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya yang relevan. F. DEFINISI OPERASIONAL 1. Learning obstacles merupakan hambatan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Dalam tulisan ini, learning obstacles yang dikaji hanya yang bersifat epistimologis. 2. Hambatan epistimologis merupakan hambatan yang berkaitan dengan pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu. 3. Desain didaktis merupakan rancangan tentang sajian bahan ajar yang memperhatikan prediksi respon siswa. Desain didaktis dikembangkan berdasarkan sifat konsep, urutan materi, dan model pembelajaran yang akan disajikan dengan mempertimbangkan learning obstacles yang telah diidentifikasi dan hasil repersonalisasi pokok bahasan. Sehingga desain didaktis yang dirancang tersebut bisa mengurangi munculnya learning obstacles. 4. Konsep Perbandingan adalah konsep matematika yang membandingkan dua nilai atau lebih dari suatu besaran yang sejenis dan dinyatakan dengan cara yang sederhana.

7 5. Konsep perbandingan senilai adalah konsep perbandingan yang berlaku jika nilai suatu barang akan naik/turun sejalan dengan nilai barang yang dibandingkan. 6. Konsep perbandingan berbalik nilai adalah konsep perbandingan yang berlaku jika nilai suatu barang naik, maka nilai barang yang dibandingkan akan turun. Sebaliknya, jika nilai suatu barang turun, nilai barang yang dibandingkan 7. Pembelajaran matematika SMP adalah pembelajaran matematika yang menggunakan desain didaktis pada siswa SMP.