BAB I PENDAHULUAN. kegawatdaruratan semakin meningkat (Sudiharto, 2014). kasus kecelakaan lalu lintas (WHO, 2015). Angka kematian akibat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serangan jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di negara

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan. dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes,2016).

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ataupun belum terdiagnosis penyakit jantung (AHA, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekitar 1,27 juta orang meninggal di jalan setiap tahunnya di dunia, dan 20 -

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Negara tertinggi kasus kecelakaan Indonesia setelah India ( WHO, 2012). Hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Karakteristik Responden. sebanyak 38 responden dan kelompok kontrol 38 responden.

The Overview of Motivation to Help Traffict Accident Victims of Yogyakarta Police

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular sebanyak 17,3 juta

BAB I PENDAHULUAN. bukan cedera yang membutuhkan pertolongan segera. Gawat darurat adalah suatu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian pertolongan pertama bukan hanya terkait dengan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas dan 50 juta lainnya mengalami luka-luka. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala istilah antara lain Traumatic Brain Injury adalah suatu cedera akut

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor dengan ruas jalan yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. pada anak kurang begitu diperhatikan oleh berbagai pihak baik oleh orang tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, penumpang kapal yang terbalik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan dan dimana

BAB I PENDAHULUAN. bidang tranportasi. Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi membuat

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Program Studi Keperawatan. Oleh : Nurul Puji Astutik J

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ejournal keperawatan (e-kp) Volume: 1. Nomor: 1. Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kota Yogyakarta. a. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah usia produktif (22 50 tahun). Terdapat sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it s Live

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan kepadatan penduduk mengakibatkan peningkatan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengancam jiwa dan membutuhkan pertolongan dengan segera, serta dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1,24 juta jiwa meninggal dunia dan sekitar 50 juta jiwa mengalami luka berat dan

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan berbagai penyebab penyakit lainnya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia dalam menciptakan situasi keamanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan studi eksperimental dengan desain pre-test

BAB I PENDAHULUAN. lakukan untuk mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor di seluruh dunia pada tahun 2013 mencapai 1,2 juta jiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. daerah kepala (Suriadi & Rita Yulaini, 2001). Salah satu faktor penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecelakaan merupakan salah satu kejadian yang tidak di inginkan,

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. jiwa sehingga dibutuhkan bantuan penanganan (CRED, 2014 ; WHO, 2013 ;

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. M DENGAN POST OPERASI ORIF FRAKTUR FEMUR DISTAL DEXTRA DI BANGSAL AB RSU PANDANARANG BOYOLALI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. banjir, tsunami, tanah longsor, gempa bumi dan lain-lain. Bencana merupakan. lingkungannya (Departemen Kesehatan RI, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang sehat, kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah pasien yang datang untuk

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa dihindari. Lanjut usia (lansia) menurut Undang-Undang Republik

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

METODE PENELITIAN. N 1+ Ne 2. n =

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia sekolah dasar mempunyai karakteristik seperti senang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di era globalisasi terus berkembang, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. akibat kecelakaan lalulintas.(mansjoer, 2002) orang (39,9%), tahun 2004 terdapat orang dengan jumlah

PENGARUH PENYULUHAN DAN SIMULASI BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMAN 9 KOTA MANADO. *Mulyadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa dijalan yang melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kurang cepat atau kurang benar. Penderita cedera berat harus mendapatkan

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

PENGARUH PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR PADA REMAJA TERHADAP TINGKAT MOTIVASI MENOLONG KORBAN HENTI JANTUNG. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan masyarakat sekarang telah mengalami perubahan dalam


BAB I PENDAHULUAN. baik orang dewasa, remaja, bahkan anak anak. Peningkatan konsumsi rokok

BAB I PENDAHULUAN. (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) (2014) salah satu kriteria

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN PERUBAHAN KONSEP DIRI PADA KLIEN DENGAN PARALISIS DI RS. ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan kendaraan, salah satunya berupa kendaraan bermotor. Semakin meningkatnya penggunaan alat transportasi maka akan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. gerakan gerakan shalat yang meliputi berdiri, ruku, sujud, dan duduk adalah

IMPLEMENTASI UU NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Kota Magelang) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. terkait hasilnya belum sesuai yang diharapkan (Aryono, 2011). Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2011 dalam Badan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aktifitas manusia dalam rumah tangga, industri, traffic accident, maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. kelemahan dan kematian sel-sel jantung (Yahya, 2010). Fenomena yang terjadi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegawatdaruratan dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dan pada siapa saja. Kondisi gawat darurat dapat terjadi akibat trauma atau non trauma yang mengakibatkan henti nafas, henti jantung, kerusakan organ dan atau pendarahan. Tingginnya angka kecelakaan lalu lintas membuat kondisi kegawatdaruratan semakin meningkat (Sudiharto, 2014). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa 1,2 juta orang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas setiap tahun di seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kecelakaan lalu lintas yang cukup tinggi yang menempati urutan kelima dunia dalam kasus kecelakaan lalu lintas (WHO, 2015). Angka kematian akibat kecelakaan di Indonesia pada kurun waktu 2000 2010 terus mengalami peningkatan, rata-rata perkiraan kematian akibat kecelakaan tiap tahunnya adalah 31.234 jiwa atau 85-86 jiwa terenggut nyawanya setiap hari, 60% korban berada pada usia produktif (Korlantas Polri, 2010). Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian pada kalangan muda berusia 15-29 tahun dan mengahabiskan 3% dari anggaran dana Pemerintah (WHO, 2015). Angka kecelakaan lalu lintas di kota Yogyakarta pada tahun 2015 masih cukup tinggi. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Kota Yogyakarta mencatat sejak bulan Janauri hingga Desember 2015 jumlah kecelakaan mencapai 651 kasus. 1

2 Korban kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan kegawatdaruratan dapat semakin buruk atau berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan cepat (Frame, 2010). Keberhasilan pertolongan penderita yang mengalami kondisi gawat darurat tidak hanya ditentukan oleh kualitas dari pelayanan gawat darurat di rumah sakit namun juga keberhasilan pertolongan yang diberikan diluar rumah sakit (Lumangkun, 2014). Statsistik menunjukkan bahwa hampir 90% korban meninggal ataupun cacat disebabkan oleh korban terlalu lama dibiarkan atau waktu telah melewati golden period dan ketidaktepatan serta akurasi pertolongan saat pertama kali korban ditemukan (Sudiharto, 2014). Ketepatan waktu dan ketepatan menangani korban kegawatdaruratan sangat penting dilakukan, sehingga penanganan pertama perlu diintegrasikan dan dikoordinasikan dengan baik untuk meningkatkan kelangsungan hidup yang optimal bagi korban. Penanganan pertama yang dimaksud adalah pemberian bantuan hidup dasar (BHD) (Travers, et al., 2010). BHD adalah rangkaian tindakan dasar yang diberikan kepada seseorang yang mengalami keadaan kegawatdaruratan (Tipa, et al., 2010). BHD merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (Frame, 2010). Kemungkinan bertahan hidup pada korban kecelakaan yang mengalami henti jantung diluar rumah sakit menurun 7-10% tiap menit yang berlaku sejak dimulainya henti jantung (Larsen, et al., 2013). Korban yang menerima BHD memiliki dua sampai tiga kali tingkat kelangsungan hidup

3 yang lebih tinggi yaitu 8,2 % vs 2,5 % untuk pasien yang menerima BHD (Fredriksson, et al., 2013). Keterampilan BHD dapat diajarkan kepada siapa saja (Frame, 2010). Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang BHD, terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan (Nolan, et al., 2010). Pemberian BHD pada kasus kecelakaan dengan henti jantung secara signifikan oleh bystander BHD atau orang yang telah mendapatkan pelatihan mengenai BHD dapat meningkatkan 3 kali kesempatan korban untuk selamat, namun hanya 32% korban yang mendapatkan bantuan dari bystander BHD (Berg, et al. 2010). Hal tersebut menjelaskan bahwa untuk dapat mengatasi banyaknya kasus kegawatdaruratan dibutuhkan peningkatan jumlah bystander BHD. Hutapea (2012) menyatakan bahwa masyarakat sebagai sasaran dalam pembentukan bystander BHD terdiri dari beragam kelompok tak terkecuali pada profesi polisi lalu lintas. Dewasa ini, jika terjadi fenomena kasus kecelakaan lalu lintas pada masyarakat maka hal pertama yang dilakukan adalah memanggil polisi. Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana pokok yang berada dibawah Kapolres yang melaksanakan tugas patroli jalan raya serta penanganan kecelakaan lalu lintas (Hutapea, 2012). Sayangnya peran polisi saat terjadi kecelakaan hanya sebatas mengamankan kejadian kecelakaan lalu lintas dan masyarakat yang sedang di sekitar lokasi kejadian. Menurut studi pendahuluan yang penulis laksanakan, terdapat persepsi yang berkembang dipihak kepolisian bahwa pemberian pertolongan

4 pertama pada korban kecelakaan adalah ranah dari petugas kesehatan bukan tugas dari polisi. Polisi lalu lintas sebagai aparat yang bertugas menjaga keselamatan pengguna jalan dan meminimalisir korban kecelakaan sebagaimana tertulis dalam peraturan kepala kepolisian negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor. Tata kerja ini mengatur tentang tugas polisi berkaitan dengan tanggung jawab polisi akan keselamatan pengguna jalan. Peratuaran ini menunjukkan bahwa keterampilan BHD pada korban kecelakaan menjadi penting untuk dimiliki oleh polisi dalam upaya menjalankan tugas yang telah diembankan kepada aparat kepolisian sebagai penolong pertama di lokasi kejadian. Meissner (2012) menyatakan bahwa pertolongan BHD tidak mudah dilakukan terutama untuk masyarakat awam. Terdapat fenomena psikologis yang disebut Sindrom Genovese atau bystander effect yaitu ketika seseorang menghadapi sebuah kejadian kegawatdaruratan orang tersebut tidak mempunyai cukup motivasi untuk menolong korban itu karena ada orang lain muncul. Ketidakmampun mengenali keadaan, pemberian bantuan, atau ketakutan-ketakutan lain yang dialami menjadi penyebab seseorang tidak termotivasi untuk memberikan bantuan (Meissner, 2012). Motivasi memberikan perolongan atau yang disebut dengan perilaku prososial adalah seluruh dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak atau dorongan lainnya yang berasal dari dalam diri individu untuk

5 melakukan suatu tindakan pertolongan pada orang lain orang lain yang ada dalam kondisi distress (menderita) atau mengalami kesulitan (Ahmadi, 2007). Perilaku prososial merupakan tindakan sukarela yang mengambil tanggung jawab untuk menyejahterakan individu lain, mempengaruhi individu lain dalam kehidupan bersosiolisasi terutama dalam situasi interaksi dan meningkatkan toleransi hidup antar individu (Sears, 2009). Allah berfirman dalam surah At-Taubah ayat 71, yang artinya: Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Hal tersebut mengajarkan untuk berperilaku tolong-menolong untuk mewujudkan hubungan yang harmoni dan saling melengkapi sesama manusia (Minhal, 2009). Terdapat berbagai teori yang dapat mempengaruhi perilaku prososial, salah satunya adalah teori belajar (Sarwono, 2009). Belajar bertujuan untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup. Semakin banyak seseorang mempelajari suatu hal maka ia akan lebih termotivasi untuk bertingkah laku sesuai dengan yang pernah dipelajarinya (Nugroho, 2013). Pembelajaran melalui pelatihan merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan keterampilan dan motivasi dalam melakukan BHD (Roh, 2013). Pelatihan membantu menyiapkan diri dalam menghadapi situasi yang nyata sehingga peserta pelatihan lebih mengetahui apa yang harus dilakukan jika menghadapi situasi yang serupa (Hudson, 2011). Pelatihan memberikan

6 kesempatan untuk praktek klinis terkontrol tanpa menempatkan pasien atau orang lain berisiko. Pelatih dapat memberikan umpan balik pada peserta pelatihan yang memungkinkan untuk mengevaluasi kinerja mereka secara rinci (Kneebone, 2005). Pelatihan BHD memberikan efek yang positif terhadap peserta pelatihan, terdapat peningkatan keterampilan, motivasi dan kepercayaan diri dalam melakukan BHD (Cook, et al., 2012). Berdasarkan latar belakang diatas penelitian mengenai pengaruh pelatihan BHD pada polisi lalu lintas untuk meningkatkan motivasi menolong pada korban kecelakaan perlu dilakukan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan: Apakah ada pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar dengan tingkat motivasi menolong korban kecelakaan lalu lintas pada polisi kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar terhadap tingkat motivasi menolong korban kecelakaan lalu lintas pada polisi kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Mengetahui tingkat motivasi menolong korban kecelakaan lalu lintas pada polisi kota Yogyakarta

7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Program Studi Pendidikan Dokter Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai motivasi dan pengetahuan memberikan pertolongan korban kecelakaan lalu lintas pada polisi kota Yogyakarta sehingga mahasiswa dapat berperan aktif dalam melakukan promosipromosi kesehatan untuk peningkatan kedua aspek tersebut. 2. Manfaat bagi kepolisian Aparat kepolisian lalu lintas dapat lebih meningkatkan kualitas profesinya dalam melayani masyarakat dengan berbagai upaya dan tindakan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang membutuhkan bantuannya. 3. Manfaat bagi Pemerintah Dapat dimanfaatkan sebagai bahan melakukan evaluasi dan peningkatan sistem pendidikan bagi polisi lalu lintas. 4. Bagi Masyarakat Meningkatkan peluang keselamatan hidup dan meminimalkan keparahan luka akibat kecelakaan yang mungkin dialami oleh masyarakat pengguna jalan. 5. Peneliti Lain. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data dan acuan bagi peneliti berikutnya.

8 E. Keaslian 1. Elda Lunera Hutapea (2012) dengan judul: Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Depok. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada para responden. Responden dalam penelitian ini adalah polisi lalu lintas yang bekerja di kota Depok sejumlah 46 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% responden memiliki pengetahuan yang kurang, 30.4% responden memiliki pengetahuan cukup, 19.6% responden memiliki pengetahuan buruk, dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan baik. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada judul, tempat, waktu dan variabel yang akan diteliti. 2. Pamaya Emilia Lumangkun (2014) dengan judul: Hubungan Karakteristik Polisi Lalu Lintas Dengan Tingkat Pengetahuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi Utara. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 39 orang. Data yang dikimpulkan diolah dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical Program For Social Science) menggunakan uji chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (α 0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dari masing-masing karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi

9 Utara. Perbedaan dengan penelitian ini adalah judul, waktu, tempat dan variabel yang akan diteliti, jika Pamaya Emilia (2014) meneliti hubungan karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan bantuan hidup dasar di Direktorat lalu lintas Polda Sulawesi Utara sedangkan peneliti akan melakukan penelitian hubungan pelatihan bantuan hidup dasar berbasis simulasai terhadap motivasi menolong korban kecelekaan lalu lintas pada polisi kota Yogyakarta. 3. Thoyyibah (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar pada remaja terhadap tingkat motivasi menolong korban henti jantung. Penelitian tersebut merupakan penelitian quasy experiment dengan prepost test control group design. Populasi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah siswa SMA 3 Muhammadiyah Yogyakarta. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah 24 siswa SMA. Hasil penelitian tersebut adalah tingkat motivasi tinggi berkurang dari 52,6% menjadi 47,4% dan tingkat motivasi sedang bertambah dari 47,4% menjadi 52,6%. Analisa yang dilakukan menggunakan wilcoxon menunjukkan p value = 0,395. Berdasarkan uji kolerasi yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar pada remaja terhadap tingkat motivasi menolong korban henti jantung. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada judul, tempat, waktu dan variabel yang akan diteliti.