BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB II LANDASAN TEORI. definisi pajak menurut versinya masing-masing. Walaupun banyak pendapat mengenai

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB I I. LANDASAN TEORl

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menjelaskan pengertian pajak, yakni menurut R. Santoso

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi :

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II LANDASAN TEORITIS

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo (2011:1) Terdapat 2 (dua) fungsi Pajakyaitu : pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

BAB II LANDASAN TEORI

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya hanya terletak pada sudut

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB II TELAAH PUSTAKA. diketahui terlebih dahulu pemahaman mengenai aktivitas aktivitas dan

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi :

BAB II BAHAN RUJUKAN

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soemitro mengemukakan, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang dengan tidak mendapat jasa timbal, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (h. 1). Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur unsur : 1. Iuran rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 6

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. II.1.2 Fungsi Pajak Mardiasmo (2008) mengemukakan tentang fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluarannya. 2. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (h. 1-2). II.1.3 Jenis jenis Pajak Mardiasmo (2008) menulis Pajak dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok besar menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya. Berikut ini adalah pengelompokkannya : 1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : PPh b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : PPN 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPh 7

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN dan PPnBM 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : PPh, PPN dan PPnBM, PBB dan Bea Materai b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan (h. 5-6) II.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Mardiasmo (2008) mengemukakan Sistem Pemungutan Pajak meliputi: 1. Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang sepenuhnya untuk menghitung besarnya pajak yang terutang dilakukan oleh wajib pajak. 2. Official Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang harus dilunasi atau pajak yang terutang oleh wajib pajak ditentukan oleh fiskus. 3. Withholding System 8

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memungut atau memotong besarnya pajak yang terutang (h. 7). II.2 Pemahaman Pajak Pertambahan Nilai II.2.1 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah menjadi Undang Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. II.2.2 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai Menurut Sukardji (2006), Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di dalam negeri (h. 15). Sedangkan menurut Muljono (2008), Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung, yang pada akhirnya dikenakan kepada konsumen terakhir dari barang atau jasa kena pajak (h. 1). II.2.3 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai menurut Sukardji (2006) adalah : 1. Pajak tidak langsung; pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke KPP adalah subyek yang berbeda. 2. Multitahap; pajak dikenakan disetiap mata rantai produksi dan distribusi. 3. Pajak objektif; pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak. 4. Menghindari pengenaan pajak berganda; sistem Pajak Pertambahan Nilai didesain untuk menghindari pengenaan pajak berganda. 9

5. Dihitung dengan metode pengurangan tak langsung (indirect subtraction); yaitu dengan memperhitungkan pajak masukan dan pajak keluaran. II.2.4 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai Subjek Pajak Pertambahan Nilai Subjek Pajak Pertambahan Nilai dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) : 1. Pengusaha Kena Pajak a. Melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 huruf a dan huruf c jo Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 jo Pasal 2 ayat 1 PP Nomor 143 Tahun 2000). b. Mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 huruf f UU PPN 1984). c. Menyerahkan aktiva yang memuat tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 16D UU PPN 1984). d. Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (Pasal 2 ayat 2 PP Nomor 143 Tahun 2000). 2. Bukan Pengusaha Kena Pajak a. Mengimpor Barang Kena Pajak (Pasal 4 huruf b UU PPN 1984). b. Memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean (Pasal 4 huruf d dan huruf e UU PPN 1984). c. Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya (Pasal 16C UU PPN 1984). 10

Objek Pajak Pertambahan Nilai Objek Pajak Pertambahan Nilai adalah objek atau sasaran dalam pengenaan PPN yaitu Penyerahan, yang biasanya dikatakan penjualan, tetapi tidak semua penyerahan atau penjualan dikenakan pajak. Dalam Pasal 4 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2000 menjelaskan objek PPN dikenakan atas : a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. b. Impor Barang Kena Pajak. c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain. h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menuntut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. 11

II.2.5 Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang PPN. Barang Kena Pajak yang Tidak Dikenakan PPN Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok kelompok barang sebagai berikut : 1. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya, seperti : Minyak mentah Gas bumi Panas bumi Pasir dan kerikil Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara, dan Biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, dan biji perak serta biji bauksit. 2. Barang barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti : Beras Gabah Jagung Sagu Kedelai, dan 12

Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga atau catering. 4. Uang, emas batangan, dan surat surat berharga (saham, obligasi dan lainnya). Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang PPN. Jasa Kena Pajak yang Tidak Dikenakan PPN Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok kelompok jasa sebagai berikut : 1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik. 2. Jasa di bidang pelayanan sosial. 3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko. 4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi. 5. Jasa di bidang keagamaan. 6. Jasa di bidang pendidikan. 7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan Pajak Tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial. 8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan. 13

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air. 10. Jasa di bidang tenaga kerja. 11. Jasa di bidang perhotelan. 12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jasa jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah. II.2.6 Kelemahan dan Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai adalah : 1. Biaya administrasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan Pajak Tidak Langsung lainnya, baik dari segi administrasi pajak maupun dari wajib pajaknya. 2. Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. 3. Pajak Pertambahan Nilai snagat rawan dari penyelundupan pajak. Kerawanan ini ditimbulkan sebagai akibat dari mekanisme pengkreditan yang merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang dibayar oleh Pengusaha dalam bulan yang sama tanpa terlebih dahulu melalui prosedur administrasi fiskus. Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai adalah : 1. Menghilangkan pajak berganda. 2. Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan. 3. Netral dalam persaingan dalam negeri. 4. Netral dalam persaingan internasional. 5. Dapat mendorong ekspor. 14

II.2.7 Tarif PPN dan Dasar Pengenaan PPN Tarif PPN Pasal 7 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM mengemukakan Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). 2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). 3. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi tingginya 15% (lima belas persen). Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen). Penggunaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. (h.183) Dasar Pengenaan PPN Dasar Pengenaan PPN yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak terutang diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi DPP adalah : 15

1. Harga Jual Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2. Penggantian Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemeberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 3. Nilai Impor Nilai impor adalah berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang Undang PPN. 4. Nilai Ekspor Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 5. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang undang sebagaimana berikut : 1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual. 2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian. 3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor. 16

4. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor. 5. Dan kegiatan lain yang berkaitan dengan penyerahan dan perolehan BKP dan JKP berdasarkan Undang Undang PPN dan PPnBM. II.2.8 Saat dan Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Saat Terutang Pajak Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam Pasal 11 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2000. Berdasarkan dasar hukum tersebut saat terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Terutangnya pajak terjadi pada saat : a. Penyerahan Barang Kena Pajak b. Impor Barang Kena Pajak c. Penyerahan Jasa Kena Pajak d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean f. Ekspor Barang Kena Pajak 2. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran. (h. 194) 2000 adalah : Tempat Terutang Pajak Tempat terutang pajak berdasarkan Pasal 12 Undang Undang Nomor 18 Tahun 17

1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan dan terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak. 2. Dalam hal impor, terutangnya pajakterjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha. (h. 196) II.2.9 Pengertian Faktur Pajak Menurut Pasal 1 Undang Undang Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM menjelaskan pengertian dari Faktur Pajak sebagai berikut : Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (h. 172). II.2.10 Jenis Jenis Faktur Pajak Berdasarkan Pasal 13 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2000, bahwa Faktur Pajak terdiri dari : 1. Faktur Pajak Standar Faktur penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan perpajakan disebut Faktur Pajak Standar. Dalam Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang plaing sedikit memuat : 18

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP, dan atau JKP. b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP, atau penerima JKP. c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga. d. PPN yang dipungut. e. PPn BM yang dipungut f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan g. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat : 1. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran; atau 2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP; atau 3. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau 4. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. 2. Faktur Pajak Gabungan Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama. Pada 19

dasarnya Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. 3. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana juga merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Direkur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat : 1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP atau JKP. 2. Jenis dan kuantum BKP atau JKP yang diserahkan. 3. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah. 4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana dalam hal : 1. Penyerahan BKP dan atau JKP kepada konsumen akhir, dan atau 2. Penyerahan BKP dan atau JKP kepada pembeli BKP dan atau penerima JKP yang nama, alamat, NPWP-nya tidak diketahui. Faktur Pajak Sederhana bisa berupa bon kontan, kwitansi, bukti pembayaran, dan dokumen lain yang sejenis. 4. Dokumen dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen Pajak. 20

Dokumen dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit memuat : 1. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen. 2. Nama dan alamat penerima dokumen. 3. NPWP dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak dalam negeri. 4. Jumlah satuan barang apabila ada. 5. Dasar Pengenaan Pajak. 6. Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalm hal ekspor. Sepanjang memenuhi persyaratan di atas, dokumen dokumen yang dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu : 1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran Pajak dan atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk impor BKP. 2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang telah berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut. 3. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat atau dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu. 4. Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat atau dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM. 5. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi. 6. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri. 7. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean. 21

8. Nota Penjualan Jasa yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan. 9. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik. II.3 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran II.3.1 Pengertian Pajak Masukan Pasal 1 Undang Undang Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM mengemukakan pengertian Pajak Masukan sebagai berikut : Pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor Barang Kena Pajak. II.3.2 Pengkreditan Pajak Masukan Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 Undang - Undang Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM prinsip dasar pengkreditan Pajak Masukan adalah ; 1. Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama. (Pasal 9 ayat 2) 2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu masa pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. (Pasal 9 ayat 2a) 3. Apabila dalam suatu masa pajak, jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 9 ayat 3) 22

4. Apabila dalam suatu masa pajak, jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan Pajak Masukan yang dapat diminta kembali atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. (Pasal 9 ayat 4) 5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak. (Pasal 9 ayat 5jo ayat 8 huruf b) 6. Meskipun langsung berhubungan dengan kegiatan usaha menghasilkan penyerahan kena pajak, dalam hal hal tertentu tidak tertutup kemungkinan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. (Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16B ayat 3). (h. 185) II.3.3 Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan Pajak Masukan pada dasarnya dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran. Akan tetapi tidak semua Pajak Masukan dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan bagi pengualaran untuk : 1. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. 2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. 3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. 5. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur Pajak Sederhana. 23

6. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 UU PPN, yang biasanya disebut Faktur Pajak Cacat. 7. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. 9. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 10. Berkenaan dengan : Penyerahan kendaraan bermotor bekas. Penyerahan jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan atau biro pariwisata. Jasa pengiriman paket. Jasa anjak piutang. Kegiatan membangun sendiri. II.3.4 Pengertian Pajak Keluaran Pasal 1 Undang Undang Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM menjelaskan pengertian Pajak Keluaran sebagai berikut : 24

Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak (h. 172). II.4 Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai II.4.1 Mekanisme Pelaporan Menurut penjelasan Pasal 3 Undang Undang KUP bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : 1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. 2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalan satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. 3. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. II.4.2 Menyetorkan PPN Mardiasmo (2008) menjelaskan Penyetoran PPN yaitu Pengusaha Kena Pajak yang telah melakukan pemungutan PPN atas penyerahan BKP maupun JKP, harus memperhitungkan dengan Pajak Keluaran yang dimiliknya, dan apabila Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan pada suatu masa tertentu, maka selisihnya segera disetrokan setiap bulannya, dan juga menyetorkan PPnBM yang terutang. 25

Penyetoran PPN yang terutang setiap bulannya, dilakukan tidak lebih dari tanggal 15 setelah masa PPN terutang. Dan apabila batas waktu tersebut jatuh pada hari libur, maka pembayaran diundur pada hari kerja berikutnya. II.4.3 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Berdasarkan Pasal 1 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) menjelaskan Pengertian Surat Pemberitahuan sebagai berikut : Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan unutk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. II.4.4 SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Surat Pemberitahuan Masa merupakan laporan bulanan yang dapat disampaikan oleh PKP, mengenai penghitungan : 1. Pajak Masukan berdasarkan realisasi pembelian BKP atau realisasi penerimaan JKP. 2. Pajak Keluaran berdasarkan realisasi pengeluaran BKP atau JKP. 3. Penyetoran pajak atau kompensasi. Bagi PKP dalam penyampaian SPT Masa PPN adalah : 1. PKP wajib melaporkan penghitungan pajak tersebut kepada Direktorat Jendral Pajak (KPP). 2. Dilakukan paling lambat tanggal 20 setelah akhir Masa Pajak. 3. Menggunakan formulir SPT Masa. 26

4. Keterangan dan dokumen yang dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPT Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 5. SPT dianggap tidak dimasukkan jika tidak atau tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan UU PPN. II.4.5 Bentuk SPT Masa PPN Sebelum dan Sesudah Adanya Perubahan Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-386/PJ./2002, keterangan yang harus dilampirkan dalam SPT Masa PPN sebelum adanya perubahan peraturan mengenai bentuk, isi, dan tata cara penyampaian SPT Masa PPN : 1. Formulir 1195 SPT Masa PPN induk. 2. Formulir 1195 A1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM 3. Formulir 1195 A2 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM yang tidak dipungut, ditunda, ditangguhkan, dibebaskan, dan atau ditanggung Pemerintah. 4. Formulir 1195 A3 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM kepada Pemungut PPN. 5. Formulir 1195 B1 Daftar Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 6. Formulir 1195 B2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM memperoleh Pembayaran Pendahuluan dari BAPEKSTA keuangan. 7. Formulir 1195 B3 27

Hasil penghitungan kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan, tidak dipungut, ditangguhkan, atau dibebaskan. 8. Formulir 1195 B4 Daftar Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. 9. Formulir 1101 BM SPT Masa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006, keterangan yang harus dilampirkan dalam SPT Masa PPN setelah adanya perubahan peraturan mengenai bentuk, isi, dan tata cara penyampaian SPT Masa PPN : 1. Formulir 1107 (F.1.2.32.01) Induk SPT. 2. Formulir 1107 A (D.1.2.32.01) Lampiran 1 (satu) daftar Pajak Keluaran dan PPnBM. 3. Formulir 1107 B (D.1.2.32.02) Lampiran 2 (dua) daftar Pajak Masukan dan PPnBM. 28