BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMISASI INVENTORY BAHAN BAKU DENGAN MULTI-SUPPLIER

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BARANG DENGAN DEMAND DAN LEAD TIME YANG BERSIFAT PROBABILISTIK DI UD. SUMBER NIAGA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

INVENTORY Klasifikasi Bahan Baku :

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

Bagaimana perusahaan bapak mengatasi masalah keterlambatan produk yang dipesan? dan bagaimana menjelaskan keterlambatan tersebut ke customer?

Pengelolaan Persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

Prinsip-Prinsip Manajemen Persediaan Tujuan perencanaan dan pengendaliaan persediaan:

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG KARPET MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER INTERVAL PROBABILISTIC MODEL

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Persediaan. Ruang Lingkup. Definisi. Menetapkan Persediaan. Keuntungan & Kerugian Persediaan

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

LAPORAN RESMI MODUL VI INVENTORY THEORY

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Persediaan adalah barang yang sudah dimiliki oleh perusahaan tetapi belum digunakan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan

Pertimbangan dalam Memilih Supplier bagi Usaha Sosial

LABORATORIUM STATISTIK DAN OPTIMASI INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang ini persaingan di dunia bisnis

BAB I PENDAHULUAN. produk dapat berakibat terhentinya proses produksi dan suatu ketika bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh konsumen sehingga produk tersebut tiba sesuai dengan waktu yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS PENENTUAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE STOCKHASTIC PADA PT. LOMBOK GANDARIA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

FUNGSI PENTING PERSEDIAAN UNTUK PERUSAHAAN TEKSTIL

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Persediaan. Penentuan Jumlah Persediaan (Stochastics Model) Hesti Maheswari SE., M.Si. Manajemen. Modul ke: 05Fakultas Ekonomi & Bisnis

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

PERANCANGAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PIPA PVC DI PT. DJABES SEJATI MENGGUNAKAN METODE JUST IN TIME (JIT) ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Nama : Mutiara Dey NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Widada, SE.,MM,

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang. Perbaikan performansi bisnis modern harus mencakup keseluruhan sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

MATA KULIAH PEMODELAN & SIMULASI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

ANALISIS SENSTIVITAS MODEL P(R,T) MULTI ITEM DENGAN ADANYA KENAIKAN HARGA

ANALISA PENGADAAN BAHAN BAKU DENGAN MODEL Q PROBABILISTIK

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

Manajemen Persediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Tessa Rahmita R. Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Riau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahan baku sangat besar sehingga tidak mungkin suatu perusahaan akan dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Having inventory is cost company money and not having inventory is cost company money (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 DATA. Primatama Konstruksi departemen PPIC (production planning and inventory

LAMPIRAN. 1. Kuesioner Konstruk 2. Kuesioner Perbandingan Berpasangan

MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO

Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Efektivitas dan Efisiensi Aktivitas Pembelian, Penyimpanan, dan. Penjualan Barang Dagang pada PT Enggal Perdana

BAB 2 LANDASAN TEORI

Manajemen Operasional. Metode EOQ

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan. Jenis sediaan yang ada dalam

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

Transkripsi:

BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA Analisa data yang dilakukan antara lain mengenai inventory raw material di PT. Meco Inoxprima baik berdasarkan kondisi existingnya maupun berdasarkan formulasi Basnet dan Leung yang telah disesuaikan. Dari analisa tersebut nantinya dianalisa pula perbandingan keduanya. 5.1 Penentuan Kebutuhan Material Data awal yang tersedia adalah data permintaan customer yang hanya mencantumkan ketebalan dan ukuran shell, sedangkan yang dibutuhkan dalam perhitungan biaya inventory adalah ukuran material yang harus dibeli dan jumlahnya. Karena itu, langkah awal dalam penelitian ini adalah menentukan kebutuhan material berdasarkan ketebalan dan ukuran shell. Dalam membuat produknya, karena keterbatasan ukuran material, PT. Meco Inoxprima melakukan pemotongan dan penyambungan plate sedemikian hingga menghasilkan sisa terbuang dan biaya yang minimum. Sebagai catatan, PT. Meco Inoxprima tidak mengijinkan adanya penyambungan dari material dengan lebar yang berbeda karena akan lebih sulit melakukannya dan menjadi kurang bagus (biasanya menyebabkan terlalu banyak sambungan). Penghitungan material yang dibutuhkan ini untuk menentukan permintaan yang harus dilakukan kepada supplier. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa dari 28 jenis material yang diamati (delapan jenis ketebalan, yaitu 1.5, 2, 3, 4, 5, 6, 8, dan 10 mm dengan empat jenis ukuran, yaitu 4 feet x 8 feet, 4 feet x 1 kg, 5 feet x 20 feet, dan 5 feet x I kg) terdapat 6 jenis material yang tidak dibeli dari supplier sepanjang tahun 2005. Keenam material tersebut yaitu 1.5 mm x 4 feet x 1 kg, 1.5 mm x 5 feet x 1 kg, 2 mm x 4 feet x 1 kg, 4 mm x 5 feet x 1 kg, 5 mm x 5 feet x 1 kg, dan 6 mm x 5 feet x 20 feet. Perlu diingat bahwa coil (ukuran 4 feet atau 5 feet x 1 kg) tidak tersedia pada ketebalan 8 dan 10 mm dan tidak dilayani supplier manapun 45

46 dengan permintaan di bawah satu ton (1 ton = 1000 kg). Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas mengapa keenam jenis tersebut tidak pernah terpilih sebagai material. Material 1.5 mm x 4 feet x 1 kg dan 1.5 mm x 5 feet x 1 kg tidak pernah dibutuhkan lebih dari 1 ton. Untuk 1.5 mm x 4 feet x 1 kg terberatnya 415.32 kg, sedangkan 1.5 mm x 5 feet x 1 kg terberatnya hanya 389.36 kg. Material 2 mm x 4 feet x 1 kg pernah satu kali beratnya lebih dari 1 ton, yaitu 1719.37 kg. Namun, pada saat itu yang terpilih adalah material 2 mm x 5 feet x 1 kg karena lebih sedikit membuang sisa dan harganya lebih murah pula. Material 4 mm x 5 feet x 1 kg yang pernah 7 kali dan material 5 mm x 5 feet x 1 kg yang pernah 5 kali lebih dari 1 ton juga tersisih dengan alasan menghabiskan biaya yang lebih besar dibandingkan ukuran lain dengan ketebalan yang sama. Material 6 mm x 5 feet x 20 feet juga tak pernah terpilih karena harganya selalu lebih mahal dibandingkan material 6 mm x 4 feet x 8 feet. Kalaupun 6 mm x Coil terpilih, itu karena beratnya memang melebihi 1 ton dan lebih menghemat biaya. Karena keenam jenis material tersebut tidak terpilih sama sekali dalam satu tahun, ini mempersempit penelitian menjadi hanya 22 jenis material. Material yang paling banyak digunakan untuk sheet adalah material 3 mm x 4 feet x 8 feet sebanyak 183 lembar dalam 1 tahun, sedangkan dalam bentuk coil yang paling banyak digunakan adalah material 6 mm x 4 feet x 1 kg, yaitu sebanyak 23111.2 kg dalam 1 tahun. Namun demikian, paling banyak digunakan belum tentu berarti paling sering digunakan dalam proses produksi. Berbeda dengan material 3 mm x 4 feet x 8 feet yang memang cenderung sering digunakan, material 6 mm x 4 feet x 1 kg terhitung jarang digunakan dalam suatu produk namun dalam sekali penggunaannya langsung membutuhkan banyak (panjang). Karena itu material ini memduduki peringkat teratas dalam hal jumlah yang diorder.

47 5.2 Perhitungan Biaya Inventory Berdasarkan Kondisi Existing PT. Meco Inoxprima selama ini menjalankan sistem persediaannya dengan cara konvensional. Supplier diseleksi hanya berdasarkan sertifikasi yang dimiliki dan harga termurah. Supplier yang menawarkan produknya harus memiliki standard ASME Section I dan VIII Division 1, ANSI, API 650, TEMA-R, C, B, ASTM, atau DIN (AD-Merkblatt) untuk materialnya. Jika tidak, maka akan langsung ditolak oleh PT. Meco Inoxprima. Dari supplier-supplier yang memiliki sertifikasi untuk standard materialnya tersebut, dipilih supplier yang paling berani menawarkan harga termurah. Pertimbangan seperti ini menyebabkan dalam satu periode PT. Meco Inoxprima seringkali harus melakukan transaksi dengan beberapa supplier yang berbeda. Hal ini dapat mempertinggi ordering cost. Waktu pembelian material dilakukan ketika terdapat terjadi kesepakatan order produk dengan customer tanpa mempertimbangkan kapan material tersebut digunakan oleh bagian produksi (diproses). Selama tahun 2005, jangka waktu yang terlama antara pemesanan dan produksi selama 12 minggu, dengan lead time selama 2 minggu. Hal ini menyebabkan tingginya holding cost. Dalam kasus tersebut, holding cost yang ditanggung adalah holding cost selama 10 minggu. Mengingat holding cost adalah sebesar 24% per tahun atau 0.461% per minggu, holding cost yang harus dikeluarkan sebesar 4.61% dari harga belinya. Alasan yang seringkali dikemukakan PT. Meco Inoxprima yaitu lebih baik mengeluarkan holding cost yang kecil itu untuk mengantisipasi keterlambatan datangnya material daripada membeli sesuai kebutuhan tapi konsekuensinya terjadi keterlambatan produksi. Tidak akan jadi masalah jika keterlambatan produksi tidak menyebabkan keterlambatan pengiriman kepada customer sesuai deadline yang diajukan dalam kontrak. Jika ini terjadi, perusahaan harus memberikan kompensasi kepada customer yang dikecewakan dan/atau akan kehilangan kepercayaan customer tersebut. Meskipun demikian,

48 kenyataannya, jarang ada supplier yang terlambat dalam mengantarkan produknya. Hasil perhitungan inventory cost selama tahun 2005 terdiri dari purchasing cost Rp 6.584.126.130,00, ordering cost Rp 39.750.000,00, dan holding cost Rp 66.339.870.05. Atau, dalam bentuk persentase terhadap total inventory cost berturutturut adalah 98.414%, 0.594%, dan 0.992%. Selama ini ordering cost dan holding cost tidak dipertimbangkan oleh PT. Meco Inoxprima. Nilainya yang relatif kecil dibandingkan omzetnya menyebabkan PT. Meco Inoxprima beranggapan tidak perlunya kedua unsur biaya tersebut dipertimbangkan. Apalagi, biaya ini biasanya dibebankan pada customer dengan menaikkan harga produk. Seperti diketahui, karena PT. Meco Inoxprima merupakan perusahaan make to order, tidak terdapat patokan pasti mengenai harga produknya. Semua tergantung pada kontrak yang dilakukan. Dalam proses bisnisnya juga terlihat jelas bahwa sebelum kontrak dilakukan, dilakukan estimasi biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan suatu produk, yang didasarkan pula pada dana yang disediakan oleh customer. Yang dilakukan kemudian adalah menyesuaikan desain dengan estimasi biaya tersebut. Jika customer menginginkan spesifikasi yang lebih baik, ia harus berani menyediakan dana dalam jumlah yang lebih besar. 5.3 Perhitungan Biaya Inventory dengan Meng-NOL-kan Holding Cost Holding cost dalam inventory bahan baku ini ditimbulkan akibat adanya penyimpanan material sebelum digunakan. Ini terjadi karena pemesanan dilakukan pada saat order datang tanpa memperhatikan kapan akan digunakan dalam proses produksi sehingga seringkali material datang jauh sebelum waktu penggunaannya. Holding Cost dalam inventory dapat di-nol-kan dengan cara memesan tepat pada waktu dibutuhkan. Agar material datang tepat pada periode produksi, pemesanan harus dilakukan tepat pada periode produksi dikurangi lead time

49 material tersebut. Ketika periode produksi dikurangi lead time tersebut sama dengan periode order masuk, pemesanan kepada supplier dilakukan pada saat itu juga. Tetapi jika periode produksi dikurangi lead time lebih besar daripada periode order masuk, pemesanan harus ditunda terlebih dahulu. Hasil perhitungan inventory cost selama tahun 2005 totalnya adalah sebesar Rp 6.626.876.130,00 yang terdiri dari purchasing cost Rp 6.584.126.130,00 dan ordering cost Rp 42.750.000,00. Atau, dalam bentuk persentase terhadap total inventory cost berturut-turut adalah 99,35% dan 0,65%. Hasil ini diperoleh dengan melakukan pemesanan pada periode produksi dikurangi lead time dengan memesan material kepada supplier yang berani menawarkan harga terendah. Perhitungan ini tidak mempertimbangkan ordering cost yang ditimbulkan. 5.4 Perhitungan Biaya Inventory Berdasarkan Formulasi Basnet dan Leung Formulasi Basnet dan Leung tidak memperhitungkan adanya lead time dari produk/material (lead time diasumsikan sama dengan nol, atau dengan kata lain barang yang dipesan tiba tepat setelah dilakukan pemesanan). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, material yang dibeli dari supplier membutuhkan jeda waktu untuk diantarkan (memiliki lead time). Karena itu dilakukan sedikit perubahan pada formulasi tersebut yang memperhitungkan lead time. Meskipun persamaannya diubah, namun komponen inventory costnya tetap, yaitu purchasing cost, ordering cost, dan holding cost. Begitu pula dengan constraintnya, yaitu tidak boleh terjadi shortage maupun backordering dan jika dilakukan order kepada satu supplier di periode tertentu, harus dikenai ordering cost. Perhitungan inventory cost dengan metode ini dilakukan dengan mempertimbangkan lead time material yang dibutuhkan dan ordering cost supplier. Material dibeli dengan memperhatikan lead timenya sedemikian hingga mampu

50 meminimasi inventory cost. Bisa jadi material tetap dibeli sebelum waktunya (misalnya plate yang dibutuhkan untuk produksi di minggu keempat dengan lead time 2 minggu seharusnya dibeli pada minggu kedua agar tidak terdapat holding cost namun dibeli pada minggu pertama). Hal ini biasanya terjadi jika holding cost yang ditimbulkan lebih sedikit dibandingkan ordering cost yang ditimbulkan jika harus memesan di dua periode berbeda dengan plate lain. Begitu pula, untuk menghemat ordering cost, terkadang dilakukan order pada satu supplier yang sama untuk dua atau lebih plate yang berbeda. Mungkin supplier tersebut hanya terendah harganya pada satu jenis plate sehingga menaikkan purchasing cost. Namun ini dapat dilakukan ketika selisih purchasing cost lebih kecil daripada ordering cost yang harus dikeluarkan jika melakukan order di dua atau lebih supplier yang berbeda. Dengan demikian, ordering cost menjadi salah satu penentu kebijakan inventory yang diambil. Hasil perhitungan inventory cost selama tahun 2005 terdiri dari purchasing cost Rp 6.589.486.630,00, ordering cost Rp 27.400.000,00, dan holding cost Rp 4.082.378,10. Atau, dalam bentuk persentase terhadap total inventory cost berturutturut adalah 99.524%, 0.414%, dan 0.062%. 5.5 Perbandingan Ketiga Metode Perhitungan biaya berdasarkan kondisi existing menghasilkan biaya inventory yang harus dikeluarkan dalam satu tahun sebesar Rp 6.690.216.000,05. Sedangkan perhitungan biaya dengan meng-nol-kan holding cost dan formulasi Basnet dan Leung yang telah dikembangkan menghasilkan biaya inventory yang dikeluarkan berturut-turut sebesar Rp 6.626.876.130,00 dan Rp 6.620.969.008,10. Ini berarti dengan meng-nol-kan holding cost mampu menghemat Rp 63.339.870,05 atau 0.95% jika dibandingkan dengan kondisi existing perusahaan dan formulasi Basnet dan Leung mampu menghemat Rp 69.246.991,95 atau 1.04% dari kondisi existing perusahaan. Dengan demikian, metode meng-nol-kan holding cost menghabiskan lebih banyak

51 biaya, yaitu sebesar Rp 5.907.121,90 atau 0.09% dibandingkan formulasi Basnet dan Leung. Pada tabel 4.10 telah disajikan selisih untuk tiap unsur biaya. Meng-nolkan holding cost mampu menghemat biaya sebesar 0.95% dari total inventory cost. Penurunan biaya ini terdiri dari kenaikan ordering cost sebesar 7.55% dan meniadakan holding cost (dengan kata lain, menurunkan holding cost sebesar 100%). Dari tabel tersebut pula dapat dilihat dengan jelas, meski secara keseluruhan hanya menghemat 1.04% total biaya inventory dan justru menaikkan purchasing cost 0.08%, formulasi Basnet dan Leung mampu menghemat ordering cost sebesar 31.07% dan holding cost sebesar 93.85%. Ini berarti formulasi Basnet dan Leung juga lebih baik daripada meng-nol-kan holding cost. Hal ini dapat juga diperhatikan dari persentase unsur biayanya. Berdasarkan kondisi existing purchasing cost menghabiskan 98.414% dari keseluruhan biaya inventory, sedangkan kondisi yang memperhitungkan lead time purchasing costnya 99.254%. Sedangkan ordering costnya turun dari 0.594% menjadi 0.414% dan holding costnya dari 0.992% menjadi 0.062%. Ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan metode baru ini akan meningkatkan utilitas biaya yang dikeluarkan. Meskipun persentase ordering cost dan holding cost relatif kecil dibandingkan total biaya inventory sehingga selama ini diabaikan PT. Meco Inoxprima, tetap harus diperhitungkan sebagai waste dalam inventory. Karena itu, penurunan keduanya akan mengurangi waste dalam sistem inventory tersebut.

52