BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Fisika memegang peranan penting. Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang dapat berkompetisi di

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS)

PENERAPAN PEMBELAJARAN OSBORN BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KREATIF DAN BERPIKIR KRITIS MATERI KUBUS DAN BALOK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. hanya penguasaan kumpulan pengetahu yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan saat ini

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Pasal 3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan, kurikulum dalam pendidikan formal mempunyai peran yang sangat strategis. Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, serta kurikulum merupakan syarat mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. Dalam konteks implementasi kurikulum, salah satu faktor terpenting adalah peran seorang guru. Kurikulum sebagai suatu alat pendidikan tidak akan bermakna tanpa ditunjang oleh kemampuan guru dalam mengimplementasikannya dan pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan berjalan secara efektif. Guru memegang posisi kunci dalam pengembangan kurikulum di kelas. Sebagai seorang pengembang kurikulum, guru dituntut untuk selalu mencari berbagai metode dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan pembelajaran serta dapat mengakomodasi keragaman kemampuan siswa serta dapat memilih media yang cocok dengan model yang digunakan, agar semua siswa terlibat dalam pembelajaran. Kurikulum 2013 sebagai kurikulum baru memberikan nuansa perubahan dalam dunia pendidikan. Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai mata pelajaran diintegrasikan ke dalam mata pelajaran sebagai alat penyampaian materi. Salah satu kompetensi yang harus dikembangkan seorang guru sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 adalah harus dapat mengembangkan inovasi dan strategi pembelajaran dengan menggali sumber, dan media belajar serta memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dengan cara yang luar biasa dan kreatif. Dengan demikian, tentunya akan semakin tinggi tuntutan bagi guru untuk makin akrab dengan teknologi informasi. Guru tidak hanya sekedar bisa membuat slide

2 presentasi untuk mengajar, namun harus lebih variatif dan mengikuti perkembangan, dan yang lebih penting ruhnya adalah berpusat pada siswa, sehingga harus interaktif dan tepat guna. Pada pelaksanaan pembelajaran dikelas belum semua guru yang memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan membuat atau menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran baik penggunaan alat peraga dan sumber belajar yang berbasis teknologi dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan kompetensi komputer seorang guru merupakan salah satu faktor utama pengintegrasikan teknologi dalam mengajar. Buabeng dan Andoh (2012: hlm 137) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi penggunaan teknologi dalam pembelajaran yakni terdiri dari Karakteristik personal guru, sikap guru, kompetensi ICT, Computer self-efficacy, gender, pengalaman mengajar, teacher workload, karakter sekolah, dan pengembangan profesionalisme, dukungan pimpinan, dan karakteristik teknologi. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran di Sekolah Dasar yang mengkaji tentang gejala alam. Pembelajaran IPA diarahkan untuk mencari informasi dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman tentang alam sekitar, memiliki sikap dan berprilaku terhadap alam sekitar. Dalam pembelajaran IPA siswa seharusnya diberi ruang untuk berpartisipasi aktif, sehingga siswa tidak hanya memperoleh informasi mengenai konsep atau rumus yang diberikan guru tetapi,tetapi diharapkan memiliki literasi Sains yang tinggi. Dengan memiliki kemampuan literasi Sains, siswa dapat menerapkannya untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari hari baik secara konseptual maupun sistematis. Kemampuan siswa dalam memahami, menerapkan konsep IPA untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari menunjukkan bahwa siswa tersebut memiliki penguasaan konsep yang kuat.

3 Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2013, yang dipublikasikan the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), kemampuan bidang IPA dan Matematika siswa Indonesia sangatlah minim. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan posisi Indonesia diposisi ke 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes tersebut. Dari informasi tersebut jelas bahwa pencapaian peserta didik Indonesia masih jauh di bawah kemampuan peserta didik negara-negara lain di dunia. Kemampuan literasi Sains rata-rata siswa Indonesia tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hasil studi PISA tahun 2000 dan 2003 yang dibandingkan dengan kemampuan literasi Sains siswa Indonesia pada tahun 2006 dan 2012 relatif stabil atau tidak mengalami peningkatan. Skor Literasi Sains rata-rata siswa Indonesia pada tahun 2000 adalah 393 dan tahun 2003 adalah 395 sedangkan pada tahun 2006 siswa Indonesia memperoleh skor 393 dan tahun 2013 mendapatkan skor 382. Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi Trends in Student Achievement in Mathematics and Science (TIMSS). Skor rata rata prestasi Sains anak Indonesia pada tahun 1999 menduduki urutan 32 dari 38 negara dengan skor 403, pada tahun 2003 Indonesia memiliki skor 411 dan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 397 pada urutan ke 36 dari 49 negara. (http://litbang.kemendikbud.go.id) Literasi Sains berkaitan dengan cara peserta didik itu dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalahmasalah lain yang dihadapi oleh masyarakat moderen yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan, serta perkembangan ilmu pengetahuan. Penilaian literasi Sains dalam PISA tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan Sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses Sains, serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses Sains dalam situasi nyata yang

4 dihadapi peserta didik, baik sebagai individu, anggota masyarakat, serta warga dunia. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa Sekolah Dasar berada pada tahap operasional kongret, siswa telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Dimana siswa dapat menghubungkan konsep konsep baru dengan konsepkonsep lama namun masih belum mampu berpikir abstrak. Siswa usia Sekolah Dasar membutuhkan benda-benda kongrit untuk menolong perkembangan intelektualnya. Dalam pemahaman mereka, semua materi atau pengetahuan yang diperoleh harus dibuktikan dan dilaksanakan sendiri agar mereka bisa paham dengan konsep yang diberikan. Selain itu, sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif siswa, penyajian konsepkonsep di Sekolah Dasar, terutama konsep-konsep abstrak seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang menggunakan benda-benda konkret yang diajarkan secara induktif, karena tanpa pendekatan ini materi-materi abstrak tersebut tidak akan bermakna bagi siswa dan selanjutnya sangat sulit untuk dapat diserap dengan baik. Masalah utama pembelajaran sains di Sekolah Dasar yaitu proses penyajian pembelajaran yang selama ini dilakukan cenderung monoton, yaitu menyajikan teori atau prosedur yang disertai contoh, kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu, guru cenderung menggiring seluruh siswa tanpa memperhatikan perbedaan atau karakteristik siswa. Pembelajaran IPA yang demikian mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami konsep IPA tanpa penalaran, sehingga pelajaran IPA tampak sebagai kumpulan fakta, konsep dan prinsip yang kering tanpa makna sehingga sulit untuk dipahami. Guru sebagai salah satu unsur yang bertanggung jawab menggiring siswa mencapai tujuan pembelajaran seharusnya mampu meningkatkan atau memperbaiki sistem pembelajaran yang kurang efektif serta mampu menciptakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan intelektualnya.

5 Untuk membentuk, mengubah karakter dan mengembangkan wawasan guru tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, namun dengan mengikuti pendekatan atau model pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dinilai mampu memberikan pertolongan terhadap guru dalam mewujudkan tujuan pembelajaran yang diinginkan. Berdasarkan tinjauan awal dibeberapa Sekolah Dasar, sistem pembelajaran yang bersifat induktif ini jarang ditemukan karena pada umumnya sekolah-sekolah masih bersifat deduktif serta kurang melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satunya sekolah yang masih menerapkan pembelajaran deduktif tersebut adalah Sekolah Dasar Negeri Sungai Tarab. Kenyataannya dilapangan, guru memberikan materi atau menjelaskan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan teacher oriented yang sering kali memberi kesan monoton dan tidak menarik rasa ingin tahu siswa serta tidak membuat siswa aktif. Dengan demikian, siswa cendrung lebih bersifat pasif dan berdampak pada kurangnya apresiasi siswa terhadap pembelajaran yang diberikan. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil tinjauan awal akan didukung dengan data hasil belajar siswa yang diiuraikan sebagai berikut. Tabel 1.1 Rata Rata Hasil Ujian Tengah Semester 1 KELAS NILAI Kelas V A 65,58 Kelas V B 64,44 (sumber: Guru kelas V) Data hasil belajar siswa diatas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa memiliki rata-rata yang tergolong rendah. Berdasarkan hasil rekap nilai ujian tengah semester 1 dalam rentang nilai 100, nilai tertinggi diperoleh siswa adalah 87 dan nilai terendah didapatkan 35 dengan kriteria ketuntasan 66.

6 Berdasarkan hasil wawancara dengan guru beberapa kesulitan belajar yang dialami oleh siswa diantaranya adalah 1) banyak siswa yang mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi, namun tidak memahami konsep dari materi tersebut, 2) mengalami kesulitan memahami istilah asing, 3) siswa tidak mampu mengingat kembali materi yang diberikan oleh guru setelah pembelajaran dilaksanakan dalam beberapa selang waktu berikutnya, 4) siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatan pengetahuan tersebut. Berdasarkan fakta hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa 1) sebagian siswa mampu menghafal konsep namun tidak mampu memahami konsep, 2) pembelajaran masih menggunakan pendekatan pembelajaran yang kurang inovatif, 3) guru seolah lebih dominan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sehingga siswa menjadi kurang aktif, 4) siswa memiliki pemahaman konsep yang rendah, yang dapat dilihat dari ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang berbeda dengan apa yang dicatatkan guru serta tidak mampu mengaitkan teori dengan praktik, 5) siswa jarang bahkan tidak pernah dilibatkan dalam penyelesaian masalah. Untuk mengatasi permasalahan diatas perlu dicarikan alternatif penyelesaiannya. Idealnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dilakukan dengan melibatkan aktivitas siswa, menumbuhkan rasa ingin tahu, memberikan pengalaman langsung, dan berorientasi pada kegiatan penemuan. Berkaitan dengan karakter materi Sains, maka kelompok model pembelajaran yang sesuai adalah kelompok pengolahan informasi. Hanya beberapa model pembelajaran sesuai dengan hakikat pembelajaran Sains. Salah satunya adalah model Concept Attainment (Sutarto & Indarwati, 2013: hlm. 28). Sebuah jurnal penelitian yang ditulis oleh Mukherjee (2011: hlm. 2) mengemukakan bahwa penggunaan model Concept Attainment, lebih bermanfaat dan efektif apabila dipakai pada pembelajaran Sains. Dalam

7 model pembelajaran ini, siswa mempunyai kesempatan untuk bepikir bebas dan terbuka serta siswa dapat memperoleh konsep, menginterpretasikan data dan mengaplikasikan prinsip kedalam situasi baru yang berbeda. Model Concept Attainment merupakan rumpun model pengolaan informasi yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan memperkaya konsep sehingga siswa mampu memahami suatu konsep dan mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Perancangan model Concept Attainment tersebut efektif dalam mendefenisikan, memahami, menerapkan dan menggunakan konsep-konsep. Model pembelajaran Concept Attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep. Keefektifan model pembelajaran tersebut diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Rohmatullah (2010: 102) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep yang dikembangkan mampu meningkatkan kemampuan pemahaman siswa sehingga disarankan agar menjadi pilihan bagi guru dalam implementasi pembelajaran IPA. Selain itu, Kumar & Mathur (2013: hlm 168) dalam penelitiannya yang berjudul Effect of Concept Attainment Model on Acquisition of Physics Concepts. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran Concept Attainment lebih efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional dalam membantu siswa melakukan pemahaman konsep. Selanjutnya Mayer (2012: hlm 34) juga mengungkapkan bahwa implikasi dari penerapan model Concept Attainment mengarahkan siswa untuk memiliki keberhasilan dalam belajar konsep baru dan berpikir lebih tentang proses belajar mereka. Selain terbukti mampu meningkatkan pemahaman konsep, model ini juga mampu meningkatkan kemampuan bertanya siswa. Rosyid dalam penelitiannya mengemukakan bahwa model pencapaian konsep (Concept Attainment) mampu meningkatkan kemampuan bertanya siswa. Peningkatan kemampuan bertanya siswa tersebut terjadi dikarenakan pembelajaran

8 model pencapaian konsep dapat memberi kesempatan kepada seluruh siswa untuk membuat hipotesis tentang konsep yang akan dipelajari. Dari berbagai fakta dari hasil wawancara dan jurnal, maka salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa adalah menerapkan model pembelajaran yang mampu melatih siswa untuk mempertajam keterampilan berpikir siswa sehingga mampu menarik kesimpulan dan kreatif dalam membuat pertanyaan dalam pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran yang diharapkan mampu membuat siswa memahami konsep IPA. Maka pada penelitian ini akan diterapkan model pembelajaran Concept Attainment yang ditunjang oleh pemanfaatan multimedia. B. Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diketahui bahwa siswa memiliki kesulitan belajar dan memiliki hasil belajar yang rendah pada mata pelajaran IPA. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor tesebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kurangnya kemampuan guru dalam melakukan variasi model pembelajaran maupun media pembelajaran. Model pembelajaran yang masih digunakan bersifat deduktif dengan pola duduk, dengar, catat dan hafal. Padahal pada hakikatnya pembelajaran IPA diarahkan untuk mencari informasi dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman tentang alam sekitar, memiliki sikap dan berprilaku terhadap alam sekitar. Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh gaya mengajar guru yang selalu menggiring siswa untuk menghafal berbagai konsep tanpa disertai pemahaman terhadap konsep tersebut. 2. Terbatasnya alat peraga dan sumber belajar siswa. Kehadiran alat peraga dan sumber belajar memegang peranan penting untuk

9 menciptakan pembelajaran IPA yang efektif. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar serta dapat mengurangi verbalisasi sedangkan sumber belajar dapat menyajikan informasi yang tidak mungkin dikunjungi atau dilihat secara kongrit. 3. Terbatasnya media pembelajaran serta kurangnya kemampuan guru dalam menggunakan media juga menjadi pemicu kurang efektifnya pembelajaran. Penggunakan media pembelajaran dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesan yang mendalam dalam mengajar. Dengan penggunaan media pembelajaran maka pancaindra dapat digunakan dan dilibatkan, serta dapat mengatasi keterbatasan waktu, ruang dan tenaga. 4. Kurangnya minat belajar siswa dan kurangnya kebermaknaan pembelajaran bagi siswa. Hal ini dikarenakan metode pembelajaran yang digunakan guru tidak menarik bagi siswa. Ketidakpahaman materi yang dikuasai oleh siswa tersebut juga mengakibatkan siswasiswa tidak mampu mengaitkan antara teori dengan praktek atau aplikasi di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA yang seharusnya menarik akhirnya menjadi terkesan membosankan dan tidak menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif. Hal yang disebutkan diatas memberikan dampak pada aktivitas belajar siswa dan menyebabkan hasil belajar yang diperoleh siswa menjadi kurang optimal. Dari berbagai permasalahan yang dikemukakan diatas, penelitian ini hanya akan difokuskan pada permasalahan kurangnya variasi penerapan model pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran. Untuk itu perlu adanya inovasi pada pembelajaran IPA sehingga siswa mampu memahami konsep dari materi itu sendiri sehingga akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Adapun model pembelajaran yang ditawarkan adalah model Concept Attainment berbasis multimedia.

10 C. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut, yakni Bagaimanakah implementasi model Concept Attainment berbasis multimedia dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD N Sungai Tarab-Sumatera Barat? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menguji implementasi dari model Concept Attainment berbasis multimedia dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD N Sungai Tarab- Sumatera Barat? E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi ilmu pendidikan khususnya dalam pembelajaran. 1. Manfaat Teoretis a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran terhadap penerapan model pembelajaran Concept Attainment yang dapat dibantu dengan penggunaan multimedia 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, penelitian ini bermanfaat untuk dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan inovasi dalam pembelajaran serta dapat membenahi kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan belajar siswa.

11 b. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk dilakukannya penelitian sejenis dengan salah satu variabel yang berbeda atau media yang berbeda.