BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

IV. Mekanisme pembersihan di respiratory

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

Diagnosis Community Aquired Pneumonia (CAP) dan Tatalaksana Terkini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk dalam

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jamur, virus, dan parasit (Dorland, 2014).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah dan pleura (Soemantri dkk., 1991). ISPbA dapat dijumpai dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Community-Acquired Pneumonia (CAP) perawatan dalam kurun waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala.

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

POLA KLINIS PNEUMONIA KOMUNITAS DEWASA DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

ASKEP PNEUMONIA. A. DEFINISI Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertukaran gas setempat (Dahlan Z, 2010). negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa.

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

Penyebab Pneumonia. Bakteri merupakan penyebab umum, diantaranya: Streptococcus pneumoniae : Pneumonia Pneumokokus

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Pneumonia. distal dari brokiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas. bawah akut yang tersering. Sekitar 15-20% kasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan menuju Indonesia sehat 2015 yang diadopsi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pneumonia adalah peradangan saluran pernafasan akut yang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

GAMBARAN RADIOLOGIS PNEUMONIA PADA FOTO KONVENSIONAL

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.1.1 Pneumonia Pneumonia, salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA), adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. 15 : 6,15 Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis dan epidemiologis, yaitu Tabel 2 Klasifikasi Pneumonia Klasifikasi Pneumonia Komunitas (PK) Keterangan Sporadis, muda atau tua, didapat sebelum adanya perawatan dari rumah sakit Pneumonia nosokomial (PN) Pneumonia pada gangguan imun Pneumonia aspirasi Didapat dengan didahului perawatan di rumah sakit Pada pasien keganasan, HIV/AIDS Sering pada pasien alkoholik dan lanjut usia 9

10 2.1.2 Pneumonia Komunitas Pneumonia komunitas merupakan salah satu subtipe dari pneumonia dengan bentuk epidemiologis yaitu sebagai infeksi pada parenkim paru paru yang didapatkan di luar rumah sakit atau fasilitas kesehatan penyedia rawat inap. 15,16 Pengertian lain dari pneumonia komunitas adalah suatu infeksi pada paru paru yang dimulai dari luar rumah sakit atau didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien yang tidak menempati fasilitas perawatan kesehatan jangka panjang selama 14 hari atau lebih sebelum gejala muncul, serta biasanya disertai dengan adanya gambaran infiltrat pada pemeriksaan radiologis dada. 17,18 2.2 Epidemiologi Pneumonia komunitas merupakan kondisi medis yang akut dan tersebar di seluruh belahan dunia. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka rawat inap di rumah sakit dan mortalitas di negara berkembang. 19 Faktor - faktor resiko terjadinya pneumonia komunitas, yaitu sebagai berikut : 15,20 1) Usia lanjut lebih dari 65 tahun 2) Merokok 3) Riwayat penyakit saluran pernapasan 4) Memiliki penyakit komorbiditas, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan lain sebagainya 5) Gangguan neurologis, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan atau kesadaran yang menurun 6) Imunitas yang memburuk

11 7) Alkoholisme 8) Penggunaan antibiotik dan obat suntik intravena 9) Riwayat pembedahan atau trauma Berbagai penelitian epidemiologis sudah banyak dilakukan di tiap negara dan daerah, dan tidak banyak terdapat perbedaan antara penelitian satu dengan penelitian lainnya. Pada salah satu penelitian, insidensi meningkat pada kelompok usia yang lebih tua dengan pria lebih banyak daripada wanita. Hal ini sejalan dengan penelitian lain oleh Tsai-Ling,dkk yang menyatakan bahwa usia rerata subyek penelitian adalah sebesar 56,1 ± 22,8 dengan jumlah pria lebih banyak dibandingkan wanita. 21,22 2.3 Etiologi Bermacam - macam mikroorganisme patogen dapat menyebabkan pneumonia, antara lain : bakteri, virus, jamur, dan parasit. 6 Pada pasien dewasa, penyebab pneumonia komunitas yang sering ditemukan adalah bakteri golongan gram positif, yaitu Streptococcus pneumonia, bersama dengan Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza merupakan bakteri patogen golongan tipikal. Legionella, Chlamydophila, M.pneumoniae merupakan bakteri patogen golongan atipikal. 16,23 Virus dapat menyebabkan pneumonia, dan Respiratory Syncytial Virus merupakan etiologi virus yang sering ditemukan. Pada beberapa kasus juga dapat ditemukan virus influenza tipe A atau tipe B. Pada pasien dengan kondisi imun yang buruk dapat terjadi pneumonia akibat infeksi jamur. Pada kasus yang jarang,

12 pneumonia dapat disebabkan oleh aspirasi objek atau substansi yang mengakibatkan iritasi dari paru paru. 24 Tabel 3 Patogen penyebab yang sering ditemukan 7 Penyebab yang sering terjadi Rawat jalan Rawat inap ICU Streptococcus pneumonia Streptococcus pneumonia Streptococcus pneumonia Mycoplasma pneumonia Mycoplasma pneumonia Staphylococcus aureus Haemophilus influenza Haemophilus influenza Legionella species Chlamydophila Chlamydophila Kuman batang gram pnuemoniae pnuemoniae negatif Virus pernapasan Legionella species Haemophilus influenza Virus pernapasan Penyebab pneumonia komunitas berdasarkan prevalensi kejadian menurut North American Study (NAS) dan British Thoracic Society (BTS) dapat dilihat pada tabel 4 seperti berikut 25 Tabel 4 Penyebab pneumonia komunitas menurut NAS dan BTS Penyebab Prevalensi NAS BTS Kuman tipikal Streptoccoccus pneumonia 20 60 60 75 Haemophilus infuenzae 3 10 4 5 Staphylococcus aureus 3 5 1 5 Basil gram negatif 3 10 Jarang Lainnya 3 5 - Kuman atipikal 10 20 - Legionella 2 8 2 5 Mycoplasma pneumoniae 1 6 5 18 Clamydia pneumonia 4 6 - Virus 2 15 8 16 Aspirasi 6 10 -

13 Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia komunitas di Indonesia, setelah dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan pengambilan bahan dan metode yang berbeda beda di beberapa pusat pelayanan kesehatan paru, seperti di Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar, ditemukan bahwa bakteri golongan gram positif terbanyak yang menjadi penyebab pneumonia komunitas adalah Streptococcus pneumonia (14,04%) dan dari golongan gram negatif yaitu Klebsiella pneumonia (45,18%). 6 Hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di Mesir dimana ditemukan prevalensi tertinggi penyebab pneumonia komunitas dari golongan gram positif adalah Streptoccus pneumonia dan Staphylococcus aureus, sementara dari golongan gram negatif yaitu Klebsiella pneumoniae. Di Eropa, bakteri gram positif Streptoccus pneumonia tetap patogen yang utama. 26,27 2.4 Patogenesis Paru paru memiliki mekanisme pertahanan yang cukup kompleks dan bertahap. Mekanisme pertahanan paru yang sudah diketahui hingga kini, antara lain: 6 Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar Reepitelisasi saluran napas, flora normal, faktor humoral lokal (IgG dan IgA), sistem transport mukosilier, refleks bersin dan batuk, aliran lendir. Mekanisme pembersihan di bagian pergantian udara pernapasan Adanya surfaktan, imunitas humoral lokal IgG, makrofag alveolar dan mediator inflamasi.

14 Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik Terdiri dari anatomik, mekanik, humoral, dan seluler. Merupakan pertahanan utama dari benda asing di orofaring, seperti adanya penutupan dan reflek batuk. Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi dari mikroorganisme patogen pada tingkat alveolar dan bagaimana respon individu terhadap patogen yang berproliferasi tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan 3 faktor yaitu keadaan individu, utamanya imunitas (humoral dan seluler), jenis mikroorganisme pathogen yang menyerang pasien, dan lingkungan sekitar yang berinteraksi satu sama lain. Ketiga faktor tersebut akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris, serta prognosis dari pasien. 15,28 Mikroorganisme menyerang traktus respiratorius paling banyak adalah melalui aspirasi sekret orofaringeal. Aspirasi terjadi sering pada saat tidur, terutama pada lansia, dan pada pasien dengan tingkat kesadaran yang menurun. Beberapa patogen menyerang melalui inhalasi dalam bentuk droplet, misal Streptococcus pneumoniae. Pada kasus yang jarang, pneumonia disebabkan penyebaran infeksi via hematogen, misal tricuspidal endocarditis atau melalui penyebaran infeksi yang meluas dari infeksi pleura atau infeksi rongga mediastinum. 28 Patogenenesis pneumonia secara skematis dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut : 29,30

15 Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, komorbiditas, gaya hidup Manusia Faktor predisposisi khusus : pengguna ventilator mekanik, intubasi endotracheal, gangguan imunitas, infeksi saluran pernapasan, infeksi sistemik, pemakaian antibiotik Inhalasi Aspirasi Penyebaran Langsung, hematogen Aerosol yang infeksius Kolonisasi flora normal Aspirasi sekret orofaringeal Infeksi dari tempat lain Mekanisme pertahanan paru Invasi, penetrasi, dan proliferasi mikroorganisme di paru Reaksi inflamasi paru beserta produksi mediator inflamasi Pneumonia pada pengguna ventilator Pnemonia oleh karena perawatan kesehatan Pneumonia nosokomial Pneumonia Pneumonia didapat dari luar rumah sakit (Pneumonia komunitas) Gambar 1 Patogenesis Pneumonia

16 2.5 Gambaran Klinis Manifestasi klinis dari pneumonia komunitas dibagi menjadi dua yaitu gejala dan tanda diakibatkan pneumonia komunitas tipikal, dan akibat pneumonia atipikal. Berikut merupakan ciri ciri gejala dan tanda klinis pada pneumonia tipikal. 23,25 Tabel 5 Gejala dan Tanda Klinis Pneumonia Komunitas Gejala dan Tanda Onset Suhu Batuk Nyeri dada Sputum Pemeriksaan fisik paru Gejala lain Gejala ekstrapulmonal Gangguan fungsi hati Pneumonia Komunitas Akut Tinggi, menggigil Produktif Sering Purulen Ada tanda konsolidasi paru (ronkhi basah, suara napas bronkial,perkusi paru pekak) Jarang Lebih jarang Jarang Penelitian yang dilakukan oleh Tsai-Ling,dkk (2001 2002) menunjukkan bahwa dari 168 sampel, ditemukan 109 (64,9%) mengalami batuk, dan 134 (79,8%) mengalami demam atau menggigil. 21 Penelitian yang lain oleh Ruiz M, Ewig S,dkk., dengan jumlah sampel 395, ditemukan demam pada 106 sampel (27%), Menggigil pada 163 sampel (41%), sesak napas dan batuk masing masing 272 (69%) dan 306 (78%). Sedangkan sputum purulen ditemukan pada 239 sampel (61%), nyeri dada pada 128 sampel (32), dan bising paru sebanyak 312 sampel (79%). 31

17 Gambaran klinis yang muncul dapat berbeda pada pasien lansia dengan pasien usia remaja atau dewasa. Dapat dalam bentuk lebih halus, atau muncul lebih sedikit dibandingkan gejala yang muncul di dewasa atau remaja. Status mental yang berubah, penurunan mendadak kapasitas fungsional, dan semakin buruknya penyakit yang mendasari dapat hanya menjadi temuan klinis yang terlihat, sehingga perlu diwaspadai walaupun tidak menunjukkan gejala pneumona komunitas. 32 2.6 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis 2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/mm 3, kadang kadang mencapai 30.000/mm 3, dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju Endap Darah. Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih dalam batas normal. Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut akibat hipoksemia dan hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan analisis gas darah. 25 Pada sebuah penelitian ditemukan leukositosis pada 91 sampel penelitian, dan 4 sampel ditemukan leukopeni. Penelitian yang lain juga menemukan leukositosis pada 235 sampel penelitian, dan sebanyak 6 sampel ditemukan leukopeni. 21,22 Pada penelitian sebelumnya yang memiliki lebih banyak data karakteristik pasien pneumonia komunitas, ditemukan leukositosis sebanyak 764 pada pasien rawat inap, serta cenderung mengalami hipoalbuminemia hingga 63% dari sampel yang diteliti. 33

18 2.6.2 Pemeriksaan Radiologi Pnumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis yang muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada pleuritis, disertai pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan radiografi dada. Temuan pada pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu bercak infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi lobar dengan bronkogram udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat interstisial. Efusi pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan terkadang juga dapat menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles pada infeksi akibat S.aureus. 17,25,28 Hubungan antara patogen penyebab dengan pola gambaran radiologi dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7 sebagai berikut : 34,35 Tabel 6 Hubungan patogen penyebab dengan gambaran radiologi Patogen penyebab Gambaran radiologic Streptococcus pneumonia Konsolidasi lobus disertai bronkogram udara Mycoplasma pneumonia 1. Infiltrat interstitial difus bilateral atau campuran dengan alveolar, atau 2. Infeksi rongga pleura dengan distribusi lobus atau segmental Chlamydophila pneumonia Hampir sama dengan M.pneumoniae Legionella pneumonia Konsolidasi perifer dengan distribusi segmental, dapat menyebar ke lobus

19 Tabel 7 Pola infiltrat dengan bakteri tertentu Pola persebaran infiltrat Streptococcus pneumonia : 45 positif Mycoplasma pneumonia : 24 positif Chlamydia spp. : 21 positif Legionella pneumophila : 17 positif Kanan atas 12 (27%) 5 (21%) 4 (19%) 3 (18%) Kanan tengah 16 (36%) 4 (17%) 2 (10%) 5 (29%) Kanan bawah 24 (53%) 11 (46%) 6 (29%) 9 (53%) Kiri atas 13 (29%) 8 (33%) 3 (14%) 3 (18%) Kiri bawah 21 (47%) 12 (50%) 10 (48%) 6 (35%) Multilobus 23 (51%) 10 (42%) 3 (14%) 6 (35%) 2.6.3 Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi lebih pasti, mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab infeksi di suatu daerah, mengetahui tingkat resistensi suatu patogen, serta dapat memperkirakan jenis terapi empirik apa yang perlu diberikan. Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk pemberian obat pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga merekomendasikan agar specimen sputum dapat diperoleh sebelum pemberian antibiotik. sebelum pemberian antibiotik untuk pertama kalinya. Pengecatan gram itu sendiri juga dapat mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik khasnya, misal Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif. Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk memastikan sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur. 7,28,36

20 Kultur dapat dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur sputum dapat membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab pneumonia komunitas kaitannya dengan signifikansi epidemiologi, pola transmisi yang sering terjadi, atau adanya resistensi. Kultur darah sebaiknya dilakukan pada pasien pneumonia komunitas derajat berat, dikarenakan kemungkinan terjadinya multiinfeksi lebih tinggi dibandingkan infeksi pneumonia komunitas pada umumnya. Cairan pleura atau cairan pada serebrospinal sebaiknya juga dijadikan sampel apabila terdapat dugaan terjadi infeksi di rongga yang diisi cairan tersebut. 7,36 2.6.4 Diagnosis Penegakan diagnosis pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan melihat hasil dari anamnesis, gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, laboratorium, dan mikrobiologi. Menurut Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan Pneumonia Komunitas, diagnosis pneumonia komunitas dapat ditegakkan apabila pada foto thoraks ditemukan infiltrat baru atau progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini : 6 1) Batuk batuk bertambah 2) Perubahan karakteristik dahak / purulen 3) Demam >38 o C 4) Adanya tanda konsolidasi paru, suara napas bronkial dan ronki 5) Jumlah leukosit >10.000/ul atau <4000/ul

21 2.7 Manajemen Terapi 2.7.1 Terapi Farmakologis Antibiotik merupakan pilihan utama untuk terapi farmakologis pneumonia komunitas. Hal ini dikarenakan data epidemiologis pada penelitian - penelitian sebelumnya menyatakan bahwa bakteri merupakan patogen yang sering ditemukan, dan menjadi penyebab utama pneumonia komunitas. Terapi antibiotik pada pneumonia komunitas dapat diberikan secara empiris maupun menyesuaikan berdasarkan patogen penyebabnya. Pada salah satu studi prospektif, tidak ada perbedaan signifikan antara inisiasi pemberian terapi empirik dengan pemberian terapi sesuai dengan patogen penyebabnya. 37 Tabel 8 Rekomendasi Terapi Empiris Infectious Disease Society Association / American Thoracic Society (IDSA/ATS) Rawat Jalan Kondisi sehat dan tidak menggunakan antibiotik selama 3 bulan : A. Makrolide B. Doxycycline Adanya komorbiditas atau penggunaan antibiotik 3 bulan sebelumnya : A. Florokuinolon respirasi B. Beta laktam + makrolide atau doxycyline sebagai pengganti makrolide apabila ditemukan adanya resistensi Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan Pneumonia Komunitas Tanpa faktor modifikasi : Beta laktam atau beta laktam + anti beta laktamase Dengan faktor modifikasi : beta laktam + anti beta laktamase atau florokuinolon respirasi Curiga pneumonia atipikal : makrolid baru (roksitromisin, klaritromisin)

22 A. Floroquinolone respirasi B. Beta laktam + makrolide dengan doxycyline sebagai alternatif dari makrolide Beta laktam ditambah antara azithromycin atau florokuinolone Curiga infeksi Pseudomonas : A. Antipneumococcus antipseudomonal beta laktam (piperaciliin tazobactam, cefepime, imipenem, atau meropenem) ditambah antara ciprofloxacin atau levofloxacin, atau B. Beta laktam + aminoglikosida dan azithromycin, atau C. Beta laktam + aminoglikosida dan antipneumococcus florokuinolone Rawat Inap non Intensive Care Unit (ICU) Rawat Inap ICU Tanpa faktor modifikasi : beta laktam + anti betalaktamase IV, atau Sefalosporin G2, G3 IV, atau florokuinolon respirasi IV Dengan faktor modifikasi : Sefalosporin G2, G3 IV, atau florokuinolon respirasi IV Curiga infeksi atipikal ditambah makrolid baru Tidak ada faktor resiko pseudomonas : Sefalosporin G3 IV non pseudomonas + makrolid baru atau florokuinolon respirasi IV Ada faktor resiko pseudomonas : Sefalosporin anti pseudomonas IV atau karbapenem IV + florokuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin) IV atau aminoglikosida IV Curiga infeksi atipikal : sefalosporin anti pseudomonas IV atau karbapenem IV + aminoglikosida IV + makrolid baru atau florokuinolon respirasi IV Panduan IDSA/ATS merekomendasikan pemberian Drotrecogin alfa yang teraktivasi dari golongan imunomodulator pada pasien pneumonia komunitas dengan komplikasi sepsis berat dan memiliki resiko mortalitas yang tinggi. Pemberian steroid tidak direkomendasikan pada pasien pneumonia komunitas, dan di sebuah penelitan menunjukkan bahwa pemberian prednisolone selama satu minggu tidak mempengaruhi hasil terapi secara signifikan. Pada pasien yang sudah membaik dapat dilakukan alih terapi dari terapi secara intravena ke oral. 7,38,39

23 2.7.2 Lama Rawat Inap Durasi perawatan pada pasien non ICU minimal 5 hari, dan sudah melewati kondisi afebrile (tanpa demam) selama 48 72 jam, disertai tekanan darah yang stabil, asupan oral yang adekuat, saturasi oksigen >90%. Sementara pada pasien ICU mimimal perawatan 10 14 hari, dengan dapat diberikan terapi tambahan apabila ada dugaan multiinfeksi. 7,36 Salah satu penelitian yang dilakukan di 10 negara Eropa menemukan bahwa rerata lama rawat inap, kecuali yang mengalami rekuren adalah sebesar 12,1 hari atau dengan nilai median yaitu 9 hari. Sedangkan apabila pneumonia rekuren dilibatkan, maka rerata lama rawat inap menjadi sebesar 12,6 hari dengan nilai median yaitu 10 hari. 39 Penggantian jalur memasukkan obat dari intravena ke oral setelah 3 hari perawatan pada pasien pneumonia komunitas berat menunjukkan hasil positif dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit. 40 Mobilisasi pasien lebih awal dan penggunaan kriteria khusus untuk menentukan kapan pasien keluar rumah sakit merupakan tahap selanjutnya untuk dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit. Mobilisasi pasien lebih awal didefinisikan sebagai suatu pergantian posisi dari horizontal menjadi vertikal selama kurang lebih 20 menit pada 24 jam pertama masuk rumah sakit, disertai perkembangan pergerakan tiap harinya selama perawatan, sedangkan kriteria khusus untuk menentukan kapan pasien keluar rumah sakit yaitu dengan menggunakan status kondisi mental dan oksigenasi pasien pada suhu ruangan.

24 Pada penelitian yang menggunakan ketiga tahap ini, lama rawat inap dapat ditekan hingga mencapai rerata 3,9 hari dibandingkan 6 hari pada pasien perlakuan biasa. 41 2.8 Komplikasi dan Penyebab Kematian Pneumonia komunitas yang gagal diterapi dapat menyebabkan berbagai komplikasi, bahkan berujung kematian. Gagal napas, yang dalam bentuk berat dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan sepsis merupakan komplikasi yang dimungkinkan dapat terjadi. 15,20 Penelitian yang dilakukan oleh MJ Fine,dkk menunjukkan bahwa kebanyakan pasien yang masih hidup memiliki 1 atau lebih komplikasi medis, sedangkan dari semua pasien yang meninggal, penyebab utamanya adalah gagal napas (42,5%), aritmia jantung (8%), dan sepsis (5,3%). 33 Hasil pada penelitian lain menunjukkan komplikasi gagal napas, sepsis atau bakteremia, dan aritmia jantung merupakan penyebab kematian paling banyak. 22 Penyakit komorbiditas dapat mempengaruhi perjalanan penyakit pneumonia komunitas itu sendiri, bahkan juga dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan benar. Pada salah satu penelitian disebutkan bahwa jumlah pasien yang memiliki 1 atau 2 komorbiditas lebih banyak dibandingkan yang tidak memiliki penyakit komorbiditas, dengan komorbiditas paling banyak yaitu penyakit pulmonal. 22 Penelitian lain tentang penyakit komorbiditas menyatakan bahwa penyakit bronkopulmonal merupakan komorbiditas yang sering ditemukan, diikuti

25 dengan kardiovaskuler, keganasan, dan gangguan neurologis. 42 Pada penelitian yang lain disebutkan bahwa gangguan neurologis (29%), kanker paru (13%), dan iskemik jantung (13%) merupakan penyebab paling sering kematian oleh karena penyakit komorbiditas. 43