Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

dokumen-dokumen yang mirip
Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

Dairi merupakan salah satu daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Pantai Gading dan Ghana. Hasil panen dari perkebunan coklat yang ada di

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

Lampiran 1. Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing. No Indikator Parameter Skor

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan dari kebun-kebun sempit milik petani yang menjadi salah satu pilar

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten di bagian barat dari

BAB I PENDAHULUAN. tubuh. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah yang rendah

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: 1) Industri kopi olahan kelas kecil (Home Industri), pada industri ini

Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISA RANTAI NILAI DISTRIBUSI KOPI DI KABUPATEN GARUT

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PLANET Kakao: Pengelolaan dan Edukasi Terpadu Kakao Melalui Kebun Rakyat Demi Indonesia Daulat Cokelat. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN KEDELAI

INFORMASI PRAKTIS PENANGANAN PASCAPANEN KEDELAI. OLeh Ir. I. Ketut Tastra, MS. Informasi Praktis Balitkabi No.:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

I NYOMAN WATA APHP Ahli Muda, Dinas Perkebunan Provinsi Bali ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

5 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pertumbuhan pasar dalam negeri bagi sektor-sektor nonpertanian

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara

KERAGAAN USAHATANI COKLAT RAKYAT (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara)

PENGOLAHAN BUAH LADA

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

OLEH: YULFINA HAYATI

ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG DALAM PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kedudukannya di Indonesia. Potensi sumber daya alam di Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

PENDAMPINGAN PEMBUATAN RUMAH PUPUK KOMPOS DI KAMPUNG BELAKANG KAMAL JAKARTA BARAT

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

KUALA, TIGA BINANGA, TANAH KARO

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS

Transkripsi:

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur Diany Faila Sophia Hartatri 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penanganan pascapanen merupakan salah satu faktor penting yang menentukan mutu biji kakao. Namun demikian, penanganan pascapanen termasuk pengolahan biji kakao yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Blitar umumnya masih perlu ditingkatkan untuk menghasilkan mutu biji yang berkualitas tinggi. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya pengawasan dan pengendalian proses pengolahan pascapanen yang baik untuk meningkatkan mutu dan harga kakao di tingkat petani. Kabupaten Blitar merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur yang berhasil memanfaatkan strategi pembangunan berbasis sektor pertanian dengan mengandalkan pemberdayaan alam dan kelembagaan pedesaan. Sektor pertanian telah memberi kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Blitar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Jawa Timur, pada tahun 2010 Kabupaten Blitar memiliki perkebunan kakao yang terluas ke empat di Jawa Timur setelah Kabupaten Madiun, Pacitan dan Trenggalek 1), yaitu seluas 2.544 ha. Luas (ha) Luas areal kakao (ha) di Jawa Timur 1) 37 <<

Secara umum, kondisi lahan di Kabupaten Blitar sesuai untuk penanaman kakao sehingga kakao berpeluang dikembangkan lebih luas di wilayah Kabupaten Blitar. Kondisi lahan kakao di Kabupaten Blitar 2) Anasir Elevasi, m dpl. 105 446 Topografi Datar-bergelombang Kemiringan, % 0 20 Drainase Erosi Batu permukaan Warna tanah Baik Tidak ada Tidak ada Hitam keabuan Jeluk, cm >150 Tekstur Struktur Konsistensi Keterangan Pasiran-Liat Remah - bergumpal Gembur-Teguh rendahnya keterampilan petani dalam budidaya dan pengolahan kakao. Di Indonesia, masyarakat di pedesaan umumnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan masyarakat yang berada di daerah perkotaan. Di Blitar, lebih dari 50% petani kakao memiliki tingkat pendidikan hanya tingkat sekolah dasar (SD). Hal ini kemungkinan disebabkan persepsi umum masyarakat pedesaan yang menganggap bahwa memenuhi kebutuhan primer, terutama pangan lebih penting dibandingkan kebutuhan pendidikan. Vegetasi Pertumbuhan vegetasi Kopi, melinjo, dll. Subur Produksi dan kualitas kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sistem budidaya dan proses penanganan pascapanen. Dalam kegiatan usahatani kakao, petani di Blitar umumnya masih menerapkan sistem budidaya tradisional, yaitu menggunakan sumber benih lokal (asalan), minimum dalam hal pemberian input produksi dan pengelolaan budidaya, terutama pemangkasan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Ketiga aspek tersebut padahal yang berperan penting dalam menentukan produktivitas tanaman dan mutu biji kakao. Terbatasnya akses petani dalam hal informasi teknologi budidaya kakao di Kabupaten Blitar menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan petani dalam budidaya kakao. Sekitar 40% petani di daerah penghasil kakao belum memiliki akses terhadap peningkatan pengetahuan dan teknologi budidaya kakao maupun informasi pasar. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan baik secara formal maupun informal oleh Pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya, seperti pelaku bisnis, lembaga swadaya masyarakat (LSM) masih sangat terbatas. Di sam ping itu, rendahnya tingkat pendidikan petani juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Buah kakao hasil panen petani Penanganan pascapanen Rendahnya akses p etani terhadap p enyuluhan selain m em p eng aruhi p raktik b udidaya tanaman kakao, jug a kegiatan pengolahan biji kakao. Sebagian besar petani di Blitar belum melakukan pengolahan biji kakao sesuai standar yaitu fermentasi selama 5 6 hari; pengeringan biji hingga kadar air 7,5%; dan pemisahan biji kakao dari komponen lain (sortasi). Fermentasi menjadi faktor penentu mutu biji kakao, terutama kualitas citarasa. Melalui proses fermentasi yang baik dan benar akan diperoleh aroma cokelat yang baik. Namun, petani di Blitar >> 38

umumnya tidak melakukan proses fermentasi biji kakao secara sempurna; fermentasi biji hanya dilakukan selama 1 2 hari saja yang umumnya menggunakan kotak kayu, keranjang bambu ditutupi daun pisang atau menggunakan karung plastik, dan di samping itu juga tidak dilakukan pembalikan biji kakao selama proses fermentasi. Kurang optimalnya pelaksanaan fermentasi tersebut menyebabkan mutu biji kakao di Blitar masih relatif rendah. Demikian pula ditinjau dari aspek pengeringan biji kakao, petani melakukan pengeringan biji kakao secara alami dengan menjemur biji di bawah sinar matahari. Berdasarkan hasil survey dan pengamatan di lapangan, tidak ditemukan petani di Blitar yang melakukan pengeringan biji menggunakan mesin pengering. Penjemuran biji kakao umumnya dilakukan di atas lantai semen atau dengan menggunakan alas plastik atau terpal. Cara pengeringan tersebut sebenarnya sudah cukup baik, namun pelaksanaan pengeringan hanya dilakukan selama 2 3 hari sehingga kandungan kadar air biji kakao masih relatif tinggi, sekitar 10 15%. Dampak pelaksanaan pengeringan ini menyebabkan harga biji kakao yang diterima petani di Blitar masih rendah. Pemasaran biji kakao Dalam kegiatan pemasaran biji kakao, sebagian besar petani di Blitar tidak melakukan sortasi untuk memisahkan biji kakao bermutu baik (bernas dan tidak berjamur) dengan biji kakao bermutu rendah (biji kepeng, biji pecah dan biji berjamur) serta komponen lain (sampah). Pemasaran biji kakao tanpa fermentasi, berkadar air tinggi dan tanpa sortasi (unsorted) tersebut umumnya selain dipengaruhi oleh terbatasnya informasi mengenai mutu biji kakao yang diinginkan oleh konsumen juga dipengaruhi oleh adanya kebutuhan keluarga petani yang memerlukan perputaran uang secara cepat. Bahkan, tidak sedikit petani yang melakukan penjualan biji kakao dalam volume yang sangat kecil (1-5 kg) hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses petani terhadap pelayanan kredit baik di lembaga keuangan, bank komersial maupun lembaga kredit lainnya, seperti koperasi dan kelompok tani. 39 << Sistem pemasaran kakao di tingkat petani di Kabupaten Blitar umumnya dilakukan secara individu karena belum ada kelompok tani yang melakukan pengolahan dan pemasaran kakao bersama. Seperti kebanyakan kegiatan pemasaran kakao tingkat petani di daerah penghasil kakao lainnya, rantai pemasaran biji kakao relatif panjang dan kompleks karena melibatkan banyak pelaku bisnis. Di Indonesia, biji kakao umumnya berpindah tangan setidaknya tiga sampai empat kali sebelum diterima oleh konsumen. Petani kakao di Blitar umumnya menjual biji kakao kepada pengumpul tingkat desa dalam bentuk biji setengah kering (semi-dried) dengan kadar air sekitar 10 15%. Harga biji umumnya ditentukan secara sepihak oleh pengumpul berdasarkan mutu fisik biji yaitu kadar air, ukuran biji, jumlah biji berjamur dan kebersihan biji kakao. Rendahnya mutu biji kakao dan rendahnya volume pemasaran biji kakao menyebabkan rendahnya posisi tawar petani dalam penentuan harga biji kakao. Sebagian pengumpul tingkat desa memberikan fasilitas kredit kepada petani dengan harapan pedagang akan mendapatkan lebih banyak biji kakao dari petani tersebut. Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa ketua kelompok tani juga melakukan pembelian biji kakao yang selanjutnya dijual kepada pedagang pengumpul tingkat desa. Petani kakao di Blitar masih memasarkan biji kakao secara individu

Di Kabupaten Blitar, terdapat salah satu gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang memiliki unit usaha pembelian biji kakao, yaitu Gapoktan Guyub Santoso. Unit usaha pembelian biji kakao Gapoktan tersebut telah melakukan pembelian kakao hampir di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur, bahkan sampai di wilayah Kabupaten Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta. Selanjutnya, Gapoktan Guyub Santoso menjual biji kakao hasil pembeliannya tersebut kepada perusahaan pengolahan kakao, seperti PT Bumi Tangerang dan juga kepada eksportir lokal dan multinasional. Selain membeli biji kakao langsung dari petani, Gapoktan Guyub Santoso juga membeli biji kakao dari pengumpul. Seperti halnya dengan pengumpul tingkat desa, Gapoktan Guyub Santoso juga menentukan harga berdasarkan mutu fisik biji kakao (kadar air, jumlah biji berjamur dan kadar sampah). Selanjutnya, Gapoktan Guyub Santoso melakukan pengeringan ulang biji kakao hingga mencapai kadar air 7,5% dan sortasi sebelum biji kakao dikirim kepada pembeli sehingga harga jual biji kakao yang diterima oleh Gapoktan Guyub Santoso lebih tinggi. Pengumpulan biji kakao hasil pembelian Gapoktan Guyub Santoso siap dijual ke pembeli Outlet Kampung Coklat >> 40

Selain memasarkan biji kakao kering, Gapoktan Guyub Santoso juga memproduksi produk akhir, seperti permen, kue kering dan es krim cokelat. Produk-produk akhir tersebut dipasarkan di outlet Gapoktan Guyub Santoso yang bernama Kampung Coklat. Namun, akibat masih terbatasnya mesin pengolahan dan kemampuan untuk memproduksi produk setengah jadi (intermediate products) seperti bubuk, pasta dan lemak, maka Kampung Coklat juga mendapatkan suplai produk-produk setengah jadi tersebut dari perusahaan pengolahan di Surabaya. Meskipun demikian, Guyub Santoso mampu meningkatkan nilai tambah atas produk yang dihasilkan sehingga keuntungan yang diperoleh Gapoktan Guyub Santoso dari pemasaran permen cokelat, kue dan produk hilir lainnya relatif tinggi. Bahkan, saat ini Kampung Coklat merupakan salah satu tujuan wisata yang banyak diminati oleh masyarakat di sekitar Kabupaten Blitar. Meskipun produk-produknya hanya ditujukan untuk pasar lokal namun manfaat keberadaan Kampung Coklat tersebut telah meningkatkan ekonomi anggota kelompok tani dan juga masyarakat sekitar. Dengan demikian, model industri skala mikro, kecil dan menengah (UMKM) di masyarakat seperti yang dilakukan oleh Gapoktan Guyub Santoso ini dapat dijadikan model untuk penerapan di daerah lain. Walaupun demikian, pengembangan agro industri skala UMKM tersebut harus didukung dengan adanya program pengembangan keterampilan manajemen karena dalam pengelolaan suatu agribisnis, pola manajemen yang baik akan sangat menentukan keberlanjutan agribisnis yang dibangun oleh petani/kelompok tani. Penutup Studi kasus usahatani kakao di wilayah Kabupaten Blitar mendapatkan hasil bahwa mutu produk kakao masih relatif rendah dan rantai pemasaran yang relatif panjang disebabkan masih terbatasnya akses petani terhadap informasi pasar dan teknologi budidaya. Oleh karena itu perlu fasilitasi upaya peningkatan mutu dan memperpendek rantar pasar agar petani mendapatkan harga kakao secara maksimal. Salah satu solusinya adalah pengolahan dan pemasaran bersama pada tingkat kelompok tani atau gabungan kelompok tani agar dapat terjadi transaksi langsung antara petani dengan industri atau eksportir. Peran serta pihak pemerintah daerah, LSM, pelaku bisnis, lembaga penelitian diharapkan dapat memfasilitasi kesenjangan yang masih terjadi baik di sektor hulu, hilir hingga pemasaran sehingga kakao akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian masyarakat di Blitar. Daftar Pustaka 1) Dinas Perkebunan Jawa Timur (2010). Luas areal dan produksi perkebunan rakyat menurut Kabupaten Jatim. http://www.disbun.jatimprov.go.id/publikasi. php. Diunduh pada 03 Juni 2015. 2) Dinas Perkebunan Jawa Timur (2014). Laporan identifikasi penanganan peningkatan nilai tambah komoditi kakao di Provinsi Jawa Timur. **0** 41 <<