BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi kemajuan besar dalam bidang teknologi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak terletak pada satu titik yang tajam (Ilyas, 2006), kelainan refraksi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva,

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan kurang (low vision).

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bayangan benda yang jauh jatuh di depan retina (Schmid, 2015). Menurut survei

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada kehidupan sehari-hari. Pekerjaan dan segala hal yang sedang. saatnya untuk memperhatikan kesehatan mata.

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lensa kontak merupakan suatu cangkang lengkung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

KELAINAN REFRAKSI PADA ANAK DI BLU RSU PROF. Dr. R.D. KANDOU

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

fisika CAHAYA DAN OPTIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ALAT ALAT OPTIK MATA KAMERA DAN PROYEKTOR LUP MIKROSKOP TEROPONG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK. PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menimbulkan efek berbahaya bagi manusia. Lamanya radiasi komputer

Gambar 2.1 Anatomi Mata

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

PELATIHAN KESEHATAN MATA UNTIJK GURU-GURU UKS SEKOLAH DASAR SE-KECA]W{TAN PADANG TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP OFTALMOLOGI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN AJAR. 1. Mata. Diagram susunan mata dapat dilihat pada gambar berikut.

g. Lensa Cembung Jadi kalau pada cermin pembahasan hanya pada pemantulan maka pada lensa pembahasan hanya pada pembiasan

MIOPIA rabun jauh 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. (1)

3.1.3 menganalisis pembentukan bayangan pada lup,kacamata, mikroskop dan teropong

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5-5 tahun, skrining mata perlu dilakukan untuk mendeteksi apakah menderita gangguan tajam penglihatan yang nantinya akan mengganggu aktivitas di sekolahnya (Deddy et al., 2009). Di Amerika Serikat, gangguan penglihatan adalah kecacatan paling umum ke-empat yang diderita selama masa anak-anak (Gerali et al., 1990). Sekitar 17-25% anak-anak usia sekolah memiliki gangguan ketajaman penglihatan, 10 diantaranya dapat mempengaruhi kemampuan anak-anak tersebut dalam mencapai potensi mereka di sekolah (Grounds et al., 1995). Salah satu penyebab gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi dengan estimasi prevalensi 15-30% (Ciner et al., 1998). Di Indonesia sendiri prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di indonesia hampir 1

2 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa (Suhardjo, 2010). Kelainan refraksi terdiri dari miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Miopia merupakan kelainan refraksi yang terbanyak dijumpai, baik pada murid SD (86%), SMP (95%), maupun SMA (86%) (Saerang et al., 1983). Suatu hasil penelitian menyatakan 1 dari 10 (9,2%) anak-anak usia 5-17 tahun di Amerika dilaporkan menderita miopia (Kleinstein et al., 2003). Hasil penelitian lainnya menunjukan prevalensi miopia pada anak usia 6-18 tahun sebesar 20,2% (Scheiman et al., 1996). Di Indonesia sendiri prevalensi miopia cukup besar. Di RS. Sardjito Yogyakarta selama setengah tahun (Januari sampai dengan juni 1983) dipelajari kasuskasus kelainan refraksi. Dari 725 penderita kelainan refraksi, 83% adalah miopia (Budihardjo dan Agni, 1984). Miopia adalah kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat, mungkin difokuskan tepat di retina, tanpa akomodasi (Suhardjo dan Hartono,

3 2007). Faktor resiko terjadinya miopia adalah riwayat keluarga, aktivitas melihat dekat, penurunan fungsi akomodasi, kelengkungan kornea dan panjang aksis bola mata (American Optometric Association, 2010). selain itu banyak faktor yang diduga menjadi penyebab miopia yaitu usia, status gizi, onset miopia, tekanan intraokular, stress dan faktor sosialekonomi (Widjana, 1993). Miopia diklasifikasi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu miopia refraktif dan miopia aksial. Miopia refraktif terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat. Sedangkan miopia aksial terjadi akibat panjangnya sumbu bola, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal (Ilyas dan Sidarta, 2010). Secara klinis miopia dibedakan menjadi 3, yaitu miopia simpleks, miopia progresif dan miopa maligna. Miopia simpleks atau disebut juga miopa fisiologik merupakan miopia yang menetap setelah dewasa dan timbul pada usia muda atau dapat juga naik sedikit pada waktu atau segera setelah pubertas. Miopia progresif terjadi akibat bertambah panjangnya bola mata. Kelainan tersebut mencapai puncaknya saat remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Miopia maligna

4 merupakan miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia progresif dan miopa maligna disebut juga miopia patologik, karena disertai kelainan degenerasi dikoroid dan bagian lain dari mata (Widjana, 1993 ; Ilyas dan Sidarta, 2010). Panjang aksis bola mata menjadi faktor penyebab utama dari kelainan refraksi (Saw et al., 2002). Beberapa penelitian telah banyak meneliti hubungan antara tinggi badan dan kelainan refraksi. Penelitian pada orang dewasa di Asia mengungkapkan adanya hubungan yang kuat antara tinggi badan, panjang aksis bola mata dan kurvatura kornea (Ojaimi et al., 2005). Penelitian lain melaporkan bahwa orang yang lebih tinggi ditemukan memiliki aksis bola mata lebih panjang, ruang anterior lebih dalam, dan lensa yang lebih tipis, namun tidak memiliki hubungan dengan berat badan atau indeks masa tubuh (Wong et al., 2001). Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara indeks masa tubuh terhadap progresivitas miopia pada anak sekolah menengah pertama dengan harapan dapat mengontrol pertambahan miopi pada anak.

5 I.2 Rumusan Masalah Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan sebuah masalah sebagai berikut : Bagaimanakah hubungan antara indeks masa tubuh dengan progresivitas miopia pada anak usia sekolah menengah pertama? I.3 Tujuan Penelitian Mengetahui apakah indeks masa tubuh berhubungan dengan progresivitas miopia. I.4 Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas hubungan indeks massa tubuh dengan progresivitas miopia pada murid Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Penelitian Itiqomah Agusta (2007) dengan judul Hubungan Berat Badan, Tinggi Badan, Dan Indeks Massa Badan Terhadap Miopia Pada Anak Sekolah Dasar Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mempunyai kesamaan dalam hal topik berat badan, tinggi badan, dan indeks massa badan. Namun penelitian ini dilakukan di sekolah dasar dan menghubungkan berat

6 badan, tinggi badan dan indeks massa badan dengan derajat miopia. I.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan tentang hal hal yang menjadi penyebab progresifitas miopia, serta memberi gambaran kepada masyarakat pentingnya deteksi dini tajam penglihatan dalam mencegah progresivitas miopia.