BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (65 74)

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

POTENSI KAYU RAKYAT PADA KEBUN CAMPURAN di DESA PESAWARAN INDAH KABUPATEN PESAWARAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang

BAB I PENDAHULUAN. segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Menurut Undang-undang Kehutanan No. 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI DALAM PEMILIHAN JENIS TANAMAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CIAMIS

DIREKTORI PENGHASIL BIBIT POHON BUAH-BUAHAN, BUAHAN, KAYU-KAYUAN, KAYUAN, DAN PERKEBUNAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (11 20)

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33/Menhut-II/2007

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 3 No. 1, Januari 2015 (31 40)

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

IV. GAMBARAN UMUM. A. Sejarah Taman Agro Satwa Wisata Bumi Kedaton. Keberadaan Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton Resort di Kota

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

I. PENDAHULUAN. Hutan pada hakekatnya mempunyai karakteristik multi fungsi yang bersifat

Judul Penelitian : Kebijakan pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah

Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) Vol. 5 No.2, April 2017 (63 77) ISSN (online)

Bahan Seminar Hasil Penelitian Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

Tugas Makala Agroforestry. Oleh (A ) SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN

I. METODE VEGETATIF FUNGSI Kanopi tanaman dapat menahan pukulan langsung butiran hujan terhadap permukaan tanah. Batang,perakaran dan serasah tanaman

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No. 2, April 2016 (39 50)

Apa itu Agroforestri?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

ESTIMASI KARBON TERSIMPAN PADA HUTAN RAKYAT DI PEKON KELUNGU KABUPATEN TANGGAMUS

ANALISIS KEUNTUNGAN USAHATANI AGROFORESTRI KEMIRI, COKLAT, KOPI DAN PISANG DI HUTAN KEMASYARAKATAN SESAOT, LOMBOK BARAT

V. HASIL 5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku

POTENSI TEGAKAN SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KEBERHASILAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PERHUTANI

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

Bahan Seminar Hasil Penelitian Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PENGANGKUTAN KAYU BUDIDAYA DARI HUTAN HAK (P.85/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016)

KOMPOSISI, STRUKTUR, DAN KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DI JALUR WISATA AIR TERJUN WIYONO ATAS TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN PROVINSI LAMPUNG

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

Bahan Seminar Hasil Penelitian Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH KELOMPOK PEMILIK HUTAN RAKYAT DI DESA BANDAR DALAM KECAMATAN SIDOMULYO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

ABSTRACT PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

BAB I PENDAHULUAN. secara optimal, arif dan bijaksana untuk kesejahteraan manusia serta dijaga

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (55 64)

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

Pengambilan Keputusan Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam (I.G. Febryano et al.)

13/05/2014. SRI SUHARTI PUSKonseR

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

I. PENDAHULUAN. jenis salak yang terdapat di Indonesia, yakni : salak Jawa Salacca zalacca

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

POTENSI HUTAN RAKYAT DENGAN POLA AGROFORESTRY DI DAERAH CIAMIS DENGAN TANAMAN POKOK GANITRI (Elaeocarpus ganitrus)

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

PENGEMBANGAN POTENSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU OLEH KELOMPOK SADAR HUTAN LESTARI WANA AGUNG DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

AGROFORESTRI BERBASIS KOPI *

Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) Vol. 5 No.2, April 2017 (53 62) ISSN (online)

REKAYASA VEGETATIF UNTUK MENGURANGI RISIKO LONGSOR

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Struktur dan Komposisi Jenis Agroforestry Kebun-Campuran pada Berbagai Luas Pemilikan Lahan Di Desa Pattalikang Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No. 2, April 2016 (17 26)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (29 36)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan

PELUANG PENDANAAN BAGI PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT

*) Diterima : 5 Desember 2007; Disetujui : 28 Agustus 2008

ANALISIS PRODUKTIVITAS LAHAN DAN ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI DI BERBAGAI ZONA AGROKLIMAT. Latar Belakang

SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI

ABSTRAK POTENSI KAYU RAKYAT DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

DAFTAR PUSTAKA. Amsyari, F Prinsip Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Mutiara. Jakarta

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 4 No.3, Juli 2016 (71 82)

POTENSI TEGAKAN SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KEBERHASILAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PERHUTANI

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

VANDALISME DALAM KEGIATAN WISATA HUTAN DI TAMAN KUPU-KUPU GITA PERSADA BANDAR LAMPUNG

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 1 No. 1. September 2013 (75 84)

Pengalaman Melaksanakan Program Restorasi di Hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

AGROFORESTRI KOMPLEKS DI BANTAENG SULAWESI SELATAN : PENTINGNYA PERAN PETANI SEBAGAI AGEN PENYANGGA KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

Transkripsi:

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006) klasifikasi ketinggian tempat dari permukaan laut tipe hutan terdiri dari dataran rendah (0 300 mdpl), perbukitan (300 800 mdpl) dan pegunungan (800 1500 mdpl) sehingga lokasi penelitian di Desa Pesawaran Indah terbagi atas 3 (tiga) fisiografi yaitu fisiografi bawah, tengah dan atas. Ketiga fisiografi tersebut memiliki tanaman dominan yang berbeda-beda. Jenis tanaman yang dominan antara lain Kakao (Theobroma cacao), Kopi (Coffea robusta), Kelapa (Cocos nucifera), Medang (Litsea Spp), Pisang (Musa paradisiaca), Bayur (Pterospermum javanicum), Waru (Hibiscus tiliaceus), Cempaka (Michelia champaca), Pala (Myristica fragrans) dan Durian (Durio zibethinus). Tanaman dominan ini merupakan penyusun tanaman utama dari masing-masing pola. Dilihat dari jenis tanaman dominan tersebut, ada 9 (sembilan) pola tanam yang diterapkan petani seperti yang disajikan pada Tabel 2. Setiap fisiografi masingmasing memiliki pola tanam yang berbeda-beda.

32 Tabel 2. Pola tanam yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah berdasarkan jenis tanaman utama dan fisiografi Pola Tanam Jenis Tanaman Utama Jenis Tanaman Pengisi I Kakao, Kopi, Pala Pisang, Kelapa, Cengkeh, Mindi, Waru, Nangka, Jati, Cempaka, Medang II Kakao, Kelapa, Pisang, Waru, Alpukat, Bayur Kedondong, Julang-jaling, Durian III Kakao, Pisang, Kelapa, Pala, Mahoni, Nangka Medang IV Kakao, Pisang, Waru Cempaka, Kelapa, Durian, Bayur, Mangga, Jengkol, Petai, Cengkeh, Nangka, Pala, Alpukat V VI VII Kakao, Durian, Kelapa Kakao, Kelapa, Pisang Kakao, Cempaka, Kelapa Pisang, Petai, Bayur, Duku, Mangga, Cengkeh, Cempaka, Jeruk, Manggis Pala, Cengkeh, Alpukat, Mangga, Rambutan, Sawo, Medang, Cempaka Cengkeh, Pala dan Pisang, Bayur, Durian, Sengon, Nangka, Petai, Medang, Akasia VIII Kakao, Kelapa, Pala Jati, Bayur dan Pisang, Duku, Jati, Waru, Dadap, Sengon, Nangka, Cempaka, Durian, Bayur, Pulai, Salak IX Kakao, Pisang, Cempaka Medang, Karet, Jati, Pala, Sawo, Bayur, Waru, Mangga Zona Fisiografi Atas Atas Atas Tengah Tengah Tengah Bawah Bawah Bawah Pola tanam I, II dan III berada pada fisiografis atas, pola tanam IV, V dan VI berada pada fisiografis tengah dan pola VII, VIII dan IX berada pada fisiografis bawah. Setiap pola terdiri dari tiga jenis tanaman utama dan beberapa jenis tanaman pengisi. Tanaman utama adalah tanaman yang dominan dalam suatu pola sedangkan tanaman pengisi tidak dominan (jumlahnya lebih sedikit dibanding tanaman utama). Tanaman utama mendominasi sekitar 50% 70% pada pola tanam yang diusahakan petani. Salah satu tanaman utama yang banyak

33 ditanam petani di Desa Pesawaran adalah Kakao (Theobroma cacao). Sekitar 90% petani menanam Kakao (Theobroma cacao) di lahan agroforestri yang diusahakan. Pengusahaan lahan agroforestri dalam penelitian ini diasumsikan selama 20 tahun disesuaikan dengan umur ekonomis Kakao (Theobroma cacao) sebagai tanaman utama yang paling dominan (Siregar dkk, 2007). Asumsi ini didukung oleh hasil penelitian Febryano (2009) tentang analisis finansial agroforestri kakao (Theobroma cacao) di lahan hutan negara dan lahan milik yang memperoleh nilai NPV sebesar Rp 17.452.336,56, nilai BCR sebesar 1,32 dan IRR sebesar 23% dengan pola tanam Kakao + Pisang. Pola tanam Kakao + Petai memperoleh nilai NPV sebesar Rp 41.860.069,85, BCR sebesar 1,77 dan IRR sebesar 27% dan untuk pola tanam Kakao + Durian diperoleh nilai NPV sebesar Rp 42.864.090,38, BCR sebesar 1,79 dan IRR sebesar 28%. A. Pola Tanam I Pola tanam I memiliki tanaman utama Kakao (Theobroma cacao), Kopi (Coffea robusta) dan Pala (Myristica fragrans). Tanaman pengisi adalah Pisang (Musa paradisiaca), Kelapa (Cocos nucifera), Cengkeh (Syzygium aromaticum), Mindi (Melia azedarach), Waru (Hibiscus tiliaceus), Nangka (Artocarpus heterophylla), Jati (Tectona grandis), Cempaka (Michelia champaca) dan Medang (Litsea Spp). Namun tidak semua jenis tanaman ini memberikan manfaat secara ekonomis bagi petani, karena beberapa diantaranya seperti Mindi (Melia azedarach), Waru (Hibiscus tiliaceus),

34 Nangka (Artocarpus heterophylla), Jati (Tectona grandis), Cempaka (Michelia champaca) dan Medang (Litsea Spp) merupakan tanaman subsisten. Tanaman subsisten adalah tanaman yang tidak dijual sedangkan tanaman komersil merupakan tanaman yang menghasilkan nilai uang (dijual) oleh petani. Petani memilih Kakao (Theobroma cacao) menjadi salah satu tanaman utama untuk ditanam karena Kakao (Theobroma cacao) dapat dipanen secara rutin setiap tahun serta memiliki masa produksi lebih cepat dibanding tanaman lainnya (khususnya kayu-kayuan). Kakao (Theobroma cacao) mulai berproduksi pada umur 3 tahun dan proses pemanenannya dapat dilakukan 15 hari sekali atau 2 minggu sekali. Pola tanam I yang berada pada fisiografi atas dengan ketinggian 800-1200 mdpl sangat mendukung petani untuk menanam Kopi (Coffea robusta) sebagai tanaman utama. Tanaman Kopi (Coffea robusta) ini tidak ditemukan pada pola-pola lainnya, hal ini dikarenakan tanaman Kopi (Coffea robusta) tumbuh berkembang baik pada ketinggian 750 mdpl (Yardha dan Karim, 2000). Umumnya petani menanam Kopi Robusta (Coffea robusta) yang berproduksi pada umur 4 tahun dengan musim panen 4 bulan yaitu pada bulan Juni September serta pemanenan hampir sama dengan Kakao (Theobroma cacao) yaitu 2 minggu sekali. Petani menggunakan jarak tanam 3 3 m dan ada juga yang menggunakan jarak 3 4 m baik untuk tanaman Kopi (Coffea robusta) maupun Kakao (Theobroma cacao). Pada pola ini tidak ada satupun jenis tanaman penghasil kayu-kayuan yang dijadikan sebagai tanaman utama karena kayu-kayuan

35 membutuhkan waktu masa tebang/umur produksi yang cukup lama untuk dapat dipanen. Sementara hasil pengusahaan agroforestri ini merupakan sumber penghasilan utama bagi petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis tanaman kayu pada pola ini antara lain: Mindi (Melia azedarach), Waru (Hibiscus tiliaceus), Nangka (Artocarpus heterophylla), Jati (Tectona grandis), Cempaka (Michelia champaca) dan Medang (Litsea Sp). Beberapa diantara tanaman kayu tersebut ada yang baru ditanam dan ada juga yang yang sudah berumur 5 tahun keatas. Tanaman kayu tersebut sengaja dimanfaatkan sebagai tanaman pelindung/penaung bagi tanaman lainnya yaitu untuk melindungi dari angin dan sinar matahari. Selain berfungsi sebagai tanaman penaung, tanaman kayu ini juga berfungsi untuk menjaga sistem ekologi. Pengusahaan pola tanam agroforestri membutuhkan biaya produksi, baik itu untuk biaya bibit, biaya pupuk, biaya peralatan (alat tani) maupun biaya untuk tenaga kerja. Penggunaan masing-masing komponen biaya tersebut mempengaruhi manfaat ekonomis yang diperoleh petani, tergantung dari besar kecilnya komponen biaya yang digunakan. Pada pola ini petani mengeluarkan biaya untuk bibit Pala (Myristica fragrans) dan Kakao (Theobroma cacao), sedangkan untuk jenis tanaman lainnya petani menyemaikan bibit sendiri. Petani juga mengeluarkan biaya untuk pupuk maupun pestisida seperti urea, KCL, TSP, roundup dan pastak. Selain pupuk buatan petani juga menggunakan pupuk kandang dalam pengusahaan pola tanam agroforestri. Namun petani tidak mengeluarkan biaya untuk pupuk kandang karena sebagian besar petani memelihara ternak sehingga kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Petani menggunakan tenaga kerja keluarga dan ada

36 juga yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam pengusahaan agroforestri. Penambahan tenaga kerja luar keluarga digunakan pada saat-saat tertentu umumnya pada saat pasca panen. Penerimaan petani yang dimasukkan dalam perhitungan analisis bersumber dari hasil panen tanaman komersil. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 35.851.937,83,. Nilai NPV tersebut menunjukkan manfaat secara ekonomis yang diterima pada pengusahaan pola tanam agroforestri. Nilai BCR pola I sebesar 4,18 yang berarti bahwa dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 4,18,-. Nilai IRR sebesar 47% yang berarti dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 47% maka secara finansial pola tanam I layak (menguntungkan). B. Pola Tanam II Pola tanam II berada pada fisiografis atas dengan tanaman utama adalah Kakao (Theobroma cacao), Kelapa (Cocos nucifera) dan Bayur (Pterospermum javanicum) sedangkan tanaman pengisi adalah Pisang (Musa paradisiaca), Waru (Hibiscus tiliaceus), Alpukat (Persea americana), Kedondong (Spondias dulcis), Julang-jaling (Archidendron microcarpum) dan Durian (Durio zibethinus). Namun yang menjadi tanaman komersil adalah Kakao (Theobroma cacao), Kelapa (Cocos nucifera), Bayur (Pterospermum javanicum), Pisang (Musa paradisiaca) dan Waru (Hibiscus tiliaceus) sedangkan yang lainnya termasuk tanaman subsisten. Pada pola ini terdapat tanaman kayu-kayuan sebagai tanaman utama. Umumnya tanaman penghasil kayu ini dijadikan

37 sebagai tanaman pelindung. Tanaman penghasil kayu ini dipanen ketika petani membutuhkan biaya pada saat-saat tertentu maupun pada saat pembangunan rumah. Tanaman Kakao (Theobroma cacao) mulai berproduksi pada umur 3 tahun dan jarak tanam sedikit lebih jarak dibanding pola sebelumnya yaitu 3 4 m dan ada juga 4 4 m. Pengelolaan pola tanam sama halnya dengan pola I yaitu menggunakan pupuk dan pestisida. Pupuk dan pestisida yang digunakan adalah urea, pastak dan roundup. Penggunaan pupuk/pestisida pada pola ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pola I. Untuk tenaga kerja petani pada pola ini menggunakan tenaga keja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga pada saat-saat tertentu. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 22.445.918,85,- yang menunjukkan keuntungan yang diterima pada pengusahaan pola tanam. Nilai BCR pola II sebesar 3,91 yang berarti bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3,91,-. Nilai IRR 65% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 65% sehingga secara finansial pola tanam II layak/menguntungkan. C. Pola Tanam III Kakao (Theobroma cacao), Pisang (Musa paradisiaca) dan Medang (Litsea Spp) menjadi tanaman utama pada pola ini sedangkan tanaman pengisi adalah Kelapa (Cocos nucifera), Pala (Myristica fragrans), Mahoni dan Nangka

38 (Artocarpus heterophylla). Pola III berada pada fisiografis atas dengan tanaman subsisten pada pola ini adalah Nangka (Artocarpus heterophylla) dan Mahoni (Swietenia Spp) sedangkan yang lainnya merupakan tanaman komersil. Pada pola ini petani memilih Pisang (Musa paradisiaca) sebagai tanaman utama karena Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang cepat berproduksi. Selain pemeliharaannya yang mudah, proses pemanenannya juga tidak sulit. Pisang (Musa paradisiaca) mulai berproduksi pada tahun ke-2 sedangkan Kakao (Theobroma cacao) mulai berproduksi pada umur 3 tahun dengan jarak tanam tidak jauh berbeda dengan pola I yaitu 3 4 m. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 39.047.832,32,- yang menunjukkan manfaat secara ekomis yang diterima pada pengusahaan agroforestri. Nilai BCR sebesar 4,98 yang berarti bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 4,98,-. Nilai IRR 85% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 85%. Maka secara finansial pola tanam II dapat dikatakan menguntungkan. Pengelolaan agroforestri petani menemukan beberapa masalah seperti adanya penyakit berupa bintik-bintik hitam yang banyak ditemukan pada buah Kakao (Theobroma cacao) yang masih kecil yang dapat menghambat perkembangan buah Kakao (Theobroma cacao). Selain itu dalam proses pemasaran juga petani masih kurang efisien. Petani tidak menjual hasil panen ke pasar melainkan pengumpul yang datang ke rumah-rumah sehingga kesempatan petani untuk mempertahankan harga semakin berkurang.

39 D. Pola IV Pola IV berada pada fisiografi tengah dengan tanaman utama adalah Kakao (Theobroma cacao), Pisang (Musa paradisiaca) dan Waru (Hibiscus tiliaceus) sedangkan tanaman pengisi adalah Cempaka (Michelia champaca), Kelapa (Cocos nucifera), Durian (Durio zibethinus), Bayur (Pterospermum javanicum), Mangga (Mangifera Indica), Jengkol (Pithecellobium lobatum), Petai (Parkia speciosa), Cengkeh (Syzygium aromaticum), Nangka (Artocarpus heterophylla), Pala (Myristica fragrans) dan Alpukat (Persea americana). Tanaman komersil adalah Kakao (Theobroma cacao), Pisang (Musa paradisiaca), Waru (Hibiscus tiliaceus), Cempaka (Michelia champaca), Kelapa (Cocos nucifera) dan Durian (Durio zibethinus). Pada pola ini banyak tanaman pengisi yang belum memberikan manfaat secara ekonomis karena beberapa diantaranya seperti Cengkeh (Syzygium aromaticum), Durian (Durio zibethinus), Kelapa (Cocos nucifera), Nangka (Artocarpus heterophylla) dan Pala (Myristica fragrans) masih belum menghasilkan buah. Petani menggunakan jarak tanam 3 3 m untuk Kakao (Theobroma cacao). Pada pola ini petani menggunaan pupuk kandang dan pupuk kimia tetapi penggunaan pupuk kandang lebih diutamakan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 70.403.565,19,-. Nilai NPV tersebut menunjukkan keuntungan yang diterima pada pengusahaan agroforestri. Nilai BCR pola IV sebesar 7,31 yang berarti bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 7,31,-. Nilai IRR 89% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama

40 umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 89%. E. Pola V Pola V sama halnya dengan pola IV berada pada fisiografis tengah dengan tanaman Kakao (Theobroma cacao), Durian (Durio zibethinus) dan Kelapa (Cocos nucifera) sebagai tanaman utama dan tanaman pengisi yang termasuk tanaman komersil adalah Pisang (Musa paradisiaca), Petai (Parkia speciosa), Bayur (Pterospermum javanicum) sedangkan Duku (Lansium domesticum), Mangga (Mangifera indica), Cengkeh (Syzygium aromaticum), Cempaka (Michelia champaca), Jeruk (Citrus sinensis) dan Manggis (Gabcinia mangostana) merupakan tanaman subsisten. Selain sebagai penghasil buah yang khusus untuk dikonsumsi sendiri tanaman ini juga sengaja dipelihara sebagai tanaman pelindung. Petani pada pola ini menggunakan jarak tanam 3 4 m untuk tanaman Kakao (Theobroma cacao) dan pemanenan dilakukan 15 hari atau 2 minggu sekali. Petani menyemaikan bibit sendiri, sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk bibit. Sama halnya dengan pola-pola sebelumnya petani pada pola ini menggunakan tenaga kerja keluarga dan luar keluarga juga menggunakan pupuk/pestisida namun dalam jumlah yang berbeda tergantung bagaimana perawatan masing-masing petani. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 39.499.108,41,-. Nilai NPV ini yang menunjukkan keuntungan yang diterima dalam pengusahaan agroforestri. Nilai BCR pada pola ini sebesar 6,26 yang berarti bahwa setiap rupiah biaya dikeluarkan

41 menghasilkan keuntungan sebesar Rp 6,26,-. Nilai IRR 78% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 78%. F. Pola Tanam VI Kakao (Theobroma cacao), Kelapa (Cocos nucifera) dan Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman utama dan sekaligus tanaman komersil dan tanaman pengisi yang komersil adalah Pala (Myristica fragrans) dan Cengkeh (Syzygium aromaticum). Tanaman subsisten adalah Alpukat (Persea americana), Mangga (Mangifera indica), Rambutan (Niphelium lappaceum), Sawo (Manilkara zapota), Medang (Litsea Spp) dan Cempaka (Michelia champaca). Petani memilih Kelapa (Cocos nucifera) menjadi salah satu tanaman utama pada pola ini karena Kelapa (Cocos nucifera) dapat menjadi sumber pendapatan mingguan bagi petani selain itu Kelapa (Cocos nucifera) juga tidak butuh pemeliharaan. Pisang (Musa paradisiaca) dipilih karena cepat berproduksi dan setiap bulannya dapat dipanen. Pada pola ini tidak terdapat tanaman kayu-kayuan sebagai tanaman komersil namun berfungsi sebagai penjaga sistem ekologi lingkungan dan penaung bagi tanaman lainnya misalnya Kakao (Theobroma cacao) karena tanaman ini butuh lindungan dari tiupan angin dan sinar matahari (Dahlan, 2012). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Obiri, dkk (2007) yang menjelaskan bahwa Kakao (Theobroma cacao) yang berada di bawah naungan memiliki umur ekonomis yang lebih lama dibanding yang tidak mendapat naungan. Jarak tanam hampir sama dengan jarak tanam pada pola sebelumnya yaitu 3 4 m

42 untuk tanaman Kakao (Theobroma cacao) dengan waktu pemanenan 15 hari sekali atau 2 minggu sekali. Tidak jauh berbeda dengan pola-pola sebelumnya petani pada pola ini menggunakan pupuk dan pestisida dan tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Pada pola ini perlakuan budidayanya lebih baik dibanding dengan pola-pola lainnya baik dari segi pemeliharaan maupun pemupukan. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 71.392.802,34,- yang menunjukkan keuntungan yang diterima dalam pengusahaan agroforestri. Nilai BCR sebesar 7,39 yang berarti bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 7,39,-. Nilai IRR 96% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 96%. G. Pola Tanam VII Tanaman utama pada pola VII adalah Kakao (Theobroma cacao), Cempaka (Michelia champaca) dan Kelapa (Cocos nucifera) sedangkan tanaman pengisi adalah Cengkeh (Syzygium aromaticum), Pala (Myristica fragrans) dan Pisang (Musa paradisiaca) yang merupakan tanaman komersil sedangkan Bayur (Pterospermum javanicum), Durian (Durio zibethinus), Sengon (Paraseriantes falcataria), Nangka (Artocarpus heterophylla), Petai (Parkia speciosa), Medang (Litsea Spp) dan Akasia (Acacia auriculiformis) termasuk tanaman subsisten. Pada pola ini tanaman subsisten seperti Durian (Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus heterophylla) dan Petai (Parkia speciosa)

43 hanya terdapat 3-4 pohon sehingga petani sengaja memeliharanya untuk dikonsumsi sendiri bukan untuk dijual. Untuk jenis tanaman penghasil kayu seperti Akasia (Acacia auriculiformis) dan Sengon (Paraseriantes falcataria) masih baru ditanam dan sebagian sengaja tidak ditebang karena dijadikan sebagai tanaman pelindung/penaung. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 36.825.124,37,-. Nilai NPV ini menunjukkan keuntungan yang diterima dalam pengusahaan agroforestri. Nilai BCR sebesar 4,91 yang berarti bahwa setiap biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 4,91,-. Niai IRR 55% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 55%. H. Pola Tanam VIII Pola tanam VIII berada pada fisiografis bawah dengan tanaman utama adalah Kakao (Theobroma cacao), Kelapa (Cocos nucifera) dan Pala (Myristica fragrans). Jati (Tectona grandis), Bayur (Pterospermum javanicum) dan Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman pengisi yang termasuk komersil sedangkan tanaman pengisi lainnya yang menjadi tanaman subsisten antara lain: Duku (Lansium domesticum), Jati (Tectona grandis), Waru (Hibiscus tiliaceus), Dadap (Erythrina lithosperma), Sengon (Paraseriantes falcataria), Nangka (Artocarpus heterophylla), Cempaka (Michelia champaca), Durian (Durio zibethinus), Bayur (Pterospermum javanicum), Pulai ( Alstonia scholaris) dan Salak (Salacca edulis). Jarak tanam Kakao

44 (Theobroma cacao) pada pola ini 3 3 m. Petani beranggapan bahwa tanaman kayu dapat dijadikan sebagai tabungan untuk masa depan sehingga perlahan petani sudah mulai menanamnya di lahan agroforestri yang diusahakan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 48.336.243,72,-. Nilai NPV ini menunjukkan keuntungan yang diterima dalam pengusahaan agroforestri. Nilai BCR sebesar 5,64 yang berarti bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5,64,-. Nilai IRR 64% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 64%. I. Pola Tanam IX Pola IX berada pada fisiografis bawah. Tanaman utama pada pola ini merupakan tanama komersil yang terdiri dari Kakao (Theobroma cacao), Pisang (Musa paradisiaca), dan Cempaka (Michelia champaca) sedangkan tanaman pengisi adalah Medang (Litsea Spp), Karet (Hevea brasiliensis), Jati (Tectona grandis), Pala (Myristica fragrans), Sawo (Manilkara zapota), Bayur (Pterospermum javanicum), Waru (Hibiscus tiliaceus) dan Mangga (Mangifera Indica). Namun diantaranya yang termasuk tanaman komersil adalah Durian (Durio zibethinus), Kelapa (Cocos nucifera) dan Sengon (Paraseriantes falcataria) sedangkan yang lainnya merupakan tanaman subsisten. Penjualan hasil kayu seperti Cempaka (Michelia champaca) dan

45 Sengon (Paraseriantes falcataria) dilakukan dengan sistem borongan, hal ini berlaku untuk semua jenis kayu pada pola IX. Jarak tanam Kakao (Theobroma cacao) pada pola ini 3 4 m dengan umur mulai berproduksi sama halnya dengan pola-pola sebelumnya. Pola ini layak berdasarkan finansial sesuai dengan hasil perhitungan yaitu nilai NPV sebesar Rp 52.038.191,10,- yang menunjukkan keuntungan yang diterima pada pengusahaan agroforestri. Nilai BCR sebesar 5,52 yang berarti bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5,52,-. Nilai IRR 91% yang berarti bahwa dari setiap rupiah yang diinvestasikan selama umur pengusahaan pola tanam agroforestri akan memberikan pengembalian modal 91%. Secara finansial suatu proyek dikatakan layak/menguntungkan apabila nilai NPV > 0, BCR > 1 dan IRR > i. Sesuai dengan kriteria tersebut maka secara keseluruhan 9 pola tanam yang diterapkan di Desa Pesawaran Indah dikatakan layak secara finansial. Pola tanam VI (Kakao + Kelapa + Pisang) lebih layak/menguntungkan dari pola tanam lain karena perlakuan silvikultur pada pengusahaan pola tanam ini lebih baik dibanding dengan pola lainnya. Sehingga pola tanam VI memperoleh nilai kelayakan finansial yang lebih besar yaitu nilai NPV sebesar Rp 71.392.802,34,-, nilai BCR sebesar 7,39 dan IRR sebesar 96%. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati, dkk (2004) tentang kelayakan usaha tani pola tumpangsari tanaman Kopi dengan nilai NPV sebesar Rp 33.599.884,-, BCR sebesar 1,58 dan IRR sebesar 13%.