TINJAUAN PUSTAKA Destilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL ( M-DAG ) DARI DESTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) MELALUI ESTERIFIKASI ENZIMATIS FARIDA NURAENI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

PENENTUAN WAKTU REAKSI DAN KONSENTRASI KATALIS UNTUK SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL MELAN AULIYA ANDRIANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisik Kimia Produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak Laurat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. asam lemaknya, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam kristal.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guenensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL BERBASIS GLISEROL DAN PALM FATTY ACID DISTILLATE

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK UJI SAFONIFIKASI

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Deskripsi ASAM LAURAT DARI BUAH KELAPA SEBAGAI ANTI BAKTERI HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS MENGGUNAKAN LIPASE

III. METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

REAKSI GLISEROLISIS PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD) MENGGUNAKAN CO-SOLVENT ETANOL UNTUK PEMBUATAN EMULSIFIER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak dan minyak (trigliserida) yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan khususnya sebagai bahan oleopangan dan oleokimia. bahan oleopangan, minyak kelapa digunakan untuk minyak goreng dan

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Transkripsi:

18 TINJAUAN PUSTAKA Destilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) Destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) atau Palm Fatty Acid Destilate (PFAD) merupakan produk samping proses pemurnian minyak sawit dalam industri minyak goreng. Tahapan proses pemurnian minyak adalah pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasifikasi/ netralisasi), pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorasi). Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak (Ketaren 2005). Deasifikasi atau netralisasi merupakan proses pemisahan asam lemak bebas dalam minyak, yang dapat dilakukan dengan metode kimia, fisik, biologis, reesterifikasi, ekstraksi pelarut, supercritical fluid extraction dan teknologi membran. Deasifikasi secara kimia dilakukan dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun. Basa yang biasa digunakan adalah NaOH, proses ini dikenal dengan istilah caustic deacidification (Bhosle 2004). Bleaching merupakan salah satu tahapan proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan zat warna, dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif (Ketaren 2005). Deodorasi dilakukan untuk memisahkan rasa dan bau dari minyak, prinsip dari proses deodorasi yaitu destilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Pada suhu tinggi, komponen-komponen yang menimbulkan bau mudah diuapkan kemudian melalui aliran uap komponen tersebut dipisahkan dari minyak. Komponen-komponen yang dapat menimbulkan rasa dan bau dari minyak antara lain asam lemak bebas, aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak essensia (Djadmiko dan Widjaja 1985). Deodorisasi dilakukan dengan cara menguapkan komponen-komponen volatil, proses ini dilakukan secara kontinu pada suhu 245-265 o C dalam keadaan vakum 1-2 tor (Siswanto 2000). Pada proses deodorasi ini destilat asam lemak minyak sawit dihasilkan. Pemisahan asam lemak bebas

19 penting dilakukan di industri minyak goreng karena kandungan asam lemak bebas yang tinggi pada minyak akan menyebabkan minyak mudah teroksidasi dan menyebabkan rendahnya titik asap. Titik asap yang rendah mengakibatkan minyak tidak dapat dipergunakan pada suhu tinggi, sehingga fungsi minyak sebagai media penghantar panas tidak tercapai. Menurut Gapor et al. (1992) pada produksi minyak kelapa sawit akan menghasilkan produk samping destilat asam lemak sawit sebesar 3-3,7 % w/w dari minyak sawit kasar. Pembentukan asam lemak bebas pada minyak sawit kasar merupakan suatu kerusakan yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis, mekanisme reaksi hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 1. Pada saat ini sebagian besar DALMS baru dimanfaatkan untuk bahan pembuatan sabun yang bernilai ekonomi rendah. Produksi minyak sawit kasar Indonesia pada tahun 2005-2010 a dan perkiraan jumlah DALMS yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 1 Mekanisme reaksi hidrolisis (Ketaren 2005) Tabel 1 Produksi minyak sawit kasar dan DALMS tahun 2005-2010 a Tahun a 2005 2006 2007 b 2008 b 2009 b 2010 b Total produksi minyak sawit kasar (ton) a 19.300.000 21.700.000 23.300.000 25.300.000 27.500.000 29.700.000 Perkiraan jumlah DALMS (ton) c 579.000 651.000 699.000 759.000 825.000 891.000 a Sumber : Ditjen Perkebunan (2007) b Perkiraan oleh Ditjen Perkebunan c Perkiraan dengan asumsi DALMS = 3% dari jumlah minyak sawit kasar

20 DALMS mengandung asam lemak bebas sekitar 80% terutama dari jenis asam lemak palmitat dan oleat, 14.5% asilgliserol (campuran mono, di, dan triasilgliserol), 0.4% sterol (β-sitosterol, stigmasterol dan kolesterol) serta 1.5% hidrokarbon (squalen). Asam lemak bebas merupakan salah satu faktor penentu mutu minyak sawit dan juga merupakan salah satu indikator dalam kerusakan minyak. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai, oleh karena itu dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (Ketaren 2005). Asam lemak bebas yang terdapat pada DALMS dapat diolah lebih lanjut melalui reaksi esterifikasi dengan gliserol dan katalis lipase untuk menghasilkan monoasilgliserol dan diasilgliserol, selanjutnya monoasilgliserol dan diasilgliserol dapat dipergunakan sebagai emulsifier pada produk pangan atau non pangan seperti kosmetik dan obat-obatan (Elizabeth dan Boyle 1997). Komposisi asam lemak DALMS hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi asam lemak DALMS yang digunakan sebagai substrat esterifikasi enzimatis dari beberapa peneliti Asam Nama asam BM Jumlah (% ) a Jumlah (%) b lemak lemak C8 : 0 Kaprilat 144 - - C10: 0 C12 :0 C14: 0 C16: 0 C16: 1 C18: 0 C18: 1 C18: 2 C18: 3 C20: 0 C20: 1 C24:0 Dekanoat Laurat Miristat Palmitat Palmitoleat Stearat Oleat Linoleat Linolenat Arakidonat Lignocerat 172 200 228 256 254 284 282 280 278 312 310 368 0,050 0,546 1,536 54,276 0,204 3,724 30,335 8,382 0,249 0,186 0,380 0,132-0,15 0,15 47,58 0,19 5,14 34,75 10,35 0,38 0,37 - - a Sumber : Christina (2000) b Sumber :Atmaja (2000)

21 Enzim Lipase Lipase (EC 3.1.1.3; triasil gliserol hidrolase) merupakan enzim yang sangat fleksibel karena lipase tidak hanya dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol seperti dapat dilihat pada Gambar 2 tetapi juga dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi maupun esterifikasi. Substrat alami enzim lipase adalah trigliserida dari asam lemak rantai panjang. Trigliserida tersebut tidak larut di dalam air dan enzim lipase dikarakterisasi dengan melihat kemampuannya dalam mengkatalisis hidrolisis ikatan ester pada interfase. Kemampuan menghidrolisis ester asam lemak rantai panjang yang tidak larut membedakan lipase dari esterase yang selama ini sering dikacaukan karena daya kerjanya yang sangat mirip yaitu mengkatalisis hidrolisis ester karboksilat. Esterase cenderung bekerja pada ester karboksilat yang bersifat larut dibandingkan yang tidak larut (Winarno 1999). Trigliserida lipase Digliserida + asam lemak bebas lipase Monogliserida + asam lemak bebas lipase Gliserol + asam lemak bebas Gambar 2 Reaksi lipase dengan substrat trigliserida ( Muchtadi D et al.1992) Substrat lipase dapat berupa trigliserida atau ester asam karboksilat dan amida dalam bentuk larut maupun tak larut. Enzim lipase dapat dihasilkan dari sejumlah mikroorganisme (bakteri, kapang, khamir), hewan dan tumbuhan. Produksi enzim dari hewan dan tumbuhan memiliki kelemahan sehingga industri umumnya menggunakan pembiakan mikroorganisme. Mikroorganisme penghasil lipase dari bakteri antara lain Pseudomonas fluorescens, Staphylococcus carnosus, Bacillus stearothermophillus dan Chromobacterium viscosum. Lipase yang berasal dari kapang adalah Aspergillus niger, Mucor miehei dan Rhizophus delemar. Lipase dari khamir dapat diperoleh dari Candida cylindriceae, Candida

22 auriculariae, Candida curvata, Hansenula aromala dan jenis khamir lainnya (Brockman 1984). Penggunaan lipase akhir-akhir ini berkembang pesat terutama setelah diketahui kemampuan enzim ini bereaksi dalam medium organik dan ketersediaannya secara komersial dari berbagai merk dipasaran. Berbagai produk yang dikatalisis oleh lipase telah dieksplorasi oleh para peneliti dan dilaporkan sangat berpotensi diaplikasikan di industri (Bastida 1998). Enzim lipase dapat mengkatalisa reaksi esterifikasi antara asam lemak bebas dengan gliserol dan menghasilkan monoasilgliserol. Hasil yang didapatkan lebih spesifik pada posisi sn-1,3 ; yaitu transfer gugus asil terjadi pada posisi 1 dan atau 3 menghasilkan monoasilgliserol dengan gugus asil di posisi 1 atau 3 (1(3)- MAG) dan DAG dengan gugus asil pada posisi 1 dan 3 (1,3- DAG) (Elizabeth dan Boyle 1997). Jensen et al. (1990) menyatakan bahwa spesifisitas enzim dipengaruhi oleh sifat fisikokimia enzim dan substrat seperti ph, suhu, jenis pelarut, modifikasi fisik atau kimia dan sumber enzim. Sedangkan (Van camp et al. 1998) menyatakan bahwa selektifitas dan spesifisitas lipase sangat tergantung pada kondisi yang diterapkan selama proses seperti aw, ph, suhu, tipe pelarut, pilihan kosubstrat dan imobilisasi. Peningkatan suhu pada enzim tertentu dapat meningkatkan kecepatan reaksi sebaliknya sampai batas tertentu peningkatan suhu reaksi dapat menurunkan kecepatan reaksi bahkan dapat menginaktifkan enzim. Menurut Elizabeth dan Boyle (1997), produksi monoasilgliserol menggunakan katalis lipase memiliki beberapa kelebihan antara lain; kondisi reaksi lebih ramah, khususnya suhu reaksi lebih rendah yaitu sekitar 22-70 o C; lemak atau minyak yang dapat digunakan lebih bervariasi karena berbagai lipozyme 1M dapat menunjukkan aktivitas pada berbagai asam lemak, lebih banyak pilihan lipase dengan spesifisitas tertentu untuk menghasilkan produk yang spesifik; energi yang dipergunakan lebih rendah dan proses produksi lebih bersifat ramah lingkungan. Aplikasi lipase telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menghasilkan berbagai produk turunan atau produk modifikasi lemak/minyak. Produk-produk hasil reaksi menggunakan lipase tersebut antara lain MAG yang bersifat

23 antibakteri dari minyak kelapa (Mappiratu 1999) MAG fungsional (Watanabe 2002), ester asam lemak untuk flavor (Babali et al. 2001), surfaktan sorbitan oleat (Xu et al. 2003), lemak coklat dari minyak sawit (Satiawiharja et al.1999), produk makanan bayi yang kaya kandungan asam palmitat pada posisi 2 (Quinlan dan Moore 1993), trigliserida kaya DHA (Irimescu et al. 2001), butyl oleat untuk aditif biodiesel (Linko et al. 1995) dan lain-lain. Gliserol Nama lain gliserol adalah gliserin yaitu suatu larutan kental yang memiliki rasa manis, tidak berwarna, tidak berbau dan bersifat higroskopis. Rumus kimia dari gliserol adalah C 3 H 8 O 3 dengan nama kimia propane-1,2,3-triol. Berat molekul gliserol 92,10, masa jenis 1,261 g/cm 3, titik didih 290 o C dan viskositas 1,5 Pa.s. Gliserol merupakan gula alkohol dan mempunyai tiga gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air (Anonim 2006). Gliserol banyak terdapat dalam bentuk gliserida pada lemak atau minyak dalam jaringan hewan atau tumbuhan. Gliserol juga dapat sebagai produk samping hidrolisis lemak dan minyak, selain asam lemak bebas dan garam logam (sabun). Gliserol sering digunakan sebagai pelarut, pemanis, humektan, bahan tambahan pada industri peledak, kosmetik, sabun cair, permen dan pelumas. Gliserol juga dipakai sebagai komponen antibeku (cryoprotectant) suatu campuran dan sebagai sumber nutrisi pada kultur fermentasi dalam produksi antibiotik (Anonim 2006). Gliserol dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan monogliserida, digliserida dan trigliserida melalui proses reaksi esterifikasi atau interesterifikasi secara kimia atau enzimatis. Bila suatu radikal asam lemak berikatan dengan gliserol akan terbentuk suatu monogliserida. Trigliserida akan terbentuk bila tiga asam lemak beresterifikasi dengan satu molekul gliserol (Winarno 2002). Penggunaan gliserol akan menyebabkan reaksi keseimbangan menuju ke arah kanan reaksi esterifikasi sehingga menghasilkan produk monodiasilgliserol yang cukup tinggi (Fischer 1998).

24 Emulsifier Mono-diasilgliserol (M-DAG) Sistem emulsi pangan maupun non pangan bersifat jauh lebih kompleks dibandingkan definisi emulsi, yaitu dispersi koloidal suatu droplet cairan pada fase cairan lain; karena fase terdispersi dapat berupa padatan atau fase kontinyu mungkin mengandung bahan yang terdiri dari kristal padatan, seperti pada es krim (Bos et al. 1997). Persamaan karakter pada hampir semua sistem emulsi adalah ketidakstabilan emulsi. Ketidakstabilan atau rusaknya sistem emulsi dapat dicegah dengan cara menggunakan alat mekanik untuk mengatur ukuran droplet terdispersi atau dengan menambahkan bahan penstabil seperti emulsifier. Tujuan utama penambahan emulsifier adalah mencegah coalesen atau penggabungan irreversibel dua atau lebih droplet atau partikel menjadi unit yang lebih besar (Kamel 1991). Emulsifier adalah salah satu ingredien unik dalam industri pangan, yang biasanya digunakan dalam bakeri, mayonnaise, margarin, minuman yang diformulasi, industri coklat, modifikasi adonan dan beberapa aplikasi yang lain. Emulsifier yang umum dihasilkan dari suatu industri pengolahan minyak tumbuhan adalah monogliserida, digliserida dan ester propilen glikol (Hui 1996). Emulsifier campuran M-DAG didefinisikan sebagai emulsifier lipofilik yang mengandung monogliserida dan digliserida, yang dibuat dengan mereaksikan gliserol dan lemak atau minyak yang spesifik (Igoe dan Hui 1996). M-DAG dapat berupa ester yang padat dan mempunyai titik leleh tinggi, ester yang berbentuk cair pada suhu ruang, maupun ester berbentuk plastis yang bersifat antara padat dan cair (Zielinski 1997; O Brien 1998). M-DAG memiliki struktur molekul yang terdiri dari bagian hidrofilik pada gugus OH dan bagian lipofilik pada gugus ester asam lemak, struktur MAG, DAG dan TAG dapat dilihat pada Gambar 5. Bentuk emulsifier M-DAG dipengaruhi asam lemak penyusunnya, semakin banyak asam lemak mengandung ikatan rangkap maka bentuk emulsifier akan semakin lunak. Hubungan antara besarnya bilangan iod suatu emulsifier dengan bentuk serta kegunaannya pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 4.

25 Gambar 5 Struktur molekul Monodiasilgliserol (MAG), Diasilgliserol (DAG) dan Triasilgliserol (TAG)(Hassenhuettl 1997) Emulsifier adalah bahan yang mampu mengurangi tegangan permukaan pada interfasial dua fase yang pada keadaan normal tidak bercampur, menyebabkan keduanya bercampur dan membentuk emulsi (Dziezak 1988). Emulsifier termasuk bahan dalam formulasi untuk meningkatkan formasi dan stabilisasi emulsi seperti aerasi busa dan suspensi. Emulsifaier memiliki gugus hidrofilik dan terikat pada fase akueus dan rantai lipofilik yang cenderung berada pada fase minyak (Hassenhuettl 1997). Menurut Krog (1990), emulsifier memiliki berbagai fungsi, terutama untuk meningkatkan stabilitas emulsi, menstabilkan sistem aerasi, mengatur aglomerasi dari globula lemak; memodifikasi tekstur, umur simpan dan sifat reologi dengan mengkompleks molekul pati dan protein, mengembangkan tekstur pangan yang berbasis lemak dengan mengatur polimorfisme dari lemak. Emulsifier sintetik mulai digunakan pada pertengahan abad 20 dan pemakaiannya berkembang seiring dengan berkembangnya industri pangan olahan yang memerlukan teknologi untuk memproduksi dan mempertahankan kualitas produk Emulsifier digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk emulsi seperti salad dressing yang dapat disimpan lebih dari setahun tanpa terpisah fase air dan minyaknya (Hassenhuettl 1997). Campuran mono dan diasilgliserol (M-DAG) adalah emulsifier komersial pertama di Amerika yang pada tahun 1929 diaplikasikan pada produk margarin dan sejak saat itu emulsifier telah menjadi produk yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada sektor industri. Pemakaian emulsifier pada tahun 1982 adalah sebesar 120 juta kg dengan konsumsi pemakaian M-DAG sebesar 96 juta kg (Dziezak 1988).

26 Tabel 4 Kegunaan emulsifier M-DAG pada produk pangan Bentuk Emulsifier Kegunaan Produk Pangan Keras Bilangan iod > 5 Plastis Bilangan iod 60-80 Lembut Bilangan iod> 90 Sumber: O Brien (1998) Menjaga kelembutan Pelembut crumb Pengembang volume Meningkatkan keempukan Memperbaiki tekstur Aerasi adonan Memperbaiki palatabilitas Mengurangi kelengketan Anti lengket Stabilisasi minyak Rehidrasi Memperkuat emulsi Stabilitas pembekuan Perantara antara bentuk keras dan lunak Aerasi Absorbsi air Perbaikan tekstur Emulsi lemah Semua produk bakeri Semua produk bakeri Semua produk bakeri Semua produk bakeri Kue Kue Roti Permen dan permen karet Pasta Mentega kacang Kentang goreng Margarin Produk beku Semua produk Pelapis dan pengisi es Pelapis dan pengisi es Saus Margarin Campuran mono dan diasilgliserol (M-DAG) termasuk ke dalam golongan polimorfik seperti trigliserida. Kristal M-DAG yang berasal dari proses pendinginan masih dalam bentuk kristal α. Kristal α termasuk kristal yang bersifat intermediat dan akan berubah menjadi kristal β yang lebih stabil dan memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibanding kristal α. Monogliserida dapat larut dengan sempurna dalam lemak dan minyak dan terdispersi dalam air pada kondisi tertentu (Gunstone et al. 1994). Reaksi Esterifikasi Reaksi esterifikasi seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4 merupakan reaksi yang menghasilkan senyawa ester dari asam karboksilat dan alkohol. Proses esterifikasi memerlukan katalis berupa katalis logam atau biokatalis (enzim). Reaksi esterifikasi dengan katalis logam berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi, sedangkan dengan biokatalis banyak dilaporkan dapat berlangsung pada suhu yang relatif rendah (Harnanik 2005). Linko et al. (1995) menyimpulkan bahwa kandungan air awal sistem reaksi, jumlah enzim dan rasio mol substrat

27 merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi hasil esterifikasi. R 1 OH + R 2 COOH R 2 COOR 1 + H 2 O Keterangan : R 1 OH adalah alkohol R 2 COOR 1 adalah ester R 2 COOH adalah asam karboksilat H 2 O adalah air Gambar 3 Skema reaksi esterifikasi (Harnanik 2005) Gambar 4 Reaksi esterifikasi satu molekul asam lemak dengan satu molekul gliserol (Winarno 2002) Esterifikasi langsung dari gliserol dan asam lemak menghasilkan monogliserida, digliserida dan trigliserida pada berbagai tingkatan. Komposisi dari produk akhir tergantung pada rasio gliserol : asam lemak, tipe asam lemak dan kondisi proses yang diterapkan. Esterifikasi dapat dilakukan dengan atau tanpa katalis, proses reaksi tanpa menggunakan katalis memerlukan suhu reaksi yang tinggi dan waktu yang lama serta menghasilkan produk yang cenderung berwarna gelap (Hui 1996). Penelitian yang dilakukan sebelumnya Oleh Pujiastuti (1998) adalah menggunakan DALMS sebagai sumber asam lemak bebas dan gliserol sebagai kosubtratnya untuk menghasilkan M-DAG dengan enzim lipase komersial Rhizomucor miehei. Sintesis M-DAG mencapai optimum pada kondisi reaksi sebagai berikut : rasio DALMS dengan gliserol 2:3, enzim lipase 400 mg, suhu 60 o C, waktu 4 jam, waktu pengendapan 24 jam.

28 Christina (2000) telah berhasil mengoptimasi proses produksi M-DAG dari DALMS dengan memodifikasi metode Pujiastuti yaitu enzim dipisahkan baru direfrigerasi dan enzim yang digunakan 1 g sedangkan kondisi yang lain sama. Selain itu Christina juga telah mengkarakterisasi sebagian sifat fisiko-kimia dan sifat fungsionalnya serta mengaplikasikannya pada beberapa produk pangan. Namun demikian produk yang dihasilkan masih cukup banyak mengandung asam lemak bebas dan memiliki bau kurang disukai. Tabel 3 Perbandingan hasil reaksi sintesis M-DAG secara enzimatik berbahan dasar DALMS beberapa peneliti. Parameter Substrat Jumlah enzim Kondisi reaksi Pujiastuti (1998) Christina (2000) Kitu (2000) Lukita (2000) 10g DALMS 10g DALMS 10gDALMS+ 30g DALMS + + 14 g gliserol + 14 g gliserol 14 g gliserol 45,92 g gliserol 400 mg 1 mg 1,2 g 1,5 g suhu 60 o C, waktu 4 jam, 200 rpm, pengendapan 24 jam suhu 60 o C, waktu 4 jam, 200 rpm, pengendapan 24 jam suhu 60 o C, waktu 4 jam, suhu fraksinasi 5º C % MAG 57,19 22,21 75,90 75,39 % DAG 28,15 41,38 13,04 16,64 % TAG 0,52 1,13 0,55 1,31 % ALB 14,14 35,28 10,51 6,65 % Rendemen 24,42 42,47 32,10 31,06 suhu 60 o C, waktu 4 jam, suhu fraksinasi 10º C Kitu (2000) juga menggunakan enzim komersial Lipozim dari Rhizomucor miehei dan substrat DALMS untuk menghasilkan M-DAG dengan kondisi reaksi sebagai berikut rasio substrat 10 g DALMS berbanding 14 g gliserol, lipase 5% dari total substrat, waktu 4 jam dan suhu fraksinasi 5 o C. Lukita (2000) mensintesis M-DAG menurut metode Kitu dengan skala yang ditingkatkan yaitu 30 g DALMS, 45,92 gliserol suhu 50 o C, waktu 4 jam, enzim 2% dan suhu fraksinasi 10 o C.

29 Perbandingan hasil reaksi esterifikasi dari beberapa peneliti tersebut disajikan dalam Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa ke empat peneliti sebelumnya mereaksikan substrat DALMS dan gliserol dengan kondisi reaksi (suhu dan waktu) yang sama yaitu suhu 60 o C dan waktu reaksi 4 jam tetapi enzim yang digunakan bervariasi yaitu berkisar 400 mg sampai 1,2 g untuk berat substrat yang sama yaitu 10 g DALMS dan 14 g gliserol. Hasil reaksi yang diperoleh bervariasi dari 22,21% sampai 75,90% untuk fraksi MAG, 13,04% sampai 41,38% untuk fraksi DAG, 0,52% sampai 1,13% untuk fraksi TAG dan 24,42% sampai 42,47% untuk rendemen dengan kadar asam lemak bebas berkisar antara 6,65% sampai 35,28 %. Untuk jumlah substrat yang ditingkatkan menjadi 30 g DALMS dan 45,92 g gliserol, enzim ditingkatkan menjadi 1,5 g dan kondisi reaksi tetap yaitu suhu 60 o C dan waktu reaksi 4 jam diperoleh fraksi MAG 75,39%, fraksi DAG 16,64%, fraksi TAG 1,31% dan rendemen 31,06% dengan kadar asam lemak bebas 6,65%. Peranan Pelarut Dalam Sintesis Mono-diasilgliserol (M-DAG) a. Heksan Faktor- faktor yang mempengaruhi rendemen dalam biosintesis M-DAG antara lain kadar air sistem reaksi, jenis pelarut organik (polaritas pelarut) dan sifat kespesifikan lipase serta faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas lipase seperti ph, suhu dan konsentrasi substrat (Mappiratu 1999). Pengaruh jenis pelarut (sifat polaritas pelarut) terhadap rendemen M-DAG dilaporkan oleh Li dan Ward (1993) di dalam Mappiratu (1999) pada reaksi gliserolisis konsentrat asam lemak omega-3 minyak ikan menggunakan lipase PS- 30 dan lipase IM-60. Derajat sintesis dalam satuan persen yang sebanding dengan rendemen M-DAG relatif lebih rendah dalam pelarut organik yang bersifat lebih polar (benzena, aseton dan kloroform) dibandingkan dalam pelarut yang bersifat lebih non polar (hidrokarbon). Fraksi massa M-DAG untuk semua kadar air medium reaksi yang diterapkan meningkat sejalan dengan meningkatnya sifat ketidak polaran pelarut. Pelarut petroleum eter menempati urutan tertinggi dalam hal biosintesis M-DAG

30 yaitu mencapai rendemen 29,40% diikuti berturut-turut pelarut heksan dengan rendemen 28,35%, campuran heksan /dietil eter dan terakhir pelarut dieter etil (Mappiratu 1999). Heksan adalah suatu hidrokarbon alkana dengan rumus kimia CH 3 (CH 2 ) 4 CH 3, berupa cairan tidak berwarna dengan massa molar 86,18 g/ mol, densitas 0,6548 g/ml, titik leleh -95º C dan titik didih 69º C serta viskositas 0,294 cp pada 25º C. Heksan memiliki 5 isomer yaitu heksan dengan 6 atom C (CH 3 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 CH 3 ), isoheksan CH 3 CH(CH 3 )CH 2 CH 2 CH 3, 3- Metil pentana CH 3 CH 2 CH(CH 3 )CH 2 CH 3, 2,3- Dimetilbutana CH 3 CH(CH 3 )CH(CH 3 )CH 3, 2,2- Dimetilbutana CH 3 C(CH 3 ) 2 CH 2 CH 3. Heksan pada umumnya diproduksi pada proses pemurnian minyak bumi kasar, dimana pada industri 50 % berupa isomer dengan rantai lurus yaitu fraksi yang mendidih pada 65-70º C. Isomer dari heksan sebagian besar tidak reaktif dan sering digunakan sebagai pelarut inert dalam reaksi organik, karena heksan bersifat sangat tidak polar. b. Butanol Yang dan Parkin (1994) didalam Mappiratu (1999) melaporkan bahwa fraksi massa M-DAG yang dihasilkan dari gliserolisis minyak mentega dalam pelarut tertier-butanol dengan lipase PS-30 dalam gel ENT-3400 mencapai maksimum pada kadar air 0,4% sedangkan dengan lipase PS-30 dalam gel ENTP- 4000 mencapai maksimum pada kadar air 0,8% Menurut Rendon et al. (2001) reaksi tanpa menggunakan pelarut transfer massa yang terjadi akan lebih kecil akibat tingginya viskositas, sedangkan pada reaksi yang menggunakan pelarut viskositas akan lebih rendah dan transfer massa lebih tinggi sehingga rendemen yang dihasilkan juga lebih tinggi. Butanol atau butil alkohol atau kadang-kadang disebut sebagai biobutanol jika diproduksi secara biologi, adalah suatu alkohol primer dengan 4 atom Carbon dan rumus molekulnya C 4 H 10 O. Butanol merupakan suatu cairan bening, massa molar 74,1216 g/ mol, densitas 0,8098 g/ cm 3 pada 20º C, titik leleh 89,5º C, titik didih 117,73º C, kelarutan dalam air 9,1 ml/ 100 ml H2O pada 25º C dan

31 viscositas 3 cp pada 25º C. Pada umumnya butanol digunakan sebagai pelarut, sebagai intermediat dalam sintesis kimia dan sebagai bahan bakar. Butanol memiliki 4 isomer, n- butanol atau 1- butanol adalah isomer rantai lurus dengan gugus OH pada C ujung, isomer berantai lurus dengan gugus OH pada atom C yang ditengah disebut sec- butanol atau 2- butanol sedangkan isomer dengan rantai bercabang dan gugus OH pada C ujung disebut isobutanol; 2- metil -1- propanol, isomer ke empat adalah isomer bercabang dengan gugus OH pada atom C yang ditengah disebut tertier - butanol atau 2- metil-2- propanol. Isomer butanol dengan struktur yang berbeda akan memiliki titik didih dan titik leleh yang berbeda.