BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Yogyakarta melekat dengan sebutan Kota Pelajar yang dikarenakan banyaknya Universitas Tinggi Negeri maupun Swasta, Sekolah Tinggi, Institut serta Akademi. Menurut data Badan Pusat Statistik (Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka) tahun 2015 terdapat 3 Perguruan Tinggi Negeri yaitu Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta terdapat 20 Perguruan Tinggi Swasta yaitu Universitas Islam Indonesia, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Universitas Janabadra, Universitas Proklamasi 45, Universitas Atmajaya, Universitas Cokroaminoto, Universitas Muhammadyah Yogyakarta, Universitas Widya Mataram, Universitas Wangsa Manggala, Universitas Kristen Immanuel, Universitas Kristen Duta Wacana, Universitas Sanata Dharma, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Universitas PGRI Yogyakarta, Universitas Teknologi Yogyakarta, Universitas Respati Yogyakarta, Universitas Dirgantara Indonesia serta Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Kota pelajar adalah kota yang mampu menerima proses pembauran budaya dari berbagai etnis pendatang. Kota ini menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah dan tinggi untuk mendukung animo masyarakat luar yang berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di kota ini. Yogyakarta harus menyediakan tempat tinggal sementara bagi mahasiswa. Kebutuhan tempat tinggal sejenis kos dan asrama menjadi kebutuhan utama bagi pendatang. Kota ini ternyata sudah menjadi pusat berkumpulnya pelajar dari berbagai daerah yang tinggal sementara, baik di rumah pondokan maupun di rumah asrama. 1
2 Suasana Kota pendidikan benar-benar terasa. Mahasiswa-mahasiswa tersebut tersebar di berbagai sudut Kota dan ada kecenderungan tinggal di sekitar kampus masing-masing. Yogyakarta tempat berkumpulnya mahasiswa dari berbagai daerah, dalam setiap tahunnya selalu dituju banyak pelajar yang ingin meneruskan studi di Kota ini. Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta menjadi alternatif pilihan selanjutnya bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan tingkat tinggi. Pada perkembangannya pelajar yang melanjutkan pendidikan di Kota Yogyakarta tidak hanya berasal dari wilayah di sekitar Yogyakarta atau Indonesia saja, namun juga terdapat pelajar-pelajar dari luar negeri. Beberapa pelajar dari luar negeri yang melanjutkan pendidikan di Yogyakarta antara lain berasal dari wilayah ASEAN yaitu Malaysia, Philipina, dan Thailand. Mayoritas mahasiswa dari Thailand yang melanjutkan pendidikan di Yogyakarta saat ini kebanyakan merupakan mahasiswa yang beragama Islam. Kondisi ini disebabkan adanya faktor sejarah, budaya dan politik yang terjadi di Thailand sehingga berdampak pada perilaku tersebut. Berawal dari perkembangan masyarakat Muslim di Thailand dimana berdasarkan data yang ada, persebaran komunitas muslim di Thailand terserak ke dalam 77 Provinsi, mulai dari Chiang Mai, Chiang Rai, dan Mae Hong Son di utara, Khon Kaen di timur laut, Tak, Ayyutthaya, Nakhon, Nayok, Chachoengsao, Chon Buri, dan Bangkok di tengah, Phuket, Ranong, Phang Nga dan Krabi di tepi laut Andaman (Barat daya Thailand). Selanjutnya, komunitas muslim di Thailand juga ada di Nakhon Si Thammarat, Surat Thani, dan Songkhla hingga Satun, Patani, Yala, dan Narathiwat yang lokasinya berdekatan dengan negara Malaysia. Meski komunitas muslim di Thailand tersebar di beberapa Provinsi, namun ketika berbicara tentang muslim Thailand, lazimnya orang langsung merujuk kepada muslim Patani, Yala, dan Narathiwat yang berada di Thailand Selatan. Jumlah penganut agama Islam di ketiga Provinsi tersebut mencapai sekitar 85% dari jumlah total muslim di Thailand Selatan. Dengan demikian wajarlah kalau secara
3 umum, komunitas muslim di tiga wilayah Provinsi tersebut dapat dianggap sebagai representatif dari muslim Thailand. Bahkan wilayah Patani, Yala, dan Narathiwat dianggap sebagai basis massa muslim terkuat yang terletak di Thailand bagian selatan (Papayok, 2012) Secara historis, minoritas muslim Thailand yang tinggal di Thailand Selatan tidaklah berakar yang sama dengan bangsa Thailand pada umumnya, baik dari segi agama, bahasa, maupun budayanya. Muslim di Thailand merupakan bagian dari Bangsa Melayu karena secara geografis, tempat tinggalnya berbatasan dengan negara Melayu Malaysia. Letak geografis yang demikian itulah menyebabkan ikatan-ikatan budayanya telah membantu memupuk suatu rasa keterasingan dikalangan mereka terhadap lembaga sosial, budaya, dan politik di Thailand. Sebelum abad ke-18, kaum muslim yang berada di Thailand Selatan merupakan bagian dari kerajaan muslim Patani. Namun setelah abad ke-18, atau tepatnya sejak tahun 1902, sesuai dengan perjanjian Inggris-Siam maka Siam secara resmi mengambil alih negara-negara yang ada di Melayu Utara, seperti: Patani, Narathiwat, Songkhla, Yala, dan Satun untuk kemudian menjadi Provinsi di Thailand. Sementara negara Melayu Utara yang lain, seperti Kedah, Kelantan, Perlis, dan Terengganu oleh Inggris dimasukkan sebagai bagian dari Malaysia. Adanya kondisi yang demikian inilah menyebabkan akhirnya sampai sekarang, kaum muslim yang semula di bawah kekuasaan kerajaan muslim Patani berubah menjadi di bawah kekuasaan kerajaan Thailand. Dengan demikian, dari segi politik, mereka merupakan bagian dari bangsa Muangthai. Bahkan secara definitif, kaum muslim yang dulu di bawah kekuasaan kerajaan Patani, sejak tahun 1902 M dimasukkan kedalam kekuasaan kerajaan Thailand yang waktu itu diperintah oleh Chulalongkorn atau Raja Rama V. Selama berada di bawah kekuasaan pemerintahan Thailand yang menganut agama Buddha sebagai agama resmi negara, komunitas muslim di Thailand Selatan merasa diberlakukan tidak adil sebagai kaum minoritas (Helmiati, 2011).
4 Adanya perubahan status tersebut, ternyata dalam perjalanan waktu menimbulkan persoalan baru yang sampai sekarang ini menjadi ganjalan, baik dari pemerintah Thailand sendiri maupun dari komunitas muslim di Thailand Selatan pada khususnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan agama dan tradisi sehingga menyebabkan hubungan antara muslim Thailand dengan mayoritas etnis Thailand yang beragama Buddha senantiasa diliputi kecurigaan. Di satu sisi, masyarakat Patani khususnya diberlakukan tidak adil karena mereka diharuskan untuk menerima Budhaisasi di segala bidang. Hal ini tentunya sangat sulit mereka terima. Dampak dari penolakan ini berimbas pada sektor ekonomi yang mana Patani menjadi jauh tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Buddha. Persoalan pendidikan yang tertinggal juga menjadi persoalan yang serius bagi warga Patani. Sedangkan pada sisi yang lain (dari pihak pemerintah) merasa apa yang telah dilakukan tersebut (Buddhaisasi) itu dalam rangka penyatuan etnik. Adanya perbedaan sudut pandang ini tampaknya akan menjadi persoalan serius bagi prospek penguatan proses homogenisasi etnik (Bambang, 2010). Adanya problematika-problematika diatas menyebabkan sejumlah komunitas muslim di Patani membuat gerakan-gerakan untuk bangkit melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan dari pemerintah Thailand. Bentuk perlawanan itu diawali dengan munculnya Gerakan Rakyat Patani (GRP) yang didirikan oleh Haji Sulong pada tanggal 3 April 1947. Dengan melalui Gerakan Rakyat Patani, Haji Sulong bersama dengan para pemimpin muslim lainnya menandatangani petisi untuk menuntut hak-haknya, antara lain pengajuan otonomi penuh, menuntut penerimaan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi disamping bahasa Thai, penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar di wilayah itu, penerapan hukum Islam bagi kaum muslim, merekrut kaum muslim di Provinsi-Provinsi yang dikuasai muslim dengan komposisi 85%, dan membentuk Dewan Muslim yang khusus mengurusi persoalan-persoalan spesifik
5 kaum muslim. Selanjutnya organisasi lain yang muncul dikalangan kaum minoritas muslim Thailand adalah Patani United Liberation Organization (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional, dan masih banyak lagi organisasi lainnya. Pada intinya, tujuan adanya organisasi kelompok tersebut adalah adanya keinginan kaum minoritas muslim di Thailand untuk memisahkan diri dari kerajaan Thai. Hal ini dikarenakan kaum muslimin melihat adanya keengganan pemerintah untuk memberikan kebebasan dalam mengamalkan ajaran agamanya dan mengungkapkan aspirasi budaya mereka. Dengan perkataan lain dapat dimaknai bahwa pemerintah berusaha menjauhkan Islam dari penganutnya dan melakukan pelumpuhan budaya yang dimiliki umat Islam. Selain itu juga tindakan birokrat lokal yang tidak simpatik seringkali menimbulkan banyak kesulitan (Helmiati, 2011). Meski berbagai upaya kaum minoritas muslim di Thailand telah melakukan berbagai perlawanan terhadap pemerintah, namun sampai sekarang hasilnya belum memuaskan. Meski kondisinya demikian, namun usaha mereka yang belum membuahkan hasil tersebut tidaklah menyurutkan semangat muslim Patani untuk bangkit dari kepurukan. Salah satu usaha yang masih menyisakan harapan adalah melakukan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi muslim Patani untuk mengembangkan ilmu pendidikan Islam yang lebih layak. Untuk mewujudkan harapannya itu lalu Lembaga Majelis Agama Islam Wilayah Patani, Thailand Selatan, berkunjung ke Indonesia (dalam hal ini dengan Menteri Agama Republik Indonesia). Tujuan dari kunjungannya itu adalah untuk melakukan kerjasama dibidang dakwah, pembangunan, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan Bahasa Melayu dan Indonesia, haji, dan sektor ekonomi. Salah satu alasan Indonesia menjadi alternatif kerjasama bagi muslim Patani adalah karena adanya kesamaan agama (Islam) dan kemiripan dalam hal bahasa (Melayu). Dengan adanya kemiripan itulah maka dengan mencontoh Indonesia yang serba plural ini diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk
6 perdamaian di Thailand Selatan. Kerjasama dibidang pendidikan inilah yang menjadi salah satu penyebab relatif banyak warga masyarakat dari Patani yang menimba ilmu diberbagai Perguruan Tinggi negeri di Yogyakarta (seperti di UIN Sunan Kalijaga, UGM, dan UNY) serta Perguruan Tinggi swasta yang berlabel Islam di Yogyakarta, antara lain di Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Republika, 2013). Seiring dengan banyaknya mahasiswa dari Thailand khususnya mahasiswa muslim, selanjutnya berdirilah Organisasi Mahasiswa Islam Patani di Indonesia. Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan seluruh Indonesia itu adalah Organisasi Kemahasiswaan dan Kemasyarakatan bagi Umat Melayu Patani. Organisasi mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan selurah Indonesia itu adalah Organisasi Kemahasiswaan dan Kemasyarakatan bagi Umat Melayu Patani didirikan pada 25 September 1972M. Sebagai Buku Pedoman Anggota yang Edisi Khusus Komunitas Versi Indonesia memiliki pasang surut dari generasi kegenerasi upaya memperkenalkan dan memahami tentangan aksi dan reaksi. Sebagai tantangan dan hambatan kepada Umat Melayu Patani yang datang melanjutkan studi di Indonesia (PMIPTI, 2013). Disisi lain Persatuan Organisasi Mahasiswa Islam Patani mempunyai tujuan yang paling esensi dan mendasarkan yaitu sebagai wadah untuk mempersiapkan diri atau memproduk Kader-kader kepemimpinan dan Tokoh pemikiran sebagai tokoh masyarakat yang mampu dan sanggup membela nasib Umat Melayu Patani. Justru Organisasi ini adalah organisasi yang menjunjung tinggi nilai Keislaman sehingga mampu mengaktualisasi diri kepada masyarakat dan mengembang potensi anggota baik aspek intektual upaya Meningkatkan Kualitas, Loyalitas dan Moralitas Kepemimpinan Dalam Membentuk Kesatuan
7 Yang Progresif untuk mencurah dan membangun Masyarakat Patani sebagai Adil, Makmur, Aman, Damai dan Sejahtera (PMIPTI, 2013). Perkembangan Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta berkembang menjadi organisasi yang secara mandiri mampu mendidik anggotanya untuk menjadi pribadi yang memiliki semangat dan tekad sesuai dengan visi dan misi organisasi. Namun demikian, selain berusaha untuk mewujudkan misi organisasi, secara individu para mahasiswa memiliki tujuan secara pribadi terhadap pendidikan yang dijalaninya, yaitu meraih gelar kesarjanaan dan keterampilan tertentu yang nantinya menjadi bekal dalam menempuh kehidupannya di masa datang. Tujuan organisasi dan tujuan individu kadang seiring, namun tidak selalu beriringan, sehingga mahasiswa anggota organisasi tersebut harus mampu memilih dan memilah perilaku yang dijalaninya sehingga mengarah pada tujuan tertentu. Dalam suatu organisasi khususnya organisasi mahasiswa, tentunya memiliki pola hubungan atau interaksi di dalam organisasi tersebut yang selain mengarah pada pencapaian tujuan organisasi namun juga untuk mencapai tujuan individual anggotanya. Interaksi sosial yang terjadi dalam PMIPTI berupa hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang perorang antara kelompok manusia dalam PMIPTI. Suatu interaksi merupakan hal yang sangat penting dalam organisasi seperti PMIPTI karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari sangat membutuhkan bantuan dan petunjuk dari orang lain. Kehidupan anggota PMIPTI dalam keseharian terjadilah interaksi antar anggota sebagai bentuk beradaptasi dan berkomunikasi dalam menyampaikan sesuatu. Pola interaksi atau hubungan dalam organisasi yang telah menjadi pakem atau suatu rujukan berperilaku anggotanya selanjutnya akan menjadi suatu budaya organisasi. Suatu pola interaksi akan menjadi suatu budaya organisasi jika di
8 dalam nya telah tercakup adalah suatu kepercayaan atau nilai-nilai yang memberi arti bagi anggota serta aturan-aturan bagi anggota untuk berperilaku dalam organisasi (Moeljono, 2005). Hasil observasi peneliti kepada PMIPTI diperoleh beberapa kebiasaan yang mencerminkan budaya organisasi yang terdapat di PMIPTI yang mungkin berbeda dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan lainnya. Salah satu bentuk kebiasaan yang dilakukan oleh mahasiswa anggota PMIPTI adalah adanya diskusi antar anggota yang dilakukan setiap hari, setiap pekan, dan setiap bulan. Diskusidiskusi harian biasanya membahas aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh anggota pada hari tersebut, yaitu mencoba memecahkan masalah yang terjadi pada mahasiswa pada hari itu. Sedangkan diskusi mingguan dan bulanan biasanya dilakukan dengan agenda diskusi tersendiri yang telah disusun oleh tim perumus diskusi pada kepengurusan PMIPTI. Wawancara awal peneliti dengan Ketua PMIPTI Yogyakarta menyebutkan bahwa forum diskusi mingguan dan bulanan merupakan ajang bertemunya para anggota PMIPTI serta sebagai wadah untuk bertukar pikiran tentang program PMIPTI baik yang bersifat internal yaitu tentang PMIPTI maupun yang bersifat umum, seperti perkembangan masyarakat Islam Patani dan sebagainya. Selama ini tingkat kehadiran anggota dalam diskusi mingguan dan bulanan sangat baik yaitu rata-rata 85% dihadiri oleh seluruh anggota. Disebutkan pula bahwa salah satu daya tarik kehadiran anggota pada diskusi tersebut adalah sebagai ajang untuk bertemu dengan teman satu asal sebagai pelepas rindu, sekaligus sebagai ajang untuk mengungkapkan harapan dan pandangan anggota tentang topik yang didiskusikan. Organisasi PMIPTI sebagai suatu bentuk struktur sosial yang terjadi pada masyarakat mahasiswa Thailand di Indonesia, secara tidak langsung memiliki peran terhadap prestasi belajar mahasiswa Thailand di Indonesia. Peran tersebut dapat berbentuk peran positif yaitu berperan terhadap peningkatan prestasi belajar
9 mahasiswa, namun juga dapat berperan negatif yaitu penurunan prestasi belajar mahasiswa. Perjalanan kehidupan PMIPTI menyebabkan timbulnya suatu budaya organisasi yang mengatur pola hidup dan interaksi antar anggotanya, sehingga pola hidup dan interaksi tersebut akan berbenturan dengan budaya yang ada pada masing-masing kampus dari mahasiswa Thailand yang berbeda-beda. Budaya organisasi PMIPTI merupakan suatu ciri khas dari kebiasaan-kebiasaan, perilaku, ritual atau pola interaksi yang harus dilakukan atau dipatuhi oleh anggota PMIPTI, disisi lain terdapat kepentingan dari anggota PMIPTI untuk menyelesaikan tujuan lainnya secara individu yaitu menyelesaikan sekolah dengan prestasi belajar yang baik. Budaya organisasi dalam PMIPTI jika sesuai dengan pola kehidupan mahasiswa pada kampus mereka masing-masing tentunya mendorong tercapainya tujuan belajar dari mahasiswa. Namun sebaliknya, jika ternyata budaya organisasi PMIPTI berseberangan dengan pola kehidupan mahasiswa di kampus, maka budaya organisasi PMIPTI menjadi faktor yang menghambat pencapaian tujuan belajar dari mahasiswa. Beberapa penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa keberadaan lembaga mahasiswa berperan terhadap munculnya kebiasaan atau perilaku pada anggotanya. Penelitian tersebut antara lain penelitian Seda Sumer (2009) melakukan penelitian dengan judul International student s psychological and sociocultural adaptation in the Unites States yang menyimpulkan bahwa mahasiswa asing yang belajar di USA mengalami perbedaan budaya dan agama sehingga mereka mengalami kesulitan dalam melakukan adaptasi khususnya dalam budaya belajar di USA. Badan konseling psikologi dan budaya terbukti memiliki peran dalam membantu mahasiswa asing untuk melakukan adaptasi budaya di USA. Ly Thi Ran (2008) meneliti tentang Mutual Adaptation of International
10 Students and Academics for the Sustainable Development of International Education. Penelitian ini menyimpulkan bahwa adaptasi yang menguntungkan antara pelajar asing dengan proses akademik dapat meningkatkan kenyaman pembelajaran oleh pelajar asing. Peran adaptasi pelajar asing dilakukan oleh institusi lembaga pembelajaran serta organisasi pada pelajar asing tersebut. Ly Thi Ran (2013) yang meneliti tentang International Student Adaptation to Academic Writing in Higher Education. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan adaptasi mahasiswa internasional dalam menulis tugas belajar dan tugas akhir adalah adanya rekan dari satu wilayah, adalah instittusi pembinaan, dan organisasi mahasiswa dari Negara atau asal yang sama. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tarik ulur budaya organisasi PMIPTI dimana mahasiswa memiliki tujuan secara komulatif terhadap PMIPTI serta tujuan individual mahasiswa anggota PMIPTI dan dampaknya pada prestasi belajar siswa. Peneliti tertarik untuk menggangkat penelitian sosiologi dengan tema representasi budaya organisasai Mahasiswa Islam Patani Selatan Thailand (PMIPTI) di Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasakan latar belakang masalah diatas maka peneliti merumuskan bahwa organisasi mahasiswa Islam Thailand (PMIPTI) di Yogyakarta disatu sisi akan membantu mahasiswa dari Thailand untuk beradaptasi dengan lingkungan belajar baru, namun disisi lain muncul tanggung jawab yang harus diemban oleh mahasiswa berdasarkan keberadaannya dalam organisasi PMIPTI. Pemenuhan kepentingan organisasi (PMIPTI) dan kepentingan individual mahasiswa yaitu kebutuhan prestasi belajar tentunya menjadi suatu dilema bagi mahasiswa anggota PMIPTI dalam memprioritaskan kepentingan mereka, apakah mendahulukan kepentingan organisasi, kepentingan individu atau berjalan bersama-sama. Berdasarkan fenomena commit to tersebut, user maka rumusan masalah yang
11 diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah representasi budaya organisasi pada Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta? 2. Apakah dimensi pendukung dan penghambat dalam representasi budaya organisasi pada Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta? 3. Bagaimanakah peran budaya organisasi terhadap motivasi belajar pada Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui representasi budaya organisasi pada Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui dimensi pendukung dan penghambat dalam representasi budaya organisasi pada Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui peran budaya organisasi terhadap motivasi belajar pada Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Mahasiswa Dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang budaya organisasi pada lingkungan mereka serta kaitannya dengan motivasi belajar mahasiswa. 2. Bagi kalangan akademisi Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada pemikiran
12 tentang interaksi sosial budaya organisasi terhadap motivasi belajar pada Persatuan Mahasiswa Islam Patani (Selatan Thailand) di Indonesia (PMIPTI) Yogyakarta.