BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Anatomi Perineum Wanita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk meningkatkan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot. dasar panggul (Mongan, 2007, hlm 178).

AMNIOTOMI. Diadjeng Setya W

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organizatin (WHO) dinegara berkembang, kematian maternal berkisar antara per kelahiran hidup,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan. BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin

BAB II TINJAUAN TEORI

PIMPINAN PERSALINAN BY: ADE. R. SST

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan suatu teori kontrol. Tetapi yang jika dihubungkan dengan perantara

BAB V PEMBAHASAN. terbanyak mempunyai kelompok umur tahun yaitu sebanyak 37

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN RUPTURE PERINEUM PADA IBU BERSALIN SPONTAN

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA. Oleh :

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. riwayatkan dalam hadist. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan

Asuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. hamil saat proses melahirkan adalah episiotomi. Episiotomi yaitu tindakan bedah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2002, hlm. 180). Menurut Mochtar, 1998, jenis persalinan terbagi :

HUBUNGAN SENAM HAMIL DENGAN TERJADINYA ROBEKAN PERINEUM SPONTAN DI BPM WIWIK AZIZAH SAID DESA DURIWETAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. didunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Persalinan sangat


HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PRIMIPARA DI BPS BENIS JAYANTO TAHUN 2012

Referat Fisiologi Nifas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran rahim oleh kontraksi otot-otot rahim. Persalinan normal adalah

ANESTESI LOKAL PADA PERINEUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Persalinan adalah proses dimana bayi, placenta dan selaput

BAB II TINJAUAN TEORI. ketuban keluar dari uterus ibu (Gulardiet al. 2008; h. 39). Dasar

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PARTUS LAMA DI RUANG KEBIDANAN RSUD IBNU SUTOWO BATURAJA TAHUN 2015

GAMBARAN RESPONDEN DENGAN ROBEKAN PERINEUM DI RB PANJAWI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN kelahiran dibandingkan 16 per kelahiran di negara maju. Indonesia

PERSALINAN NORMAL ( KALA IV )

BAB I PENDAHULUAN. I dan II jarang terjadi perdarahan postpartum. morbiditas lainnya meliputi macam-macam infeksi dan penyakit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 99 persen kasus kematian ibu terjadi di negara berkembang. Hal ini terungkap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

PERBEDAAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI ANTARA PRIMIPARA DAN MULTIPARA. Siti Aisyah

HUBUNGAN UMUR IBU DAN LAMA PERSALINAN DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA IBU PRIMIPARA DI BPS NY

Distosia. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DAN PARITAS DENGAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN SPONTAN DI RSIA BUNDA ARIF PURWOKERTO TAHUN 2010

KEPERAWATAN SELAMA PERSALINAN DAN MELAHIRKAN. ESTI YUNITASARI, S.Kp

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Cirebon, Jawa Barat, Indonesia, ABSTRAK

Mekanisme Persalinan Normal. Dr. Iskandar Syahrizal SpOG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH DERAJAT LASERASI PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU POST PARTUM

Istilah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan reproduksi wanita menjadi perhatian yang perlu

HUBUNGAN ANTARA PERAWATAN LUKA PERINEUM DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM IBU POST PARTUM. Nur Hasana* dan Irma Damayanti** ABSTRAK

PERSALINAN DAN NIFAS Dr. MAYANG ANGGRAINI PRODI MIK, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PENANGANAN DISTOSIA POWER INKOORDINATE UTERI INKOORDINA INERSIA UTERI INERSIA TETANI UTERI TET KONTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dalam pelayanan kesehatan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit sebelah depan perineum (Sarwono, 2007, hal. 171).

Analisis Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal Di Rsud Dr. Sam Ratulangi Tondano Kabupaten Minahasa

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA

PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan Negara Negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilahirkan harus aman dan sehat serta membawa kebahagiaan bagi ibu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia lebih dari ibu meninggal setiap tahun saat hamil atau bersalin. Di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang kelima. Indonesia berada

BAB 1. yang telah ditentukan dalam Millenium Development Goals (MDGs), Target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan sectio caesaria adalah proses melahirkan janin melalui insisi pada

1. Pendahuluan. STIKES Widyagama Husada Malang

BAB I PENDAHULUAN. hari) dan ada yang mengalami kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki,

HUBUNGAN UMUR, PARITAS, DAN BERAT BAYI LAHIR DENGAN KEJADIAN LASERASI PERINEUM DI BIDAN PRAKTEK SWASTA Hj. SRI WAHYUNI, S.SiT SEMARANG TAHUN 2012

METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Anatomi Dasar Panggul : Dibuat Mudah dan Sederhana. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K)

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DENGAN KEMAJUAN PERSALINAN KALA 1 FASE AKTIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KAB. JOMBANG TAHUN 2013

KATA PENGANTAR. Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab 2 ini akan diuraikan tentang konsep terkait dengan

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI PUSKESMAS PURI KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

caesar (seksio sesarea) dengan segala pertimbangan dan risikonya (Manuaba, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

BAB I PENDAHULUAN. sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Section Caesarea

Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas tentang Perawatan Luka Perineum

BAB II LANDASAN TEORI

Oleh Ni Ketut Alit Armini

Hubungan antara Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Persalinan Normal di RB Harapan Bunda di Surakarta

Mata Kuliah Askeb II

PENGARUH DERAJAT ROBEKAN PERINEUM TERHADAP SKALA NYERI PERINEUM PADA IBU NIFAS DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap. tahun, dan ini merupakan kehamilan ibu yang pertama.

ID Soal. Pertanyaan soal Menurut anda KPSW terjadi bila :

HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DENGAN DERAJAT LASERASI JALAN LAHIR PADA IBU PRIMIPARA DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

BAB II. Tinjauan pustaka. Jhon (2007) dalam buku 26 keys of happines menyebutkan

: LAUREN LITANI NIM : SEMESTER : 1

BAB I PENDAHULUAN. caesarea yaitu bayi yang dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003)

NORMAL DELIVERY LEOPOLD MANUEVER. Dr.Cut Meurah Yeni, SpOG Bagian Obstetri & Ginekologi FK Unsyiah/RSUD-ZA

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN. Nor Tri Astuti Wahyuningsih, SST, M.Kes

JURNAL SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan Universitas UBudiyah Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. panjangnya rata-rata 4 cm (Wiknjosastro, 2007). Perineum merupakan

PENELITIAN ANEMIA DAN KONTRAKSI RAHIM DALAM PROSES PERSALINAN. Novita Rudiyanti*, Diana Metti*

BAB I PENDAHULUAN. ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Nifas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Intra Natal. Niken Andalasari

KARAKTERISTIKIBU BERSALIN DENGAN EPISIOTOMI DIRUMAH BERSALIN MARGA WALUYA SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI DESEMBER

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ruptur Perineum a. Anatomi Perineum Wanita Perineum adalah regio yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Saat persalinan, tidak hanya ditentukan oleh organ-organ genitalia interna saja seperti uterus dan vagina, tetapi bagian seperti otot-otot, jaringan-jaringan ikat dan ligamenligamen juga mempengaruhi jalan lahir. Otot-otot yang menahan dasar panggul dibagian luar adalah musculus sphincter ani externus, musculus bulbocavernosus yang melingkari vagina, dan musculus perinei transversus superfisialis. Lebih ke dalam lagi ditemukan otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma pelvis, terutama musculus levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul. Letak musculus levator ani ini sedemikian rupa dan membentuk sebuah segitiga di bagian depan, disebut trigonum urogenitalis. Di dalam trigonum ini terdapat uretra, vagina dan rektum (Wiknjosastro, 2005). Perineum terdiri atas diafragma urogenital dan bagian bawah dari genitalia eksterna (White, 2006). Regio urogenital berhubungan dengan pembukaan dari sistem urinaria dan sistem 8

9 reproduksi. Sedangkan regio anal terdiri atas anus dan musculus sphincter ani externus (Drake, et al., 2010). Perineum terletak di bawah diafragma pelvis. Perineum merupakan area berbentuk belah ketupat bila dilihat dari bawah, dan dapat dibagi menjadi regio urogenital dan regio anal di posterior oleh garis yang menghubungkan tuberositas ischii secara horizontal (Faiz & Moffat, 2004). Perineum bila dilihat dari bawah dengan tungkai abduksi berbentuk berlian dan di anterior dibatasi oleh symphisis pubis, posterior oleh ujung os. coccygis, dan lateral oleh tuber ischiadicum (Snell, 1998). Gambar 2.1. Perineum pada Wanita Sumber: Gray s Anatomy for Students (3 rd ed.) 1) Regio Anal a) Canalis analis Panjang kanalis sekitar 4 cm dan membentuk sudut postero-inferior.

10 b) Sphincter ani Terdiri dari komponen sphincter externa dan interna. Sphincter ani interna merupakan lanjutan dari otot polos sirkular rektum. Sphincter ani externa menyatu dengan puborectalis membentuk area penebalan yang disebut anulus anorectalis. c) Fossa ischiorectalis Terletak di kedua sisi canalis analis. Dinding medial dan lateral fossa ischiorectalis adalah m. levator ani dan canalis analis serta obturatorius internus. Fossa terisi oleh lemak. 2) Regio Urogenital Regio ini berbentuk segitiga. Membrana perinealis merupakan lapisan fasia kuat yang melekat ke tepi trigonum urogenitalis. Pada wanita, membran ini ditembus oleh uretra dan vagina. a) Vulva Merupakan istilah untuk menyebut genitalia eksterna wanita. Mons pubis merupakan tonjolan lemak yang menutupi symhphisis pubis dan os. pubis. Labia mayora adalah bibir berlemak yang memiliki rambut yang meluas ke posterior dari

11 mons pubis. Labia minora terletak di sebelah dalam labia mayora dan di posterior menyatu membentuk fourchette. b) Uretra Pada wanita, uretra berukuran pendek sekitar 3-4 cm. Faktor ini menyebabkan predisposisi infeksi saluran kemih akibat penyebaran organisme. Uretra berjalan dari leher kandung kemih menuju meatus eksterna, meatus ini terletak di antara klitoris dan vagina. c) Vagina Vagina adalah saluran berotot yang berjalan ke arah atas dan belakang dari orificium vagina. Pasokan darah vagina didapat dari a. vaginalis dan cabang vaginalis a. uterina (Drake, et al., 2010). b. Definisi Ruptur Perineum Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 2002). Sedangkan perineum adalah lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang menempati pintu bawah panggul; bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh symphisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber ischiadicum, dan di sebelah posterior oleh os. coccygeus (Dorland, 2002). Menurut Prawirohardjo

12 (2011), tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan adalah perineum. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan terjadi hampir pada semua primipara (Prawirohardjo, 2009). Pada dasarnya, robekan perineum dapat dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui kepala janin terlalu cepat (Wiknjosastro, 2005). c. Faktor yang Mempengaruhi Ruptur Perineum Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam, tetapi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko ruptur derajat 3 sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses persalinan kala II, posisi persisten oksiput posterior, ras Asia dan penggunaan anestesi lokal (Cunningham, et al., 2005). Berikut adalah faktor yang mempengaruhi: 1) Paritas Adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir terjadi pada semua persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada persalinan berikutnya (multipara) (Sumarah, 2008).

13 2) Berat lahir bayi Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat lebih dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu menderita diabetes mellitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi besar, faktor genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram (Saifuddin, 2008). 3) Cara mengejan Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah direncanakan untuk memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi terjadinya laserasi. Penolong harus mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh karena ini akan mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak teratur, bahkan dapat meluas sampai

14 sphincter ani dan rektum. Pimpinan mengejan yang benar sangat penting, dua kekuatan yang bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan kekuatan mengejan (Oxorn, 2010). 4) Elastisitas perineum Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada primigravida berumur diatas 35 tahun (Mochtar, 2011). 5) Umur ibu <20 tahun dan >35 tahun Berdasarkan penelitian responden yang tidak mengalami kejadian ruptur perineum cenderung berumur tidak beresiko (20-35 tahun), sedangkan responden yang mengalami ruptur perineum adalah responden yang berumur resiko tinggi sebanyak 11 orang. Hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi chi square dengan ρ value 0,022 < α 0,05 yang artinya Ho ditolak, menunjukan ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian ruptur perineum. Pada umur <20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan

15 otot-otot perut belum bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun) (Mustika & Suryani, 2010). d. Klasifikasi Ruptur Perineum 1) Ruptur Perineum Spontan Menurut Cunningham, et al. (2010), laserasi (ruptur) perineum dapat diklasifikasikan menjadi: a) Derajat 1 Pada ruptur perineum derajat 1 akan mengenai fourchette, kulit perineum, dan membran mukosa vagina, tetapi tidak mengenai fasia dan otot. b) Derajat 2 Pada ruptur perineum derajat 2 mengenai kulit dan membran mukosa, fasia dan otot-otot perineum, tetapi tidak mengenai sphincter ani. c) Derajat 3 i. Derajat 3a: <50% spinchter ani externa ii. iii. Derajat 3b: >50% spinchter ani externa Derajat 3c: spincter ani externa & interna

16 d) Derajat 4 Pada ruptur perineum derajat 4, meluas sampai ke mukosa rektum sehingga lumen rektum. Pada derajat ini, robekan di daerah uretra yang dapat menimbulkan perdarahan hebat mungkin terjadi. Menurut Chapman (2006), robekan mengenai kulit, otot dan melebar sampai sphincter ani dan mukosa rektum. 2) Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi) Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di perineum untuk memudahkan proses kelahiran (Norwitz & Schorge, 2008). Pada persalinan spontan sering terjadi robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat penyembuhan sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum saat kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan perineum. Insisi tersebut dilakukan pada garis tengah (episiotomi medialis) atau ke jurusan lateral (episiotomi mediolateralis) (Wiknjosastro, 2008). Perlu diketahui bahwa episiotomi medial dan mediolateral dengan sudut <30 atau >60 derajat akan sangat berkaitan dengan OASI (Obstetric Anal Spinchter Injury). Studi

17 menyatakan bahwa dokter dan bidan pada umumnya tidak bisa menempatkan sudut yang aman dan benar, oleh sebab itu lah dalam melakukan episiotomi harus dilakukan dengan hati-hati (Freeman, et al., 2014). Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa tidak ada manfaat yang signifikan dari prosedur episiotomi. Faktanya, episiotomi akan menyebabkan morbiditas dibandingkan persalinan tanpa episiotomi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk nyeri dan dispareunia yang signifikan pada kelompok penelitian (Islam, et al., 2013). Indikasi dilakukan episiotomi adalah sebagai persiapan persalinan operatif dimana hal ini biasanya dilakukan untuk mempermudah kelahiran dengan komplikasi distosia bahu. Tujuan episiotomi adalah untuk mengurangi komplikasi trauma dasar panggul saat kelahiran, yang mencakup perdarahan, infeksi, prolaps genital, dan inkontinensia akibat OASI. Meskipun demikian kadang tak terlihat manfaat ibu yang menjalani proses episiotomi (Norwitz & Schorge, 2008). a) Episiotomi medialis Episiotomi jenis ini sering digunakan di Amerika Serikat. Tipe ini akan dilakukan insisi garis tengah vertikal dari fourchette posterior sampai ke rektum.

18 Namun, tipe ini berhubungan dengan meningkatnya trauma perineum parah dengan perluasan derajat 3 dan 4 (Norwitz & Schorge, 2008). b) Episiotomi Mediolateral Lebih sering digunakan di Inggris. Tipe episiotomi ini adalah pengirisan pada posisi 45 derajat terhadap fourchette posterior pada satu sisi. Insisi semacam ini akan mencegah terjadinya trauma perineum yang parah (Norwitz & Schorge, 2008). c) Episiotomi lateralis Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu jaringan parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita (Rusda, 2004). d) Insisi Schuchardt Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke

19 arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar (Rusda, 2004). 2. Berat Lahir Bayi Menurut Saifuddin (2008), berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran, dengan klasifikasi: a. Berat Bayi Lahir Sangat Rendah Bayi berat sangat rendah adalah bayi dengan berat badan 1000 sampai 1500 gram. b. Berat Bayi Lahir Rendah Bayi berat lahir rendah adalah bayi berat badan 1500 sampai 2500 gram. BBLR tidak hanya terjadi pada bayi prematur, tapi juga pada bayi cukup bulan yang mengalami hambatan pertumbuhan selama kehamilan (KEMENKES RI, 2015). c. Berat Bayi Lahir Normal Bayi cukup atau bayi normal adalah bayi berat badan lebih 2500 sampai 4000 gram. d. Berat Bayi Lahir Lebih Berat bayi lahir lebih atau bayi besar adalah bayi lebih 4000 gram. 3. Klasifikasi Paritas Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas berasal dari kata parre yang berarti melahirkan atau menghasilkan. Jadi, paritas

20 adalah keadaan seorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup (Dorland, 2002). 1) Nullipara Adalah wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali. Menurut Dorland (2002), nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan seorang anak yang mampu hidup. 2) Primipara Adalah wanita yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali. Menurut Dorland (2002), primipara adalah wanita yang pernah mengandung yang melahirkan fetus mencapai berat 500 gram atau umur gestasional 20 minggu, tanpa tergantung apakah anak itu hidup pada saat dilahirkan, dan apakah kelahiran tunggal atau kembar. 3) Multipara Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak dua hingga empat kali. Menurut Dorland (2002), multipara adalah seorang perempuan yang telah hamil dua kali atau lebih yang menghasilkan janin hidup, tanpa memandang apakah janin itu hidup atau mati. 4) Grandemultipara Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak lima kali atau lebih. Menurut Dorland (2002), grandemultipara

21 adalah seorang wanita yang telah hamil lima kali atau lebih yang menghasilkan janin hidup. 4. Persalinan Pervaginam a. Definisi Persalinan Pervaginam Adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan pervaginam menurut Dorland (2002) adalah melalui vagina. Jadi, persalinan pervaginam adalah persalinan yang mengeluarkan janin hidup melalui vagina. b. Faktor-Faktor Pendukung Persalinan Komponen-komponen dalam persalinan adalah sebagai berikut: 1) Passage Passage merujuk pada rute janin yang harus dilalui dari uterus melalui serviks dan vagina ke perineum eksternal. Selain itu, janin harus melalui rongga pelvis juga (Pillitteri, 2007). Menurut Wulanda (2011), passage adalah keadaan jalan lahir yang terdiri atas panggul dimana terdiri dari beberapa posisi yaitu Pintu Atas Panggul (PAP), Pintu Tengah Panggul (PTP), dan Pintu Bawah Panggul (PBP). 2) Passenger Istilah ini adalah bagian dari penumpang, atau yang akan dikeluarkan nantinya, baik janin (letak, presentasi,

22 ukuran, dan ada atau tidaknya kelainan), keadaan plasenta, serta keadaan cairan amnion (Wulanda, 2011). 3) Power of Labor His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, dan keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu. Kekuatan ibu atau tenaga mengedan sangat mempengaruhi (Wulanda, 2011). 4) Psikis Keadaan kejiwaan ibu yang dapat mempengaruhi persalinan secara normal atau abnormal. Bila jiwa dan kondisi ibu baik, maka persalinan akan berjalan normal, begitu pula sebaliknya (Wulanda, 2011). 5) Penolong Seseorang yang berfungsi sebagai penolong yaitu tenaga kesehatan, seperti bidan, perawat, dokter, dimana tenaga kesehatan tersebut mampu memberikan perlindungan, pengawasan, dan pelayanan dalam proses persalinan maupun setelah persalinan (Wulanda, 2011). c. Tahapan Persalinan Pervaginam Tahapan persalinan menurut Wiknjosastro (2005) yaitu, kala I dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengejan. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus

23 dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya adalah 1 jam dan diamati apakah ada perdarahan postpartum. 1) Kala I Klinis dapat dinyatakan partus apabila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir ini berasal dari kanalis servikalis karena serviks mulai membuka. Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Bila ketuban sudah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini. Pada primigravida, kala I kira-kira 13 jam, dan pada multipara kira-kira 7 jam. 2) Kala II Pada kala II his menjadi lebih kuat dan cepat, karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otototot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Bila his dalam kekuatan maksimal, maka kepala janin akan keluar, setelah itu barulah dikeluarkan badan dan anggota badan yang lain. Pada primigravida, kala II berlangsung 1,5 jam dan multipara selama 0,5 jam. 3) Kala III Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusar. Beberapa menit kemudian

24 uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan. Pengeluaran plasenta akan disertai perdarahan. 4) Kala IV Seperti diterangkan diatas, kala ini dianggap perlu untuk mengamati apakah ada perdarahan postpartum atau tidak.

25 B. Kerangka Teori Paritas Ruptur perineum sering terjadi pada primipara, tetapi ada kemungkinan multipara juga mengalaminya Cara mengejan Pimpinan mengejan yang benar adalah penting, agar tidak terjadi persalinan spontan yang memicu ruptur perineum Perineum Berat lahir bayi Hal ini dapat terjadi karena semakin besar bayi, perineum tidak akan kuat menahan Ruptur perineum Episiotomi Terjadi perlukaan sengaja menggunakan alat pada perineum Elastisitas perineum Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II, sehingga akan menyebabkan ruptur perineum Gambar 2.2. Kerangka Teori

26 C. Kerangka Konsep Jumlah Persalinan Nullipara Primipara Multipara Grandemultipara Persalinan Perabdominal Persalinan Pervaginam Tidak ruptur perineum Ruptur perineum spontan Episiotomi Berat lahir bayi sangat kurang Berat lahir bayi kurang Berat lahir bayi normal Berat lahir bayi lebih Ruptur perineum derajat I, II, III, IV Ruptur perineum derajat I, II, III, IV Ruptur perineum derajat I, II, III, IV Ruptur perineum derajat I, II, III, IV Gambar 2.3. Kerangka Konsep Keterangan: : Diteliti : Tidak diteliti

27 D. Hipotesis H 0 : Tidak terdapat suatu hubungan antara berat lahir bayi dengan derajat ruptur perineum H 1 : Terdapat suatu hubungan antara berat lahir bayi dengan derajat ruptur perineum

2