BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan dengan mengembangkan sistem agribisnis peternakan yang diharapkan dapat meningkatkan populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik yang dikelola secara mandiri maupun secara kemitraan. Salah satu komoditas peternakan yang memiliki potensi yang cukup tinggi di Indonesia adalah peternakan ayam ras pedaging (broiler), dimana berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (2014) perkembangan jumlah populasi ayam pedaging mengalami peningkatan setiap tahunnya mulai 5,63 % sampai 19,36% dari tahun 2010 hingga 2014. Perkembangan peternakan di Indonesia juga didukung oleh adanya kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi pangan bergizi. Produk yang dihasilkan oleh subsektor peternakan dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi masyarakat, salah satunya adalah daging ayam. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2009 2013), menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam pedaging per kapita mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan tingkat pertumbuhan mencapai 4,6% pertahun. Daging ayam cenderung lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harga daging ayam per kilogramnya lebih murah daripada harga daging sapi, kerbau, atau 1 1
daging kambing. Selain itu, daging ayam sangat mudah didapatkan karena saluran distribusinya hingga ke tingkat pengecer yang langsung menyalurkan kepada konsumen akhir. Data Direktorat Jendral Peternakan ( 2013) menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan produksi daging ayam sebesar 4,47% pada tahun 2012-2013. Peningkatan produksi merupakan indikator adanya peningkatan pada konsumsi daging di Indonesia. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, menunjukkan bahwa ayam ras pedaging memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Mengingat peranan dalam pemenuhan kebutuhan akan daging relatif murah dan pengusahaannya dilakukan secara massal, sehingga produksi ayam broiler lebih mendominasi daripada produksi daging lainnya. Hal tersebut mendukung perkembangan usaha peternakan ayam broiler di berbagai provinsi di Indonesia, termasuk juga di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan memiliki potensi dan peluang yang baik untuk dikembangkan sebagai tempat usaha peternakan ayam broiler, karena memiliki infrastruktur transportasi yang memadai, sebagian daerah memiliki suhu udara yang sejuk, serta didukung ketersediaan air yang cukup, dan pasar yang mendukung. Berdasarkan catatan dari BPS Provinsi Bali (2014), produksi daging ayam pedaging dari tahun 2007 2012 terus mengalami peningkatan. Seiring meningkatnya produksi dan konsumsi daging ayam di Kabupaten Tabanan, pertumbuhan usaha peternakan ayam pedaging pun turut meningkat, baik yang bersekala kecil maupun besar. Namun demikian banyak permasalahan yang 2
dihadapi oleh peternak saat menjalankan usahanya, seperti kendala permodalan, kualitas produksi yang rendah, ketidakstabilan harga sapronak (sarana produksi ternak) dan fluktuasi harga jual ayam di pasaran yang tidak terkendali. Permasalahan tersebut di atas cukup berat bagi usaha peternakan rakyat yang umumnya memiliki keterbatasan seperti: skala usaha masih kecil, permodalan lemah, teknologi sederhana dan kualitas produksi yang rendah sehingga peka terhadap guncangan pasar (Suparta, 2005). Karena itu saat ini muncul berbagai jenis usaha kemitraan ayam broiler, yang diharapkan bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi peternak bersekala kecil. Kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling menguatkan dengan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis (Hafsah, 1999). Kemitraan pada dasarnya harus terjadi secara alamiah, tidak dapat dipaksakan oleh pihak eksternal, kemitraan seharusnya muncul atas suatu kesadaran internal untuk saling memahami, saling membutuhkan, saling melengkapi, dan saling percaya. Kemitraan dimaksudkan untuk menciptakan profit sustairability yakni diantara bermitra harus ada prinsip risk and profit sharing, kemitraan memerlukan penegakan hukum dan birokrasi yang bersih dan berwibawa. Perusahaan yang bertindak sebagai inti akan memberikan kredit modal usaha atau sarana produksi peternakan berupa bibit ayam (DOC), pakan, dan obat-obatan serta membeli kembali hasil produksi dengan sistem harga garansi atau kontrak. 3
Peternak sebagai plasma menyediakan kandang beserta perlengkapannya, dan tenaga kerja, serta akan mendapatkan bimbingan secara rutin dari inti mengenai aspek manajemen seperti sistem perkandangan yang memenuhi syarat, perlakuan terhadap DOC, penanganan pakan, pemberian pakan dan air minum, sanitasi dan desinfeksi, vaksinasi serta pengobatan (Suharno, 2005). Namun dalam kenyataannya, pola kemitraan yang dilaksanakan selama ini, belum memenuhi harapan di antara kedua belah pihak, hal ini terjadi karena setiap pihak kurang disiplin dalam mentaati peraturan yang telah disepakati. Ketidak disiplinan antara kelompok yang bermitra kerja, mengakibatkan konsep kemitraan tidak dijalankan secara sempurna sesuai dengan peraturan yang sebelumnya dibuat. Saat ini perusahaan inti cenderung lebih memegang peranan dalam penetapan kontrak kerja, sehingga dalam kondisi yang serba terbatas peternak terpaksa menerima apa yang dipersyaratkan oleh inti, walaupun kerjasama tersebut lebih banyak menguntungkan inti dibandingkan dengan peternak (Cayati, 1997). Ketidakserasian hubungan antara inti dan plasma pada praktek kemitraan seringkali terjadi. Pihak plasma merasa dirugikan karena pihak inti melakukan tindakan sepihak dalam menentukan harga jual produk, sehingga peternak ayam ras memperoleh margin keuntungan yang relatif kecil sedangkan inti memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sebaliknya pihak inti sering menganggap pihak plasma kurang professional mengelola peternakan dan sering melakukan tindakan curang. Pada saat harga jual tinggi, plasma diam-diam menjual produknya ke luar (pasar) bukan ke perusahaan 4
inti sebagaimana telah disepakati, sedangkan pada saat harga jatuh dipasaran, plasma mendesak inti segera membeli produknya. Di Provinsi Bali terdapat beberapa perusahaan yang melakukan hubungan pola kemitraan dengan peternak dalam pemeliharaan ayam ras pedaging diantaranya PT. Mitra Sinar Jaya (MSJ), PT. Ciomas Adisatwa, PT Ciomas Adisatwa.ex PKP, Janu Putra Bali (JPB), Surya Inti Pratama (SIP), Sentra Unggas Bali (SUB), Patriot, Malindo, Chandra Farm, Jaya Raya, dan lain-lain. Masing masing perusahaan memproduksi ayam pedaging dengan jumlah yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan skala usaha perusahaan, mulai 375.000 hingga 24.658.779 ekor/tahun dan jumlah ini terus berkembang setiap tahunnya. Pada tahun 2013 total produksi ayam pedaging di Provinsi Bali yang berasal dari perusahaan kemitraan mencapai 54.562.500 ekor/tahun sementara yang berasal dari perusahaan mandiri hanya 2.935.000 ekor/tahun. Pada tahun 2014 produksi ayam pedaging dari peusahaan kemitraan di Bali meningkat drastis hingga menyentuh angka 80.045.645 ekor/tahun dan yang berasal dari usaha peternakan mandiri sebesar 6.159.590 ekor/tahun. Data tersebut menggambarkan bahwa usaha kemitraan ayam broiler di Provinsi Bali mengalami perkembangan yang sangat pesat dan hampir menguasai 95% pangsa pasar ayam broiler. Sementara di Kabupaten Tabanan, produksi ayam broiler yang berasal dari perusahaan kemitraan mencapai lebih dari 25% dari total produksi ayam broiler di Provinsi Bali pada tahun 2013-2014. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tabanan memiliki potensi besar dalam usaha kemitraan ayam broiler (PT. X, 2014). 5
Dalam pelaksanaanya, masing-masing perusahaan memiliki sistem dan manajemen kemitraan yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan perusahaan. Perbedaaan yang dimaksud meliputi nilai kontrak input dan output, insentif produksi, pelayanan kepada peternak, maupun tehnik/manajemen pemeliharan dan bimbingan yang diberikan. Hal inilah yang menyebabkan perbedan pendapatan yang diperoleh oleh peternak plasma sehingga berdampak pada tingkat kepuasan peternak mitra. Ketidakpuasan yang dirasakan oleh peternak mitra terhadap perusahaan inti, membuat peternak plasma ini sering berpindah dari satu perusahaan inti ke perusahaan inti lainnya. Banyak alasan yang mendasarinya, seperti tingkat pendapatan yang dianggap tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan, kualitas sapronak yang dianggap rendah, jangka waktu pembayaran yang memakan waktu lama, pelayanan/bimbingan perusahaan yang tidak maksimal, waktu panen yang tidak konsisten, masa istirahat kandang yang relatif lama, hingga konflik yang terkadang muncul antara petugas perusahaan inti dengan peternak akibat perbedaan pandangan. Selain permasalahan tersebut, pindahnya peternak plasma ke perusahaan inti lain, akibat promosi yang dilakukan oleh perusahaan lain kepada peternak dengan tawaran yang dianggap lebih baik, meskipun setelah bergabung pendapatan yang diperoleh tidak lebih baik dari pendapatan saat bekerja sama dengan perusahaan inti sebelumnya. Secara umum peternak plasma meginginkan pelayanan yang maksimal dari perusahaan inti, mulai dari penyediaan sapronak, manajemen pemeliharaan, hingga pendapatan yang optimal. Dengan keberadaan perusahaan kemitraan, maka peternak 6
mandiri dapat bergabung dengan tujuan tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga untuk menjamin ketersediaan daging di pasaran, mendapatkan pelatihan pemeliharaan dan mendapatkan kualitas ayam yang baik, serta mendapat jaminan pasokan sarana produksi peternakan. Namun setiap perusahaan inti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yang menjadi dasar bagi setiap peternak plasma untuk memilih perusahaan yang diinginkan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berupaya melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada perusahaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan, sehingga diketahui faktor-faktor yang berpengaruh, baik kelebihan maupun kekurangan dari setiap perusahaan sebagai acuan bagi perusahaan inti dan peternak plasma dalam menjalankan usahanya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan? 2. Bagaimana tingkat pendapatan peternak plasma di Kabupaten Tabanan? 3. Bagaimana tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan di Kabupaten Tabanan? 4. Bagaimana hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan? 7
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan. 2. Menganalisis pendapatan peternak plasma di Kabupaten Tabanan. 3. Menganalisis tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pelaksanaan kemitraan di Kabupaten Tabanan. 4. Menganalisis hubungan tingkat pendapatan dan kepuasan peternak dengan loyalitas sebagai plasma pada kemitraan ayam broiler di Kabupaten Tabanan. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan atau bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi manajemen perusahaan inti dalam mengambil keputusan dan menyempurnakan pelaksanaan kemitraan yang telah berlangsung, dan menetapkan kebijakan untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kinerja dari faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas peternak plasma. 8