BAB I PENDAHULUAN. Perbincangan mengenai rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bukanlah hal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah hal yang baru lagi, khususnya bagi masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB II LANDASAN TEORI. dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Shandy Fauzan, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan model-model tertentu sehingga orang dapat memperoleh. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu. komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan seorang mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi belajar maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. survei yang dilakukan oleh the Asian-South Pacific Bureau of Adult Education

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diri menjadi multi kompetensi manusia harus melewati proses pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar bisa hidup lebih

Korelasi Antara Dukungan Sosial Orang Tua dan Self Directed Learning pada Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa banyak ditentukan oleh pendidikannya. (Nasir, 1999 : 17).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia suatu negara termasuk sumber daya manusia bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi global. Fenomena migrasi selama ini hanya. negara lain. Pada tataran yang lebih makro aktivitas ini sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB II LANDASAN TEORITIS

KOMPARASI PROSES SUPERVISI KLINIS DITINJAU DARI SERTIFIKASI DAN MASA KERJA KEPALA SEKOLAH SD/MI KECAMATAN KEDUNGTUBAN BLORA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ialah dengan pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka. menghasilkan perubahan yang positif dalam diri anak.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

suatu proses,belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidik merupakan salah satu komponen yang menentukan berhasil

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sebagai salah satu wadah para akademis, perguruan tinggi memegang

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan seorang anak dipengaruhi oleh tiga lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. 183) mendefinisikan prestasi sekolah sebagai hasil atau tingkat keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan kita semua, sekaligus menyisakan pekerjaan rumah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan

BAB I PENDAHULUAN. antara sekianbanyak ciptaan-nya, makhluk ciptaan yang menarik, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pada remaja dapat diselesaikan. Apabila tugas tugas pada remaja

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Offset, 2014, hlm Ibid, hlm Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. maupun karyawan (Menurut Sukmadinata, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tentang pengaruh pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas sebagai modal bagi pembangunan nasional. 2010:65) Hasil survei The Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbincangan mengenai rendahnya mutu pendidikan di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari survei Political and Economic Risk Consultant (PERC) bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Bila dilihat dari data di atas, kondisi pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Menurut survei yang dilakukan The World Economic Forum Swedia (2000) penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Sedangkan menurut Hasbullah (2005) bahwa penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti motivasi, konsep diri, minat, kemandirian belajar. Sedangkan faktor eksternal seperti sarana prasarana, guru, orangtua, dan lain-lain.

Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah kurangnya kemandirian belajar yang dimiliki siswa. Menurut Carrol (2000) siswa yang memuliki kemandirian belajar adalah siswa yang aktif dalam proses pembelajarannya. Menurut Johnson (2009) rata-rata siswa di sekolah dalam belajar bersikap pasif. Siswa hanya mau bertanya ketika disuruh oleh guru, dan proses belajar yang terjadi hanya terpusat pada guru. Hal ini terus berkembang sehingga mutu pendidikan pun menjadi menurun. Potensi dan bakat dari siswa juga tidak akan dapat ditingkatkan jika siswa hanya menjadi pelajar yang pasif. Menurut Santrock (2003), potensi dan bakat di dalam diri siswa dapat tercapai dengan menerapkan kemandirian belajar, tidak tergantung dengan pengajar ataupun sekolah. Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Kemandirian belajar atau belajar mandiri dapat membebaskan sisiwa dalam menggambarkan gagasan, minat dan bakat mereka. Para siswa dari segala usia dengan bersemangat mengajukan pertanyaan, mengadakan penyelidikan dan melakukan berbagai percobaan untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya (Brooks & Brooks, 1993). Selain itu proses belajar mandiri membebaskan siswa untuk menggunakan gaya belajar mereka sendiri, maju dalam kecepatan mereka sendiri, menggali minat pribadi, dan mengembangkan bakat mereka dengan menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka sukai (Johnson, 2009). Menurut Gibbons (2002), belajar mandiri merupakan peningkatan dalam pengetahuan, kemampuan, atau perkembangan individu dimana individu memilih

dan menentukan sendiri tujuan dalam pembelajaran, serta berusaha menggunakan metode metode yang mendukung kegiatannya. Baumgartner (2003) juga menyatakan bahwa belajar mandiri adalah sistem belajar dimana individu mengambil langkah untuk memutuskan apa, kapan dan bagaimana cara belajar. Dalam sistem belajar mandiri, siswa tidak harus selalu belajar sendiri-sendiri atau sendirian, siswa bisa melakukannya secara berkelompok. Belajar mandiri sering juga disebut dengan self direction in learning atau kemandirian belajar. Kemandirian belajar merupakan proses dimana individu mengambil inisiatif dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi sistem pembelajarannya (Merriam & Caffarella, 1999). Senada dengan hal itu, Grieve (2003) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah atribut personal, kesiapan psikologis seseorang dalam mengontrol atau bertanggung jawab dalam proses belajarnya. Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yg smakin pesat membuat para siswa dituntut untuk menjadi lebih mandiri, khususnya dalam mengakses informasi informasi pendidikan. Siswa harus dapat mengetahui bagaimana belajar yang baik, bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif secara mandiri ketika kesempatan tersedia. Belajar mandiri dapat mempersiapkan siswa ke dalam dunia baru dimana pelajar aktif merupakan pelajar yang terbaik (Gibbons, 2002). Di dalam proses pembelajarannya, siswa siswa remaja, khususnya siswa SMA bukan hanya melibatkan intelektual dalam belajar tetapi juga menggunakan emosi dan penampilan dalam membuat strategi agar hasil belajar dapat menjadi

lebih baik (Gibbons, 2002). Oleh karena itu siswa siswa SMA, yang berada pada tahap remaja dituntut untuk dapat menerapkan kemandirian belajar agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang akan datang dan agar tidak ketinggalan dengan yang lain. Selain itu siswa remaja juga mempunyai lebih banyak waktu untuk belajar secara mandiri (Candy, 1991). Gibbons (2002) juga menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menjadi awal kedewasaan. Tugas pada masa remaja banyak melibatkan perkembangan kepribadian, karakter dan bakat dalam kemampuan akademis. Hal itulah yang mengarahkan remaja pada tujuannya dan mengarahkan pada rasa percaya diri remaja. Ketika remaja menjadi individu yang dewasa, mereka dapat menemukan lingkungan sosial yang tepat, dan bersikap mandiri. Kemandirian yang dimaksud bukan hanya kemandirian dalam segi sosial tetapi juga kemandirian dalam proses pembelajarannya. Eccles (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa usia remaja merupakan usia kritis, khususnya ketika usia 15 17 tahun yaitu usia ketika memasuki Sekolah Menengah Atas. Remaja mulai memikirkan tentang prestasi yang dihasilkannya, dan prestasi ini terkait dengan bidang akademis mereka. Para remaja bahkan sudah mampu membuat perkiraan kesuksesan dan kegagalan mereka ketika mereka memasuki usia dewasa. Untuk mencapai prestasi akademik yang baik, remaja dituntut untuk bersikap mandiri dalam belajar. Jadi dapat dilihat bahwa kemandirian belajar merupakan hal yang penting bagi remaja, khususnya siswa Sekolah Menengah Atas. Pernyataan ini juga sesuai

dengan pernyatan salah satu siswa Sekolah Menengah Atas di sekolah swasta di bawah ini Sekarang kan ilmu pengetahuan semakin tinggi, teknologi pun canggih, apalagi sekarang udah KBK, kalau murid hanya tergantung dengan guru di sekolah, yah bisa ketinggalan. Murid harus rajin rajin menambah ilmunya yah ke perpustakaan, baca buku, liat internet, nonton tv. (komunikasi personal, 1 April, 2009). Pembentukan kemandirian belajar pada siswa (Biemiller, 1998) ditentukan oleh 2 hal. Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur secara langsung oleh orangtua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya. Menurut Johnson (2009), kemandirian belajar yang dimiliki oleh siswa melibatkan studi akademik dalam kehidupan sehari hari yang diterapkan dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan. Hal ini melibatkan kerja sama dengan orang lain. Kerja sama ini meliputi kerjasama antara individu dengan individu lain, baik sesama siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan keluarganya. Menurut Santrock (2003), keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk anak untuk mandiri. Dukungan yang paling besar di dalam lingkungan rumah adalah bersumber dari orang tua. Orangtua diharapkan dapat memberikan kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang

dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Hal ini dapat membentuk anak mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri. Apabila diberikan suasana yang penuh perlindungan, penghargaan, cukup kasih sayang dan perhatian orang tua, jauh dari perasaan iri, cemburu, tersaingi, maka hal ini akan mendorong dan memberikan anak untuk bersifat lebih mandiri, mempunyai keberanian untuk melatih dirinya berinisiatif, bertanggung jawab, serta dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, baik dalam bidang akademis maupun non akademis (Shochib, 1998). Sears (2004), mengungkapkan bahwa orangtua hendaknya memberi dukungan yang bersifat positif dan menghargai anak, serta memelihara dan tidak memberi stimulus-stimulus palsu bagi putraputri mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Swan & Shea, 2005; Garton, Haythornthwaite, & Wellman, 1997; Haythornthwaite, 1996; Haythornthwaite, 1998 (dalam Corey, 2007) bahwa salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap kemandirian belajar adalah perkembangan komunitas tempat siswa belajar dan berkembang. Selain itu menurut Bandura (1997), selain faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kemandirian dalam belajar, ada lagi faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor kepribadian siswa, atribut personal (seperti pengetahuan, kesiapan, nilai, locus of control) dan atribut perilaku seperti ketrampilan serta motivasi pada diri siswa.

Dalam mengembangkan motivasi pada diri siswa, peran orangtua merupakan hal yang penting. Persepsi anak terhadap dukungan orangtua dan harapan anak terhadap orangtua dapat berfungsi sebagai motivator positif bagi pelajar (Ethington, 1991). Rasa percaya orangtua terhadap kemampuan akademis anak, mengarahkan anak agar mandiri, memberikan penguat bagi perilaku berprestasi, serta keterlibatan di dalam pembelajaran anak dapat memunculkan persepsi diri positif dan motivasi akademis (Eccles, Wigfiled &, 1998 ; Gonzalez-DeHass, Wiwms, & Holbein, 2005). Selain itu menurut Lamborn dan Steinberg (1993) dukungan yang suportif dari orangtua dapat dihubungkan dengan motivasi anak dalam proses pembelajarannya. Hal ini didukung dengan pernyataan dari orang tua siswa sekolah menengah atas di bawah ini : Kalau mau prestasi bagus yah lingkungannya juga harus bagus la. Tingkatkan motivasi belajar si anak dulu. Kalau dia sudah ada motivasi belajar, prosesnya yah bisa jadi lancar. Kita berikan dia dukungan berupa kesempatan bagi anak untuk belajar, bukan mengontrol anak dalam belajarnya. Kalau semua semuanya orangtua yang ngerjain dan nentuin, anak juga tidak akan jadi mandiri. (Mb, dalam komunikasi personal pada tanggal 20 April 2009). Monks, dkk (1998) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian perlu didukung oleh disiplin, dan ketelitian, karena tidak ada sesuatu pengetahuan dan keterampilan yang dapat berkembang dengan baik tanpa diiringi oleh kedisiplinan, serta didukung oleh sikap yang terbuka, dalam konteks menumbuhkan rasa kedisiplinan ini peran dan dukungan sosial orangtua sangat diperlukan. Menurut Sarafino (2002), dukungan sosial adalah berbagai macam dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional,

dukungan penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau dukungan dari kelompok. Menurut Canavan dan Dolan (2000), dukungan sosial dapat diaplikasikan ke dalam lingkungan keluarga, seperti orang tua. Jadi dukungan sosial orang tua adalah dukungan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik secara emosional, penghargaan, instrumental, informasi ataupun kelompok. Dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang terpenting di masa remaja. Dibandingkan dengan sistem dukungan sosial lainnya, dukungan orangtua berhubungan dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga diri, percaya diri, motivasi dan kesehatan mental. Keterlibatan orangtua dihubungkan dengan prestasi sekolah dan emosional serta penyesuaian selama sekolah pada remaja (Corviile-Smith, Ryan, Adam & Dalicandro, 1998; Greenwood & Miller, 1995 ; Seidman et al., 1999). Menurut Lee & Detels (2007), dukungan sosial orangtua dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu dukungan yang bersifat positif dan dukungan yang bersifat negatif. Dukungan positif adalah perilaku positif yang ditunjukkan oleh orangtua. Sedangkan dukungan yang bersifat negatif adalah perilaku yang dinilai negatif yang dapat mengarahkan pada perilaku negatif anak. Dukungan keluarga bersifat optimal ketika dukungan tersebut sesuai dengan harapan umur anak sehingga anak dapat mencapai kemandirian dan kedekatan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial orang tua terhadap kemandirian belajar di sekolah pada siswa Sekolah Menengah Atas.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu bagaimana hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan kemandirian belajar di sekolah pada siswa Sekolah Menengah Atas. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar di sekolah pada siswa Sekolah Menengah Atas. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya literatur mengenai kemandirian belajar dan hubungan antara kemandirian belajar dengan dukungan sosial orang tua. b. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar siswa, sehingga orangtua dapat

menentukan sikap untuk membantu remaja mencapai tujuan hidup dalam proses pembelajarannya. 2. Bagi pihak pendidik, khususnya pemerintah diharapkan agar dapat lebih meningkatkan hal-hal yang dihubungkan dengan kemandirian belajar seperti sikap pendidik, metode belajar di dalam sekolah, serta alat bantu berupa perpustakaan, media internet serta media pembelajaran lainnya yang mendukung kemandirian belajar siswa agar peserta didik lebih mudah dalam mengakses pengetahuan. 3. Menambah wawasan masyarakat tentang hubungan dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar pada siswa sekolah menengah atas dan pentingnya proses kemandirian belajar di dalam kehidupan. E. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat landasan teori tentang kemandirian belajar (self direction in learning), dukungan sosial orangtua, siswa sekolah menengah atas.

BAB III : METODE PENELITIAN Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, dan metode analisa data penelitian. BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan juga membahas data-data penelitian ditinjau dari teori yang relevan. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran-saran yang diperlukan baik untuk penyempurnaan penelitian atau untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.