BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman ini banyak sekali beredar surat kabar, koran-koran, majalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilu 2014 merupakan kali ketiga rakyat Indonesia memilih

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan informasi. Sebagai media penerbitan berkala, isi surat kabar tidak. melengkapi isi dari surat kabar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB I PENDAHULUAN. Kartun sebagai media komunikasi merupakan suatu gambar interpretatif. diciptakan dapat mudah dikenal dan dimengerti secara cepat.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raydinda Nacita Ramadhani, 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM KARIKATUR SUKRIBO HARIAN KOMPAS EDISI HARI MINGGU BULAN JANUARI FEBRUARI 2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat kepada media massa menjadikan peranan pers semakin penting. Seorang

PARTISIPAN SERTA KONTEKS SITUASI DAN SOSIAL BUDAYA PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi tidak lagi sekedar kegiatan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dan

SKRIPSI PENYIMPANGAN PRAGMATIK KARTUN OPINI DALAM BUKU DARI PRESIDEN KE PRESIDEN KARUT MARUT EKONOMI HARIAN & MINGGUAN KONTAN (2009)

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS ISI PESAN DALAM KARIKATUR DI INTERNET SEBAGAI KRITIK SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Besar Bahasa Indonesia (2005: 88), bahasa ialah sistem lambang bunyi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

I. PENDAHULUAN. keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Ruben (1984, h. 189) mengungkapkan Mass media such as newspaper,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. iklan, karena iklan ada dimana-mana. Secara sederhana iklan merupakan sebuah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyertakan emosinya saat melihat isi berita yang dimuat oleh surat kabar.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekadar melaporkan berita tetapi juga mengomentarinya. Surat kabar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

AMIN MUHTADI A

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Sistem pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan zaman orde baru dimana setiap pemberitaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian 49. Metodologi berasal

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata serta suara yang tertulis (Koendoro,2007:25). Komik terbentuk dari

KARTUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jenis, media massa elektronik, media massa cetak, dan media massa online.

WACANA KARTUN EDITORIAL OOM PASIKOM PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK SKRIPSI

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media sering terjadi pada proses komunikasi massa.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN\ sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. 1. Penelitian deskriptif yang ditujukan untuk: 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar BelakangPenelitian. Manusia dalam kesehariannya selalu menggunakan bahasa. Dengan bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

PEMANFAATAN KOMIK STRIP SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MEMPRODUKSI CERITA ULANG DI SMA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kepenerima pesan (2006:6). Dalam Accociation for education and communication

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman ini banyak sekali beredar surat kabar, koran-koran, majalah baik mingguan maupun bulanan dimana menampilkan banyak sekali beritaberita, informasi-informasi yang berguna bagi masyarakat. Berita-berita yang disajikan tentunya yang terkini, yang paling hangat yang terjadi di masyarakat, baik itu peristiwa sehari-hari disekitar kita, masalah sosial yang terjadi, politik, bahkan mungkin yang terjadi dibelahan dunia lain. Namun ada hal yang lain yang sering muncul di media massa terutama di surat kabar atau koran-koran dimana sehari-hari menjadi bahan bacaan kita. Sebagian orang hanya melihat headlinenya, ada yang melihat berita yang hangat yang terjadi di kampung halamannya, mungkin hanya melihat informasi atau berita olah raga yang hampir setiap hari menghiasi halaman-halaman surat kabar. Namun ada satu hal yang sering juga menjadi pusat perhatian para pembaca surat kabar, yaitu karikatur yang selalu menjadi ikon atau hanya sekedar pengisi halaman di surat kabar setiap harinya. Gambar atau coret-coretan para seniman jurnalis mengkreasikan gambar atau tokohnya sesuai dengan hal-hal yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Ada juga hanya sekedar menampilkan cerita-cerita lucu di setiap harinya, dengan ide-ide yang orisinil tentunya. Gambar atau coretan tangan para seniman jurnalis ini biasa disebut dengan karikatur. Biasanya hampir setiap surat kabar selalu memiliki ikon karikatur tersendiri. 1

Karikatur menceritakan hal-hal yang terjadi di tengah-tengah masyarakat itu sendiri, biasanya hal-hal sosial, politik, bahkan yang terjadi di luar negeri sekalipun yang menjadi perhatian banyak orang. Karikatur biasanya dibuat oleh seorang pekerja seni yang bekerja dibidang jurnalistik, sehingga bisa mengakomodir juga kepentingan dari jurnalistik itu sendiri. Karikatur sendiri ada yang hanya memiliki satu kolom saja, atau bahkan yang berbentuk seperti komik, atau cerita pendek. Yang berbentuk cerita pendek biasanya sering menjadi bacaan selingan dari para pembaca koran. Karena biasanya menampilkan gambargambar atau tokoh kartun yang lucu, dan menarik. Banyak orang menggambarkan suatu hal yang terjadi dengan gambar saja, atau karikatur saja. Menyindir, mengkritik, menolak, bahkan kadang juga menyerang hal-hal tertentu yang sering terjadi di tengah masyarakat dewasa ini. Karikatur atau tokoh komik di surat kabar kabar atau Koran biasanya menggunakan berbagai macam cara dan berbagai macam cerita dengan menarik, unik dan sering digambarkan dengan ide humor yang khas. Para komikus di setiap surat kabar memiliki ciri khas sendiiri dalam menyampaikan apa yang mereka ingin sampaikan kepada para pembaca. Pastinya juga dari gambar-gambar yang digambarkan memiliki makna tersendiri yang bisa ditafsirkan sendiri oleh para pembacanya. Tentunya gambar atau simbol-simbol yang digunakan tentulah yang menarik dan tidak menyentuh langsung hal yang ingin disampaikan. Biasanya simbol atau gambar yang digunakan adalah simbol atau hal yang biasa ada di masyarakat itu sendiri. Tapi ada juga para pembuat karikatur ini yang langsung menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan hal yang ingin disampaikan tersebut. 2

Karikatur yang banyak dicetak surat kabar berbentuk komik. Dalam hal ini komik sangatlah berpengaruh dalam hal imajinasi para pembacanya. Karena dengan komik para pembaca koran yang tertarik dengan karikatur yang ada di surat kabar akan lebih mengerti apa yang disampaikan oleh para pembuat karikatur tersebut. Media komik juga memiliki bahasa sendiri yang menjadi katakata dari pesan ingin disampaikan. Pesan merupakan dasar utama dari para pembuat karikatur di surat kabar ataupun koran yang lebih diutamakan. Pesan merupakan hal yang ingin dikomunikasikan oleh para jurnalis tentang keadaan sekitar. Komunikasi dengan menggunakan media massa merupakan salah satu bentuk cara menyampaikan pesan kepada para pembaca. Cara-cara yang digunakan oleh media massa pun tentunya dengan berbagai macam. Contohnya seperti yang telah diuraikan diatas. Komunikasi adalah dasar utama dalam pembuatan pun karikatur di setiap surat kabar. Bagaimana caranya pesan yang ingin disampaikan bisa sampai kepada para pembacara dengan imajinasi para pembaca sendiri. Surat kabar di Indonesia sangatlah beragam dan banyak sekali jumlahnya, baik itu surat kabar lokal ataupun berskala nasional. Salah satu surat kabar loka yang ada di Sumatera Utara khususnya Kota Medan ialah harian/ surat kabar Posmetro. Surat kabar ini identik dengan berita-berita kriminal yang terjadi di Sumatera Utara dan juga beberapa berita umum, diantaranya berita-berita kabar nasional dan internasional. Seperti pada surat kabar lain pada umumnya, harian Posmetro juga memiliki karikatur atau komik strip. Komik strip yang ada di harian Posmetro memiliki tokoh yg bernama Wak Dul. Hingga kini komik strip Wak Dul selalu 3

muncul bersamaan dengan terbitnya surat kabar ini. Biasanya komik strip ini hadir di halaman kedua. Seperti kebanyakan komik strip, komik strip Wak Dul juga selalu menceritakan hal-hal baru yang terjadi di masyarakat luas. Baik itu politik, ekonomi, budaya, olah raga, dan lainnya. Penulis sangat tertarik dengan keberadaan komik strip ini, dikarenakan banyak hal yang sangat menarik untuk dibahas dalam komik ini. Bahkan kartunis komik strip Wak Dul ini merupakan teman dari penulis, dimana tentunya membuat penulis semakin tertarik untuk mengangkat komik strip Wak Dul ini untuk dianalisa/ diteliti lebih mendalam dalam sebuah tugas akhir. Dengan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis ingin menganalisa dengan menggunakan analisis semiotika, yang digunakan dalam surat kabar atau koran khususnya surat kabar Posmetro Medan dengan tokoh Wak Dul, dengan judul Komik Strip Wak Dul Di Harian Posmetro Medan Sebagai Representasi Reaksi Terhadap Peristiwa Sosial Politik Di Indonesia Sebuah Analisis Semiotika. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mencoba merumuskan masalah yang menjadi dasar penganalisaan dalam menyusun skripsi dengan judul Komik Strip Wak Dul di Harian Posmetro Medan Sebagai Representasi Reaksi terhadap Peristiwa Sosial di Indonesia Sebuah Analisis Semiotika, yaitu; 4

- Sejauh manakah komik strip Wak Dul di harian Posmetro sebagai representasi reaksi terhadap keadaan dan peristiwa sosial di Indonesia khususnya? I. 3 Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis perlu membatasi masalah yang menjadi dasar analisa dalam menyusun skripsi untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, yaitu: - Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang tidak menekankan pada kuantum atau jumlah, tetapi lebih menekankan pada segi kualitas secara alamiah karena menyangkut pengertian, konsep, nilai, serta ciri-ciri yang melekat pada objek penelitian. - Penelitian terbatas hanya pada komik strip Wak Dul yang dibuat di harian Posmetro Medan pada edisi tertentu yang dipilih oleh penulis yang dicetak di bulan Juli dan Agustus sebanyak 7 edisi. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini ialah: - Untuk mengetahui makna denotasi, dan makna konotasi, dari tanda-tanda yang terkandung dalam komik strip Wak Dul - Untuk mengetahui bagaimana simbol atau komik strip di harian Posmetro Medan merepresentasikan kondisi/ peristiwa sosial di Indonesia, khususnya di kota Medan. 5

I.4.2 Manfaat Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan pastilah diharapkan dapat memberikan suatu manfaat. Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai ilmu komunikasi khususnya studi analisis semiotika. 2. Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai peran komik strip dalam merepresentasikan kondisi sosial masyarakat kota Medan khususnya dan Indonesia pada umumnya. 3. Secara Praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berkompeten dan bagi para peneliti lain yang ingin melakukan penelitian/ analisa sejenis. I.5 Kerangka Teori Peneliti menyusun kerangka teori dalam melakukan penelitian sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana masalah diteliti dan untuk mendukung pemecahan masalah yang ada secara sistematis. Menurut Singarimbun (1987:37) kerangka teori adalah sebagai serangkaian asumsi, konsep, konstruk, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Fungsi dari teori yang dimaksud adalah untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada secara sistematis (Effendy, 2003.224). 6

I.5.1 Komunikasi Massa dan Media Massa Defenisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitter (Elvinaro, 2004:3) adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to large number of people). Dari defenisi tersebut, dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Dalam defenisi Meletzke (Elvinaro, 2004:4), komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyeberan teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Ciri-ciri komunikasi massa (Elvinaro, 2004: 7-13) yaitu, pertama; komunikator pada komunikasi massa berlembaga. Kedua, pesan yang disampaikan bersifat umum, karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Ketiga; keunikannya anonim dan heterogen. Keempat; media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Kelima; komunikasi bersifat satu arah. Dalam studi media, terdapat tiga pendekatan untuk menjelaskan media, pertama; pendekatan politik ekonomi media. Pendekatan politik ekonomi media berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Kedua; pendekatan organisasi. Dalam pendekatan organisasi, kekuatan eksternal di luar konteks pengelola media yang menentukan apa yang seharusnya diberitakan. Ketiga; pendekatan kulturalis. Pendekatan kuluturalis merupakan gabungan pendekatan antara pendekatan ekonomi politik media dan pedekatan organisasi. 7

Berdasarkan pendekatan media yang dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa media bukan pihak yang netral dalam menyampaikan kenyataan yang ada di lapangan. Semua yang muncul di dalam media disesuaikan berdasarkan kepentingan media masing-masing. I.5.2 Paradigma Konstrutivistik Paradigma sangat penting perannya dalam mempengaruhi teori, analisis maupun tindak perilaku seseorang. Secara tegas boleh dikatakan bahwa pada dasarnya tidak ada suatu pandangan atau teori pun yang bersifat netral dan objektif, melainkan salah satu di antaranya sangat tergantung pada paradigma yang digunakan. Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk menggunakan paradigm konstruktivisme atau juga disebut paradigma konstrutivistik dibandingkan paradigma komunikasi yang lainnya, karena lebih sesuai dengan tema yang diangkat penulis. Paradigma konstruktivis dalam ilmu sosial merupakan sebagai kritik terhadap paradigma positivistik. Menurut paradigma ini, yang menyatakan bahwa realita sosial memiliki bentuk yang bermacam-macam merupakan konstruksi mental, berdasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik dan tergantung pada orang yang melakukan. Realitas sosial yang diamati seseorang tidak dapat diseragamkan pada semua orang. Dalam sebuah blog yang ditulis oleh Zainuddin Maliki (http://halimsani.wordpress.com), disebutkan bahwa Konstruktivistik dapat ditelusuri dari pemikiran Weber yang menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang 8

dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu tugas ilmu sosial dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah struktural. Aliran konstruktivis merupakan respon terhadap positivistik dan memiliki sifat yang sama dengan positivistik, sedangkan yang membedakan objek kajiannya sebagai star awal dalam memandang realitas sosial. Positivistik berangkan dari sistem dan struktur sosial sedangkan konstruktivis berangkat dari subjek yang bermakna dan memberikan makna dalam realitas sosial I.5.3 Analisis Semiotika Analisis semiotika sebagai model memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut tanda. Dengan demikian, semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebut tanda sebagai kebohongan, dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri. Sedangkan Saussure berpendapat, persepsi dan pandangan realitas, dikonstruksi oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Studi tentang tanda dan cara kerjanya dinamakan semiotika atau semiologi. Menurut Fiske terdapat tiga bidang studi utama tentang semiotika yaitu tanda itu sendiri, kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda dan kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Karena itu, semiotika memfokuskan perhatiannya, pertama, pada teks. Model-model proses yang linear tidak banyak memberi perhatian terhadap teks 9

karena memperhatikan juga tahapan lain dalam proses komunikasi. Bahkan, beberapa modelnya mengabaikan teks tanpa komentar apapun. Kedua, pada status penerima. Dalam semiotika, penerima atau pembaca, dipandang memainkan peran yang lebih aktif dibandingkan dalam kebanyakan model proses komunikasi. Semiotika lebih suka memilih istilah pembaca (bahkan untuk foto sebuah lukisan) untuk penerima karena hal tersebut secara tak langsung menunjukkan derajat aktivitas yang lebih besar, juga pembacaan merupakan sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya. Karena itu pembacaan tersebut ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut. I.5.4 Pendekatan Roland Barthes Roland Barthes adalah penerus pemikiran Sausure. Sausure hanya tertarik pada cara kompleks pembentukan teks dan cara bentuk-bentuk teks menentukan makna. Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan penggunaannya. Gagasan Barthes dikenal dengan order of signification. Tataran pertanda (order of signification) terdiri dari denotasi dan konotasi. Denotasi diartikan sebagai deskripsi dasar. Makna kamus dari sebuah kata atau terminologi atau objek (literal meaning of a term or object). Konotasi merupakan makna-maka cultural yang melekat pada sebuah terminologi (the cultural meanings that become attached to a termi). 10

Barthes mengembangkan semiotika dengan idenya tentang mitos. Mitos merupakan kegunaan sosial dari bahasa. Keberadaan mitos dikendalikan secara cultural dan merupakan cerminan yang terbalik, ia membalikkan sesuatu yang sebetulnya bersifat kultural atau historis menjadi sesuatu yang alamiah. Mitos ditandai oleh hadirnya tataran kewacanaan yang disebut sistem semiologis tingkat kedua. Pada tataran tingkat pertama, penanda berhubungan dengan petanda yang menghasilkan tanda. Hubungan ini disebut signifikasi. Tanda pada tataran pertama akan menjadi penanda yang berhubungan dengan petanda tataran kedua Mitos adalah wacana konotasi, wacana yang memasuki lapisan konotasi dalam proses signifikasinya. Proses signifikasi berlapis dapat dijelaskan melalui perangkat konseptual yang lebih familiar yakni denotasi dan konotasi. Semua wacana yang ada dalam foto, lukisan, gambar, musik dan lainnya dianggap sebagai mitos. I.5.5 Komik-kartun Aplikasi Semiotika Komunikasi Kartun mempunyai sisi menarik yang memiliki keunggulan lebih dibandingkan dengan media komunikasi yang lain. Dalam www.tsabit.blog.friendster.com, dipaparkan ketertarikan seseorang terhadap kartun menurut penelitian Priyanto Sunarto yang berjudul Metafora Visual Kartun Editorial pada Surat Kabar Jakarta 1950-1957 disebabkan dalam mengungkapkan komentar, kartun menampilkan masalah tidak secara harfiah tetapi melalui metafora agar terungkap makna yang tersirat di balik peristiwa. Penggabungan dua makna kata/ situasi menimbulkan konflik antara persamaan dan perbedaan, hingga terjadi perluasan makna menjadi makna baru. 11

Dalam tulisan yang sama dalam situs di atas, Ahda Imran dalam tulisannya berjudul Sebuah Kritik Sosial Bernama Kartun, menyatakan bahwa kartun bermain diantara hal-hal yang serius dan tidak serius. Kartun memindahkan suatu peristiwa aktual menjadi sebuah gambar yang ganjil dengan kejenakaannya yang khas. Kejenakaannya selalu mengandalkan hal-hal yang paradoks maka demikian pula dengan identitas yang dimilikinya. Dengan perkataan lain, kartun itu sendiri berawal dari suatu keadaan yang paradoks. Ia bisa lahir dan selalu muncul dari peristiwa-peristiwa politik yang paling menentukan nasib suatu bangsa. Namun, justru ia melukiskannnya dengan sangat ringan seraya bergurau dan memperoloknya. Inilah yang menjadi kekuatan komunikasi dari sebuah kritik kartun. Ketertarikan seseorang terhadap kartun dibandingkan dengan media yang lain juga dikarenakan simbol-simbol tertentu dalam kartun yang menyebabkan kelucuan, selain itu isi kartun di media massa menceritakan kehidupan sehari-hari. Kartun menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi dua besar, yaitu kartun yang semata-mata sebagai hiburan dan kartun yang bertujuan menyampaikan pesan kepada para penikmatnya, baik pesan politik, sosial, ataupun pendidikan. Kartun yang semata-mata bertujuan sebagai hiburan adalah gag cartoon dan komik. Sedangkan kartun yang bertujuan menyampaikan pesan misalnya adalah kartun yang ada disurat kabar, khususnya kartun editorial, karikatur dan beberapa komik strip. Kartun yang ada disurat kabar atau terbitan lainnya merupakan salah satu bentuk kartun yang memiliki karakteristik sebagai media yang tidak hanya menghibur, tetapi juga cerdas dan aktual. 12

I.5.6 Kartun-Komik Strip Pramono menyatakan baghwa kartun adalah media yang fleksibel, ia bisa menjadi media kritik, penanda yang berisi petuah-petuah, serta dapat digunakan sebagai media pendidikan agama, politik, kependudukan, kebersihan dan lain sebagainya. Dengan demikian kartun itu bisa memberi motivasi, juga memberi semangat pada orang lain untuk hidup sehat, teratur, tertib dan sebagainya. Komik adalah gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang berdekatan dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/ atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya (Mcloud, 2001: 9). Komik bertujuan utama menghibur pembaca dengan bacaan ringan, cerita rekaan yang dilukiskan relatif panjang dan tidak selamanya mengangkat masalah hangat meskipun menyampaikan moral tertentu. Bahasa komik adalah bahasa gambar dan bahasa teks. Dalam situs wikipedia.id.org, komik strip diartikan sebuah gambar atau rangkaian gambar yang berisi cerita. Komik strip ditulis dan digambar oleh seorang kartunis dan diterbitkan secara teratur (biasanya harian atau mingguan) di surat kabar dan di internet. Dilihat dari cara pembuatannya, ada dua cara pembuatan komik, komik yang dibuat secara sederhana dan komik yang membutuhkan keahlian khusus. Komik sederhana biasanya terdapat dalam surat kabar atau majalah. Jenis ini diberi nama komik strip. Komik ini panjangnya dari yang hanya satu baris gambar (di surat kabar dan biasanya 4 kolom), ceritanya sendiri biasanya ringan. Kebanyakan berupa humor yang ada di sekitar kehidupan kita, namun isinya kadang menggelitik yang berisi kritik sosial terhadap masalah sosial yang ada. 13

Bentuknya bisa berupa komik bersambung atau sekali selesai. Pengarang dan penggambar dapat membuat komik semacam ini secara bebas, tanpa harus memikirkan dari segi bisnisnya. Komik-komik ini biasanya jarang yang berwarna dan tidak memerlukan teknik yang rumit, biayanya yang murah dan pembuatannya yang relatif singkat. Tipe komik yang lainnya adalah pembuatannya yang lebih rumit. Komikkomik seperti ini biasanya dipasarkan oleh para penggambar itu sendiri dengan berbentuk buku dan mempunyai alur cerita yang panjang dan rumit. Segi bisnis sangat diperhatikan dalam pembuatan komik-komik seperti ini, sehingga memerlukan orang yang benar-benar ahli dalam pembuatan komik ini dan sering dibuat lebih dari 1 orang. Pada dasarnya, kartunis memiliki tips sendiri dalam menghasilkan sebuah karya. Menurut Soeherman (2007:3), terdapat beberapa langkah membuat komik diantaranya: 1. Mencari ide utama. 2. Membuat narasi cerita. 3. Mendeskripsikan detail tokoh, setting waktu dan tempat. 4. Membuat sketsa tokoh dan environtment. 5. Perwarnaan dan finishing tokoh environtment. 6. Mulai membuat sketsa komik, menentukan kedekatan/ persamaan dan percakapan. 7. Perwarnaan dan finishing. 14