TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

KAJIAN PERKEMBANGAN VARIETAS UNGGUL DAN PERBENIHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) WAHYU WIDYAWATI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

PENDAHULLUAN. Pengertian Teknologi Pertanian

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

TINJAUAN PUSTAKA. atas. Umumnya para petani lebih menyukai tipe tegak karena berumur pendek

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

PEMULIAAN TANAMAN. Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG PROGRAM KEMANDIRIAN BENIH KEDELAI DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Asal-Usul, Taksonomi kedelai, dan Morfologi Kedelai

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH. Faktor Genetik/ Faktor Lingkungan/ Eksternal

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

PANEN DAN PENANGANAN BENIH CENGKEH DALAM PRODUKSI BENIH BERMUTU

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman kedelai adalah : Kingdom : Plantae, Divisio :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Klasifikasi dari tanaman kedelai menurut Rukmana dan Yuyun, : Dicotyledoneae/Archichlamydae

I. TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya termasuk Divisio: Spermathopyta, Subdivisio: Species: Glycine max (L.) Merrill (Sumarno dan Harnoto, 1983).

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan kedelai di Indonesia selalu mengalami peningkatan seiring

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

TINJAUAN PUSTAKA. Perakaran kedelai akar tunggangnya bercabang-cabang, panjangnya

TINJAUAN PUSTAKA. Sub-famili : Papilionoidae. Sub-genus : Soja

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Leguminaceae, sub famili Papilionidae dan digolongkan dalam kelas Angiospermae. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina, kemudian menyebar ke daerah tropika dan subtropika melalui perdagangan antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara dan pulau-pulau lainnya. Masuknya kedelai ke Indonesia diduga dibawa oleh imigran Cina yang mengenalkan beberapa jenis masakan yang berbahan baku biji kedelai (Adisarwanto, 2005). Kedelai merupakan tanaman semusim yang dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan drainase tanah cukup baik dan air tersedia selama masa pertumbuhan. Pada jenis tanah Aluvial, Regosol, Grumosol atau Latosol, kedelai dapat tumbuh dengan baik (Sumarno dan Hartono, 1983). Menurut Hidayat (1985), bentuk daun kedelai adalah daun bertiga (trifoliate) dan letak daun berselang-seling. Kedelai berakar tunggang, akar kedelai memiliki bintil akar yang merupakan koloni bakteri Rhizobium javanicum (berfungsi mengikat nitrogen dari udara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman) dan pada tanah yang gembur, tinggi tanaman kedelai dapat mencapai 150 cm. Pembungaan kedelai dipengaruhi oleh lama penyinaran dan suhu. Kedelai merupakan tanaman hari pendek, sehingga apabila terjadi kondisi dimana lama penyinaran melebihi 15 jam/hari maka tanaman tidak akan berbunga. Lama penyinaran juga akan mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah cabang (Sumarno dan Hartono, 1983). Secara umum tahapan pertumbuhan kedelai digolongkan kedalam dua tahap yaitu pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan reproduktif. Penggolongan ini memudahkan komunikasi antar pihak yang berurusan dengan kedelai (misalnya petani, penyuluh dan pedagang pestisida) dimana pertumbuhan vegetatif dikaitkan dengan tahap pembentukan daun, sedangkan pertumbuhan

reproduktif dikaitkan dengan pembentukan bunga, perkembangan polong dan pengisian biji (Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Salah satu unsur iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kedelai adalah curah hujan. Menurut Kasno dan Yusuf (1994), tanaman kedelai pada fase vegetatif membutuhkan air sebanyak 9,11 mm/hari, sedangkan pada fase generatif membutuhkan air sebanyak 2,38 mm/hari. Fase vegetatif dan pembentukan polong serta pengisian buah merupakan fase yang sangat peka terhadap kekeringan. Cekaman kekeringan pada periode pengisian biji atau saat berbunga dan pengisian polong dapat menyebabkan bunga dan polong gugur, cekaman pada saat pengisian biji menyebabkan biji berukuran kecil yang menyebabkan produksi lebih rendah serta mutu dan ukuran biji yang kurang baik. Selain curah hujan, radiasi matahari adalah salah satu faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai, baik melalui pasokan energi untuk fotosintesis maupun interaksinya langsung dengan faktor iklim yang lain. Baharsjah, Suardi dan Las (1985) menyatakan bahwa radiasi surya akan mengontrol laju transpirasi sehingga berpengaruh terhadap serapan hara dan klorofil daun juga menyerap radiasi pada kisaran panjang gelombang PAR (0,38 0,68 μm). Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman hari pendek. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam per hari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa berbunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50 60 hari menjadi 35 40 hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih pendek (Adisarwanto, 2005). Suhu merupakan unsur iklim yang paling penting dalam perkembangan tanaman. Adisarwanto (2005), menyatakan bahwa suhu perkecambahan optimal berkisar pada suhu 30 0 C dan pertumbuhan terbaik berkisar pada suhu 29,4 0 C. Pada suhu optimal kedelai berkecambah setelah 4 hari setelah tanam sedangkan

pada suhu 10 0 C kedelai akan berkecambah setelah 2 minggu. Sedangkan fase pembungaan akan lebih cepat pada kisaran suhu 26-32 0 C. Pengertian Benih Bermutu Menurut Sadjad (1993) mutu benih meliputi mutu fisik, fisiologis dan mutu genetik. Mutu fisik meliputi kebersihan benih dari kotoran dan campuran lain, penampilan benih dan warna kulit benih. Mutu fisiologis dilihat dari kemampuan benih untuk berproduksi dengan normal dalam kondisi yang serba normal pula. Sedangkan mutu genetik yaitu benih yang jelas dan benar identitas genetiknya. Wirawan dan Wahyuni (2002) menambahkan bahwa secara fisik, benih bermutu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Benih bersih dan terbebas dari kotoran, seperti potongan tangkai, biji-bijian lain, debu dan kerikil. 2. Benih murni, tidak tercampur dengan varietas lain. 3. Warna benih terang dan tidak kusam. 4. Benih mulus, tidak berbercak, kulit tidak terkelupas. 5. Sehat, bernas, tidak keriput, ukurannya normal dan seragam. Selain itu benih dianggap bermutu tinggi jika memiliki daya tumbuh (daya berkecambah) lebih dari 80 % (tergantung jenis dan kelas benih) dan nilai kadar air di bawah 13 % (tergantung jenis benih). Dalam industri benih, pengendalian mutu memiliki tiga aspek penting yaitu : 1. Penetapan standar minimum mutu benih yang dapat diterima (Tabel Lampiran 3). 2. Perumusan dan implementasi sistem dan prosedur untuk mencapai standar mutu yang telah ditetapkan dan memeliharanya. 3. Pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi sebab-sebab adanya masalah dalam mutu dan cara memecahkannya. Aspek pertama merupakan kewajiban dari lembaga pengawas benih, yang di Indonesia secara operasional dilakukan oleh Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) dan disebut sebagai Badan Pengendalian Mutu Eksternal.

Sedangkan aspek kedua dan ketiga merupakan kewajiban produsen benih yang disebut dengan Pengendalian Mutu Internal (Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Benih dalam pelaksanaannya memiliki kelas-kelas yang dimaksudkan supaya alur penyebaran benih dari pemulia, penangkar benih sampai petani sebagai konsumen dapat berjalan dengan baik dan benih pun dapat tersedia dalam jumlah yang sesuai. Kelas-kelas benih tersebut adalah sebagai berikut : 1. Benih Penjenis, BS (Breeder Seed, BS) yaitu benih yang diproduksi dan diawasi oleh pemulia tanaman dan atau oleh instansi yang menanganinya sebagai sumber untuk perbanyakan Benih Dasar. 2. Benih Dasar, BD (Foundation Seed, FS) yaitu benih yang diproduksi oleh Balai Benih (terutama BBI) dan proses produksinya diawasi dan disertifikasi oleh BPSB. 3. Benih Pokok, BP (Stock Seed, SS) yaitu benih yang diproduksi oleh Balai Benih atau pihak swasta yang telah terdaftar dan di awasi oleh BPSB. 4. Benih Sebar, BR (Extension Seed, ES) yaitu benih yang diproduksi oleh Balai Benih dan penangkar benih dengan bimbingan, pengawasan dan sertifikasi dari BPSB. Untuk mendapatkan benih bermutu perlu diadakan sertifikasi benih, yaitu dengan memberikan persyaratan khusus atau standarisasi pada kelas-kelas benih tersebut dengan pemberian standar di lapangan dan standar di laboratorium (Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Varietas Unggul Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pemuliaan merupakan rangkaian pekerjaan yang meliputi mempertahankan keunggulan mutu varietas yang telah didapat dan dapat menciptakan varietas baru yang lebih unggul. Atas dasar pengertian tersebut, pemulia tanaman harus mempunyai orientasi agar varietas unggul yang dihasilkan dapat menjadi varietas yang dapat di komersialisasikan. Varietas-varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah tidak semuanya diterima oleh petani. Varietas unggul yang diterima oleh petani ditandai

dengan penyebaran yang luas dan merata. Penyebaran suatu varietas sangat baik apabila ditanam dalam luasan yang besar dan merata disetiap propinsi. Varietas unggul merupakan varietas yang telah dilepas oleh pemerintah dan memiliki sifat-sifat unggul dibandingkan varietas lain yang sudah ada. Menurut Kasim dan Djunainah (1993), varietas unggul memegang peranan penting dalam kontribusinya untuk peningkatan hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama dalam pengendalian hama dan penyakit, seperti penyakit karat pada kedelai, penyakit bulai pada jagung, dan hama wereng coklat pada padi. Peranan varietas unggul sangat menentukan minimal dapat menekan penggunaan pestisida. Kelebihan yang dimiliki varietas unggul dibandingkan varietas lokal antara lain berproduksi tinggi, umur pendek serta tahan terhadap hama dan penyakit. Untuk dapat menghasilkan suatu varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan ditempuh prosedur yang sistematik. Koleksi plasma nutfah dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting. Koleksi tersebut meliputi varietas lokal dengan sifat-sifat spesifik (rasa enak dan tahan terhadap hama penyakit tertentu), varietas/galur introduksi dari negara lain, serta varietas unggul dan galur harapan nasional. Setelah mendapat varietas baru, varietas tersebut harus dilepas terlebih dahulu oleh pemerintah, sebelum diedarkan ke pasaran sebagai varietas unggul baru (Kasim dan Djunainah, 1993). Perencanaan yang matang sangat diperlukan dalam menghasilkan varietas unggul, antara lain dengan memperhitungkan keadaan pasar dan kebutuhan petani akan benih. Tingkat Komersialisasi Benih Keberhasilan suatu varietas dapat dilihat dari diterima atau tidaknya varietas tersebut dengan baik oleh petani. Maksud dari komersialisasi suatu varietas benih adalah dengan tujuan agar varietas tersebut dapat digunakan oleh petani secara luas. Varietas unggul komersial mempunyai daya jual tinggi dan dipakai oleh petani dalam waktu yang lama dan luasan yang besar pula. Banyak faktor yang mempengaruhi suatu varietas menjadi memiliki nilai jual tinggi, misalnya keunggulan dari varietas tersebut sehingga diminati oleh petani, faktor harga dari benih tersebut dan promosi atau penyuluhan benih

tersebut kepada petani. Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih antara lain adalah mudah tidaknya petani dapat menghasilkan benih sendiri, program pemerintah dalam peningkatan produksi dan tingkat penerimaan petani terhadap benih. Tingkat komersialisasi benih dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu antara lain : umur varietas, luas pertanaman setiap tahun dan sebaran varietas tersebut (1). Asumsi untuk mendapatkan umur varietas pada padi adalah suatu varietas dapat dikatakan mati jika ditanam kurang dari 100.000 ha dalam dua tahun berturut-turut. Varietas unggul padi IR 64 merupakan varietas yang terus dipakai sejak dilepas hingga sekarang dan ditanam dalam luasan yang besar pula. Sebaran varietas digunakan untuk mengukur seberapa besar varietas-varietas unggul yang ditanam menyebar di setiap propinsi di Indonesia, semakin menyebar merata, varietas tersebut semakin baik. Varietas yang menyebar nasional merupakan varietas yang cocok ditanam di berbagai wilayah di Indonesia. Varietas yang menyebar merata menjadikan varietas tersebut banyak dipakai dan ditanam dalam sebaran yang luas. Varietas Ayung merupakan varietas yang mempunyai sebaran yang kecil, varietas Cisadane, PB 36 dan PB 42 merupakan varietas-varietas padi yang menyebar sangat luas dan varietas IR 64 merupakan varietas yang mempunyai sebaran paling luas diantara varietas-varietas yang lain. Hampir di setiap propinsi di Indonesia menanam jenis varietas ini. Selain itu varietas IR 64 juga terus mengalami peningkatan dalam sebaran luasnya sejak dilepas hingga 1999 (Haryadi, 2004). Sistem Pengadaan Benih Pengadaan benih kedelai yang bermutu secara kontinyu merupakan salah satu permasalahan dalam produksi kedelai. Hal ini disebabkan benih kedelai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Tidak mempunyai masa dormansi setelah panen, sehingga benih yang disimpan selama 6 bulan mempunyai daya tumbuh yang lebih rendah dari benih yang diperoleh setelah panen. 2. Bersifat higroskopis akibatnya kadar air mudah terpengaruh dengan kelembaban udara lingkungan. (1) Setia Hadi. Dalam Bahan Kuliah Produksi Benih Makro

3. Daya tumbuh cepat menurun karena sering terjadi respirasi dalam benih saat kondisi suhu dan kelembaban tinggi. 4. Kulit benih kedelai amat tipis sehingga mudah terinfeksi oleh cendawan, bakteri dan virus, serta rentan terhadap kerusakan fisik dan mekanik. Benih kedelai akan memiliki daya berkecambah dan vigor tinggi apabila dipanen tepat pada saat matang fisiologis. Namun kadar air dalam benih masih sekitar 20-40% sehingga akan cepat membusuk jika terlambat dalam pengeringan sebagai akibat dari serangan hama. Oleh sebab itu benih kedelai dipanen tidak pada saat matang fisiologis karena akan menyulitkan dalam pengeringan, akibatnya daya berkecambah benih pun menurun (Sumarno, 1995). Benih bermutu dihasilkan melalui prosedur produksi benih yang berawal dari persiapan lahan yang bebas dari kontaminasi genetik, penyediaan benih yang terjamin sumber mutunya, pengolahan benih setelah panen dan penanganannya sampai ke konsumen. Pengadaan benih kedelai yang bermutu masih sulit dalam memperoleh benih bermutu yang memadai karena benih kedelai yang beredar pada umumnya benih label merah jambu yang mutunya rendah. Menurut Wirawan dan Wahyuni (2002), permasalahan pengadaan benih kedelai yang bermutu dan benar secara berkelanjutan disebabkan kurang tertariknya para investor untuk memproduksi benih kedelai dengan beberapa alasan sebagai berikut : 1. Produktivitas tanaman kedelai masih rendah sehingga secara usaha tani kurang menguntungkan. 2. Harga kedelai konsumsi nasional rendah sehingga petani kurang tertarik mengusahakannya. 3. Masa edar (waktu pemasaran) benih kedelai sangat singkat karena daya simpannya yang sangat singkat. 4. Harga kedelai impor yang lebih murah dari harga kedelai lokal semakin mengecilkan minat petani dan penangkar benih kedelai. Sebelum dilakukan pemasaran, benih kedelai harus melalui tahapan sertifikasi benih yaitu untuk menguji viabilitas dan vigor benih tersebut, seperti : kadar air maksimum 11 %, daya berkecambah lebih dari 80 %, memiliki kemurnian minimal 97 %, kotoran benih maksimal 3 %, benih varietas lain

maksimal 0.5 % - 0.7 %, memiliki sifat yang unggul dan seragam, memiliki vigor tinggi, sehat tidak terinfeksi cendawan dan tidak terinfeksi virus. Selain dilakukan pengujian viabilitas benih, juga dilakukan uji adaptasi dan uji observasi untuk menilai keunggulan varietas yang akan dilepas antara lain meliputi : daya hasil yang tinggi, ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan utama, umur genjah atau kecepatan berproduksi, mutu hasil tinggi dan tahan simpan, ketahanan terhadap cekaman lingkungan, benih toleran terhadap kerusakan mekanis, bentuk tanaman ideal dan mempunyai nilai ekonomis tinggi (Wirawan dan Wahyuni, 2002). Kebijakan sistem pengadaan benih di Indonesia dibagi menjadi tiga sistem (1) yaitu : 1. Pengadaan benih secara formal yang menekankan kepada sertifikasi benih dan standar mutu yang telah ditetapkan untuk tujuan komersil. 2. Pengadaan benih secara tradisional dengan ruang lingkup skala kecil, tidak melalui sertifikasi benih dan tidak bersifat komersil. 3. Pengadaan benih secara terpadu merupakan gabungan dari kedua sistem yang telah ada yaitu sistem pengadaan benih secara tradisional yang secara bertahap menuju sistem pengadaan benih secara formal. Kebijakan Perbenihan Legislasi pengembangan perbenihan tidak terlepas dari UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Menurut Sadjad (1997), UU merupakan tonggak arahan yang oleh semua industri benih harus dituju. UU tersebut bersifat mendorong dan melindungi. Perlindungan ini diwujudkan bagi para konsumen benih berupa persyaratan mutu benih yang harus dipenuhi oleh industri benih, bahkan pelanggaran karena kelalaian apalagi kesengajaan dalam mengedarkan benih yang mutunya tidak sesuai dengan label dapat di pidana dengan ancaman hukuman penjara dan atau denda yang sangat berat. Dengan UU tersebut benih seharusnya merupakan komoditas yang bernilai tinggi mengingat sanksi hukum atas pelanggarannya yang sangat berat. UU tersebut juga memberi perlindungan pada produsen benih yang benar. (1) Setia Hadi. Dalam Bahan Kuliah Produksi Benih Makro

Dalam UU No. 12 tahun 1992 terdapat pasal-pasal yang bersifat melindungi misalnya pasal 8 yang berbunyi : Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya tanaman dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan / atau introduksi dari luar negeri. Menurut Sadjad (1997), dengan adanya pasal 8 tersebut maka yang dikatakan sebagai produsen benih bermutu adalah produsen yang menghasilkan benih melalui penemuan varietas unggul atau introduksi dari luar negeri dan konsumen benih hanya akan mendapatkan benih yang bermutu. Pasal ini merupakan perlindungan terhadap produsen dan konsumen benih. Pada pasal 9 ayat 1 ada patokan untuk penemuan varietas unggul yang harus dilakukan melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pasal ini berbunyi : Penemuan varietas unggul dilakukan melalui pemuliaan tanaman. Perundangan ini secara spesifik lebih membatasi pengertian benih bermutu yang lebih menekankan pada batasan mutu genetik. Untuk itu pemerintah harus terus menerus mendorong agar industri benih meningkatkan teknologinya sehingga produksinya dapat digolongkan benih bermutu. Perkembangan awal pembangunan Kelembagaan Perbenihan pada periode Orde Baru dimulai tahun 1971. Pada tahun tersebut pemerintah membuat berbagai keputusan yang berkaitan langsung dengan pembangunan bidang perbenihan seperti : 1. Pendirian Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi untuk bidang penelitian dan pengembangan, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan varietas unggul dan benih sumber. 2. Pendirian Perum Sang Hyang Seri untuk perbanyakan benih agar tersedia bagi petani. 3. Pembentukan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk mengawasi produksi dan pemasaran benih. Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional (BBN), dan lima bulan kemudian yaitu pada bulan Oktober 1971 dikeluarkan Kepres No. 72 tahun 1971 tentang Pembinaan, Pengawasan Pemasaran dan Sertifikasi Benih (Anonim, 1996).

Sistem pengadaan benih nasional didukung oleh kelembagaan perbenihan, mulai dari penciptaan varietas, seleksi varietas sampai dengan perbanyakan dan penyaluran benih. Keterlibatan pemerintah dalam sistem produksi benih adalah mendukung petani dengan tidak sepenuhnya menyerahkan produksi benih pada produsen benih swasta. Dengan demikian, produksi Benih Penjenis dan Benih Dasar merupakan tanggungjawab pemerintah. Lembaga Perbenihan yang ada di daerah diklasifikasi dalam 3 level yang berbeda yaitu Balai Benih Induk (BBI), Balai Benih Utama (BBU) dan Balai Benih Pembantu (BBP). a). BBI dibentuk berdasarkan SK Dirjen Tanaman Pangan No. SK.I.A5.82.6 yang tugas utamanya adalah : i). Memperbanyak Benih Dasar dan Benih Pokok dan; ii). Memberikan informasi, latihan dan melakukan pertemuan dengan penyuluh pertanian, penangkar benih, petugas serta ahli benih. b). BBU dan BBP tugasnya memproduksi Benih Pokok dan Benih Sebar. Benih Pokok yang dihasilkan akan disebarkan kepada penangkar benih untuk diperbanyak menjadi Benih Sebar. Pada kondisi tertentu BBU hanya memproduksi Benih Sebar. c). Perusahaan Umum (Perum) Nasional Sang Hyang Seri. Dalam rangka menunjang program peningkatan produksi pangan, khususnya melalui penyediaan dan penggunaan benih varietas unggul bermutu tinggi, maka Pemerintah melalui PP No. 22 Tahun 1971 mendirikan Perum Sang Hyang Seri, yang kemudian disempurnakan dengan PP No. 44 Tahun 1985. Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha perbenihan pertanian, Perum Sang Hyang Seri diubah statusnya menjadi perusahaan Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan PP No. 18 Tahun 1995. Kegiatan produksi benih Sang Hyang Seri dilakukan dalam tiga cara pengelolaan yaitu : 1). Produksi Swakelola yaitu produksi benih dilakukan sepenuhnya oleh PT. Sang Hyang Seri (Persero) dari mulai pengolahan tanah sampai dengan panen pada lahan milik sendiri di bawah pangawasan BPSB. Cara ini hanya dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri (Persero) Cabang khusus Jawa Barat di Sukamandi; 2). Produksi Kerjasama, terdapat dua jenis kerjasama yaitu a). Produksi benih yang dilakukan kerjasama petani penangkar benih di lahan

milik PT. Sang Hyang Seri Cabang khusus Jawa Barat, b). Produksi benih dilakukan melalui kerjasama dengan petani penangkar benih di sekitar unit pengolahan benih. Produksi benih dilakukan di lahan milik petani dengan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri; 3). Penguasaan, yaitu hasil penangkaran benih yang dilaksanakan oleh petani / kelompok tani yang telah dinyatakan lulus pemeriksaan lapangan oleh BPSB. Hal ini hanya dilakukan dalam keadaan darurat menghadapi kelangkaan benih (Rachmadi, 1998). PT. Sang Hyang Seri berperan dalam memproduksi Benih Sebar dan telah mendasarkan kegiatannya pada prinsip ekonomi dengan memperhatikan unsur-unsur produksi, prosesing, penyimpanan, pengemasan, distribusi dan pemasaran benih.