BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Proses Penularan Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prevalensi pre_treatment

5. Manifestasi Klinis

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB I PENDAHULUAN.

Parasit nematoda berbentuk benang yang ditransmisikan melalui vektor artropoda.

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 61-66

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo**

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

PEMERIKSAAN MIKROFILARIA DI DUSUN CIJAMBAN KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS. Mei Widiati*, Ary Nurmalasari, Septi Nurizki ABSTRACT

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meruncing pada kedua ujung. Anggota-anggota filum ini disebut cacing bulat

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan yang lainnya sehingga mendorong manusia untuk memberi perhatian lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

SIKLUS PARASIT PADA VEKTOR

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing filaria kelompok nematoda, dan ditularkan oleh gigitan berbagai jenis

KONSEP DASAR KONSEP MEDIS DEFINISI

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BUKU PEDOMAN PENGOBATAN MASAL FILARIASIS BAGI BIDAN DESA DAN TENAGA PEMBANTU ELIMINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut

DEFINISI KASUS MALARIA

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Oleh : Muhammad Gilang Rijalul Ahdy NIM.

Tujuan 1. Melakukan diagnosis dan diagnosis banding filariasis beserta komplikasinya

HUBUNGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN PADUKUHAN KRATON KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

N E M A T H E L M I N T H E S

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

Taenia saginata dan Taenia solium

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

Perpustakaan UPN "Veteran" Jakarta

Perilaku mikrofilaria Brugia malayi pada subjek Filariasis di Desa Polewali Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit menular merupakan penyakit yang dapat. ditularkan melalui hewan perantara (vektor).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. vektor dari agen penyakit. Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia, termasuk di

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI EKONOMI PEMBERIAN OBAT FILARIASIS DI KOTA BEKASI TAHUN 2010 TESIS

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Filariasis 1. Filariasis Filariasis adalah suatu infeksi cacing filaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk dan dapat menimbulkan pembesaran pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. Cara filaria menginfeksi manusia yaitu melalui gigitan vektor Arthopoda, misalnya nyamuk.vektor ini menjadi infektif karena menelan mikrofilaria yang berada dalam darah mamalia. Setiap spesies filaria mempunyai pola daur hidup yang kompleks. Infeksi pada manusia terjadi apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka waktu lama. Setelah pemaparan, diperlukan waktu bertahun-tahun untuk terjadinya perubahan patologis nyata pada manusia. (Onggowaluyo,J.S, 2002). Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah pada malam hari dan siang hari, tetapi ditemukan dalam jumlah besar pada malam hari dan lebih banyak ditemukan dalam kapiler dan pembuluh darah paru-paru. (Onggowaluyo, J.S, 2002). Infeksi penyakit ini terutama pada bagian tungkai atau tangan yang menyebabkan pembengkakan dan deformasi organ tubuh. Pembengkakan dan deformasi organ terjadi karena bentuk dewasa parasit cacing filaria 4

(umumnya Wuchereria bancrofti) yang hidup dalam kelenjar getah bening pada bagian tungkai, karena parasit tersebut menutup sistem getah bening, timbunan getah bening mengalami akumulasi. (Sembel, D.T, 2009). 2. Filaria Cacing filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada manusia. Cacing dewasa hidup di kelenjar dan saluran limfe. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung. Mikrofikaria ini sangat aktif, bentuknya seperti benang, terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler organ-organ visceral (jantung, ginjal, dan paru-paru). Cara filaria menginfeksi manusia yaitu melalui gigitan vektor Arthopoda, misalnya nyamuk. 3. klasifikasi Klasifikasi Filaria : Phylum Class Ordo Sub famili Genus : Nemathehelmintes : Nemathoda : Spirurida : Filarioidea : - Wuchereria - Brugia - Onchocerca - Loa- loa - Dipetalonema

- Mansonela - Dilofilaria 4. Morfologi umumm Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papila 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55 x 0,16 mm dengan ekor lurus. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177 230 mikron, lekuk tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya. Inti tubuh tidak teratur dan ekornya mempunyai 1 2 inti tambahan. Cacing jantan berukuran 23 x 0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya terdapat papila 3 4 buah dan di belakang anus terdapat sepotong papila. Pada ujung ekor terdapat 4 6 papila kecil dan 2 spikula yang panjangnyaa tidak sama. (Onggowaluyo, J.S, 2002). Gambar.1 Mikrofilaria Wuchereria bancrofti

5. Siklus Hidup Manusia merupakan hospes definitif, sedangkan insekta merupakan hospes sementara sebagai tempat mikrofilaria tumbuh menjadi infektif yang akan masuk ke dalam tubuh manusia pada saat nyamuk yang membawa filaria menghisap darah manusia. Mikrofilaria yang tertelan nyamuk bersama darah masuk ke dalam otot nyamuk. Setelah pertumbuhan selama 6 20 hari. Selama nyamuk menghisap darah manusia maka larva infektif keluar dari probosis ke hospes baru sesudah menembus kulit melalui luka gigitan nyamuk. Larva meneruskan perjalanan ke dalam jaringan manusia kemudian masuk ke sistem limfatik perifer dan kemudian ke kelenjar limfe tempat mereka tumbuh menjadi cacing dewasa. Cacing betina yang sudah matang dan gravid mengeluarkan mikrofilaria dan dapat di deteksi di darah perifer dalam waktu 8 12 bulan pascainfeksi. (onggowaluyo, J.S, 2002). Spesies filaria yang paling sering menginfeksi manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori ( di Indonesia ) dan Onchocerca volvulus. (Onggowaluyo, J.S, 2002). Cacing filaria yang sering menimbulkan filariasis di Indonesia yaitu : a. Wuchereria bancrofti 1) Hospes dan Nama penyakit Hospes definitif cacing ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria hidup di

dalam darah. Hospes perantara cacing ini adalah nyamuk. Penyakit yang disebabkan cacing ini disebut Filariasis Bancrofti (Wukereriasis Bancrofti). (Onggowaluyo, J.S, 2002). 2) Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa menyerupai benang, berwarna putih kekuningkuningan. Cacing betina berukuran 90 100 x 0,25 mm, ekor lurus dan ujungnya tumpul, didelfik dan uterusnya berpasangan (paired). Cacing jantan berukuran 35 40 x 0,1 mm, ekor melingkar dan dilengkapi dua spikula. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung dan berukuran 250 300 x 7 8 mikron. Mikrofilaria terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi, tetapi pada waktu tertentu saja. Pada umumnya mikrofilaria, cacing ini mempunyai periodisitas nokturna karena mikrofilaria dalam darah tepi banyak ditemukan pada malam hari, sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler organ-organ viseral (jantung,ginjal, paru-paru dan sebagainya). (Onggowaluyo, J.S, 2002). Untuk melengkapi daur hidupnya, Wuchereria bancrofti membutuhkan manusia ( hospes definitif ) dan nyamuk (hospes perantara). Nyamuk terinfeksi dengan menelan mikrofilaria yang terisap bersama-sama dengan darah. Di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi larva

stadium 1 ( L 1 ), larva stadium 2 ( L 2 ), dan larva stadium 3 (L 3 ) dalam otot toraks dan kepala. (Onggowaluyo, J.S, 2002). L 1 memiliki panjang 135 375 mikron, bentuknya seperti sosis, ekor,memanjang dan lancip, dan masa perkembangannya 0,5 5,5 hari ( di toraks ). L 2 memiliki panjang 310 1.370 mikron, bentuk gemuk dan lebih panjang daripada L 1, ekornya pendek membentuk kerucut, dan masa perkembangannya antara 6,5 9,5 hari ( di toraks dan kepala ). L 3 memiliki mobilitas yang cepat sekali, kadang-kadang ditemukan di proboscis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif dan ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Apabila L 3 ini masuk ke dalam jaringan manusia kemudian masuk ke system limfatik perifer dan bermigrasi ke saluran limfe distal dan akhirnya ke kelenjar limfe dan tumbuh menjadi L 4 dan L 5 (cacing betina dewasa dan jantan dewasa ). (Onggowaluyo, J.S, 2002). 3) Gejala Klinis Kelainan dan perubahan patologis disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria. Cacing dewasa pada stadium akut 10 15 tahun menjadi obstruktif. Mikrofilaria tidak mengakibatkan kelainan, namun dalam kondisi tertentu menyebabkan occult filariasis. (Onggowaluyo, J.S, 2002).

Patogenesis filariasis bancrofti dibagi 3 stadium, yaitu stadium mikrofilaria, stadium akut, dan stadium kronis. Pada stadium akut terjadi peradangan kelenjar, limfadenitis maupun limfangitis retrograde. Dalam waktu 1 tahun, peradangan ini hilang dan timbul berkali-kali. Kasus peradangan yang umum dijumpai adalah peradangan sistem limfatik organ genital pria, misalnya epididimitis, funikulitis dan orkitis. Saluran sperma mengalami peradangan hingga membengkak dan keras menyerupai tali, bila diraba terasa nyeri sekali. Pada stadium kronis (menahun ) gejala yang sering terjadi adalah terbentuknya hidrokel. Kadang-kadang terjadi limfedema dan elephantiasis yang mengenai daerah tungkai dan lengan, payudara, testes dan vulva yang dapat diperbaiki dengan tindakan operatif. (Onggowaluyo, J.S, 2002). b. Brugia malayi dan Brugia timori 1) Hospes dan Nama Penyakit Hospes definitif Brugia malayi adalah manusia dan mamalia lainnya, misalnya kera, anjing, kucing dan sebagainya. Cacing dewasa terdapat pada saluran dan kelenjar limfe. Hospes definitif Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi disebut filariasis malayi, sedangkan yang disebabkan Brugia timori

disebut filariasis timori. Kedua penyakit ini juga disebut filariasis brugia. (Onggowaluyo, J.S, 2002). 2) Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang berwarna putih kekuning-kuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55 x 0,16 mm dengan ekor lurus, vulva mempunyai alur transversal dan langsung berhubungan dengan vagina membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23 x 0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya terdapat papila 3 4 buah, dan di belakang anus terdapat sepotong papila. Pada ujung ekor terdapat 4 6 papila kecil dan 2 spikula yang panjangnya tidak sama. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177 230 mikron, lekuk tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya mempunyai 1 2 inti tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah tepi. ( Onggowaluyo, J.S, 2002 ). Kedua cacing ini mempunyai daur hidup yang kompleks dan ukuran tubuh lebih pendek bila dibandingkan dengan ukuran tubuh Wuchereria bancrofti. Masa pertumbuhan larva di dalam tubuh vektor kira-kira 10 hari. Disini larva mengalami pergantian kulit dan berkembang menjadi L 1, L 2, dan L 3. Pada manusia masa

pertumbuhan bisa mencapai 3 bulan. Pada tubuh manusia perkembangan kedua cacing ini mempunyai pola hidup yang sama seperti Wuchereria bancrofti. (Onggowaluyo, J.S, 2002). 3) Gejala Klinis Gejala filariasis brugia sama dengan filariasis bancrofti. Patogenesis berlangsung berbulan bulan, bahkan sampai bertahun tahun setelah terjadi infeksi. Penderita sering tidak menunjukkan gejala yang nyata meskipun di dalam darahnya di temukan mikrofilaria. Pada stadium akut akan terjadi demam dan peradangan saluran maupun kelenjar limfe inguinal. Keadaan ini berlangsung 2 5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Peradangan kelenjar limfe dapat menimbulkan limfangitis retrograde. Peradangan pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar ke bawah dan bisa menjalar ke jaringan yang ada di sekitarnya. Pada stadium ini, tungkai bawah penderita membengkak dan mengalami limfedema. (Onggowaluyo, J. S, 2002). B. Diagnosis Gejala filariasis ditimbulkan oleh cacing dewasa yang ditularkan ke manusia (hospes definitif) den gan perantara nyamuk (hospes perantara) yang mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah pada puncak masa periodik, misalanya antara jam 10 malam sampai tengah malam ( nocturnal periodik Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi ). (Soedarto, 2009).

Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila didasarkan pada anamnesis yang berhubungan dengan vektor di daerah endemis dan di konfirmasi dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Bahan pemeriksaan adalah darah yang diambil pada malam hari yang kemudian dibuat Sediaan darah tetes tebal lalu diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan untuk menetapkan spesies filaria dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes tebal yang diwarnai dengan larutan Giemsa atau Wright. (Onggowaluyo, J.S, 2002). Dalam darah penderita dengan gejala filariasis tidak selalu ditemukan mikrofilaria. Kira kira setelah satu tahun pascainfeksi. Larva menjadi cacing dewasa dan mengeluarkan mikrofilaria. Pada bulan pertama terjadi gejala filariasis yang disertai peradangan. Pada gejala ini tidak ditemukan mikrofilaria dalam darah. (Onggowaluyo, J.S, 2002). C. Pencegahan dan Pengobatan Upaya pemberantasan penyakit filariasis sebaiknya diimbangi dengan pemberantasan nyamuk dan sarang nyamuk dengan tujuan memutus siklus hidup dari vektor sementara. Perlindungan manusia dengan cara menutup fentilasi pada ruangan dengan jaring-jaring, memasang kelambu pada tempat tidur, menggunakan obat nyamuk pada saat tidur ( semprot / bakar / elektrik ), menggunakan lotion anti nyamuk, membersihkan saluran air di lingkungan rumah, melakukan 3M (menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur

barang barang bekas), selain itu diperlukan upaya sadar diri untuk selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Pengobatan secara masal dilakukan di daerah endemis dengan menggunakan obat Dietil Carbamazine Citrat ( DEC ) di kombinasikan dengan Albendazol sekali setahun selama 5 10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol. (Isharmanto, 2009). Dosis DEC yang dianjurkan adalah 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Dosis harian obat tersebut dapat diberikan dalam tiga kali pemberian sesudah makan. (Sutanto, Inge, 2008). Dietilkarbamazin adalah efektif tetapi dapat mencetuskan reaksi alergi yang dapat diatasi dengan antihistamin. (Bell, J.C, 1995).