BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Filariasis Filariasis limfatik atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah disebut untut adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria. Gejala penderita filariasis mulamula demam secara berulang dua sampai tiga kali dalam sebulan, kemudian timbul gejala limfangitis, limfadenitis, limfadema dan kemudian terjadi elefantiasis. Elefantiasis dapat terjadi di tungkai bawah, lengan bawah, mammae, atau skrotum, tergantung dari jenis cacing filaria yang menginfeksi penderita. Penderita filariasis di dunia diperkirakan sebanyak 120 juta orang yang tersebar di 80 negara baik di negara tropis maupun sub-tropis (Michael, 1996). Filariasis limfatik adalah penyakit parasitik yang menyebabkan kecacatan, stigma, psikososial dan penurunan produktivitas penderitanya, keluarganya maupun masyarakat. Walaupun demikian penyakit tersebut di beberapa negara tidak termasuk ke dalam prioritas pemberantasan penyakit, karena dianggap tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kematian. Menurut Leiper (1911) dalam Dr. Sudomo M (2008) penyebab filariasis limfatik adalah cacing yang termasuk ke dalam Filum Nematoda, Superfamili Filaroidea, Famili Filariidae Epidemiologi Menurut Laurence (1967) dalam Soeyoko, 2002) penyakit kaki gajah telah dikenal 600 tahun sebelum Masehi, sejak diketahui ada seorang pengikut agama Budha menderita kakinya bengkak seperti kaki gajah sehingga orang tersebut diusir dari lingkungannya. Filariasis limfatik mempengaruhi lebih dari 170 juta orang di seluruh dunia dan ditemukan di tempat tropik dan subtropik (Thomas B et al., 2008).

2 Sekurang-kurangnya terdapat 21 juta penderita limfatik filariasis di equatorial Afrika dan amerika selatan (Jawetz, 1992). Angka filariasis di seluruh dunia masih terus meningkat. Filariasis limfatik global terutama disebabkan filaría limfatik spesies Wuchereria bancrofii, tersebar luas hampir di seluruh negara di dunia terutama beriklim tropis namun dapat pula ditemukan dinegara beriklim subtropis sebagai berikut: Afrika, India, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Amerika Selatan dan Amerika Tengah (WHO, 1997 dalam Soeyoko, 2002). Filariasis limfatik dikategorikan dalam 6 penyakit tropis paling penting (the big six) yang menjadi masalah kesehatan dunia disamping malaria, schistosomiasis, leishmaniasis, tripanosomiasis dan lepra (WHO, 1979 dalam Soeyoko, 2002). Filariasis limfatik stadium lanjut dapat menyebabkan cacat fisik permanen. Hal tersebut merupakan salah satu faktor penghambat perkembangan sosial ekonomi penduduk di beberapa negara berkembang di dunia (WHO, 1994). Walaupun penyakit ini tidak mengakibatkan kematian, namun pada stadium lanjut dapat menyebabkan cacat fisik permanen dan mempunyai dampak social ekonomi besar, khususnya penduduk dengan sosial ekonomi rendah yang tinggal di negara-negara berkembang di daerah tropis maupun subtropis (Soeyoko, 2002). Filariasis di Indonesia pertama kali dilaporkan di Jakarta yaitu dengan ditemukannya penderita filariasis skrotum. Pada saat itu pula maka Jakarta diketahui endemik filariasis limfatik yang disebabkan oleh W. bancrofti (Haga et al., 1989 dalam Soeyoko 2002). Mikrofilaria dari filaria tersebut mempunyai morfologi yang berbeda dengan W. bancrofti. Demikian juga manifestasi klinisnya berbeda dengan manifestasi klinis oleh infeksi W.bancrofti. Brugia malayi belum teridentifikasi sampai tahun 1927, pada saat itu masih dinamakan Filaria malayi oleh (Brug et al., 1928 dalam Sudomo, 2008). Pada tahun yang sama Lichtenstein merubah nama

3 genus menjadi Brugia tetapi nama spesies tetap. Pinhao dan David dan Edeson (1961) dalam Sudomo, 2008) telah menemukan mikrofilaria yang mirip dengan microfilaria B.malayi pada manusia di Timor Portugis. Sementara itu mikrofilaria yang sama ditemukan di Timor Barat, Flores dan Alor (Kurihara T et al., 1975 dalam Sudomo, 2008), pada periode tersebut penelitian difokuskan pada penyebaran W. bancrofti dan B. malayi. Pada tahun 1980, spesies baru dari Wuchereria pada lutung (Presbythis cristatus) di Kalimantan Selatan ditemukan oleh Palmieri et al. Spesies baru tersebut diberi nama Wuchereria kalimantani. Wuchereria bancrofti tipe perdesaan masih banyak ditemukan di Papua dan beberapa daerah lain di Indonesia. Di Indonesia kurang lebih 10 juta orang telah terinfeksi oleh filariasis sedangkan kurang lebih 150 juta orang hidup di daerah endemik (population at risk). Biasanya daerah endemik B.malayi adalah daerah dengan hutan rawa (swampy forest), sepanjang sungai besar atau badan air yang lain. Sedangkan daerah endemik W. bancrofti perkotaan adalah daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat dari vektor parasit tersebut, yaitu Cx. Quinquefasciatus, tidak seperti W. bancrofti, gambaran epidemiologi B. malayi lebih rumit. Spesies Brugia malayi di Indonesia dibagi menjadi tiga bentuk (strain) yang dibagi menurut periodisitas mikrofilaria di dalam darah, yaitu bentuk periodik nokturna, sub-periodik nokturna dan non- periodik. Walaupun antara berbagai tipe B. malayi dapat dibedakan secara morfologi dan epidemiologi, tetapi manifestasi klinisnya sama saja Limfatik Filariasis Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori

4 diketahui jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea). Selain elefantiasis, bentuk serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae lewat kornea Cara Penularan dan Morfologi Cacing jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe; bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Microfilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, microfilaria W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya microfilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari, microfilaria terdapat di kapiler alat dalam paru, jantung, ginjal dan sebagainya (Medical Microbiology And Immunology, 1992). Di daerah Pasifik, microfilaria W. bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurnal. Microfilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu siang. Di Muangthai terdapat suatu daerah yang mikrofilarianya yang bersifat subperiodik nokturna. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi periodisitas microfilaria adalah zat asam dan zat lemas di dalam

5 darah, aktivitas hospes, irama sirkadian, jenis hospes dan jenis parasit, tetapi secara pasti mekanisme periodositas mikrofilaria tersebut belum diketahui. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasatus. Di perdesaan vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan belum diketahui secara pasti tetapi diduga kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam Presbytis cristata (lutung). Microfilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai soses dan disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang disebut larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus disebut larva stadium III. Gerakan larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen kemudiam ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk sedang aktif mencari darah akan terbang berkeliling sampai adanya rangsangan hospes yang cocok diterima oleh alat penerima rangsangannya. Rangsangan ini akan memberi petunjuk pada nyamuk untuk mengetahui dimana adanya hospes, kemudian baru menggigit (Depkes RI, 2001). Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III bersifat infektif dan mengigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV lalu stadium V dan cacing dewasa (Parasitologi Kedokteran, 2008). Siklus ini yang berterusan sehingga semakin banyak menderita filariasis dan manusia merupakan definitive host.

6 2.1.4 Vektor Pada saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor filariasis (Dep.Kes.RL, 1999). Tetapi vektor utamanya adalah Anopheles farauti dan Anopheles punctulatus. Wuchereria bancrofti tipe urban ditemukan di kota-kota besar antara Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia selain Jakarta, Semarang, Pekalongan dengan nyamuk vektornya : Culex quinquefasciatus. Brugia malayi ditemukan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, umumnya di daerah pantai dan dataran rendah. Vektornya adalah enam spesies Mansonia yaitu, Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, Mansonia dives, Mansonia annulata, Mansonia annhulifera dan Mansonia Indiana sedangkan di Indonesia bagian timur ditambah Anopheles barbirostris sebagai vektor utama. Brugia malayi mempunyai reservoir yaitu kucing (Felis catus) dan kera (Presbytis cristatus dan Macaca fascicularis) dengan demikian Brugia malayi merupakan penyakit zoonosis. Brugia timori ditemukan di pulau-pulau Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan. Brugia timori umumnya endemik di daerah persawahan dan vektor utamanya adalah An. Barbirostris. W.bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ditularkan oleh Cx.quinquefasciatus yang tempat perindukannya air kotor dan tercemar. W.bancrofti di tempat perdesaan dapat ditularkan oleh bermacam species nyamuk. Di Irian Jaya W.bancrofti ditularkan oleh Anophelex farauti yang dapat menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya (Parasitologi Kedokteran, 2008). Hasil penelitian menyebutkan bahwa beberapa spesies dari genus Anopheles disamping berperan sebagai vektor malaria juga dapat berperan sebagai vektor filariasis. Spesies nyamuk mempunyai tempat perindukan berbeda-beda misalnya: di rawa-rawa, air kotor (comberan), air sawah, air laguna. Nyamuk dapat bersifat antropofilik (menyukai darah manusia), zoofilik (menyukai darah hewan) dan

7 zooantropofilik (menyukai darah hewan maupun manusia), eksofagik (menggigit diluar rumah) dan endofagik (menggigit di dalam rumah). Tempat beristirahat nyamuk juga berbeda-beda tergantung spesiesnya. Pada umumnya nyamuk beristirahat pada tempat-tempat teduh, seperti di semak-semak di sekitar tempat perindukan dan di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Perilaku nyamuk sebagai vektor filariasis sangat menentukan distribusi filariasis. Setiap daerah endemis filariasis umumnya mempunyai spesies nyamuk berbeda yang dapat menjadi vektor utama dan spesies nyamuk lainnya hanya bersifat vektor potensial. Secara umum, filariasis adalah ditular melalui vektor nyamuk yang menggigit tubuh badan kita Patologi dan gejala klinis Gejala klisnis filariasis limfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Microfilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menyebabkan limfadenitis dan limfagitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan okstruktif menahun 10 sampai 15 tahun kemudiam. Perjalanan filariasis dapat dibagi beberapa stadium: stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga stadium tumpang tindih, tanpa ada batasan yang nyata. Gejala klinis filariasis bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan dengan yang terdapat di daerah lain (Parasitologi Kedokteran, 2008). Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi menunjukkan adanya kerusakan limfe. Cacing dewasa hidup dapat menyumbat saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebut lymphangiektasia. Jika jumlah cacing dewasa banyak dan lymphangietaksia terjadi

8 secara intensif menyebabkan disfungsi system limfatik. Cacing yang mati menimbulkan reaksi imflamasi. Setelah infiltrasi limfositik yang intensif, lumen tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi. Sumbatan sirkulasi limfatik terus berlanjut pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik tertutup menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Selain itu, juga terjadi hipertrofi otot polos di sekitar daerah yang terkena (Pathology Basic of Disease, 2005). Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa limfaadenitis dan limfagitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu atau dua minggu lamanya. Peradangan pada system limfatik alat kelamin laki-laki seperti funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai. Saluran sperma meradang, membengkak menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan. Kadang-kadang saluran sperma yang meradang tersebut menyerupai hernia inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah hidrokel. Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Kadangkadanag terjadi kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pembuluh limfe pada system ekskretori dan urinary. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis tidak menunjukan peradangan yang berat walaupun mereka mengandung mikrifilaria (Parasitologi Kedokteran, 2008) Diagnosis Cara diagnosis filariasis yang benar mutlak harus diketahui agar dapat mengidentifikasi daerah-daerah yang menjadi sumber penularan dan perlu mendapatkan prioritas pengobatan serta dapat menemukan daerah endemis baru. Cara diagnosis tepat juga mempunyai peran penting untuk mengevaluasi keberhasilan program pengendalian filariasis di suatu daerah. Ketajaman diagnosis sangat diperlukan untuk keberhasilan Eliminasi Filariasis di Indonesia tahun 2010.

9 Kondisi Indonesia yang sangat bervariasi membutuhkan beberapa metoda diagnosis, dimana pengelola program filariasis di daerah dapat memilih cara diagnosis sesuai dengan kemampuan dan fasilitas tersedia. Diagnosis filariasis limfatik telah banyak mengalami perkembangan dari cara konvensional sederhana dan murah sampai cara diagnosis biaya mahal mempergunakan alat-alat yang canggih hanya dapat dilakukan di laboratorium tertentu. Cara diagnosis tersebut di antaranya: pemeriksaan klinis, pemeriksaan langsung darah segar ujung jari, pemeriksaan darah jari/vena dengan pewarnaan, pemeriksaan darah dengan quantitatif buffy coat (QBC), pemeriksaan ultrasound (filaría dance sign) terutama untuk evaluasi hasil pengobatan dan hanya dapat digunakan untuk infeksi filaria oleh W. bancrofti, pemeriksaan serologis deteksi antibodi, deteksi antigen beredar dengan teknik ELISA Sandwich menggunakan antibodi monoclonal (Harrison, 2008), immuno chromatographic test (ICT Filariasis) merupakan cara diagnosis filariasis paling sensitif pada saat ini (Soeyoko, 1998), deteksi DNA dengan metoda polymerase chain reaction (PCR) dan lymphangiography. Pemeriksaan klinis merupakan cara diagnosis paling cepat dan murah tapi gejala klinis filariasis sangat bervariasi, mempunyai spektrum sangat luas dan sangat tergantung masing-masing individu dan spesies penyebabnya. Penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali (asimtomatik), atau menunjukkan gejala-gejala akut dan ada yang berkembang menjadi kronik. Gejala-gejala klinis seperti demam, limfadenitis, limfangitis desendens, abses, funikulitis, epididimitis dan orkitis sifatnya sementara dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan serta dapat terjadi berulangulang. Gejala akut (demam) biasanya muncul jika penderita bekerja berat (kelelahan) dan segera hilang setelah istirahat penuh. Limfadenitis dan limfangitis dapat timbul pada sistem limfe dimana saja, tetapi kebanyakan di daerah lipat paha kemudian

10 menjalar ke arah distal (desendens) terlihat sepert tali berwarna merah dan terasa nyeri. Gejala kronik seperti sikatrik, hidrokel testis dan elephantiasis sifatnya menetap. Pada filariasis bancrofti dapat terjadi elephantiasis pada seluruh kaki atau lengan sedangkan pada filariasis malayi atau timori hanya terjadi elefantiasis di bawah lutut. Di daerah endemik filariasis munculnya gejala-gejala klinis bervariasi, ada yang cepat, ada yang lambat sampai beberapa tahun, tetapi ada yang tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali sepanjang hidupnya walaupun sudah terinfeksi filaria. Penduduk berasal dari daerah non-endemis filariasis apabila terkena infeksi pada umumnya akan menunjukkan gejala-gejala akut, munculnya lebih cepat daripada penduduk asli dan penderita tampak sakit lebih berat. Diagnosis filariasis berdasarkan pemeriksaan klinis memang murah dan cepat, namun banyak kelemahannya karena sebagian besar penderita walaupun telah terinfeksi filaria tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali (asimtomatik) terutama pada penduduk asli, sehingga diperlukan konfirmasi cara diagnosis lainnya. Pemeriksaan klinis dapat dimanfaatkan untuk dengan cepat memperkirakan atau menentukan tingkat endemisitas suatu daerah, karena berdasarkan pengalaman beberapa kali penelitian dapat disimpulkan bahwa jika diantara 1000 penduduk ditemukan seorang menderita elephantiasis dapat diperkirakan ada 10 penderita menunjukkan gejala klinis akut dan kurang lebih terdapat 100 penderita yang didalam darahnya terdapat mikrofilaria (10%). Keadaan ini menyebabkan daerah tersebut dengan cepat dapat diperkirakan tingkat endemisitasnya, yaitu 10% (Dep.Kes.RI., 1999). Atau hasil pemeriksaan klinis merupakan petunjuk awal ditemukannya daerah endemik filariasis baru, dan hasil temuan ini harus segera dilanjutkan dengan pemeriksaan darah ujung jari untuk menentukan angka mikrofilaria di daerah tersebut dengan pasti.

11 Konfirmasi diagnosis filariasis yang paling tepat dan murah adalah dengan cara pemeriksaan mikroskopis darah ujung jari untuk mengetahui adanya mikrofilaria. Darah ujung jari yang diambil waktu malam hari dapat dipulas dengan Giemsa atau dilihat secara langsung dengan mikroskop. Pemeriksaan darah segar tanpa pewarnaan secara langsung sangat bermanfaat bagi daerah baru yang masyarakatnya belum mengenal filariasis dan cara diagnosis ini sekaligus dapat digunakan sebagai media penyuluhan. Petugas dapat mendemonstrasikan microfilaria yang masih hidup dan bergerak-gerak di dalam darah segar kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat dapat diyakinkan menderita filariasis walaupun tidak menunjukkan gejala-gejala klinis, sehingga masyarakat di harapkan kesadarannya ikut serta berperan aktif dalam rangka penanggulangan filariasis. Masing-masing cara diagnosis tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya tergantung tujuannya. Dalam memilih cara diagnosis perlu dipertimbangkan sensitivitas, spesifisitas biaya yang tersedia dan tenaga pelaksana (Long, Rickman, Cross, 1990 dalam Soeyoko, 2002) Pemberantasan Suatu kesepakatan global telah dicapai dengan adanya resolusi World Health Assembly (WHA) yang telah dicanangkan pada tahun 1997 dengan bunyi yang jelas antara lain : the elimination of lymphatic filariasis as a public health problem.... Menindak lanjuti resolusi tersebut maka WHO dengan bekerja sama dengan berbagai kalangan, antara lain Negara Donor, World Bank, the Arab Fund for Economic and Social Development, dan the United States Centers for Disease Control and Prevention mulai membangun kerja sama untuk memberantas filariasis di seluruh dunia. Tahun berikutnya kerja sama tersebut mendapatkan dorongan yang lebih besar lagi pada saat Smith Klein Beecham (SB) menyatakan komitmennya untuk membantu program global dalam eliminasi filariasis, yaitu dengan pengadaan Albendazol untuk

12 kepentingan eliminasi filariasis, yang diberikan kepada negara endemis secara gratis. Kemudian terjadi kesepakatan antara Departemen Kesehatan negara-negara endemis untuk secara bersama melakukan berturut-turut. Selain itu dilakukan perawatan terhadap penderita filariasis kronis eliminasi filariasis di negara masing-masing. Indonesia melalui Departemen Kesehatan RI telah melakukan kesepakatan (commitment) dalam eliminasi filariasis telah disepakati bahwa filariasis harus dieliminasi di muka bumi ini pada tahun Dalam program tersebut diatas disepakati bahwa pemberantasan filariasis limfatik digunakan metoda yang sama di semua negara endemis yang telah berkomitmen untuk memberantas filariasis limfatik, yaitu dengan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole setahun sekali selama 5 tahun. Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) merupakan obat yang paling efektif untuk membunuh microfilaria maupun makrofilaria. Berbagai metoda untuk memberantas filariasis di Indonesia telah dilakukan, antara lain, pengobatan masal dengan dosis standar di sekitar Bendungan Gumbasa di Sulawesi Tengah dan di Banjar, Kalimantan Selatan (Putrali, Kaleb, 1974 dalam Sudomo, 2008). Pengobatan dengan dosis rendah yang diikuti oleh dosis standar telah dilakukan di Kalimantan Selatan, Flores Barat, Kabupaten Batanghari, Jambi dengan hasil yang sangat baik (Rush J et al., 1980 dalam Sudomo, 2008). Dengan melihat pengalaman penelitian tersebut maka program pemberantasan filariasis memutuskan melakukan pemberantasan dengan menggunakan DEC dosis rendah seminggu sekali selama 40 minggu. Pada saat ini masih banyak daerah endemik filariasis limfatik terutama di daerah terpencil dan di perdesaan (Partono F et al., 1984 dalam Syachria, 2004). Di beberapa daerah, filariaisis telah lenyap sama sekali karena perubahan ekosistem yang mengkibatkan hilangnya habitat nyamuk vektor filariasis. Tetapi di beberapa daerah lain, filariasis malahan meningkat atau muncul karena adanya migrasi

13 penduduk dari daerah non endemik ke daerah endemik. Ditambah dengan perubahan hutan menjadi daerah persawahan atau perkebunan yang akan menyebabkan munculnya habitat nyamuk vektor filariasis (Madsen et al., 2004). Oleh karena itu program pemberantasan filariasis harus dilakukan secara berkesinambungan. Mengacu pada berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, pemberantasan filariasis harus dilakukan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pemberantasan jangka pendek terutama diarahkan pada pengobatan masal ataupun selektif dengan menggunakan DEC ditambah obat lain misalnya antipiretik atau antibiotik. Tujuan dari pemberantasan jangka pendek adalah : i). untuk mengurangi angka prevalensi ii) untuk mengurangi angka kesakitan, terutama gejala akut, dan iii). Untuk mengurangi intensitas penularan. Sedangkan program pemberantasan jangka panjang adalah untuk mendukung konsep yang menyatakan bahwa filariasis dapat hilang dengan sendirinya, bahkan tanpa intervensi dari sektor kesehatan, apabila terjadi perubahan ekosistem yang akan menuju kepada hilangnya tempat perindukan nyamuk vektor filariasis. Pembangunan ekonomi dapat merubah tempat perindukan nyamuk vektor menjadi lahan perumahan, industri, pariwasata dan sebagainya. Pada saat terjadi perubahan fisik, maka dengan sendirinya akan terjadi juga perubahan sosio-kultural, yang mendukung pengurangan risiko penularan dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dirinya. Program pemberantasan filariasis harus didukung oleh peranserta masyarakat karena tanpa adanya peranserta masyarakat program tersebut tidak akan dapat mencapai sasaran. Peran pemuka masyarakat baik formal maupun non formal sangat penting untuk membantu pelaksanaan pemberantasan filariasis. Semua program tersebut di atas pada saat ini telah diintegrasikan ke dalam program baru setelah Indonesia menyatakan komitmennya untuk mengikuti program pemberantasan filariaisis yang

14 dicanangkan oleh World Health Assembly mengenai Global Elimination of Lymphatic Filariasis. WHO sangat mendukung program pemberantasan filariasis limfatik di Indonesia karena Indonesia merupakan negara dengan endemisitas Brugia spp terbesar di dunia, dengan daerah penyebaran yang sangat luas termasuk daerahdaerah dan pulau-pulau yang sulit dijangkau. Pemberantasan filariasis limfatik tidak dapat dilakukan hanya dengan pengobatan masal saja, tetapi harus juga dilakukan pemberantasan nyamuk vektor filariasis. Nyamuk vektor W. bancrofti di Indonesia umumnya Culex quinquefasciatus, yaitu nyamuk yang sehari-hari sudah sangat akrab dengan kita. Habitatnya adalah selokan atau kolam yang kotor. Maka, dengan pengetahuan yang benar tentang filariasis dapat mengurangkan penderita filariasis Upaya Pencegahan Untuk mencegah penyakit filariasis, nyamuk penularnya diberantas merupakan cara yang paling efektif. Cara tepat untuk memberantas nyamuk adalah berantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya. Cara ini dinamakan dengan pemberantas sarang nyamuk filariasis. oleh karena tempat-tempat berkembang biaknya di rumah-rumah dan tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus berkerjasama dan berusaha melaksanakan pemberantas sarang nyamuk filariasis (Depkes RI, 1995). Selain itu, pemberantasan sarang nyamuk filariasis juga bisa dilakukan melalui penggunaan insektisida untuk langsung ubtuk membunuh nyamuk dewasa yang menyebabkan filariasis. cara penggunaan malation ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau dengan pengabutan (cold fogging). Ada juga insektisida yang bertujuan membunuh jentik-jentik nyamuk, yakni temphos(abate). Cara penggunaan abate adalah dengan menggunakan pasir abate( sand granules) ke dalam sarangsarang nyamuk filariasis.

15 Sedangkan cara yang tidak menggunakan abate adalah dengan 3M yakni menguras bak mandi, tempayan atau TPA minimal seminggu sekali karena perkembangan telur untuk menjadi nyamuk memerlukan 7-10hari. Selanjutnya menutup TPA rapat-rapat dan langkah terakhir dari 3M adalah membersihkan halaman rumah dari barang-barang yang memungkinkan nyamuk itu bersarang atau bertelur (Hendarwando, 2001). 2.2 Prilaku Prilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisma yang berkaitan. Maka, prilaku manusia merupakan sesuatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Terdapat 2 hal yang dapat mempengaruhi prilaku yaitu faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan. Faktor keturunan merupakan konsepsi dasar untuk perkembangan prilaku mahluk hidup itu. Lingkungan adalah kondisi untuk perkembangan prilaku tersebut. Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa prilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Terdapat 2 jenis respon yaitu : a) Respondent respon yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan tertentu. Respon yang timbul umumnya relatif tetap. b) Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini dikenal sebagai reinforcing stimuli karena perangsangan-peransangannya memperkuat respon yang telah dilakukan organisme. Prilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan makanan serta lingkungan. Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengajukan klasifikasi

16 prilaku yang berhubungan dengan kesehatan ( health related behavior) seperti berikut: a) Prilaku kesehatan merupakan hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. b) Prilaku sakit ialah segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merasakan sakit untuk merasakan sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. c) Prilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperolehi kesembuhan. Bloom 1908 membagi prilaku ke dalam 3 domain tapi tidak punyai batasan yang jelas dan tegas yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan Pengetahuan Pengetahuan secara luas berarti segala sesuatu yang kita ketahui (Balai Pustaka dan Depdiknas, 2005). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan merupakan hasil penggunaan panca indera dan akan menimbulkan kesan dalam pikiran manusia (soekanto, 2003). Menurut Piaget (1999), pengetahuan adalah interaksi yang terus menerus antara individu dan lingkungan. Dengan demikian pengetahuan adalah suatu proses, bukan suatu barang. Hutojo menyatakan bahwa pengetahuan adalah tekanan kepada proses psikologi ingatan atau kognitif (Hudojo, 2003 dalam Hasanah, 2007). Benjamin, Bloom, dkk seperti dikutip Sudijono mengemukakan bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan harus mengacu kepada tiga jenis ranah, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:

17 Tahu (know) Tahu adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya.tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Paham (comprehension) Paham diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang talah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Analisis (analysis) Analisis dalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen yang masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain,misalnya mengelompokkan dan membedakan. Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Evaluasi (evaluasion) Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek Sikap Menurut Sarwono, sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula

18 bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negative terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Sarwono, Sarlito, 2006). Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi konsep, atau orang. Menurut Notoatmodjo S. (2005) Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni : 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah 4. Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab akan segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko Menurut Secord dan Backman (1964) dalam Hasanah N L(2007) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Selanjutnya menurut Azwar struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu: 1) Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan

19 dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontraversial. 2) Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut masalah emosional subyektif terhadap suatu obyek. Apabila individu percaya bahwa obyek sikap tersebut membawa dampak yang tidak baik, maka akan terbentuk perasaan tidak suka atau afeksi yang tak favorable terhadap obyek sikap tersebut. 3) Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Keterkaitan tiga komponen tersebut harus selaras dan konsisten agar bisa memunculkan suatu sikap tertentu. Dalam kata lain, apabila dihadapkan pada suatu obyek sikap yang sama, maka ketiga komponen tersebut harus mempolakan hal yang sama. Sikap berhubungan dengan seberapa luasnya pengetahuan individu terhadap obyek yang dihadapi. Orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang suatu obyek tidak akan mempunyai sikap positif terhadap obyek tersebut. Hal itu berarti bahwa aspek kognitif yang diwujudkan melalui pengaruh pemikiran dan keyakinan seseorang memerlukan landasan pengetahuan yang relevan menanggapi obyek sikap. Dengan demikian pengetahuan mengenai konsep tentang mikrobiologi diharapkan akan mampu menumbuhkembangkan sikap positif terhadap kesehatan. Demikian juga dengan pendidikan merupakan modal manusia melakukan transformasi sikap terhadap kesehatan. Oleh itu, pengertian sikap adalah: Pertama, sikap merupakan kecenderungan bertingkah laku untuk bertindak terhadap obyek, terhadap situasi atau nilai tertentu. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan baik atau buruk, penting atau tidak penting.

20 Tindakan Sikap yang belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan ( overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan : a) Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b) Respon terpimpin ( guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat 2. c) Mekanisme ( mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu kegiatan itu sudah menjadi suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat 3. d) Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik (Notoatmodjo, 2003).

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA Editor: Nama : Istiqomah NIM : G1C015022 FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015 /2016 1 IDENTIFIKASI FILARIASIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Filariasis 1. Filariasis Filariasis adalah suatu infeksi cacing filaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk dan dapat menimbulkan pembesaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik adalah penyalit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan berdampak pada kerusakan sistem limfe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau Elephantiasis atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui gigitan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filariasis 2.1.1. Pengertian Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori). Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Penyakit Filariasis 2.1.1. Pengertian Penyakit Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan karena cacing filaria, yang hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Filariasis limfatik adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasanya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, jumlah ini menurun dari tahun 2012 yang ditemukan sebanyak 36 kasus (Dinkes Prov.SU, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing Wuchereria Bancrofti (W. Bancrofti), Brugia(B) Malayi dan B. Timori. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Filariasis 1. Pengertian Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda, penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya

Lebih terperinci

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir BAB XX FILARIASIS Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi nematoda jaringan yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dalam kelenjar getah bening. Penyakit ini bersifat menahun dan bila

Lebih terperinci

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY

URIC ACID RELATIONSHIP WITH BLOOD SUGAR PATIENTS TYPE 2 DIABETES MELLITUS THE EXPERIENCE OF OBESITY Studi Literatur TRANSMISSION ASSESSMENT SURVEY SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PENENTUAN ELIMINASI FILARIASIS Diterima Oktober 2013 Disetujui Desember 2013 Dipublikasikan 1 April 2014 Fauziah Elytha 1 JKMA

Lebih terperinci

Perpustakaan UPN "Veteran" Jakarta

Perpustakaan UPN Veteran Jakarta FILARIASIS DI INDONESIA Mohammad Sudomo* 1, dan Raflizar** * WHO Consultant for H5N1 Research, WHO Country Office Jl. HR Rasuna Said Kav 10, Jakarta Selatan ** Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Mayarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 362 anak-anak sekolah dasar berusia 6-13 tahun berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan masal dengan kombinasi obat DEC-albendazol. Sampel diambil

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan yang besar hampir di semua negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis banyak menghadapi masalah kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu penyakit

Lebih terperinci

Prevalensi pre_treatment

Prevalensi pre_treatment Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL Sebanyak 757 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah sebelum pengobatan masal dan 301 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas, salah satunya adalah pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar

Lebih terperinci

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 2012 Ety Rahmawati 1, Johanis Jusuf Pitreyadi Sadukh 2, Oktofianus Sila 3 1 Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi klinis yang luas yang menyebabkan angka kesakitan dan kecacatan yang tinggi pada mereka yang

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 Devi Rahmadianti 04091041003 Nyimas Praptini Nurani 04091041009 Lutfia Rahmawati 04091041016 Dwi Yunia Meriska 04091041018

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Etiologi dan Penularan Filariasis Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing Filaria. Filariasis di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah menyebutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.  1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang terdapat di dunia. Sekitar 115 juta penduduk terinfeksi W. Bancrofti dan sekitar 13 juta penduduk teridentifikasi sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FILARIASIS 1. Perkembangan Penyakit filaria merupakan penyakit parasit yang penyebarannya tidak merata, melainkan terkonsentrasi di beberapa kantong-kantong wilayah tertentu.

Lebih terperinci

5. Manifestasi Klinis

5. Manifestasi Klinis F I L A R I A S I S 1. Definisi Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Konsep kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex,

Lebih terperinci

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 013 Hal : 16-166 Penulis : 1. Juhairiyah. Budi Hairani Korespondensi : Balai Litbang

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS

KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS KEEFEKTIFAN MODEL PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN CAKUPAN OBAT PADA PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS (Studi Kasus di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan Tahun 2011) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. BAB 1 RANGKUMAN 1.1. Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. 1.2. Pemimpin / Penanggung Jawab Penelitian akan dipimpin langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana saat dewasa hanya bisa hidup di sistem limfatik manusia. Penularannya

Lebih terperinci

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN 2014 DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Filariasis Filariasis adalah penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh infeksi nematoda dari famili filariodeae, dimana cacing dewasanya hidup dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, tetapi kemudian merebak kembali. Chikungunya berasal dari

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PENDUDUK TERHADAP PENYAKIT FILARIASIS LIMFATIK DI DESA BONGAS KECAMATAN PAMANUKAN KABUPATEN SUBANG TAHUN 2011 Ayu Faujiah, 2011. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto,

Lebih terperinci

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko Anindita 1, Hanna Mutiara 2 1 Mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN SKRIPSI FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Komunitas WELLY BP. 07121017 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing filaria kelompok nematoda, dan ditularkan oleh gigitan berbagai jenis

B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing filaria kelompok nematoda, dan ditularkan oleh gigitan berbagai jenis 13 B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Filariasis Limfatik Filariasis limfatik adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria kelompok nematoda, dan ditularkan oleh gigitan berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo**

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA. Biyan Maulana*, Heri Wibowo** HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA Biyan Maulana*, Heri Wibowo** * Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk adalah serangga yang bentuknya langsing, halus, distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari 3.000 spesies, stadium larva dan pupanya hidup di air (Garcia

Lebih terperinci

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008 ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008 Yuanita, 2004, Pembimbing: Felix Kasim, Dr, dr, M.Kes dan Susy Tjahjani, dr, M.Kes Filariasis

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR dr. I NYOMAN PUTRA Kepala Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF) Definisi Merupakan penyakit

Lebih terperinci

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN 7 Candriana Yanuarini ABSTRAK Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM

SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007 SKRIPSI OLEH : SARI UKURTHA BR. TARIGAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filariasis Limfatik Filariasis limfatik ditransmisikan oleh nyamuk dan disebabkan oleh cacing nematoda dari superfamilia Filarioidea, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,

Lebih terperinci

Juli Desember Abstract

Juli Desember Abstract Volume 15, Nomor 2, Hal. 39-50 Juli Desember 2013 ISSN:0852-83 PENGARUH KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA KEMINGKING DALAM KABUPATEN MUARO JAMBI PROPINSI

Lebih terperinci

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT Santoso* Abstrak Penyakit Kaki Gajah (filariasis) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vektor Aedes aegypti merupakan vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sedangkan Aedes albopictus adalah vektor sekunder. Aedes sp. berwarna hitam dan belang-belang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Filariasis limfatik atau yang biasa disebut dengan kaki

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Filariasis limfatik atau yang biasa disebut dengan kaki BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Filariasis limfatik atau yang biasa disebut dengan kaki gajah merupakan masalah yang masih penting di dunia. Lebih dari 120 juta orang di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Definisi Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus dan kematiannya. Salah satunya nyamuk dari genus Culex yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia dan memiliki kelembaban dan suhu optimal yang mendukung bagi kelangsungan hidup serangga. Nyamuk merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan yang penting di dunia. Di puluhan negara, lebih dari satu milyar

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Praba Ginandjar* Esther Sri Majawati** Artikel Penelitian *Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Becker, Dalam : Notoatmodjo S., Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bab V, Pendidikan dan Prilaku. Halaman

DAFTAR PUSTAKA. Becker, Dalam : Notoatmodjo S., Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bab V, Pendidikan dan Prilaku. Halaman DAFTAR PUSTAKA Achim H, 2003. Control of filarial infections: not the beginning of the end, but more research is needed. Current Opinion in Infectious Diseases 2003, 16:403 410. Backman, 1964. Dalam :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filariasis 2.1.1. Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian V. PEMBAHASAN UMUM Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian dan pemukiman mengakibatkan timbulnya berbagai habitat. Habitat yang ada dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Emy Fabayu NIM. 6411411223 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 1857 orang penduduk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penduduk laki-laki sebanyak 878 orang dan penduduk wanita sebanyak 979 orang. Gambar 1

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular disebabkab oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu dari 4 virus dengue berbeda dan ditularkan melalui nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan vektor penyakit filariasis, demam berdarah dengue, malaria, chikungunya, dan encephalitis. Penyakit-penyakit tersebut dibawa oleh nyamuk melalui cucukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan EPIDEMIOLOGI Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Tri Ramadhani* Abstrak Filariasis limfatik masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, khususnya di Kota Pekalongan.

Lebih terperinci

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA Ira Indriaty P.B Sopi 1 *, Majematang Mading 1 1 Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009 ARTIKEL SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 9 Ruben Wadu Willa* *Loka Penelitian dan Pengembangan Bersumber Binatang (PB) Waikabubak, Email:majaraama@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring bertambahnya waktu maka semakin meningkat juga jumlah penduduk di Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 200 juta lebih. Hal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia fiiariasis dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Filariasis

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia fiiariasis dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Filariasis TINJAUAN PUSTAKA 1 Filariasis di Indonesia. Di Indonesia fiiariasis dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Filariasis merupakan penyakit meqular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria pada saluran

Lebih terperinci

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan Perbandingan Prevalensi Filariasis berdasarkan Status IgG4 Antifilaria pada Penduduk Daerah Endemik Filariasis Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya Kecamatan Pondokgede Kabupaten Bekasi Jawa Barat Gracia

Lebih terperinci

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE 1999 2010 Prayudo Mahendra Putra, 2011; Pembimbing I : Budi W. Lana., dr., MH Pembimbing II: Freddy T. Andries., dr.,ms Filariasis adalah penyakit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meruncing pada kedua ujung. Anggota-anggota filum ini disebut cacing bulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meruncing pada kedua ujung. Anggota-anggota filum ini disebut cacing bulat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian penyakit Filariasis Filum nematoda termasuk salah satu filum yang besar, memiliki lebih dari 10.000 spesies, berukuran kecil, berbentuk selinder, seperti benang

Lebih terperinci