HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN 2015 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh: Febi Listiyarini NIM JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

2 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Juli 2015 ABSTRAK Febi Listiyarini. Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015, XIV + 64 halaman + 12 tabel + 4 gambar + 18 lampiran Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Tahun 2014 Kelurahan Kertoharjo masih mempunyai Mf-rate 9,7%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Pada penelitian ini digunakan Random Sampling. Jumlah sampelnya adalah 70. Hasil penelitian ini didapatkan data responden yang memiliki pengetahuan cukup (24,3%) dan pengetahuan baik (75,7%). Responden yang memiliki sikap cukup (40,0%) dan sikap baik (60,0%). Responden yang memiliki kondisi fisik lingkungan buruk (40,0%) dan baik (60,0%). Tidak ada hubungan pengetahuan tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan dengan p- value (0,584>0,005) dan ada hubungan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan dengan p-value (0,014<0,005). Saran yang peneliti rekomendasikan adalah meningkatkan sikap tentang pencegahan penularan filariasis yang baik terhadap kondisi fisik lingkungan. Kata Kunci : Filariasis, Kondisi Fisik Lingkungan, Kota Pekalongan. Kepustakaan : 32 ( ). ii

3 Public Health Science Departement Faculty of Sport Science Semarang State University July 2015 ABSTRACT Febi Listiyarini. Relationship of Knowledge and Attitudes about Prevention of Transmission of Filariasis with Physical Environment Sub Kuripan Kertoharjo Pekalongan City in 2015, XIV + 64 pages + 12 tables + 4 pictures + 18 attachments Filariasis is a systemic infection caused by adult filarial worms that live in the human lymph nodes and blood transmitted by mosquitoes. In 2014 Kertoharjo have mf-rate 9,7%. This study aims to determine the relationship between knowledge and attitudes about the prevention of transmission of filariasis with the physical condition of the environment. This type of research is analytic with cross sectional approach. In this study used random sampling. The number of samples is 70. From the results of this study, the data of respondents who have enough knowledge (24.3%) and a good knowledge (75.7%). Respondents who has enough attitude (40.0%) and a good attitude (60.0%). Respondents who have poor physical environmental conditions (40.0%) and good (60.0%). there is no relationship of knowledge about the prevention of transmission of filariasis with the physical condition of the environment with a p-value (0.584> 0.005) and there was a relationship attitudes about the prevention of transmission of filariasis with the physical condition of the environment with a p-value (0.014 <0.005). Suggestions researchers recommend is to improve understanding attitude on the prevention of transmission of filariasis well to the physical condition of the environment. Keywords : Filariasis, Physical Environment, Pekalongan. Bibliography : 32 ( ). iii

4 PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasik pekerjaan saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian manapun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam daftar pustaka. Semarang, Agustus 2015 Penulis iv

5 v

6 MOTTO dan PERSEMBAHAN Motto: Berdoa dan berusaha keras untuk sebuah cita-cita. (Penulis) Persembahan: 1. Untuk yang tercinta Ayah yang tak hentinya memberikan kasih sayang, dukungan, serta doa penuh harapan. 2. Untuk yang tersayang Almh. Ibu yang pernah hidup untuk memberikan seluruh kasih sayang dan pengorbanannya. 3. Kakakku, semua saudara dan semua sahabatku. vi

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunianya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015 dapat terselesaikan dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini sudah tentu banyak pihak yang telah turut serta memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat: 1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Bapak Dr. H. Harry Pramono, M.Si. atas ijin penelitian. 2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes atas persetujuan penelitian. 3. Penguji I, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM, M.Kes atas arahan dan persetujuan penelitian. 4. Penguji II, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S,KM, M.Kes atas arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi. 5. Dosen Pembimbing, Ibu Arum Siwiendrayanti, S.KM, M.Kes atas bimbingan dan arahan dalam menyesaikan skripsi. vii

8 6. Lurah Kuripan Kertoharjo, Bapak Bilal, S.Sos atas ijin dilakukannya penelitian oleh penulis. 7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Raminto dan Almarhumah Ibu Sudjinah serta kakakku Subandi dan Siswoyo atas motivasi, doa, kasih sayang, dan dukungan materiil selama perkuliahan hingga selesai. 8. Teman-teman Novia, Emy, Ina, Gilang, Mumun, Wulan yang telah terlibat dalam penelitian. 9. Teman-teman D Kepo Fika, Dyas, Tyas, Exa, Dinda, Yuyun, Izza yang selalu memberikan semangat. 10. Dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyususnan skripsi ini. Semoga amal baik dari semua pihak selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis yakin dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Atas saran dan masukan yang diberikan, penulis mengucapkan terimakasih. Semarang, Juli 2015 Penulis viii

9 DAFTAR ISI Halaman JUDUL... ABSTRAK... ABSTRACT... PERNYATAAN... PENGESAHAN... MOTTO dan PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi vii viii xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian Ruang Lingkup Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Filariasis Epidemiologi Filariasis Etiologi Filariasis Vektor ix

10 2.5 Cara Penularan Filariasis Tanda dan Gejala Filariasis Diagnosa Filariasis Pengobatan Filariasis Pencegahan Filariasis Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Fisik Lingkungan Praktik Pencegahan Filariasis dari Faktor Lingkungan Kerangka Teori BAB III METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Variabel Penelitian Hipotesis Penelitian Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Jenis dan Rancangan Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Sumber Data Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data Validitas dan Reliabilitas Prosedur Penelitian Teknik Pengolahan dan Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Hasil Penelitian BAB V PEMBEHASAN Pembahasan x

11 5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1: Keaslian Penelitian... 7 Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Tabel 3.2: Pembagian Sampel Masing-masing RW Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Pencegahan Penularan Filariasis Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Sikap tentang Pencegahan Penularan Filariasis 50 Tabel 4.7: Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Lingkungan Tabel 4.8: Hubungan antara Pengetahuan tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Tabel 4.9: Hubungan antara Sikap tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.3: Tiga Spesies Cacing Filaria Gambar 2.5: Siklus Penularan Filariasis Gambar 2.11: Kerangka Teori Gambar 3.1: Kerangka Konsep xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1: Surat Tugas Pembimbing Lampiran 2: Ethical Clearance Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Lampiran 4: Surat Ijin Penelitian dari Ristekin Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian dari Dinkes Kota Pekalongan Lampiran 6: Surat Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 7: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 8: Kuesioner Penelitian Lampiran 9: Tabulasi Skor Uji Validitas Pengetahuan Lampiran 10: Tabulasi Skor Uji Validitas Sikap Lampiran 11: Data Pengetahuan Responden Lampiran 12: Data Sikap Responden Lampiran 13: Data Hasil Penelitian Lampiran 14: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan Lampiran 15: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sikap Lampiran 16: Analisis Chi Square Data Pengetahuan dengan Kondisi Fisik Lingkungan Lampiran 17: Analisis Chi Square Data Sikap dengan Kondisi Fisik Lingkungan Lampiran 18: Dokumentasi xiv

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki (elephantiasis), pembesaran lengan, payudara, dan alat kelamin pada wanita maupun laki-laki. Penyakit ini menyebabkan produktifitas penderitanya penurun dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit akibat kehilangan jam kerja yang disebabkan penyakit tersebut (Akhsin Zulkoni, 2011:55). Data WHO menunjukkan bahwa 1,3 milyar penduduk dunia yang tinggal di 83 negara berisiko tertular filariasis dan 60% kasus berada di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara jumlah kasus mencapai 851 juta penderita dan Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi. Di Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2009 berturut-turut jumlah kasus klinis yaitu 8.242, , , , dan (Kemenkes RI, 2010:5). Pada tahun 2011 di Jawa Tengah jumlah kasus 537 dengan 141 kasus baru yang mana 125 kasus ditemukan di Kota Pekalongan dan sisanya tersebar di 8 Kabupaten/Kota lain (Dinkes Provinsi Jateng, 2011:29). Pada tahun 2012 jumlah kasus 565 penderita (Dinkes Provinsi Jateng, 2012:26). Kota Pekalongan adalah daerah dengan jumlah kasus terbanyak di Jawa Tengah. Kasus filariasis di Kota 1

16 2 Pekalongan ditemukan tahun Pada tahun 2004 mulai dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) yang menunjukkan bahwa Kota Pekalongan endemis filariasis karena Mf-rate (Microfilaria-rate) >1% (Dinkes Kota Pekalongan, 2012). Angka kasus filariasis tahun 2010 berjumlah 63 kasus yang terdiri dari 55 kasus klinis dan 8 kasus kronis. Pada tahun 2011 menjadi 117 kasus yang terdiri dari 110 kasus klinis dan 7 kasus kronis. Pada tahun 2012 jumlah kasus menjadi 66 penderita yang terdiri dari 59 kasus klinis dan 7 kasus kronis dan tahun kasus klinis (Dinkes Kota Pekalongan, 2013). Program pencegahan penularan filariasis yang sudah dicanangkan Kota Pekalongan adalah Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP). Hasil pelaksanaan POMP menunjukkan pada tahun 2011 sampai 2013 berturut-turut 3,79%; 3,81%; dan 4,26% penduduk tidak minum obat. Pada tahun 2013 penduduk tidak minum obat dengan alasan 60% bepergian, 11% menolak, 2% meninggal, dan 27% dengan alassan lain (Dinkes Kota Pekalongan, 2013). Survei pemeriksaan darah jari yang dilakukan dari tahun 2009 sampai 2012 terdapat Mf-rate>1% yaitu Kelurahan Tegalrejo 2,3%, Kelurahan Pabean 3,39%, Kelurahan Bandengan 2,39% dan Kelurahan Kertoharjo 4,18%. Tahun 2011 Kelurahan Kertoharjo hasil Mf-rate-nya >1 % yaitu sebesar 3,5%. Tahun 2014 Kelurahan Kertoharjo masih mempunyai Mf-rate 9,7%. Artinya bahwa Kelurahan Kertoharjo yang sekarang menjadi RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo masih menjadi daerah endemis filariasis. Program pencegahan filariasis tidak hanya pengobatan masal tetapi pengendalian vektor dan peran serta

17 3 masyarakat juga menjadi perhatian untuk mencegah penularan filariasis (Widoyono, 2008:141). Oleh karena itu untuk mengurangi perkembangan vektor penularan filariasis perlu adanya pengendalian lingkungan. Banyak faktor risiko yang dapat menimbulkan kejadian filariasis. Salah satunya adalah faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kepadatan vektor penularan filariasis. Faktor lingkungan dapat menunjang kelangsungan hidup vektor sehingga pengendalian dari faktor lingkungan masih sangat diperlukan. Oleh karena itu pengendalian vektor penularan filariasis perlu dikendalikan untuk membuat kondisi lingkungn tidak cocok sebagai perkembangan dan peristirahatan nyamuk, dimana pemberantasan tempat perkembangan nyamuk melalui pembersihan saluran pembuangan air, pengaliran air yang tergenang, penebaran bibit ikan pemakan jentik. Pemberantasan tempat peristirahatan nyamuk melalui pembersihan semak-semak dan pembersihan kandang ternak (Widoyono, 2008:141). Kondisi fisik lingkungan tercipta dari perilaku yang dipengaruhi dari praktik seseorang, perubahan perilaku seseorang diikuti tahapan antara pengetahuan, sikap, dan praktik. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu, untuk menciptakan kondisi lingkungan fisik yang diharapkan diperlukan pendirian yang kuat untuk mencegah penularan filariasis dari kondisi fisik lingkungan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:140). Terbentuknya sikap didasari pengetahuan yang didapat untuk mengetahui tujuan dan manfaat bagi kesehatan. Pengetahuan tentang pencegahan penularan dengan kondisi fisik lingkungan yang

18 4 dimiliki diharapkan seseorang akan membentuk perilaku yang akan langgeng bahkan selama hidup dilakukan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:18). Menurut Risky Amalia (2013:1) tentang faktor risiko kejadian filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan tahun 2013, OR tempat perindukan nyamuk 8,556, OR keberadaan kandang disekitar rumah 11, OR kondisi sanitasi sekitar rumah 8,556, OR tingkat pengetahuan 10,714,. Menurut Ardias (2012:202) tentang faktor lingkungan dan perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Sambas bahwa OR habitat nyamuk 11,074 dan OR resting place 4,840. Hasil survei pendahuluan pada tanggal 12 Februari 2014 pada 20 rumah menunjukkan bahwa kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo 90% terdapat semak-semak, 70% terdapat saluran pembuangan air limbah yang terbuka dan limbah tidak mengalir, 25% terdapat genangan air, 10% terdapat ternak disekitar rumah, dan 45% dari 20 responden pernah mengikuti penyuluhan filariasis. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan Penelitian ini bagian dari penelitian hibah bersaing yang berjudul Program Aktif-Mandiri (Aksi Tindakan Filariasis-Media Baca Hindari Filariasis) Sebagai Penyempurna Akselerasi Eliminasi Filariasis Dalam Menurunkan Mf-rate Wilayah Endemis Filariasis di Kota Pekalongan.

19 5 1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan Masalah Umum Adakah hubungan pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015? Rumusan Masalah Khusus 1. Adakah hubungan pengetahuan tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015? 2. Adakah hubungan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

20 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan Untuk mengetahui hubungan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan MANFAAT HASIL PENELITIAN Manfaat dalam penelitian ini adalah: Untuk Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Pekalongan untuk mengambil kebijakan dalam menanggulangi filariasis Untuk Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Sebagai bahan pustaka di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakt dan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri semarang dalam pnegembangan ilmu di bidang Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Untuk Peneliti Manfaat penelitian untuk peneliti adalah:

21 7 1. Dapat memperoleh ilmu, pengalaman serta penerapan materi yang telah diperoleh dalam perkuliahan dan penelitian dapat dilakukan untuk tugas akhir atau skripsi. 2. Penerapan pengetahuan tentang Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang dimiliki terhadap kenyataan dilapangan. 3. Sebagai upaya pengembangan pribadi dalam berfikir logis, terstruktur, dan tersistematis. 4. Dapat diketahui seberapa penting penerapan Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Masyarakat. 1.5 KEASLIAN PENELITIAN Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang judul, penelitian, nama peneliti, tahun, tempat penelitian, desain penelitian, variabel, dan hasil penelitian (Tabel 1.1). Tabel 1.1: Keaslian Penelitian No Judul Penelitian Nama Peneliti Tahun dan Tempat Penelitian Rancangan Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pencegahan Filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Dina Agustiantin ingsih 2013, Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan Explanatory Research, cross sectional Variabel Bebas: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan, sikap, persepsi, Variabel faktor yang berhubungan dengan praktik pencegahan filariasis adalah tingkat pendidikan p=0,041; jenis pekerjaan

22 8 Selatan Kota Pekalongan Tahun 2013 sosialisasi pengobatan masal dari Dinas kesehatan, dukungan kepala keluarga, dukungan tenaga pelaksana eliminasi, dan pemeliharaan hewan ternak Variabel Terikat: praktik pencegahan penyakit filariasis p=0,047; tingkat pengetahuan p=0,000; sikap p=0,000; persepsi p=0,000; dan dukungan kepala keluarga p=0,000. Variabel yang tidak berpengaruh adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan, sosialisasi pengobatan masal, dukungan TPE, dan memelihara hewan ternak 2. Faktor Risiko Kejadian Filariasis Di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan Tahun 2013 Risky Amelia 2013, Kelurahan Kertoharjo Pekalongan Selatan Case Control Variabel Bebas: praktik menutup kasa ventilasi, tempat perindukan nyamuk, kebiasaan keluar rumah malam hari, kebiasaan menggunakan obat nyamuk oles, kondisi sanitasi sekitar rumah, tingkat pengetahuan filariasis, jenis pekerjaan, kebiasaan menggunakan baju dan celana panjang pada malam hari, praktik minum obat filariasis, keberadaan kandang ternak, Variabel faktor yang berhubungan dengan faktor risiko filariasis adalah praktik menutup kasa ventilasi p=0,034; tempat perindukan nyamuk p=0,015; kebiasaan keluar rumah malam hari 0,006; kebiasaan menggunakan obat nyamuk oles p=0,002; kondisi sanitasi sekitar rumah p=0,015; tingkat pengetahuan filariasis p=0,012; pekerjaan p=0,034; jenis

23 9 jenis kelamin Variabel Terikat: kejadian filarisis kebiasaan menggunakan baju dan celana panjang pada malam hari p=0,002; praktik minum obat filariasis p=0,005 Variabel yang tidak berpengaruh adalah keberadaan kandang ternak dan jenis kelamin. 3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Desa Bringin Kecamatan Juwana Kabupaten Pati Tahun 2007 Arry Kurniyanti 2008, Desa Bringin Kecamatan Juwana Kabupaten Pati Cross Sectional Variabel Bebas: kebersihan lingkungan, keluar rumah malam hari, menutup ventilasi dengan kasa, obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, obat anti nyamuk oles, kelambu, baju dan celana panjang pada malam hari, obat anti nyamuk oles saat kerja, pekerjaan, bekerja dengan baju panjang, bekerja dengan celana panjang Ada hubungan antara faktorfaktor dengan kejadian filariasis dengan p<0,05 Variabel Terikat: kejadian filariasis Dari penelitian terdahulu yang pernah dilakukan terdapat beberapa perbedaan yaitu sebagai berikut:

24 10 1. Penelitian menjelaskan mengenai faktor pengetahuan dan sikap yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan Variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu adalah kondisi fisik lingkungan. 3. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain cross sectional. 1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan Ruang Lingkup Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Agustus Ruang Lingkup Keilmuan Pengambilan data ini termasuk dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan kajian Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI FILARIASIS Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki (elephantiasis), pembesaran lengan, payudara, dan alat kelamin pada wanita maupun laki-laki. Penyakit ini menyebabkan produktifitas penderitanya penurun dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit akibat kehilangan jam kerja yang disebabkan penyakit tersebut (Akhsin Zulkoni, 2011:55). Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular pada saluran dan kelenjar kemih yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat manahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:1). 2.2 EPIDEMIOLOGI FILARIASIS Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa. Di Indonesia filariasis banyak ditemukan di pedesaan. Di kota hanya Wuchereria Bancrofti yang 11

26 12 ditemukan di kota Jakarta, Tangerang, Pekalongan, Semarang, dan kota lain (Inge Sutanto, 2009:40). Survei prevalensi filariasis yang telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkkan bahwa prevalensi infeksi cukup tinggi, mulai dari 0,5% sampai 19,46%. Prevalensi dapat berubah dan pada umumnya kondisi akan berubah dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Oleh karena itu perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoir, vektor, dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing (Inge Sutanto, 2009:40). Sebagai vektor filariasis, perilaku nyamuk merupakan penentu penyebaran filariasis dan timbulnya daerah endemis filariasis. Perilaku vektor tersebut yaitu: (1) derajat infeksi alami yang dapat diketahui dengan hasil pembedahan nyamuk yang tersebar dialam (2) sifat antropofilik dan zoofilik yang meningkatkan jumlah sumber infeksi (3) umur nyamuk yang panjang hingga mampu mengembangkan pertumbuhan larva mencapai stadium infektif untuk ditularkan (4) dominasi terhadap spesies nyamuk lain (5) mudah menggunakan tempat pengandung air sebagai tempat perindukan nyamuk dari telur sampai dewasa (Rosdiana Safar: 2010:246). 2.3 ETIOLOGI FILARIASIS Penyebab filariasis disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:2), yaitu:

27 Wuchereria Bancrofti Wuchereria Bancrofti dewasa berbentuk seperti rambut, berwarna putih susu. Panjang tubuh cacing jantan sekitar 4 cm, ekor yang melengkung dilengkapi spikulum yang tidak sama panjang. Panjang cacing betina sekitar 10 cm, mempunyai ekor yang runcing (Soedarto, 2011:221) Brugia Malayi Brugia Malayi betina panjangnya dapat mencapai 55 mm, sedangkan cacing jantan hanya sekitar 23 mm (Soedarto, 2011:225) Brugia Timori Brugia Timori betina sekitar 39 mm, sedangkan cacing jantan panjangnya sekitar 23 mm (Soedarto, 2011:225). Gambar 2.3: Tiga Spesies Cacing Filaria (Sumber: Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:2) 2.4 VEKTOR Menurut Akhsin Zulkoni (2011:58) banyak spesies nyamuk yang menjadi vektor filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya. Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor yaitu dari genus Mansonia, Culex, Anopheles, Aedes dan Armigeres. Oleh karena itu filariasis menular sangat cepat. Dijelaskan bahwa vektor nyamuk itu sebagai berikut:

28 14 1) Wuchereria Bancrofti perkotaan dengan vektor Culex Quinquefasciatus yang tempat perindukannya air kotor dan tercemar (Inge Sutanto, 2009:41). Selain itu dapat hidup pada tempat yang berair jernih dan permukaan dapat ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan air (Rosdiana Safar, 2010:245). Artinya bahwa kondisi lingkungan dengan keadaan saluran air pembuangan limbah yang tidak mengalir,rawa-rawa dan genangan air sangat berpotensi menjadi penularan filariasis. 2) Wuchereria Bancrofti pedesaan dengan vektor Anopheles, Aedes, dan Armigeres. 3) Brugia Malayi dengan vektor Mansonia sp, dan Anopheles Barbirostris. Mansonia dapat berkembang biak dalam rawa-rawa. 4) Brugia Timori dengan vektor Anopheles Barbirostris. Vektor ini dapat berkembang biak di daerah sawah, baik didekat pantai maupun didaerah pedalaman. 2.5 CARA PENULARAN FILARIASIS Penularan filariasis pada seseorang terjadi gigitan nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva. Nyamuk mendapat cacing filaria kecil (mikrofilaria) ketika menghisap darah penderita yang mengandung mikrofilaria atau binatang reservoir yang mengandung mikrofilaria (Akhsin Zulkoni, 2011:59). Menurut Ditjen P2 & PL Depkes RI (2009:3) siklus penularan filariasis yaitu sebagai berikut:

29 Tahap Perkembangan Dalam Tubuh Nyamuk (Vektor) 1) Nyamuk menghisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terhisap dan masuk lambung nyamuk. 2) Setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung kemudian menembus dinding lambung menuju rongga badan dan selanjutnya ke thoraks. 3) Didalam thoraks, larva stadium I berkembang menjadi larva stadium II dan selanjutnya berkembang menjadi larva stadium III yang infektif. Waktu perkembangan dari larva stadium I ke stadium III untuk W. Bancrofti antara hari dan untuk B. Malayi dan B. Timori 7-10 hari. 4) Lava stadium III menuju alat tusuk (probosis) nyamuk dan akan berpindah ke manusia jika nyamuk tersebut menggigit. 5) Mikrofilaria dalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembangbiak sehingga diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi Tahap Perkembangan Dalam Tubuh Manusia (Hospes Reservoir) 1) Larva stadium III dalam tubuh manusia menuju sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina. 2) Cacing betina menghasilkan mikrofilaria dalam darah melalui kopulasi. Secara periodik akan mengeluarkan larva setiap hari.

30 16 3) Perkembangan larva stadium III menjadi cacing dewasa dan menghasilkan mikrofilaria untuk W. Bancrofti selama 9 bulan dan untuk B. Malayi dan B. Timori selama 3 bulan. Gambar 2.5: Siklus Penularan Filariasis (Sumber: TANDA DAN GEJALA FILARIASIS Menurut Ditjen PP & PL Depkes RI (2009:5), tanda dan gejala filariasis terdiri dari: Tanda dan Gejala Klinis Akut 1) Demam berulang selama 3-5 hari. Demam akan hilang setelah istirahat dan akan timbul setelah bekerja berat.

31 17 2) Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa luka), di lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas, dan sakit. 3) Radang saluran kelenjar getah bening yang berasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan. 4) Abses filarial terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah. 5) Pembengkakan tungkai, lengan, payudara, skrotum yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (limfadema dini) Tanda dan Gejala Klinis Kronis Pembengkakan yang menetap pada tungkai, lengan, payudara, dan skrotum. 2.7 DIAGNOSA FILARIASIS Menurut Inge Sutanto (2009:35), diagnosa filariasis dapat dipastikan dengan pemeriksaan: Diagnosis Parasitologi 1) Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah. Pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari yaitu pukul s.d waktu setempat (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:5). Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor. 2) Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melaui DNA parasit menggunakan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction/ PCR). Teknik ini mampu memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi parasit pada crytic infection.

32 Diagnosis Radiologi 1) Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya bisa digunakan untuk infeksi filaria W. Bancrofti. 2) Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan adanya zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia Diagnosis Imunologi Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi W. Bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah. Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4 pada filariasis Brugia. Kadar antibodi IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia. Deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi aktif. Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang mikrofilaria tidak dijumpai di dalam darah, tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria. 2.8 PENGOBATAN Menurut Widoyono (2008:141) dan Akhsin Zulkoni (2011:60), pengobatan filariasi dapat diberikan obat sebagai berikut:

33 Diethilcarbamazyne (DEC) Pada kasus yang masih bersifat subklinis (gejalanya belum tampak) sebaiknya diberikan antibiotik profilaksis dengan terapi suportif misalnya dengan antipiretik dan analgesik. Sedangkan jika sudah mikrofilaremia negatif, yaitu ketika cacing dewasa sudah terlihat, barulah DEC menjadi acuan obat utama. Penggunaan standar DEC yaitu 6 mg/kgbb (total dosis 72 mg) selama 12 hari yang mampu membunuh parasit-parasit yang ada didalam tubuh. Biasanya penggunaan DEC dosis tunggal dikombinasikan dengan Albendazole atau Ivermectin dengan hasil mikrofilarisidal yang efektif. Penggunaan DEC diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih Ivermecitin (Mectizan) Ivermecitin diberikan 400 mg dua kali sehari selama 21 hari, obat ini merupakan alternatif yang mampu menunjukkan hasil yang baik Albendazole Albendazole diberikan 400 mg dua kali sehari selama 21 hari, obat ini merupakan alternatif yang mampu menunjukkan hasil yang baik Doksisiklin Doksisiklin bekerja terhadap bakteri simbiotik yaitu Wolbacia yang hidup dalam cacing filaria. Jika bakteri tersebut dibunuh maka cacing tersebut juga mati. Doksisiklin telah terbukti efektif terhadap cacing Wuchereria sp.

34 PENCEGAHAN Menurut Widoyono (2008:141), pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan: Pengobatan Masal Pengobatan massal dilakukan didaerah endemis dengan Mf-rate >1% dengan menggunakan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albendazole sekali selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah demam dari reaksi obat diberikan Paracetamol. Pengobatan massal diikuti seluruh penduduk di daerah endemis yang berusia 2 tahun ke atas. Pengobatan dapat ditunda pada orang yang sedang sakit, anak-anak di bawah usia 2 tahun, dan wanita hamil (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:6) Pengendalian Vektor Pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangan nyamuk melalui saluran pembuangan air limbah, pengaliran air yang tergenang, penebaran ikan pemakan jentik, menghindari dai gigitan nyamuk dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi rumah, dan menggunakan obat nyamuk bakar atau semprot Menurut Inge Sutanto (2009:275) pengendalian vektor dibagi menjadi (1) pengendalian secara alami dan (2) pengendalian secara buatan Pengendalian Secara Alami Pengendalian secara alami berhubungan dengan faktor ekologi, adanya gunung, lautan, sungai. Ketidakmampuan mempertahankan hidup vektor pada

35 21 daerah dengan ketinggian tertentu dari permukaan laut. Perubahan musim, iklim yang panas, udara dingin, udara kering, angin, curah hujan, dan tanah tandus yang tidak memungkinkan perkembangbiakan vektor. Adanya burung, katak, cicak yang dapat memakan vektor Pengendalian Secara Buatan Pengendalian secara buatan yang dapat dilakukan atas usaha manusia adalah: 1) Pengendalian lingkungan (environment control), yaitu dilakukan dengan cara mengelola lingkungan, dengan memodifikasi atau manipulasi lingkungan sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok untuk yang dapat mencegah atau membatasi perkembangan vektor. Cara ini paling aman karena tidak merusak keseimbangangan alam dan tidak mencemari lingkungan. Dalam modifikasi lingkungan yaitu mengubah sarana fisik yang bersifat permanen, misalnya (1) mengatur irigasi, (2) menimbun tempat yang dapat menampung air atau mengalirkan genangan air, (3) pengubahan rawa menjadi sawah, (4) dan mengubah hutan menjadi tempat pemukiman. Dalam manipulasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara pembersihan atau pemeliharaan sarana yang ada supaya tidak menjadi tempat perindukan vektor dan hasilnya tidak bersifat permanen. Misalnya (1) membersihkan tanaman air, (2) melancarkan saluran pembuangan air limbah. 2) Pengendalian kimiawi menggunakan bahan kimia untuk membunuh vektor. Kelebihannya dapat membunuh vektor dengan segera sehingga dapat menekan populasi dalam waktu singkat. Kekurangannya pengendalian ini bersifat

36 22 sementara dan menyebabkan pencemaran lingkungan dan kemungkinan timbul resistensi pada vektor. Misalnya (1) pemakaian paris green, temefos, dan fention untuk membunuh larva nyamuk, (2) penggunaan herbisida untuk membunuh tanaman air untuk perkembangan nyamuk, dan (3) penggunaan insektisida residual spray untuk membunuh nyamuk dewasa. 3) Pengendalian mekanik dilakukan dengan alat yang langsung membunuh, menangkap, menghalau, menyisir vektor. Misalnya, (1) menggunakan baju lengan panjang, menggunakan kasa nyamuk pada ventilasi rumah. 4) Pengendalian fisik menggunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan, dan penggunaan alat listrik untuk pengadaan angin dan penyinaran. Misalnya, (1) memasang hembusan angin keras pada pintu masuk, (2) memasang lampu kuning untuk menghalau nyamuk. 5) Pengendalian biologik dengan memperbanyak pemangsa sebagai musuh alami bagi vektor. Pemangsa yang efktif untuk nyamuk yaitu ikan yang dapat memangsa larva nyamuk. 6) Pengendalian genetika bertujuan untuk mengganti populasi vektor yang berbahaya dengan populasi yang baru dan tidak berbahaya. Caranya yaitu dengan memandulkan dengan bahan kimia. 7) Pengendalian legislatif yaitu untuk mencegah tersebarnya vektor berbahaya dari suatu daerah. Misalnya karantina dipelabuhan laut dan udara untuk mencegah masuknya vektor penyakit. Di Indonesia jika melanggar peraturan tersebut akan dikenakan sanksi oleh pemerintah.

37 Peran Serta Masyarakat Ketersediaan masyarakat dalam pemeriksaan survei darah jari, bersedia meminum obat anti filariasis secara teratur sesuai dengan ketentuan petugas, memberitahukan kepada petugas kesehatan jika menemukan penderita filariasis, dan bersedia membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangan nyamuk FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI FISIK LINGKUNGAN Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat menularkan filariasis. Kondisi fisik lingkungan di daerah endemis sangat diperlukan untuk mencegah penularan filariasis. Filariasis didaerah endemi dapat diduga jenisnya dengan melihat keadaan lingkungan. (Inge Sutanto, 2009:41). Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:137).Menurut Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo (2012:18) bahwa perilaku untuk mewujudkan kondisi lingkungan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: Faktor Predisposisi (predisposing factors) Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu seseorang terhadap objek tertentu melalui pengindraan yang dimiliki. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan. Pengetahuan sesorang terhadap objek mempunyai tingkatan yang berbeda. Tingkatan pengetahuan meliputi 6 bagian, yaitu:

38 24 1) Tahu (know) Untuk mengetahui sesorang tahu atau tidak dapat diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Apakah masyarakat mengetahui bagaimana cara mencegah filariasis dari faktor lingkungan. 2) Memahami (comprehention) Seseorang dapat dikatakan memahami suatu objek maka harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui. 3) Aplikasi (application) Aplikasi adalah pengaplikasian prinsip dari pemahaman yang diketahui pada situasi yang lain. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan kemudian mencari hubungan komponen yang terdapat dalam objek yang diketahui. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk meringkas dengan kata-kata sendiri dari materi yang ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi adalah kemampuan sesorang untuk menilai dari suatu objek tertentu. Pengetahuan tentang pencegahan filariasis diperlukan sebagai dasar membentuk perilaku pencegahan terhadap kondisi fisik lingkungan. Diharapkan dengan memiliki pengetahuan tentang pencegahan filariasis mengenai bagaimana lingkungan itu tidak menjadi tempat perindukan dan peristirahatan nyamuk, maka perilaku menjaga kondisi fisik lingkungan dapat dilakukan selama seumur hidup.

39 25 Menurut Rizky Amelia (2014:8) bahwa pengetahuan mengenai penyakit filariasis sangat penting sebagai penunjang keberhasilan upaya pemberantasan penyakit filariasis yang dilakukan. Upaya pencegahan yang dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan yang aplikatif dan sederhana dilakukan seperti pencegahan filariasis dengan pengendalian vektor untuk membentuk kondisi lingkungan supaya tidak cocok sebagai perindukan dan peristirahatan nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang filariasis berisiko 10,714 kali dengan kejadian filarisis. Dalam penelitian Dina Agustiantiningsih (2013:194) bahwa hubungan pengetahuan dengan praktik pencegahan filariasis berhubungan (p-value=0,000). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukann dengan wawancara yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dalam subjek penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:140) Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap objek tertentu. Sikap meliputi faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan untuk mengungkapkan dari objek tertentu. Menutut Newcomb dalam Soekidjo Notoatmojdo (2012:140), bahwa sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksaan motif tertentu. Menurut Alport dalam Soekidjo Notoatmodjo (2012:141) sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1) Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

40 26 Komponen-komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi merupakan hal yang sangat penting. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2012:141) sikap mempunyai 4 tingkat dalam intensitasnya, yaitu: 1) Menerima (receiving) diartikan bahwa seseorang mau menerima stimulus yang diberikan. 2) Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan 3) Menghargai (valving) diartikan seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek 4) Bertanggung jawab (responsible) adalah bertanggung jawab apa yang telah diyakininya. Sesorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Sikap merupakan cerminan suka tidaknya seseorang terhadap obyek tertentu. Untuk membentuk kondisi fisik lingkungan sebagai upaya pencegahan filariasis diperlukan pendirian atau keyakinan yang kuat bahwa kondisi fisik lingkungan dapat mencegah penularan filariasis. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengukuran secara langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang objek yang bersangkutan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:142). Dalam penelitian

41 27 Dina Agustiantiningsih (2013:194) bahwa hubungan sikap dengan praktik pencegahan filariasis berhubungan (p-value=0,000) Faktor Pemungkin (enabling factors) Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan perilaku sesorang. Faktor pemungkin meliputi sarana dan prasana yang mendukung untuk perilaku kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:19) Sosialisasi Pencegahan Penularan Filariasis Sosialisasi pencegahan penularan merupakan kegiatan pencegahan filariasis. Sosialisasi ini merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya filariasis. Menurut Dina Agustiantinisngsih (2013:195) bahwa sosialisasi pengobatan masal merupakan inti dari kegiatan pengobatan masal supaya orang mau minum obat untuk mencegah filariasis. Maka sosialiisasi mengenai kondisi lingkungan fisik perlu di lakukan supaya masyarakat tidak berisiko untuk tertular filariasis Faktor Penguat (reinforcing factors) Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat meliputi dukungan tenaga pelaksana eliminasi dan dukungan keluarga Dukungan Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) Dukungan tenaga pelaksana eliminasi (TPE) sangat berengaruh terhadap pencegahan penularan filariasis. Karena TPE memiliki tugas dalam pemberantasan nyamuk penular filariasis. Tugasnya yaitu memberi contoh cara memberantas nyamuk dan menghindari gigitan nyamuk, menggerakkan masing-masing keluarga binaannya untuk meniadakan tempat berkembang biak nyamuk secara teratur

42 28 dirumah dan lingkungan sekitarnya, dan mengajak bergotong royong membersihkan tempat berkembang biak nyamuk dalam lingkungan pemukoman (Ditjen P2 & PL Depkes RI, 2008:6) Dukungan Keluarga Dukungan terdiri dari informasi yang menuntun orang bahwa ia diurus, disayangi, memiliki rasa nyaman, dipedulikan, dihargai, dan dibantu atau di dukung (Eunike R. Rustiana, 2005:80). Dukungan yang diberikan orang tua adalah dasar perilaku terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:44). Dukungan keluarga dapat diberikan kepada anggota keluarganya yang dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan kepada keluarga yang lainnya. Semakin tinggi pengetahuan maka akan semakin efektif dalam mendukung keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan melalui kondisi fisik lingkungan. Pada hasil penelitian bahwa dukungan keluarga berhubungan dengan praktik pencegahan filariasis (p-value=0,000) (Dina Agustiantiningsih, 2013:195) Karakteristik individu Pendidikan Pendidikan adalah upaya agar masyarakat berperilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, memberi informasi, memberikan kesadaran, dan lain sebagainya. Mengenai dampak yang timbul dari pendidikan terhadap perubahan perilaku memakan waktu lama, tetapi bila perilaku dapat diadopsi oleh masyarakat maka akan langgeng bahkan seumur hidup (Soekidjo Notoadmodjo, 2012:18). Karena pendidikan yang semakin tinggi akan mudah menyerap informasi yang diberikan. Pendidikan mempunyai hubungan dengan praktik pencegahan

43 29 filariasis (p-value=0,041) (Dina Agustiantiningsih, 2013:193). Pendidikan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan kata lain mengupayakan agar perilaku masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2013:18) Umur Umur atau usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan, dan kekuatan sesorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (A Wawan, 2010:17). Dalam penelitian ini ditentukan usia dewasa yaitu umur 18 sampai 55 tahun Jenis pekerjaan Kebiasaan bekerja pada malam hari perlu diperhatikan karena berkaitan dengan intensitas kontak dengan vektor. Insiden filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena pekerjaannya (Ditjen P2 & PL Depkes RI, 2008:18). Menurut Dina Agustiantiningsih (2013:193) jenis pekerjaan berhubungan dengan praktik pencegahan filariasis (p-value=0,047). Responden yang bekerja sebagai buruh sering bekerja lembur pada malam hari. Kebiasaan bekerja lembur pada malam hari tersebut dapat meningkatkan intensitas kontak dengan vektor filariasis. Artinya terjadi peningkatkan tindakan pencegahan penyakit filariasis jika pekerjaan yang dilakukan responden tidak dilakukan pada siang hari sebaliknya jika pekerjaan yang dilakukan pada malam hari maka tindakan pencegahan terhadap penyakit rendah.

44 Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan mempunyai pendekatan yang menetapkan sasaran ketersediaan, keterjangkauan, dan ketepatan. Pelayanan kesehaatan meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif untuk mencapai kesehatan. Selain itu melibatkan pendidikan atau promosi pola perilaku peningkatan kesehatan. Pelayanaan kesehatan memberikan prioritas pada orang yang membutuhkan, memberikan perhatian pada masalah kesehatan utama di suatu komunitas (Eunike R. Rustiana, 2005:5) PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DARI FAKTOR LINGKUNGAN Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis dan mata rantai penularannya. Secara umum lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik, lingkungan biologi, lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya (Ditjen P2 & PL Depkes RI, 2008:16) Lingkungan Fisik Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, geografis, dan struktur geologi. Lingkungan fisik sangat berkaitan dengan kehidupan vektor, sehingga berpengaruh terhadap penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap pertumbuhan, masa hidup serta keberadaan nyamuk. Lingkungan fisik sebagai tempat perindukan (breeding place) dan peristirahatan nyamuk (resting place) adalah:

45 Kondisi saluran pembungan air limbah (SPAL) Dalam penelitan Santoso (2011:3) bahwa jenis dan kondisi tempat penampungan air limbah dengan kejadian filariasis berhubungan (p-value=0,000). Penderita yang tidak mempunyai SPAL akan membiarkan air limbah mengalir begitu saja, dan mengakibatkan genangan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan berpotensi tejadinya kejadian filariasis. Menurut Rizky Amelia (2014:6) tempat perindukan nyamuk sebaiknya ditiadakan dengan cara selalu menjaga kebersihan lingkungan, secara rutin membersihkan SPAL, tidak membiarkan sampah menumpuk, dan minimal seminggu sekali sebaiknya dibersihkan untuk pengendalian vektor. Hasil penelitian bahwa tempat perindukan nyamuk (breeding place) berisiko 8,556 kali terhadap kejadian filariasis Kondisi genangan air Genangan air disekitar rumah atau tempat tinggal memiliki risiko terhadap kejadian filariasis karena genangan air tersebut sebagai habitat vektor filariasis. Genangan air mempunyai risiko 38,031 kali terhadap kejadian filariasis (Ardias dkk, 2012:203). Menurut Mulyono dalam Ardias dkk (2012:203) bahwa genangan air merupakan faktor risiko untuk terjadinya filariasis sebesar 4,12 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki genangan air. Oleh karena itu untuk memutus rantai penularan filariasis diperlukan penimbunan genangan air supaya tidak menjadi habitat vektor filariasis. Menurut Ike Ani Windiastuti dkk (2013:54) bahwa habitat nyamuk dengan kejadian filariasis didapatkan nilai (pvalue=0,003). Responden yang rumahnya terdapat habitat nyamuk memiliki risiko

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda, penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori). Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.  1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit menular yang terdapat di dunia. Sekitar 115 juta penduduk terinfeksi W. Bancrofti dan sekitar 13 juta penduduk teridentifikasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang disebabkan infeksi

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik adalah penyalit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan berdampak pada kerusakan sistem limfe

Lebih terperinci

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN 7 Candriana Yanuarini ABSTRAK Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis banyak menghadapi masalah kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing filaria

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PENDUDUK TERHADAP PENYAKIT FILARIASIS LIMFATIK DI DESA BONGAS KECAMATAN PAMANUKAN KABUPATEN SUBANG TAHUN 2011 Ayu Faujiah, 2011. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular menjadi masalah kesehatan yang besar hampir di semua negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filariasis 2.1.1. Pengertian Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria

Lebih terperinci

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 2012 Ety Rahmawati 1, Johanis Jusuf Pitreyadi Sadukh 2, Oktofianus Sila 3 1 Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing Wuchereria Bancrofti (W. Bancrofti), Brugia(B) Malayi dan B. Timori. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan

Lebih terperinci

Prevalensi pre_treatment

Prevalensi pre_treatment Prevalensi pre_treatment BAB 4 HASIL Sebanyak 757 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah sebelum pengobatan masal dan 301 responden berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan

Lebih terperinci

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN 2014 DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis 2.1.1 Etiologi dan Penularan Filariasis Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing Filaria. Filariasis di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau Elephantiasis atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui gigitan berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN PADUKUHAN KRATON KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

HUBUNGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN PADUKUHAN KRATON KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 HUBUNGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN PADUKUHAN KRATON KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA Editor: Nama : Istiqomah NIM : G1C015022 FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015 /2016 1 IDENTIFIKASI FILARIASIS

Lebih terperinci

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN

ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN ANALISIS PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DAN MF-RATE DI KOTA PEKALONGAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Emy Fabayu NIM. 6411411223 JURUSAN

Lebih terperinci

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 013 Hal : 16-166 Penulis : 1. Juhairiyah. Budi Hairani Korespondensi : Balai Litbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat

Lebih terperinci

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN SKRIPSI FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan Komunitas WELLY BP. 07121017 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus, jumlah ini menurun dari tahun 2012 yang ditemukan sebanyak 36 kasus (Dinkes Prov.SU, 2014).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Filariasis 1. Pengertian Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Sebanyak 362 anak-anak sekolah dasar berusia 6-13 tahun berpartisipasi pada pemeriksaan darah setelah lima tahun pengobatan masal dengan kombinasi obat DEC-albendazol. Sampel diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Konsep kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia dan memiliki kelembaban dan suhu optimal yang mendukung bagi kelangsungan hidup serangga. Nyamuk merupakan salah

Lebih terperinci

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah ) Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah ) Supatmi Dewi *) Lintang Dian Saraswati **) M.Sakundarno Adi **) Praba Ginandjar **) Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Praba Ginandjar* Esther Sri Majawati** Artikel Penelitian *Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas, salah satunya adalah pengendalian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Puskesmas Tirto I Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan yang terletak di dataran rendah Pantai

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR dr. I NYOMAN PUTRA Kepala Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF) Definisi Merupakan penyakit

Lebih terperinci

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan Perbandingan Prevalensi Filariasis berdasarkan Status IgG4 Antifilaria pada Penduduk Daerah Endemik Filariasis Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya Kecamatan Pondokgede Kabupaten Bekasi Jawa Barat Gracia

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6 Devi Rahmadianti 04091041003 Nyimas Praptini Nurani 04091041009 Lutfia Rahmawati 04091041016 Dwi Yunia Meriska 04091041018

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN 2014 Adi Pramono, 2015 Pembimbing 1: drg. Donny

Lebih terperinci

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. BAB 1 RANGKUMAN 1.1. Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah. 1.2. Pemimpin / Penanggung Jawab Penelitian akan dipimpin langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Filariasis 1. Filariasis Filariasis adalah suatu infeksi cacing filaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk dan dapat menimbulkan pembesaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FILARIASIS 1. Perkembangan Penyakit filaria merupakan penyakit parasit yang penyebarannya tidak merata, melainkan terkonsentrasi di beberapa kantong-kantong wilayah tertentu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah menyebutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 3 (1) (201) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT FILARIASIS Rizky Amelia Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN 93 LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar 1. Keadaan Rumah Responden Gambar 2. Keaadaan Rumah Responden Dekat Daerah Pantai 94 Gambar 3. Parit/selokan Rumah Responden Gambar 4. Keadaan Rawa-rawa Sekitar

Lebih terperinci

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008 ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008 Yuanita, 2004, Pembimbing: Felix Kasim, Dr, dr, M.Kes dan Susy Tjahjani, dr, M.Kes Filariasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (2013) penyakit infeksi oleh parasit yang terdapat di daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2002 2010 Eko Santoso, 2011; Pembimbing I : Winsa Husin., dr., M.Sc.,M.Kes. Pembimbing II: Rita Tjokropranoto., dr.,m.sc.

Lebih terperinci

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE 1999 2010 Prayudo Mahendra Putra, 2011; Pembimbing I : Budi W. Lana., dr., MH Pembimbing II: Freddy T. Andries., dr.,ms Filariasis adalah penyakit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Penyakit Filariasis 2.1.1. Pengertian Penyakit Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan karena cacing filaria, yang hidup

Lebih terperinci

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor

Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Filariasis : Prevention Related to Risk Factor Filariasis : Pencegahan Terkait Faktor Risiko Anindita 1, Hanna Mutiara 2 1 Mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. Pemerintah

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN 11-15 Wilhelmus Olin,SF.,Apt.,M.Scˡ Mariana Hartini Dhema Deto² ABSTRAK Penyakit

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG Yohannie Vicky Putri, Mamat Lukman, Raini Diah Susanti Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health Unnes Journal of Public Health 6 (1) (2017) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi klinis yang luas yang menyebabkan angka kesakitan dan kecacatan yang tinggi pada mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, terutama negara-negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 45 tahun terakhir, sejak tahun 1968 sampai saat ini dan telah menyebar di 33 provinsi dan di

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA Ira Indriaty P.B Sopi 1 *, Majematang Mading 1 1 Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana saat dewasa hanya bisa hidup di sistem limfatik manusia. Penularannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih

Lebih terperinci

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun Filariasis Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2012-2013 Zahrotul Habibah, 1 Saleha Sungkar 2 1 Progam Studi Pendidikan Dokter, 2 Departemen Parasitologi FK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk adalah serangga yang bentuknya langsing, halus, distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari 3.000 spesies, stadium larva dan pupanya hidup di air (Garcia

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Filariasis Filariasis adalah penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh infeksi nematoda dari famili filariodeae, dimana cacing dewasanya hidup dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah satu penyakit parasitik tertua di dunia. Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan mempengaruhi angka kesakitan bayi, anak balita dan ibu melahirkan serta

Lebih terperinci

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015

HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 HUBUNGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENULARAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JENGGOT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT Hasil Penelitian ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT Lymphatic filariasis an infection disease caused by parasitic

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filariasis Filariasis limfatik adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang cacing dewasanya hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe manusia. Penyakit

Lebih terperinci

Fajarina Lathu INTISARI

Fajarina Lathu INTISARI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI WILAYAH KELURAHAN DEMANGAN YOGYAKARTA Fajarina Lathu INTISARI Latar

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN

ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN ANALISIS SPASIAL ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PEKALONGAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Shobiechah

Lebih terperinci