BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku dan kesehatan reproduksi remaja seperti

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

Media Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yaitu tahun, adalah. disebut masa remaja. (Widyastuti, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN DI SMA NEGERI 2 UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembangunan berwawasan kesehatan merupakan salah satu aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa merupakan individu yang. bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB I PENDAHULUAN. norma-norrma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2000, hlm.15).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan untuk menjadi produktif dan diharapkan menjadi pewaris

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

ANALISIS PERILAKU SEKSUAL SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 BANTUL TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

HUBUNGAN PENGUNAAN INTERNET TERHADAP GAYA BERPACARAN REMAJA DI DESA SENDANGHARJO KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN. Sugiarto*, Amirul Amalia**

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, batasan remaja tentang pemuda adalah usia 15-24 tahun. Data kependudukan Indonesia jumlah penduduk tahun 2009 adalah 213.375.287 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang tergolong pemuda adalah 42.316.900, atau 19.82% dari seluruh penduduk indonesia (Badan Pusat Statistik,2009). Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo mencetuskan mengenai sebuah pandangan holistik terhadap kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual dengan meletakkan agenda baru yang tercakup dalam tiga tema yakni hak asasi manusia, pemberdayaan perempuan dan kesehatan reproduksi (Hidayana, 2004, p.1). Sejak saat itu Departemen Kesehatan Republik Indonesia membentuk Komisi Kesehatan Reproduksi Nasional, yang di dalamnya terdapat Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi Remaja. Kelompok kerja itu terdiri atas beberapa program dan sektor terkait serta organisasi profesi. Tujuan Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi Remaja adalah untuk mengantisipasi masalah Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di Indonesia.

2 Hal itu dilakukan karena tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 yang dilakukan oleh remaja usia 15-19 tahun baik putra maupun putri menunjukkan bahwa tidak sedikit yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Dari data terhadap 10.833 remaja putra dan 9.344 remaja putri berusia 15-19 tahun didapatkan bahwa remaja putra yang sudah berpacaran sebanyak 72%, pernah berciuman sebanyak 92%, pernah merabaraba pasangan sebanyak 62% dan pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 10,2%. Sedangkan remaja putri yang sudah berpacaran sebanyak 77%, pernah berciuman sebanyak 92%, pernah meraba-raba pasangan sebanyak 62% dan pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 6,3%. Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olehnya, antara lain boleh atau tidaknya untuk melakukan pacaran dan berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja. Hal tersebut diakibatkan adanya pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang dipertentangkan dengan pemahaman agama, yang sebenarnya harus saling menyokong. Pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu yang penting diketahui mengingat masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual dewasa. Kurangnya pemahaman remaja terhadap pengetahuan reproduksi kesehatan dan perilaku seksual akan berdampak pada dirinya dan

3 keluarganya. Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama pubertas dan 20% dari remaja mempunyai empat atau lebih pasangan. laporan dari national surveys of family growth pada tahun 1988. (Soetjiningsih,2004, p.133) Perilaku seksual siswa - siswi dalam berpacaran telah menjurus pada hubungan seks bebas. Aktifitas berpacaran responden dimulai dari ngobrol (24%), pegang tangan (16%), pelukan (13%), cium pipi (12%). Sedangkan perilaku yang sudah menjurus pada hubungan seks awal (foreplay) adalah cium pipi (9%), necking (9%), meraba organ seksual (4%), petting (2 %) dan hubungan seksual (1%). Kondisi ini menunjukkan betapa sudah sangat mengkhawatirkannya perilaku remaja saat ini. Dalam aktifitas pacaran, sisw - siswi tidak segan melakukannya di sekolah (14%) meskipun rumah masih merupakan tempat yang sering digunakan oleh responden untuk berpacaran (26%). Tetapi berpacaran di tempat umum, tempat rekreasi bahkan hotel pun sudah bukan barang baru bagi remaja (23%). (www.kespro-remaja.com) Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasihkasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.

4 Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Dalam pacaran, ada aktivitas yang disebut dengan kencan. Aktivitas ini berupa kegiatan yang telah direncana maupun tak terencana. Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi dalam masyarakat individu-individu yang terlibat. Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan tradisi zaman kini, sebuah hubungan dikatakan pacaran jika telah menjalin hubungan cinta-kasih yang ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas seksual atau percumbuan (id.wikipedia.org) Menurut kompas.com (Minggu, 13 Juni 2010) - Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan, ternyata 93,7 persen siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97 persen remaja SMP dan SMA pernah melihat film forno. Survei KPA ini dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah diperoleh data perilaku remaja dalam berpacaran yaitu, saling ngobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium/kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan

5 hubungan seks, pasangannya pacar adalah 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan rasa cinta 43,3% dan memenuhi kebutuhan biologis 29,9%. Masalah lainnya adalah rendahnya pengetahuan para remaja tentang pengetahuan kespro. Mereka lebih memercayai sumber-sumber informasi yang tidak sepatutnya untuk dijadikan bahan rujukan, karena memang menyesatkan, di antaranya adalah VCD porno, internet, dan media massa baik dalam bentuk koran maupun tabloid. ( Pilar PKBI Jawa Tengah,2010) Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan di SMP N 31 Semarang didapatkan bahwa jumlah siswa siswi di SMP N 31 Semarang sebanyak 788 siswa. Terdiri dari kelas VII berjumlah 252 siswa, kelas VIII berjumlah 238 siswa, kelas IX berjumlah 234 siswa. Dengan hasil 34 dari 50 siswa kelas IX tidak mengetahui tentang perilaku berpacaran, karena pada kurikulum pembelajaran kelas IX tidak ada kesehatan reproduksi tentang perilaku berpacaran dan belum ada penyuluhan tentang perilaku berpacaran yang sehat bagi siswa siswi SMP N 31 semarang. B. Perumusan Masalah Mengacu pada latar belakang yang di paparkan di atas, peneliti tertarik merumuskan masalah sebagai berikut Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan dan sikap siswa siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang?.

6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan dan sikap siswa siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan Tingkat Pengetahuan siswa siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang. b. Mendiskripsikan Sikap siswa siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang c. Menganalisis Tingkat Pengetahuan dan Sikap siswa siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah a. Dinas Kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi khususnya perilaku berpacaran pada siswa siswi SMP. b. Dinas Pendidikan untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi khususnya perilaku berpacaran sedini mungkin kepada siswa siswi SMP di kota Semarang. 2. Bagi Petugas Kesehatan

7 Para Bidan untuk bahan informasi dan penyuluhan tentang Perilaku berpacaran kepada para siswa siswi SMP. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti bahwa remaja memerlukan pengawasan dan pengetahuan tentang perilaku berpacaran pada siswa siswi SMP. 4. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan, dan bahan pengajaran terutama tentang akibat perilaku berpacaran khususnya AKBID Universitas Muhammadiyah Semarang. 5. Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi khususnya para orang tua untuk meningkatkan pengawasan pada anak anak yang memasuki usia remaja. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan landasan teori keaslian dari penelitian adalah sebagai berikut : Tabel. 1.1 Penelitian Tentang Perilaku Berpacaran No Nama Judul Penelitian Variabel Penenitian Hasil Penelitian

8 1 Dewi Nurulsari Hubungan tingkat pengetahuan mengenai Seksual Pranikah dengan Perilaku Seksual pada siswa kelas XI di SMA kesatrian 1 Semarang Tahun 2009 Kuantitatif deskriptif korelasi Dengan pendekatan Cross sectional Ada hubungan tingkat pengetahuan mengenai seksual Pranikah dengan perilaku Seksual pada siswa Kelas XI di SMA Kesatrian 1 Semarang 2 Fransiska Hadi Wijayanti 3 Dinda Herwulan Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja di Desa Penundan Gringsing Kabupaten Batang Tahun 2008 Tingkat Pengetahuan dan sikap siswa siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang Diskriptif Korelasi dengan pendekatan cross secsional dan teknik yang digunakan purpuse sampling Diskriptif korelasi dengan cross secsional dan teknik yang digunakan propotional random sampling Ada Hubungan yang signifikan antara tingkat Pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku seksual Pranikah pada Remaja di desa Penundan Gringsing Kabupaten Batang Tahun 2008 Perbedaan antara penelitian sebelumnya menghubungkan antara pengetahuan dan prilaku sedangkan penelitian yang akan saya teliti ini mengunakan cross secsional dengan sampel di SMP N 31 Semarang variabel pengetahuan dan sikap remaja mengenai Perilaku Berpacaran.