KUALITAS PENETASAN KISTA ARTEMIA YANG DIBUDIDAYA PADA BERBAGAI TINGKAT PERUBAHAN SALINITAS 1

dokumen-dokumen yang mirip
JUMLAH DAN KUALITAS KISTA ARTEMIA PADA BERBAGAI TINGKAT PERUBAHAN SALINITAS QUANTITY AND QUALITY OF ARTEMIA CYSTS IN VARIOUS SALINITY CHANGES

3. METODE PENELITIAN

PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP DAYA TETAS Artemia sp DI BALAI BENIH IKAN (BBI) KOTA GORONTALO. Abstrak

PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A )

Jurnal Mina Sains ISSN: Volume 2 Nomor 1, April

BAB III BAHAN DAN METODE

Pertumbuhan Artemia sp. dengan Pemberian Ransum Pakan Buatan Berbeda

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

RESPON PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PERLAKUAN PERBEDAAN SALINITAS MEDIA DAN PEMBERIAN BIOMAS Artemia sp.

BAB III BAHAN DAN METODE

PEMANFAATAN BIOFLOK DARI LIMBAH BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SEBAGAI PAKAN NILA (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

PENGARUH PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI Artemia sp UMUR HARI DI BALAI BENIH IKAN (BBI) KOTA GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

BAB III BAHAN DAN METODE

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

Tingkat Kelangsungan Hidup

MODUL: PENETASAN Artemia

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

PENGARUH AERASI LARUTAN FeDTA DAN PAKAN TAMBAHAN TEPUNG Spirulina maxima TERHADAP JUMLAH KISTA YANG DIHASILKAN OLEH Artemia salina BETINA OVIPAR

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

PENGARUH PEMBERIAN BEKATUL, TEPUNG I{EDHAI DAN CAMPURAN KEDUANYA SEBAGAI MAKANAN TERHADAP PRODUI{SI Artemia salina leach

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

PENGARUH PADAT PENEBARAN NAUPLII TERHADAP KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS KISTA Artemia franciscana DENGAN PEMBERIAN PAKAN BUNGKIL KELAPA.

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

Pengaruh salinitas dan daya apung terhadap daya tetas telur ikan bandeng, Chanos-chanos

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH BEBERAPA JENIS PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA (Brachionus sp)

TINGKAT KELULUSAN HIDUP LARVA UDANG GALAH BERDASARKAN SUMBER GENETIK YANG BERBEDA

PENGARUH SUHU DAN SALINITAS TERHADAP PENETASAN KISTA Artemia salina SKALA LABORATORIUM

Ratna Widiastuti, Johanes Hutabarat, Vivi Endar Herawati *)

DAYA TETAS, HASIL TETAS DAN LAMA MENETAS TELUR ITIK YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus)

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

PENGARUH APLIKASI PERBEDAAN PEMBERIAN JENIS PAKAN TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN Artemia sp.

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III. BAHAN DAN METODE

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERANAN PEMBERIAN KUNING TELUR DENGAN DOSIS PENGENCERAN YANG BERBEDA TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS

THE EFFECT OF SALINITY ON THE INTRINSIC GROWTH RATE OF Artemia sp.

PENGGUNAAN TEPUNG DAGING DAN TULANG SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PROTEIN HEWANI PADA PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN :

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT

Pengaruh Pemberian Pakan Artemia sp Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Benih Ikan Sidat di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

MODUL: PENEBARAN NENER

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

III. METODE PENELITIAN. Molekuler dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas

THE COMBINED EFFECT OF DIFFERENT FEED ON THE GROWTH AND SURVIVAL OF LEAF FISH LARVAE (Pristolepis grooti)

PENGARUH JARAK TANAM DAN POSISI RUAS STEK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) SKRIPSI

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

SIDANG TUGAS AKHIR SB

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Transkripsi:

KUALITAS PENETASAN KISTA ARTEMIA YANG DIBUDIDAYA PADA BERBAGAI TINGKAT PERUBAHAN SALINITAS 1 (The Effect of different levels of Salinity on the Hatching Quality of Artemia) ABSTRAK D. Djokosetiyanto 2, Dade Jubaedah 3, A. Fairus Mai Soni 4 Kualitas kista artemia tergantung tingginya nilai derajat dan efisiensi penetasan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kapan (waktu) perubahan salinitas dan berapa besarnya perubahan salinitas tersebut yang dicirikan nilai derajat dan efisiensi penetasan sebagai indikator kualitas artemia. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama terdiri dari dua, yaitu A (menaikkan salinitas pada hari ke 9) dan B (menaikkan salinitas pada hari ke 15). Faktor kedua terdiri dari empat, yaitu peningkatan salinitas I (100; 100; 100;140 g/kg), II (100; 100; 140; 140 g/kg), III (100; 140; 140; 140 g/kg) dan IV (100; 110; 125; 140 g/kg), dan dengan 3 kelompok warna yaitu biru, merah dan hijau. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan bila memberikan pengaruh yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan B II menghasilkan derajat penetasan paling tinggi, sedangkan efisiensi penetasan paling tinggi terdapat pada perlakuan AIII. Kata kunci: artemia, kista, salinitas. ABSTRACT High quality of artemia cyst depend on high hatching percentage and hatching effisiency. The objective of this research is to acknowledge the changing time (day) of the exact salinity progress and exact salinity development in order to achieve both in hatching percentage ang hatching effisiency of cysts effisiency as parameters of quality of cysts. This research uses two factors in randomize complete block design. Factor a consist of two treatments: A (increasing salinity starting from day-9) and B (increasing salinity starting from day-15). Factor b consist of four treatments of salinity increasing are I (100, 100, 100, 140 g/kg); II (100, 100, 140, 140 g/kg); III (100, 140, 140, 140 g/kg) and (100, 110, 125, 140 g/kg); and three blocks coloured of mouth-pieces (blue, red and green). The achieved data is analyzed by two ways various examinations between the block and the treatment. If found significant difference, it will be continued by Duncan Multiple Range Test. The highest average for hatching percentage is achieved in B.II; and the highest average hor hatching effisiency is achieved in A.III. Keywords: artemia, cyst, salinity. PENDAHULUAN Artemia salina merupakan organisme yang telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi energi bagi berbagai larva udang maupun ikan di balai pembenihan ikan dan/atau u- dang. Naupli artemia dapat diperoleh dengan dua cara yaitu langsung dari telur menetas yang keluar dari induk, maupun dari telur dorman (kista) yang ditetaskan. Usaha budidaya artemia untuk menghasilkan kista belum memberikan hasil terutama 1 2 3 4 Diterima 27 September 2006 / Disetujui 9 April 2007. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara. kualitas sesuai yang diharapkan, terutama berkaitan dengan rendahnya derajat penetasan dan efisiensi penetasan kista artemia. Artemia membutuhkan pakan sebagai sumber energi dengan kandungan gizi (protein, karbohidrat, lemak, dan lain-lain) yang memenuhi untuk partumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Secara bioenergetika, energi yang masuk ke dalam tubuh artemia akan digunakan untuk maintenance (pemeliharaan dan/atau metabolisme), hilang (lost), dan sisanya digunakan untuk pertumbuhan atau reproduksi. Rendahnya derajat penetasan dan efisiensi penetasan kista terjadi berkenaan dengan waktu kejutan dan tingkat perubahan salinitas untuk pembentukan telur dorman (kista) belum tepat sesuai laju pertumbuhan artemia. Apabila waktu kejutan dan tingkat perubahan salinitas 161

162 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2007, Jilid 14, Nomor 2: 81-85 tepat pada saat pertumbuhan optimum, maka e- nergi yang ada akan digunakan untuk pembentukan kista serta bagian cangkang pembungkus akan lebih baik kualitasnya karena adanya kelebihan energi yang mencukupinya. Kecukupan energi terutama yang berasal dari pakan dengan kandungan protein tinggi ini berkaitan dengan bahan pembentuk cangkang kista yang berupa hematin yaitu derivat hemoglobin yang berbahan dasar heme dan globin. Oleh sebab itu protein memegang peranan penting dalam pembentukan cangkang ini. Perlakuan kenaikan salinitas yang terlalu cepat, maka energi pakan terutama protein akan masih lebih banyak diperlukan untuk keperluan pertumbuhan metamorfosis dan somatik sehingga cangkang pembungkus kista yang dihasilkan masih terlalu tipis. Sedangkan kenaikan salinitas tepat pada saat pertumbuhan optimal, energi akan digunakan secara optimal untuk proses reproduksi sehingga cangkang tidak akan terlalu tipis ataupun tebal. Apabila kenaikan salinitas terlambat akan menyebabkan cangkang terlalu tebal sehingga waktu penetasan akan lebih lama (kista sulit ditetaskan). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui waktu dan kenaikan salinitas yang tepat dalam budidaya artemia sehingga dapat diperoleh kista dengan kualitas yang baik dalam hal i- ni ditunjukkan oleh derajat penetasan dan efisiensi penetasan kista yang dihasilkan. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2004 sampai dengan Maret 2005 di Laboratorium Pakan Alami Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor perlakuan yaitu: faktor A yang terdiri dari dua waktu mulai peningkatan salinitas yaitu hari ke-9 (a1) dan hari ke-15 (a2); faktor B yaitu 4 perlakuan peningkatan salinitas berturut-turut seperti Tabel 1, masing-masing perlakuan terdiri dari 3 kelompok warna corong wadah (biru, merah dan hijau). Wadah percobaan berupa ember plastik dengan volume 20 liter dan disambungkan dengan corong berdiameter 30 cm. Wadah diletakkan pada rak kayu dan dilengkapi dengan aerator dan ditutup dengan plastik pada bagian a- tasnya. Bahan penelitian yang digunakan adalah kista artemia yang berasal dari hasil budidaya artemia yang telah diberi perlakuan (Tabel 1). Salinitas media budidaya dibuat dengan melarutkan garam pada air laut sehingga diperoleh air garam jenuh (brine waters), selanjutnya untuk memperoleh salinitas yang telah ditetapkan dilakukan pengenceran kembali dengan menggunakan air laut sampai mencapai salinitas yang diinginkan. Sedangkan untuk uji derajat penetasan dan efisiensi penetasan digunakan air laut dengan ph 8, suhu 30 o C; dan salinitas 30 g/kg. Tabel 1. Perlakuan Peningkatan Salinitas (g/kg). Faktor B Faktor A (a1/a2) Hari ke 9/15 13/17 17/19 21/35 b1 100 100 100 140 b2 100 100 140 140 b3 100 140 140 140 b4 100 110 125 140 Pemeliharaan artemia diawali dengan dekapsulasi kista artemia yang diperoleh dari tambak garam, Kedung Jepara. Setelah menetas menjadi nauplius dipelihara pada wadah percobaan dengan padat tebar 4 000 ekor pada masingmasing wadah. Nauplius dipelihara sampai mencapai stadia instar dewasa dengan salinitas media 80 g/kg. Pakan diberikan 3 kali sehari, pagi dan sore hari diberi bungkil kelapa sedangkan pada siang hari diberikan tepung beras. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 0.01 gram/liter/ pemberian pakan dan dinaikan sebesar 5%/hari. Jenis dan jumlah pakan yang diberikan berdasarkan hasil penelitian Santos et al. (1980); Daulay dan Mulyanti (1993). Setelah mencapai waktu yang telah ditetapkan sesuai rancangan perlakuan, dilakukan kenaikan salinitas pada hari ke-9 dan ke-15 dengan pola kenaikan seperti pada Tabel 1. Setelah mencapai hari ke-23 dilakukan pemanenan kista sampai hari ke-35. Hasil pemanenan tersebut akan dijadikan bahan uji kualitas kista. Parameter yang diamati adalah derajat penetasan (hatching percentage, HP) dan efsisiensi penetasan (hatching effisiency, HE). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan sidik ragam dua arah antar kelompok dan perlakuan, apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan Uji Lanjut Duncan. Penghitungan derajat penetasan dan efisiensi penetasan merupakan modifikasi dari Sor-

Djokosetyanto, D., D. Jubaedah, dan A. F. M. Soni, Kualitas Penetasan Kista Artemia yang 163 geloos et al. (1986) dan Sumeru (1985). Presentase penetasan diperoleh dari perbandingan jumlah kista yang menetas menjadi nauplius dengan jumlah kista yang tidak menetas. Waktu pengamatan adalah 36 jam setelah kista dimasukan ke dalam media penetasan. Untuk menghitung persentase penetasan kista artemia diperoleh dari hubungan HP = N 100%, HP a- N + C dalah derajat penetasan, N adalah jumlah ratarata kista yang menetas, dan C adalah jumlah rata-rata seluruh kista yang tidak menetas. Efisiensi penetasan didefenisikan sebagai jumlah kista yang diperlukan untuk menghasilkan satu juta naupli. HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat penetasan (HP) yang diperoleh pada penelitian ini tanpa menggunakan teknik dekapsulasi, sehingga kista menetas dengan sendirinya. Apabila dilakukan dekapsulasi nilai derajat penetasan dapat ditingkatkan. Menurut Persoone et al., (1980), proses dekapsulasi dapat meningkatkan HP sampai mencapai 50% dibandingkan peentasan tanpa dekapsulasi pada kista dari berbagai strain. Hal ini disebabkan karena proses dekapsulasi menipiskan cangkang sehingga mempercepat dan mempermudah embrio membuka cangkang. Dengan demikian, e- nergi yang diperlukan oleh embrio untuk membuka cangkang menjadi lebih sedikit, sehingga energi cukup tersedia untuk kelangsungan hidupnya sampai pada fase memungkinkan untuk mengambil makanan dari luar. Hasil percobaan terhadap derajat penetasan (HP) dan efisiensi penetasan (HE) kista artemia yang diperoleh pada penelitian ini (Tabel 2 dan 3), menunjukan bahwa derajat penetasan tertinggi pada a1.b2.1 sebesar 89.84% dengan nilai HE 4.35 gram. Derajat penetasan terendah pada a1.b3.3 sebesar 8.77 %, dengan nilai HE 50.0 gram. Hasil dari keseluruhan perlakuan menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar nilai HP, maka HE akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa semakin banyak dan cepat kista menetas maka jumlah gram kista yang diperlukan untuk memperoleh satu juta naupli menjadi semakin sedikit sehingga menjadi semakin efisien. Tabel 2. Rataan Derajat Penetasan (%) Kista Artemia. Perlakuan Kelompok 1 2 3 Rataan a1.b1 33.61 75.63 62.02 57.09 +21.44a a1.b2 89.84 46.51 40.82 59.06 +26.81a a1.b3 15.56 52.17 8.77 25.50 +23.35b a1.b4 57.14 40.59 78.51 58.75 +19.01a a2.b1 35.16 76.19 35.86 49.07 +23.49b a2.b2 62.02 75.95 48.78 62.25 +13.59a a2.b3 a2.b4 44.72 54.42 61.11 53.42 +8.24a 28.46 20.16 16.67 21.76 +6.05b Rata-rata 48.36 Derajat penetasan diperoleh tanpa melalui proses dekapsulasi. Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (p < 0.05), sedangkan yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata (p > 0.05) Tabel 3. Rataan Efisiensi Penetasan (%) Kista Artemia. Perlakuan Kelompok 1 2 3 Rataan a1.b1 12.50 5.56 6.25 8.10 +3.82c a1.b2 4.35 8.33 10.00 7.56 +2.90c a1.b3 25.00 8.33 50.00 27.78 +20.97a a1.b4 12.50 9.09 5.26 8.95 +3.62c a2.b1 11.11 6.25 11.11 9.49 +2.81c a2.b2 6.25 8.33 8.33 7.64 +1.20c a2.b3 9.09 6.25 9.09 8.14 +1.64c a2.b4 14.29 20.00 25.00 19.76 +5.36b Rata-rata 12.18 Efisiensi penetasan berdasarkan derajat penetasan yang diperoleh pada penelitian ini. Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (p < 0.05), sedangkan yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata (p > 0.05) Hasil pengujian nilai kualitas penetasan yang dilakukan oleh Sumeru (1985) terhadap beberapa kista artemia dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut. Tabel 4. Pengujian Kista Artemia Berdasarkan Nilai Kualitas Penetasan Setelah 24 dan 48 Jam. Kista Artemia HP (%) 24 jam HP (%) 48 jam HE (gram) 24 jam HE (gram) 48 jam San Fransisco Bay 73.3 73.5 5.78 5.77 Bio Marine 29.1 32 13.54 12.32 Great Wall 6.7 12.3 54.34 29.60 Marina Tropicana 4.6 12.8 75.29 27.06 Hilena 35.4 38.2 7.54 7.16 Rata-rata 29.82 33.76 31.3 16.38 Berdasarkan data tersebut, maka rata-rata HP yang diperoleh pada penelitian ini (rata-rata

164 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2007, Jilid 14, Nomor 2: 81-85 dari seluruh hasil perlakuan) yaitu mencapai 48.36 pada waktu 36 jam, lebih besar dibandingkan HP beberapa kista artemia tersebut. Meskipun nilai maksimum HP pada penelitian ini (62.25 pada 36 jam) masih lebih rendah dibandingkan dengan HP pada beberapa kista dari data tersebut (73.3% pada 24 jam dan 73.35 pada 48 jam), tetapi nilai HP minimum hasil penelitian lebih tinggi (21.76% pada 36 jam) dibandingkan HP minimum beberapa kista dari data tersebut (4.6% pada 24 jam dan 12.3% pada 48 jam). Hal ini kemungkinan terjadi disebabkan karena kista hasil penelitian mempunyai ketebalan cangkang yang lebih tipis dibandingkan kista-kista artemia pada tabel tersebut. Tingginya rata-rata HP pada 36 jam dibandingkan 48 jam sangat menguntungkan karena dari segi waktu akan lebih efisien. Hal ini mengingat kebutuhan naupli artemia untuk pakan larva ikan dan udang sangat tergantung pada waktu penetasan kista artemia. Semakin cepat waktu penetasan, maka akan semakin cepat naupli tersedia. Pemberian naupli yang baru menetas (ukuran masih kecil sesuai bukaan mulut larva ikan dan udang) sangat penting bagi larva ikan dan u- dang, sehingga biasanya, dalam usaha budidaya, penetasan kista artemia dilakukan setiap kali pakan akan diberikan, yang berarti, setiap hari naupli dibutuhkan. Nilai HE kista artemia sangat penting, baik dari segi ekonomi (semakin sedikit HE maka akan semakin baik karena biaya pembelian kista artemia akan semakin kecil); juga mempunyai arti penting bagi ikan dan udang. Semakin kecil HE maka jumlah kista per gram lebih banyak. Hal ini akan menguntungkan untuk diberikan pada larva ikan dan udang karena akan mempunyai diameter naupli yang lebih kecil sehingga mudah ditangkap larva ikan dan udang serta sesuai dengan bukaan mulutnya (Sumeru, 1985). Rata-rata nilai HE hasil penelitian ini a- dalah 12.18 gram pada waktu 36 jam, lebih kecil dibandingkan rata-rata hasil penelitian Sumeru (1985) yaitu 31.3 gram pada waktu 24 jam dan 16.38 gram pada waktu 48 jam. Dengan demikian, nilai HE kista artemia hasil penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan beberapa kista artemia dalam Tabel 4. Hasil sidik ragam pada HP menunjukkan bahwa interaksi antara faktor A dan B memberikan pengaruh nyata terhadap derajat penetasan kista. Rataan terbesar diperoleh dari interaksi antara a2 dengan b2. Interaksi antara faktor A dan B juga memberikan pengaruh nyata terhadap efisiensi penetasan. Rataan terbesar diperoleh dari interaksi antara a1 dengan b3. Kenaikan salinitas hari ke-15 dengan pola perlakuan kenaikan salinitas 100, 100 140, 140 g/kg pada hari ke-15, 17, 19 dan 21 memberikan rataan terbesar HP dimungkinkan karena pada saat itu, stadia artemia sudah mencapai induk matang yang secara energi cukup tersedia untuk pembentukan cangkang; dan pengeluaran kista artemia tepat pada waktunya, yang menyebabkan cangkang tidak terlalu tebal (sehingga sulit dibuka) ataupun tidak terlalu tipis (yang a- kan membahayakan kelangsungan hidup embrio di dalamnya). Meskipun perlu peneltian lebih lanjut mengenai tebal-tipisnya cangkang kista ini. Kenaikan salinitas hari ke-9 dengan pola perlakuan kenaikan salinitas 100, 140, 140, 140 g/kg pada hari ke-9, 13, 17 dan 21 memberikan rataan tersebar HE. Hal ini dimungkinkan karena artemia belum mencapai stadia induk yang benar-benar matang sehingga telur yang dihasilkan masih kecil-kecil. Selanjutnya, mekanisme adaptasi untuk keberlanjutan generas penerusnya, menyebabkan induk artemia ini berusaha menghasilkan kista sebanyak mungkin.. Meskipun demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kecil nya ukuran kista artemia ini. Hal ini bisa disebabkan oleh kecilnya embrio a- tau tipisnya cangkang pembungkus. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan nilai derajat penetasan dan efisiensi penetasan, kista artemia yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kualitas yang baik. Derajat penetasan tertinggi diperoleh pada perlakuan kenaikan salinitas hari ke-15 dengan pola perlakuan kenaikan salinitas 100, 100 140, 140 g/kg pada hari ke-15, 17, 19 dan 21. Sedangkan efisiensi penetasan tertinggi diperoleh pada perlakuan kenaikan salinitas hari ke-9 dengan pola perlakuan kenaikan salinitas 100, 140, 140, 140 g/kg pada hari ke-9, 13, 17 dan 21. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengamatan secara histologi ketebalan cangkang kista artemia yang akan mempengaruhi derajat penetasan dan efisiensi penetasan kista artemia.

Djokosetyanto, D., D. Jubaedah, dan A. F. M. Soni, Kualitas Penetasan Kista Artemia yang 165 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bapak Ir. Adi Susanto, M.Sc beserta staf dan teknisi Laboratorium Pakan Alami BBPBAP Jepara. PUSTAKA Daulay, T., N. Mulyanti. 1993. Pengaruh Makanan Alami dan Pakan Buatan Terhadap Produksi Kista Artemia salina Dipelihara di Tambak. Bulletin Penelitian Perikanan, 2: 34-42 Persoone, G., P. Sorgeloos., O. Roels., E. Jaspers. 1980. Improvements in the Decapsulation Technique of Artemia Cyst. Prooceding of The International Symposium on The Brine Shrimp Artemia salina. Corpus Christi, Texas, USA, August 20-23, 1979. Universa Press Wettern. Santos, C. D.L. Jr., P. Sorgeloos., E. Lavina. A. Bernardino. 1980. Succesfull Inocculation of Artemia and Production of Cysts in Man-Made Salterns in The Philipines. The International Symposium on The Brine Shrimp Artemia salina; Corpus Christi, 20-23 Agustus, 1979. Texas, USA. Universa Sumeru, S.U. 1985. Hasil Uji Kualitas Penetasan Beberapa Produk Artemia. Balai Budidaya Air Payau, Jepara. Sorgeloos, P., D. Lavean., P. Eger., W. Achaert., D. Versichele. 1986. Manual For The Culture And Use of Brine Shrimp Artemia In Aquaculture. State University of Ghent, Belgium-Faculty of Agriculture. 319p.