BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sanitasi masih menjadi kajian penting dan merupakan masalah yang signifikan bagi dunia termasuk Indonesia, didasarkan pada berbagai permasalahan sanitasi yang sampai saat ini memperlihatkan akses sanitasi yang rendah. Kurangnya sanitasi yang layak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : kemiskinan, perilaku dan kebiasaan, pendididikan dan pengetahuan. Dalam kurun waktu 1990 2004, kenaikan pelayanan sanitasi di Indonesia hanya mencapai 9 %, meskipun demikian persentase tersebut masih cukup baik. Namun, pencapaian tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam 25 %, Thailand 19 %, dan Filiphina 15 % (WSP, 2008 dalam Juniar, 2013). Peningkatan akses sanitasi merupakan salah satu target pembangunan Millenium Depelovment Goals (MDGs), Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang berkomitmen untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut World Bank (2014) Indonesia menghadapi tantangan besar dalam sanitasi dasar, setengah populasi masyarakat pedesaan tidak memiliki akses sanitasi layak (Wahyuningsih, 2014). Hal tersebut terjadi pula pada wilayah Sub-Sahara Afrika, sekitar 64 % dari populasi yang ada tidak memiliki akses sanitasi dasar dan sanitasi yang tidak layak utamanya pada wilayah pedesaan ( McDaniel, M.,et al, 2011). Sanitasi yang buruk diduga menjadi penyebab utama infeksi enterik pada anak anak, hal tersebut berdasarkan hasil percobaan secara acak dengan mengukur dampak kesehatan dari program sanitasi skala besar di India (Patil, Sumeet R., et al, 2014). Dalam mendorong peningkatan akses sanitasi dan higiene secara berkesinambungan, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sesuai Kepmenkes RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008. Program STBM merupakan program sanitasi bersifat lintas sektor melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan dalam mengubah perilaku higiene dan sanitasi serta menjadi dasar pelaksanaan di 1
2 kabupaten untuk kemudian dilanjutkan dengan regulasi-regulasi yang menunjang kegiatan pelaksanaan STBM, misalnya pada regulasi program STBM yang dikeluarkan oleh Bupati Polewali Mandar untuk mempercepat dan mempermudah pelaksanaan kegiatan STBM sehingga memiliki kekuatan hukum yaitu Intruksi Bupati tanggal 23 September 2009 Nomor 01/Bupati/2009 tentang keharusan memiliki sarana tempat pembuangan kotoran (WC/kakus) sebagai salah satu syarat mendapatkan pelayanan administrasi di Kantor Desa/kelurahan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan perubahan yang signifikan terjadi di masyarakat jika dibandingkan proyek ataupun program sanitasi sebelumnya. Potensi pelaksanaan program STBM dapat dilihat dari antusiasme masyarakat dalam mengikuti rangkaian proses pelaksanaan kegiatan misalnya dengan pemicuan. Hasil pelaksanaan program STBM di Kabupaten Polewali Mandar dari tahun 2009 sampai sampai 2010 jumlah WC/kakus yang terbangun sebanyak 18.130 unit dengan jumlah pemakai 89.604 KK. Sebelum pelaksanaan program STBM jumlah WC/kakus sebanyak 14.593 unit dengan jumlah pemakai 69.855 KK. Data ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah sarana sebesar 11.98% atau 3.537 unit, dan peningkatan akses jamban sebanyak 13,03% atau 19.749 jiwa. Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Tujuan penyelenggaraan STBM yaitu meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat yang setinggi-tingginya serta diharapkan pada tahun 2025 seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses sanitasi dasar yang layak dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya, sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) Indonesia 2005-2025. Pendekatan STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses sanitasi, dan 3) penciptaan lingkungan yang kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam naungan lima pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4)
3 Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan (5) Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT). Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 mengemukakan bahwa 47 % masyarakat masih berperilaku buang air besar di sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka (Departemen Kesehatan 2008). Pemutakhiran data global pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa terdapat 63 juta penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan (BABS) di sungai, kali, danau, laut atau di daratan. Mayoritas pelaku praktik BABS ada pada masyarakat di desa-desa. Data WHO tahun 2010 menunjukkan bahwa diperkirakan sebesar 1,1 milyar orang atau 17% penduduk dunia masih BAB di area terbuka. Dari data tersebut juga menunjukkan 81 % penduduk BABS berasal dari 10 negara yakni India (58%), Indonesia (12,9 %), China (4,5%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), Nigeria (3%), Sudan (1,5%), Nepal (1,3%), Brazil (1,2%), dan Niger (1,1%) (Widowati, Nilasari N., 2014). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) terkait BABS, India berada di peringkat tertinggi di dunia, sedangkan Indonesia menduduki peringkat kedua atau tepatnya di bawah India dan data UNICEF menyebutkan, 44,5 % total seluruh penduduk Indonesia belum memiliki akses pembuangan tinja yang layak dan 63 juta masyarakat Indonesia masih buang air besar sembarangan atau 24% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2011 masih BABS (Kemenkes RI, 2011 dalam Triyono, 2014). Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang diterbitkan oleh Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap jamban sehat, tergolong pada target yang membutuhkan perhatian khusus, karena kecepatannya akses yang tidak sesuai dengan harapan berdasarkan target akses jamban yang layak sebesar 55,6 % yang ingin dicapai pada tahun 2015 baru sebesar 34 % pada tahun 2009. Kepemilikan dan penggunaan jamban sehat merupakan salah satu indikator program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan rumah tangga (Pane, 2009).
4 Manusia atau individu dapat merasakan kenyamanan dan hidup sehat, jika lingkungan di sekitarnya pun sehat. PHBS memiliki tujuan yaitu meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pola perubahan perilaku dan potensi perubahan perilaku dalam masyarakat dapat ditunjukkan dari kemauan, kesadaran juga dari pengetahuan yang telah diperoleh untuk dapat meningkatkan perilaku Stop BABS dalam mencapai PHBS. Perilaku BABS tersebut sangat jelas merugikan kondisi kesehatan masyarakat, karena tinja dikenal sebagai media tempat hidup bakteri E. coli yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare. Kontaminasi tinja berperan pada permukaan lingkungan sebagai jalur mata rantai timbulnya diare, hal tersebut ditunjukkan pada penelitian di Tanzania, bahwa kontaminasi bakteri tinja dengan lingkungan dalam aktivitas di rumah tangga tanpa sarana jamban mempercepat terjadinya kontaminasi tersebut dengan kejadian diare ( Pickering, Amy J., et al, 2012). Angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 jiwa per seribu penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 % (Kemenkes, 2013). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dampak buruk dari keadaan ini sangat dirasakan bagi kesehatan masyarakat maupun secara ekonomi. Sebagaimana hasil studi World Bank tahun 2007, kondisi ini berdampak kerugian secara ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar tahun 2014, menunjukkan pada tahun 2013 angka kejadian diare ditemukan bahwa penderita yang ditangani sebanyak 15.324 jiwa (incident Rate 37 per 1000 penduduk) dengan kasus meninggal sebanyak satu orang (meninggal di RSUD Polewali) dan di tahun 2014 ditemukan penderita ditangani sebanyak 17.364 jiwa (incident Rate 42 per 1000 penduduk) dengan angka kesakitan 214 jiwa per 1000
5 penduduk, di tahun ini tidak ada penderita yang meninggal akibat penyakit diare ini, semuanya tertangani (Dinkes Polman, 2014). Penduduk yang menggunakan jamban keluarga dengan jenis jamban leher angsa sebanyak 128.585 jiwa (54,81%) sedangkan jumlah penduduk yang menggunakan jamban keluarga dengan jenis jamban cemplung sebesar 4.319 jiwa (25,38%). Pelaksanaan Stop BABS (SBS) di Kabupaten Polewali Mandar masih digalakkan sampai saat ini, akan tetapi sejak pelaksanaan di tahun 2008 hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan. Beberapa desa yang telah dicanangkan sebagai desa yang ODF (Open Defecation Free) kini kembali OD (Open Defecation) dalam artian kembali BABS. Desa Napo merupakan salah satu desa yang dinyatakan ODF melalui deklarasi ODF pada tahun 2010, terletak di wilayah kecamatan Limboro. Melalui hasil pelaporan STBM kepada staf seksi kesehatan lingkungan di Dinas Kesehatan oleh sanitarian puskesmas dilaporkan bahwa Desa Napo sampai tahun 2016 memiliki akses penggunaan jamban 100% dan masih ODF. Desa Suruang yang letaknya di wilayah Kecamatan Campalagian merupakan salah satu desa yang dinyatakan ODF, akan tetapi seiring berjalannya waktu desa tersebut kembali OD dengan data yang diperoleh dari hasil pelaporan petugas Sanitarian Puskesmas ke Dinas Kesehatan yakni pelaksanaan Pemicuan untuk Stop BABS tahun 2009 hingga dinyatakan ODF 2010 dengan persentase penggunaan jamban 100% kini menjadi 81,60 %. Hasil studi pendahuluan melalui pengamatan pada bulan Agustus 2015 dan berdasarkan laporan sanitarian puskesmas, Desa Napo dan Desa Suruang yang tahun 2010 dinyatakan ODF melalui deklarasi ODF memiliki antusias yang tinggi dalam menerima pelaksanaan program STBM serta kedua desa tersebut memiliki wilayah geografis yang sama. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa Desa Suruang sudah tidak ODF lagi (OD) sedangkan Desa Napo sampai saat ini masih dinyatakan ODF. Merujuk dari permasalahan pelaksanaan program STBM dalam pilar pertama Stop BABS (SBS) yang masih berjalan hingga saat ini di Kabupaten
6 Polewali Mandar, penulis tergerak untuk menggali permasalahan tersebut dari masyarakat Desa Napo dan Desa Suruang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi pelaksanaan program STBM pada Masyarakat Desa Suruang dan Desa Napo di Kabupaten Polewali Mandar? 2. Bagaimana permasalahan di masyarakat Desa Suruang yang telah dinyatakan ODF (Stop BABS) kembali BABS di Kabupaten Polewali Mandar? 3. Bagaimana strategi yang dilakukan dan dikembangkan masyarakat Desa Napo hingga tetap dinyatakan ODF (Stop BABS) di Kabupaten Polewali Mandar? 4. Bagaimana potensi perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat Desa Suruang dari ODF kembali OD (BABS) di Kabupaten Polewali Mandar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengeksplorasi Hasil Pelaksanaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Pilar Pertama Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Kabupaten Polewali Mandar. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi potensi pelaksanaan program STBM pada Masyarakat Desa Suruang dan Desa Napo b. Mengidentifikasi permasalahan di masyarakat Desa Suruang yang telah dinyatakan ODF (Stop BABS) kembali BABS c. Mengidentifikasi strategi yang dilakukan dan dikembangkan masyarakat Desa Napo hingga tetap dinyatakan ODF (stop BABS) d. Mengeksplorasi potensi perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat Desa Suruang dari ODF kembali OD (BABS)
7 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar a. Memberikan gambaran kepada Pemerintah Daerah khususnya Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) untuk mempertimbangkan perencanaan penganggaran khusus dalam pelaksanaan STBM demi menunjang peningkatan akses sanitasi dan keberhasilan kegiatan. b. Sebagai sumber informasi kepada pemerintah untuk meninjau kembali efektivitas kegiatan yang dilaksanakan agar dapat menyesuaikan potensi ataupun karakteristik masyarakat yang akan diintervensi sehingga program/proyek yang kita laksanakan memperoleh hasil yang efektif. 2. Bagi Dinas Kesehatan a. Memberikan inspirasi maupun masukan sebagai potensi dalam menyusun strategi program utamanya pelaksanaan Program STBM tidak hanya menitikberatkan pada keberhasilan program dalam batas waktu tertentu. Akan tetapi, memperhatikan keberlanjutan, efektifitas, potensi masyarakat, dan tujuan awal dari program STBM untuk memberdayakan masyarakat secara mandiri berdasarkan kemauan, kemampuan dan kesadaran diri sendiri dalam berperilaku saniter dan higienis secara menyeluruh serta dapat meningkatkan akses sanitasi yang layak demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. b. Sebagai bahan informasi dan sumber evaluasi bagi setiap program/proyek pemberdayaan masyarakat atau perubahan perilaku dalam hal ini program STBM utamanya yang berhubungan langsung (intervensi hasil) dengan masyarakat. 3. Bagi Kepentingan Ilmiah Memberikan inspirasi kepada para peneliti untuk melihat berbagai permasalahan dari sudut pandang manapun dimasyarakat yang dewasa ini masih menjadi sumber masalah dan memerlukan perhatian khusus serta memperlihatkan kemiskinan suatu negara karena belum mampu menuntaskan masalah pembuangan hajat masyarakat.
8 4. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai Evaluasi Pelaksanaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Pilar I Stop Buang Air Besar Sembarangan E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Evaluasi Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Pilar I Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kabupaten Polewali Mandar belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya tentang Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), antara lain dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Keaslian Penelitian tentang Pelaksanaan Program STBM No. Nama dan Tahun Judul Penelitian Perbedaan 1. Setyawati (2012) Evaluasi Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Dalam Kepemilikan Jamban Di Desa Bungin Kecamatan Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah 2. Tri Agustina (2014) Evaluasi Pelaksanaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyrakat Pilar Pertama (STOP BABS) Di Wilayah KerjaPuskesmas Pemulutan a. Jenis Penelitian Survey Deskriptif dengan analisis presentase variabel kepemilikan Jamban, Pemanfaatan dan Cakupan Jamban b. Teknik sampling : Cluster Sampling c. Lokasi Sulawesi Tengah a. Variabel penelitian : Variabel Input (SDM, dana, sarana, prasarana, metode, dan teknologi), Variabel Proses (Prapemicuan, saat pemicuan, dan pasca pemicuan), Variabel Lingkungan (kebijakan) b. Lokasi :Wilayah Kerja Puskesmas Pemulutan Kab. Ogan Ilir Prov. Sumatera Selatan
9 3. Zudika (2014) Evaluasi Dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) dalam Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan MedanBelawan Kota Medan a. Model evaluasi Single Program Before-After b. Indikator Evaluasi : Efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan. c. Lokasi : Kel. Bagan Deli Kec. Medan Belawan 4. Maria Laura Alzua, Ami Janel Pickering, Habiba Djebbari, Carolina Lopez, Maria Adelaida Lopera, Nicolas Osbert (2015) 5. Teguh Priatno, Soesilo Zauhar (2014) Impact Evaluation Of Community Led Total Sanitation (CLTS) In Rural Mali (2011-2013) Faktor Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Kota Tasikmalaya a. Jenis Penelitian : Eksperimental b. Teknik Sampling : Cluster Random Sampling c. Variabel utama penelitian : Akses ke jamban pribadi, Kebersihan dan kualitas air, dan kesehatan anak. d. Variabel sekunder/penunjang : pendidikan, pekerjaan, sosial perilaku dan kerjasama. a. Metode Kuantitatif dengan Jenis Penelitian Expalanasi b. Variabel Penelitian : Lingkungan, Sumber Daya Manusia, Regulasi, Iptek dan Pendanaan terhadap Keberhasilan Program STBM c. Lokasi : 20 Puskesmas di Kota Tasikmalaya meliputi seluruh petugas sanitarian Puskesmas