TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :

dokumen-dokumen yang mirip
tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi

TINJAUAN PUSTAKA. padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Jika

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA SEI BERAS SEKATA DAERAH IRIGASI SEI KRIO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA DURIAN LINGGA DAERAH IRIGASI NAMU SIRA SIRA KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

TINJAUAN PUSTAKA. 4. Mencuci/ melarutkan garam dalam tanah. 6. Melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah

KAJIAN SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA NAMU UKUR UTARA DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT

TINJAUAN PUSTAKA. dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

KAJIAN KOEFISIEN REMBESAN PADA SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA KUALA SIMEME KECAMATAN NAMORAMBE KABUPATEN DELI SERDANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

Mulai. Pengukuran Debit Saluran. Pengukuran Kehilangan Air Pada. Saluran. Menghitung Efisiensi. Saluran

KAJIAN KOEFISIEN REMBESAN PADA SALURAN IRIGASI TERSIER DI DESA SEI BERAS SEKATA DAERAH IRIGASI MEDAN KRIO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH IRIGASI BENDANG KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan,

BAB III LANDASAN TEORI

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

KAJIAN NILAI KEKASARAN SALURAN BEBERAPA SALURAN TERSIER PADA JARINGAN IRIGASI SEI KRIO DESA SEI BERAS SEKATA KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

TINJAUAN PUSTAKA. penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

BAB III LANDASAN TEORI

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

ANALISIS EFISIENSI DAN KEHILANGAN AIR PADA JARIRINGAN UTAMA DAERAH IRIGASI AIR SAGU. Wilhelmus Bunganaen *)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. SIFAT FISIKA TANAH

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Keteknikan Pertanian J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No. 4 Th. 2014

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat fisik tanah yang paling penting adalah kapasitas menahan air yang

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai bobot isi antara 1, sampai 1,3 gr/cm 3, sedangkan yang bertekstur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

TINJAUAN PUSTAKA. mungkin terdapat kehidupan. Air tidak saja perlu untuk kehidupan semua

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

BAB III LANDASAN TEORI

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 1 (2016), Hal ISSN :

KAJIAN KOEFISIEN REMBESAN SALURAN IRIGASI PADA TANAH ANDEPTS DALAM SKALA LABORATORIUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. parameter yang tertulis dalam kriteria di bawah ini. Nilai-nilai yang

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Sebaliknya pemberian air yang berlebih pada tanah yang diolah itu akan merusakkan tanaman (Sunaryo, dkk., 2004). Sudjarwadi (1990) menyatakan irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam produksi pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan, dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah : a. Siklus hidrologi (iklim, air atmosfer, air permukaan, air bawah permukaan) b. Kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik, kimiawi lahan) c. Kondisi biologis tanaman d. Aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi) Selain itu pengembangan sistem irigasi di masa lalu dilaksanakan bila beberapa syarat dapat dipenuhi antara lain.: adanya lahan, sumber air yang cukup, tenaga penggarap, jalan masuk, input usaha pertanian, pemanfaat / pasar dan dana pembangunan yang memadai. Pengembangan umumnya memanfaatkan aliran air sungai (run off water) dengan membangun bendung melintang sungai atau wadukwaduk kecil. Efisiensi pemanfaatan air belum mendapatkan perhatian sepenuhnya. Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi, klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman sosial ekonomi

dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil yang akan diharapkan (Bustomi, 2000). Jaringan Irigasi Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986). Bentuk saluran pembawa irigasi yang sangat umum adalah saluran yang digali dari alam (tanah) sepanjang aliran air yang dibawanya. Saluran yang digunakan tanpa adanya lapisan pada dasar atau tepi disebut saluran tanah. Kecepatan air yang luar biasa pada saluran tanah menyebabkan gerusan. Sangat sedikit material asli tetap tinggal pada kecepatan lebih dari 1,5 meter per detik. Biaya awal yang rendah merupakan keuntungan utama dari saluran tanah. Kerugiannya adalah : a. Kehilangan air akibat rembesan yang besar. b. Kecepatan yang rendah dan karenanya, potongan melintang relatif besar. c. Bahaya kerusakan akibat gerusan dan injakan hewan.

d. Keadaan yang sangat sesuai untuk pertumbuhan tanah, dan rumput air yang menahan kecepatan air dan menyebabkan besarnya biaya pemeliharaan tahunan. (Hansen, dkk., 1992). Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) yang dimaksud dengan jaringan irigasi yaitu prasarana irigasi yang pada pokoknya terdiri dari bangunan dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan pengelolaannya dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tertier. 1. Jaringan Irigasi Utama : Meliputi bangunan bending, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploitasi meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi, dan bangunan pengukur. 2. Jaringan Irigasi Tersier Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air luar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier. Dalam pembangunan irigasi paling tidak ada dua alternatif strategi yang diperlukan yaitu: pertama adalah membangun proyek irigasi baru dan yang kedua adalah rehabilitasi sarana irigasi yang ada. Selanjutnya kisaran alternatif ukuran dari sistem irigasi yang akan dibangun, misalnya apakah akan diutamakan pada

proyek-proyek berukuran kecil seperti sistem irigasi sederhana atau proyekproyek dalam ukuran sedang dan besar (Pasadaran, 1984). Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan bentuk/kondisi tanah asli, yang termasuk diantaranya adalah tekstur, struktur, porositas, stabilitas, konsistensi warna maupun suhu tanah. Sifat tanah berperan dalam aktivitas perakaran tanaman, baik dalam hal absorbsi unsur hara, air maupun oksigen juga sebagai pembatas gerakan akar tanaman (Hakim, dkk., 1986). Tekstur Tanah Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2 mm 50 µm), debu (50 2 µm), dan liat (< 2 µm) di dalam tanah. Kelas tekstur tanah dibagi dalam 12 kelas yaitu : pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu, dan liat (Hardjowigeno, 1993). Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah bertesktur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Hadjowigeno 2007).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) Kerapatan massa adalah berat per unit volume tanah yang dikeringkan dengan oven yang biasanya dinyatakan dalam g/cm 3. Setiap perubahan dalam struktur tanah mungkin untuk mengubah jumlah ruang-ruang pori dan juga berat per unit volume (Foth, 1994). ρb = Ms = Ms.(1) Vt Vs+Va+Vw Dimana : ρb = kerapatan massa (bulk density) (g/cm 3 ) Ms = massa tanah (g) Vt = volume total tanah (volume ring) (cm 3 ) Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar. Pada tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density dilapangan tersusun atas tanahtanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 1,6 g/cm 3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 0,9 g/cm 3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan (Hardjowigeno, 2003). Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan

rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah 2005). Menurut Islami dan Utomo (1995) besarnya bobot volume (bulk density) tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 g/cm 3 sampai 1,6 g/cm 3, yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah, dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40% sampai 60%. Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk density berbanding terbalik dengan ruang pori total tanah. Nilai bulk density yang tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut lebih padat dibandingkan dengan tanah-tanah yang memiliki nilai bulk density yang lebih rendah. Semakin padat suatu tanah, volume pori pada tanah tersebut semakin rendah. Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) Kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume tanah kering dengan persamaan : ρ s = Ms Vs (2) Dimana, ρ s = Kerapatan partikel (g/cm 3 ) Vs = Volume tanah (cm 3 ) (Hilel, 1981)

Mustofa (2007) menyatakan bahwa nilai particle density dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan particle density. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah. Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai particle densitynya (Hanafiah, 2005). Berat jenis butir adalah berat bagian padat dibagi dengan volume bagian padat dari tanah tersebut. Berat jenis butir tanah pada umumnya berkisar antara 2,6-2,7 g/cm 3. Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai menjadi lebih rendah. Istilah kerapatan ini sering dinyatakan dalam istilah berat jenis atau specific gravity, yang berarti perbandingan kerapatan suatu benda tertentu terhadap kerapatan air pada keadaan 4 0 C dengan tekanan udara biasa, yaitu satu atmosfer (Sarief, 1986). Porositas Tanah Porositas total atau ruang pori total adalah volume seluruh pori dalam suatu volume tanah yang utuh yang dinyatakan dalam persen. Porositas total merupakan indikator awal yang paling mudah untuk mengetahui apakah suatu tanah mempunyai struktur baik atau jelek. Pengukuran porositas total dilakukan pada kedalaman 0-25 cm, dengan menggunakan persamaan :

f = Vf Vt = Dimana : Va+Vw Vs+Va+Vw.(3) f = ruang pori atau porositas tanah Vf = volume ruang pori (cm 2 ) Vt = volume total (volume ring) (cm 2 ) Hubungan porositas dengan kerapatan massa (bulk density), yaitu : f = ρs ρb ρs = 1 ρb ρs..(4) Kemampuan tanah menyimpan air tergantung dari porositas tanah. Pada porositas yang tinggi, maka tanah akan dapat menyimpan air dalam jumlah yang besar, sehingga air hujan yang datang akan dapat meresap atau mengalami infiltrasi yang cepat tanpa terjadinya aliran permukaan (Suryatmojo, 2006). Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur granuler/remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive/pejal. Tanah bertekstur kasar (pori makro) memiliki porositas lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (pori mikro), sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2007). Bahan Organik Tanah Menurut Hasibuan (2006) bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari tanaman, hewan, dan manusia yang terdapat dipermukaan atau di dalam tanah dengan tingkat pelapukan yang berbeda-beda.

Debit Pengukuran debit air dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pengukuran debit air secara langsung digunakan beberapa alat pengukur yang secara langsung dapat menunjukkan ketersediaan air pengairan bagi penyaluran melalui jaringan-jaringan yang telah ada/telah dibangun. Dalam hal ini berbagai alat pengukur yang telah biasa digunakan yaitu : alat ukur pintu romijin, sekat ukut tipe Cipoletti, sekat ukur tipe Thompson, dan alat ukur Parshall Flume. Dalam pengukuran tidak langsung yang sangat diperhatikan yaitu tentang kecepatan aliran (V) dan luas penampang aliran (A), sehingga terdapat rumus pengukuran debit air sebagai berikut : Q = V x A...(5) Dimana, Q = Debit air (m 3 /detik) V = Kecepatan aliran (m/detik) A = Luas penampang aliran (m 2 ) Tentang kecepatan aliran dapat diukur dengan pelampung (metode pelampung), dengan alat ukur (current meter) ataupun dengan menggunakan rumus (Kartasapoetra dan Sutedja, 1991). Debit air juga dapat diukur dengan menggunakan sekat ukur tipe Cipoletti atau Thomson (Segitiga 90 o ). Seorang insinyur Italia bernama Cipoletti merancangkan suatu bendung trapesium dengan kontraksi sempurna di mana pengaliran diberikan secara langsung sebanding dengan panjang ambang bendung sehingga tidak perlu untuk membetulkan ujung kontraksi. Bendung tersebut telah

dipakai secara luas karena memiliki banyak keuntungan. Persamaan Cipoletti yang menunjukkan pengaliran adalah: Q = 0.0186 LH 3/2...(6) Dimana Q adalah dalam liter tiap detik dan L dan H adalah dalam sentimeter. Untuk bendungan segitiga 90 o (tipe Thomsom) persamaannya adalah: Q = 0.0138H 5/2...(7) Di mana Q adalah dalam liter per detik dan H adalah dalam sentimeter. (Hansen, dkk, 1992). Menurut Asdak (1995) pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Evapotranspirasi Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air. Laju evaporasi sangat bergantung pada masukan energi yang diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diuapkan. Transpirasi merupakan penguapan air yang berasal dari jaringan tumbuhan melalui stomata (Lakitan, 1994). Evapotranspirasi merupakan kehilangan air melalui proses penguapan dari tumbuh-tumbuhan, yang banyaknya berbeda-beda tergantung dari kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuhan. Pada daerah saluran yang tidak dilapisi dimana banyak tumbuh berbagai tumbuh-tumbuhan air terjadi evapotranspirasi

dapat dikatakan selalu besar. Jika air yang tersedia dalam tanah cukup banyak maka evapotranspirasi disebut evapotranspirasi potensial. Evapotranspirasi merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana pengairan bagi lahan-lahan pertanian dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi. Menurut perhitungan BLANEY CRIDDLE : U = K.P.(45,7 t +813) 100..(8) K = Kt x Kc (9) Kt = 0,0311 t + 0,240 (10) Dimana, U = Transpirasi bulanan (mm) t = Temperatur udara rata-rata bulanan ( 0 C) Kc = Koefisien Tanaman bulanan P = Persentase jam siang bulanan dalam setahun (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Penggunaan konsumtif diartikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Doorenbos dan Pruit (1977) mendefinisikan kebutuhan air tanaman sebagai jumlah air yang disediakan untuk mengimbangi air yang hilang akibat evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi adalah gabungan proses penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi dan penguapan dari daun tanaman atau transpirasi. Besarnya nilai evaporasi dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis dan umur tanaman. Dengan memasukkan efisiensi tanaman (kc), penggunaan konsumtif tanaman merupakan fungsi dari evapotranspirasi potensial tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) penggunaan konsumtif dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : Etc = Eto x kc......(11)

dengan : Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari), Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari), kc = koefisien tanaman. Rembesan Perembesan air dan kebocoran air pada saluran pengairan pada umumnya berlangsung ke samping (horizontal) terutama terjadi pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada saluran yang dilapisi (kecuali kalau keadaannya retak-retak) kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan dan kebocoran tidak terjadi. Untuk menghitung kehilangan air pengairan sehubungan dengan berlangsungnya perembesan pada saluran pengairannya, berdasarkan cara empiris yaitu dengan menghitung konduktivitas hidrolik tanah, kemiringan saluran serta beberapa parameter (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Bila air bernilai tinggi dan tanah dimana bangunan dibangun cukup lulus air, maka mungkin akan ekonomis untuk melapisi saluran guna mengurangi rembesannya. Laju rembesan dari saluran tak-berlapis terutama dipengaruhi oleh sifat tanah dan kedudukan permukaan air tanah. Laju rembesan dapat diukur dengan penggenangan, pengukuran aliran masuk-aliran keluar, dan penetapan dengan alat ukur rembesan (Linsley and Franzini, 1991). Beberapa macam cara yang dipergunakan untuk mengukur rembesan dari saluran adalah pemasukan-pengeluaran (inflow-outflow), empang, meteran rembesan, sumuran, test laboratorium, permeabilitas tanah, dan metode khusus,

termasuk tahanan listrik dan penelusuran daripada alam serta garam radioaktif. Metode terbaik yang sesuai terhadap suatu saluran akan tergantung kepada kedalaman dan kecepatan aliran, kemampuan mendrain saluran, material yang di dasar dan perimbangan rembesan. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode inflow-outflow. Metode inflow-outflow terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran ke luar dari suatu penampang saluran yang dipilihnya (Hansen, dkk., 1992). Perkolasi Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang diinginkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field capacity) (Soemarto, 1995). Perkolasi adalah pembebasan air ke dalam lapisan tanah bagian dalam, berlangsung secara vertikal dan horizontal, perembesan ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah (antara lain permeabilitas dan tekstur tanah), pengendapan-pengendapan lumpur dan kedalaman muka air tanah. Berlangsungnya yaitu sebagai akibat dari gaya berat. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal merupakan kehilangan air ke lapisan tanah yang lebih dalam, sedang yang berlangsung secara horizontal merupakan kehilangan air ke arah samping, seperti melalui pematang-pematang sawah. Pada dataran tinggi dimana

lahan-lahan pertanaman dibentuk dengan terrasering. Kehilangan air karena horizontal percolation berlangsung dengan menonjol, rata-rata besarnya antara 3-10 kali lebih besar dari vertical percolation. Sedang di dataran rendah berlangsungnya kehilangan sehubungan dengan perkolasi biasanya relatif rendah (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Salah satu cara menentukan laju perkolasi di lapangan adalah dengan metode silinder. Pengukuran dengan metode silinder yaitu dengan membenamkan pipa ke tanah sedalam 30-40 cm, lalu diisi air setinggi 10 cm (h1), (Harianto, 1987) dalam Susanto (2007). Laju perkolasi dihitung dengan rumus: Dimana, P = h1 h2 t1 t2 mm/hari..(12) P : Laju perkolasi (mm/hari) h 1 -h 2 : Beda tinggi air dalam silinder waktu t 1 dan t 2 (mm) t 1 -t 2 : Selisih waktu pengamatan air dalam pipa (hari) Efisiensi Irigasi Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air dan efisiensi penyimpanan air (Dumairy, 1992). Penggunaan air irigasi yang efisien adalah merupakan kewajiban setiap pemakai. Konsep efisiensi pemberian air irigasi yang paling awal untuk mengevaluasi kehilangan air adalah efisiensi saluran pembawa air. Kebanyakan

air irigasi kemudian datang dari pintu pengambilan dari sungai atau waduk. Kehilangan yang terjadi pada waktu air disalurkan sering berlebihan. Efisiensi saluran pembawa yang diformulasikan untuk mengevaluasi kehilangan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : Dimana, Ec = 100 Wf Wr (13) Ec = Efisiensi saluran pembawa air Wf = Air yang disalurkan ke sawah Wr = Air yang diambil dari sungai atau waduk (Hansen, dkk., 1992). Setelah menyalurkan air yang tersedia kesawah melalui bangunan pembagi dan pembawa, yang diperlukan adalah pemakaian air secara efisien. Sering terjadi dengan menyolok lebih banyak air yang dialirkan ke dalam tanah daripada yang mungkin bisa ditahannya. Konsep efisiensi pemakaian air berikut ini dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah, yang dapat digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Dimana, Ea = 100 Ws Wf (14) Ea = efisiensi pemakaian air Ws = air yang ditampung dalam tanah daerah akar selama pemberian air irigasi Wf = air yang disalurkan ke sawah

Konsep efisiensi pemakaian air dapat diterapkan pada proyek, sawah, atau lading untuk mengevaluasi pelaksanaan pemberian air irigasi. Efisiensi pemberian air irigasi dapat berbeda-beda dari harga yang paling rendah sampai mendekati 100 persen (Hansen, dkk., 1992). Ketepatgunaan pengairan petak tersier diperdugakan akan tetap terjamin sehubungan dengan adanya air hujan, debit air yang masuk ke petak walaupun adanya debit air yang keluar dari petak dan kehilangan-kehilangan lainnya. Untuk mengetahui dan menentukannya dapat dimanfaatkan rumus berikut : Ept = Dimana, (Q1+CH) Q2 (Q1+CH) x 100%...(15) Ept CH Q1 Q2 = ketepatgunaan pengairan petak tersier. = Curah air hujan. = Debit air yang masuk ke petak pertanaman. = Debit air yang keluar dari petak pertanaman. (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994). Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity) pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan (Bustomi, 2003).

Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi. Penjadwalan irigasi, berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan produksi tanaman. Sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat menurunkan produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam bentuk perkolasi (Raes, 1987). Kecepatan Aliran Berbagai persamaan digunakan untuk menghitung laju aliran dalam saluran terbuka. Persamaan Chezy adalah : V = C(RS) 1/2...(16) Dimana V adalah kecepatan aliran rata-rata, C adalah suatu koefisien, R adalah jari-jari hidrolik (luas penampang dibagi dengan keliling basah), dan S adalah kemiringan garis energi (sama dengan kemiringan permukaan air dan juga dengan dasar saluran pada aliran seragam) (Linsley and Franzini, 1991). Dalam pengukuran debit air kecepatan aliran/arus air dapat diperhitungkan dengan memanfaatkan beberapa rumus sebagai berikut : 1. Rumus Chezy : V = C 328 RS...(17) Dimana, V = kecepatan aliran air (m/detik) C = koefisisen kekasaran dinding dan dasar saluran R = jari-jari hodrolik (m) S = kemiringan muka air pada saluran (%)

2. Rumus Manning : V = 1 n R2/3 i 1/2 (18) Dimana, V = kecepatan aliran air (m/detik) n = koefisien kekasaran dinding dan dasar saluran R = jari-jari hidrolik (m) i = kemiringan dasar saluran Rumus Manning tersebut sebaiknya digunakan jika hanya terdapat debit-debit yang diukur pada permukaan air tinggi. Luas penampang melintang dan radius hidrolik (jari-jari hidrolik) yang sesuai dengan permukaan air yang sembanrang, dapat diketahui dari penampang melintang (Kartasapoetra dan Sutedja, 1991). Menurut Lenka (1991) dari suatu aliran, jika A, n, dan S adalah tetap, Q (volume dari aliran air (Q = A x V) tergantung dari radius hidrolik (R = A/P). koefisien kekasaran tergantung dari tipe aliran dan pemeliharaan aliran serta mengikuti nilai yang diperbolehkan digunakan untuk pemeliharaan aliran yang baik. Tabel 1. Nilai Koefisien Kekasaran R n 0 2,5 0,040 0,045 2,5 4,0 0,035 0,040 4,0 5,0 0,30 0,35 >5,0 0,025 0,030 Kecepatan Kritis Kecepatan kritis merupakan kecepatan aliran air yang tidak menyebabkan pengendapan ataupun penggerusan di dasar saluran. Kecepatan kritis disimbolkan

denagn Vo, nilai dari Vo dapat diperoleh melalui persamaan yang diungkapkan oleh Kennedy, yaitu : Vo = 0,546 x D 0,64..(19) Dimana D adalah kedalaman air. Rasio Kecepatan Kritis Perbandingan antara kecepatan aliran V terhadap kecepatan kritis Vo disebut sebagai rasio kecepatan kritis. CRV = V atau m = V (20) Vo Vo (Basak, 1999). Jika m = 1 berarti tidak terjadi pengendapan atau penggerusan, jika m > 1 maka akan terjadi penggerusan, dan jika m < 1 maka akan terjadi pengendapan. Maka melalui nilai m ini kondisi saluran dapat diprediksi terjadi penggerusan atau pengendapan. Kecepatan minimum yang diizinkan atau kecepatan tanpa pengendapan (nonsliting velocity) merupakan kecepatan terendah yang tidak menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air dan ganggang. Kecepatan ini sangat tidak menentu dan nilainya yang tepat tidak dapat ditentukan dengan mudah. Bagi air yang tidak mengandung lanau (silk), hal ini tidak membawa pengaruh besar kecuali terhadap pertumbuhan tanaman. Umumnya dapat dikatakan bahwa kecepatan rat-rata : 2 sampai 3 kali per detik dapat digunakan bila persentase lanau ditunjukkan dalam saluran kecil tidak kurang dari 2,5 kaki per detik dapat mencegah pertumbuhan tanaman air yang dapat mengurangi kapasitas saluran tersebut (Chow, 1997).

Kemiringan Saluran Persoalan kedudukan saluran dalam berbagai segi serupa dengan persoalan letak jalan raya, tetapi pemecahannya dapat lebih sulit karena kemiringan dasar saluran haruslah selalu mengarah ke bawah dan perubahan kemiringan yang berkali-kali (dan demikian juga perubahan penampangnya) haruslah dihindari. Dalam batasan topografi, jalur saluran yang pasti ditentukan oleh kemiringan yang dapat diterima. Kemiringan yang berlebihan dapat mengakibatkan kecepatan yang cukup untuk menggerus dasar dari sisi saluran. Kecepatan yang mengakibatkan mulainya penggerusan tergantung pada jenis bahan dasar dan bentuk penampang saluran. Tanah berbutir halus biasanya tergerus oleh kecepatan yang lebih rendah daripada untuk tanah berbutir kasar, tetapi tidak selalu demikian, karena adanya bahan-bahan perekat pada tanah yang bersangkutan dapat sangat meningkatkan daya tahannya terhadap penggerusan (Linsley and Franzini, 1991). Kemiringan memanjang saluran ditentukan berdasarkan kemiringan taraf muka air yang diperlukan. Ketinggian taraf muka air ini direncanakan berdasarkan tingga air di sawah yang diperlukan yang selanjutnya dihitung berdasarkan kehilangan tinggi tekan di setiap bangunan dan disepanjang saluran. Kemiringan talud saluran bergantung kepada jenis tanah, kedalaman saluran, dan terjadinya rembesan saluran. Kemiringan minimum talud saluran pembawa untuk jenis tanah lempung pasiran, tanah pasiran kohesif yaitu 1,5 2,5. Untuk jenis tanah pasir lanauan 2 3 dan untuk jenis batu < 0,25 ( Mawardi, 2007).

Rancangan Saluran Pengendapan sedimen dan penggerusan di saluran pembawa dapat terjadi akibat perubahan kapasitas debit. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari jaringan saluran dapat menimbulkan terjadinya pengendapan sedimen. Untuk itu dalam desain harus disyaratkan bahwa pengendapan dan penggerusan setempat di setiap potongan melintang harus seimbang sepanjang tahun. Agar terjadi keseimbangan tersebut maka dalam desain ditentukan perbandingan kedalaman air, h, dengan lebar dasar, b, (h:b) dan kemiringan memanjang saluran, i. Perbandingan antara kedalaman air dengan dasar saluran (h:b) tersebut berkisar antara 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5, 4, dan 4,5 serta 5, 6, 8, 10, dan 12 yang tergantung pada besarnya debit saluran dari 0,0050 m 3 /dt sampai dengan 80m 3 /dt. Bentuk penampang melintang saluran untuk mengalirkan air dengan penampang sekecil mungkin bentuk penampang basah yang paling baik adalah bentuk setengan lingkaran. Dalam praktek bentuk ini sulit dibangun sehingga bentuk yang lazim digunakan yaitu bentuk trapezium (Mawardi, 2007). Secara umum, pengendapan dapat mengubah saluran yang sangat tidak beraturan menjadi cukup beraturan dan memperkecil n, sedangkan penggerusan dapat berakibat sebaliknya dan memperbesar n. Namun efek utama dari pengendapan akan tergantung pada sifat alamiah bahan yang diendapkan. Endapan yang tidak teratur seperti gelombang pasir dan alur-alur pasir menjadikan saluran tidak beraturan dan kekasaran meningkat. Besar dan keserbasamaan penggerusan akan tergantung pada bahan pembentuk keliling basah. Sebab itu, bahan yang berpasir atau berkerikil akan tererosi secara lebih seragam dibandingkan dasar yang berlempung. Pengendapan lanau hasil erosi di

hulu akan cenderung memperbaiki ketidakteraturan saluran dibandingkan dengan tanah liat. Energ yang dipakai untuk menggerus dan mengangkut bahan dalam suspensi atau menggulingkannya sepanjang dasar saluran juga memperbesar nilai n. efek penggerusan tidak terlalu nyata selama erosi pada dasar saluran yang diakibatkan oleh kecepatan air yang tinggi berlangsung secara terus menerus dan serba sama (Chow, 1997). Menurut Hansen, dkk (1992) tepi saluran tanah biasanya dibuat miring sedemikian rupa seperti kemampuan tanah berdiri bila keadaan basah. Kemiringan tepi berbeda dari tiga horizontal dan satu vertikal (bagi material yang sangat stabil). Hubungan antara lebar dasar saluran (b) dengan kedalaman pada saluran tanah (d) ditentukan sesuai dengan keadaan topografi. Lebar dasar saluran dapat lebih kecil dari kedalamannya atau dapat sepuluh kali atau lebih besar dari kedalamannya. Potongan melintang hidrolik terbaik pada keadaan bangunan yang sesuai adalah : B = 2d tan θ.(21) 2