BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Drs. Eko Hariyadi Budiyanto, Ak.MM.Msc Raja Oloan Saut Gurning, ST.Msc.CMarTech.GMRINA.MIMarEST Penerbit : PT. Andhika Prasetya Ekawahana

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

[Standar Pelayanan Minimum KM. Andalus] 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan dunia yang menuntut kemajuan IPTEK

Technical Information

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ISPS CODE Seri: Manajemen Pelabuhan

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap

ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEMUA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1


PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember 2013 PT. Qorina Konsultan Indonesia. Tim Pelaksana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN SEKTOR PERHUBUNGAN DALAM RANGKA PENGANGKUTAN LIMBAH B3

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. Lembaga non struktural di lingkungan Departemen Perhubungan.Melakukan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974 (SOLAS 74)

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/M-DAG/PER/9/2011 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penerapan Pengendalian Visual di Tempat Kerja. Rambu K3 : Kumpulan Rambu Bahaya K3 (Safety Sign)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

BUPATI BANGKA TENGAH

namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI JALAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2)

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN pulau. Dan Indonesia adalah Negara Maritim. Oleh sebab transportasi laut sangat

Advisory Circular 92-01

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN,

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 LAMPIRAN BAB 1 ISTILAH DAN DEFINISI

Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEMENTERIAN PERHU BUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN KATA PENGANTAR

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di

LAMPIRAN VI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada pengangkutan barang melalui laut, pengangkut mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin keamanan serta keselamatan muatan selama dalam kekuasaannya. Jika dalam pengangkutan barang khususnya muatan barang berbahaya melalui laut terjadi kecelakaan akibat terbakarnya muatan barang berbahaya tersebut, maka akan timbul permasalahan siapa yang harus bertanggungjawab terhadap kerugian/ kerusakan muatan serta kapalnya. Dalam menentukan siapa yang harus bertanggung jawab harus dilihat apakah pengangkut sudah memenuhi segala kewajibannya atau belum dan untuk dapat mengetahui hal itu terlebih dahulu harus melihat peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tanggung jawab tersebut. Indonesia memiliki peraturan mengenai pangangkutan barang berbahaya melalui laut yang diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan dalam Keputusan Menteri No. KM 02 Tahun 2010. Pengangkutan barang berbahaya melalui laut memerlukan penanganan khusus, seperti dari kemasan, penyimpanan dan persyaratan jenis kapal untuk mengangkut barang berbahaya. Sebagai contoh barang-barang berbahaya harus dimuat, disimpan dan diikatdengan aman dan benar sesuai dengan sifat barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak dapat digabung harus dipisahkan satu dengan lainnya. Barang yang mudah meledak (kecuali amunisi) yang beresiko tinggi harus disimpan dalam gudang khusus yang harus senantiasa terjaga dalam kendaraan tertutup selama di laut. Kapal yang mengangkut cairan atau gas yang mudah terbakar sarana pencegahan khusus harus disiapkan bila diperlukan untuk mencegah kebakaran atau ledakan. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan studi peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di sektor transportasi laut yang bertujuan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pengangkut, barang yang diangkut dan keamanan penyimpanan. Kebutuhan peraturan mengenai pengangkutan barang berbahaya mulai dipenuhi dalam Konvensi Internasional SOLAS (Safety of Life at Sea = Keselamatan Jiwa di Laut) I-1

1. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 17 Tahun 2000 telah ditetapkan Pedoman Penanganan Barang Berbahaya dalam kegiatan Pelayaran di Indonesia telah diatur berdasarkan ketentuan IMDG Code; 2. Keputusan Komite Keselamatan Maritim (Maritime Safety Committee Resolution) MSC Res 262 84 ~ telah dilakukan Amandemen terhadap International Maritime Dangerous Goods Code/ IMDG Code dengan Amandemen 34-08 (lmdg Code 2008); 3. Merubah Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 17 Tahun 2000 tentang Pedoman Penanganan Bahan/ Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Memutuskan dan Menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 TAHUN 2000 Tentang Pedoman Penanganan Bahan/ Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia pada Pasal l diantara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 A (1) Menunjuk Direktur Jenderal Perhubungan Laut sebagai Otoritas yang berkompeten (Competent Authority) dalam pelaksanaan peraturan Internasional tentang Pengangkutan Barang Berbahaya melalui laut (International Maritime Dangerous Goods/ IMDG Code 2008) di wilayah Perairan Indonesia. (2) Direktur Jenderal Perhubungan Laut dalam melaksanakan tugasnya sebagai Otoritas yang berkompeten (Competent Authority) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang: a. menyelenggarakan dan menetapkan persyaratan pelatihan penanganan barang berbahaya; b. menetapkan klasifikasi barang berbahaya; c. mengesahkan kemasan barang berbahaya; d. memberikan pengesahan terhadap persyaratan tertentu dari IMDG Code 2008; e. memberikan pembebasan terhadap persyaratan dari IMD Code 2008. I-2

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Merupakan wujud pembaharuan dan perubahan mendasar pada bidang peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran dan perwujudan pelayanan transportasi yang aman, efektif dan selamat. Sasaran yang ingin dicapai adalah sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, aman, efektif, terukur, sesuai dengan prinsip prinsip Keselamatan Jiwa di Laut (Safety of Life at Sea) dan International Maritime Dangerous Goods- Code (IMDG-Code) serta Ketentuan di pelabuhan laut; Reeden Reglement 1926, Petroleum Vervoer Ordonante STBL 1927 no.234 yaitu: 1. Persyaratan pengangkutan barang berbahaya 2. Klasifikasi dan pengepakan 3. Pemberian tanda, lebel & plakat (marking, labeling and placarding) 4. Dokumen-dokumen dan persyaratan pemadatan 5. Muatan eksplosif di kapal-kapal penumpang (Explosive in passenger ships) 6. Memahami sifat barang berbahaya 7. Sifat kimia barang berbahaya 8. Mengenal bahan kimia beracun 9. Marine pollutants, radioactive dan waste material 10. Persyaratan pengepakan dan tangki-tangki 11. Pengepakan untuk mengantisipasi mengantisipasi gerakan kapal/ alat angkut 12. Ketentuan pemisahan barang berbahaya di kapal barang konvesional, kapal pengangkut peti kemas, kapal roll on/ roll of (RoRo), kapal-kapal jenis lain. 13. Kewajiban perusahaan pelayaran 14. Sistem dan prosedur barang berbahaya di pelabuhan 15. Sistem dan prosedur barang berbahaya di UTPK 16. Dangerous goods information system (DGIS) I-3

17. Penanggulangan bahaya kebakaran dan kebocoran barang berbahaya 18. Tindakan darurat dan diagnosis Sebagai tindak lanjut dalam mendukung kinerja pengelola pelabuhan di bidang transportasi laut untuk meningkatkan pelayanan penanganan pengakutan barang berbahaya maka perlu peningkatan kompetensi petugas, mengefektifkan dan keselamatan waktu pelayanan penanganan pengangkutan barang berbahaya di pelabuhan laut. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka dalam rangka meningkatkan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran, maka perlu dilakukan Studi Peningkatan Penanganan Pengangkutan Barang Berbahaya di Bidang Pelayaran. B. RUMUSAN MASALAH Bertolak dari latar belakang studi, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran. 2. Bagaimana penerapan prosedur baku dalam penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang pelayaran. 3. Bagaimana pelaksanaan pelatihan dan penetapan kompetensi petugas penanganan barang berbahaya di bidang pelayaran. 4. Kemungkinan terbaik peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di bidang Pelayaran. C. RUANG LINGKUP DAN BATASAN KEGIATAN. 1. Ruang Lingkup Kegiatan a. Inventarisasi peraturan perundangan terkait pengangkutan dengan barang berbahaya baik nasional maupun Internasional. b. Identifikasi dan inventarisasi jenis barang berbahaya; c. Identifikasi dan inventarisasi jenis kemasan untuk pengangkutan barang berbahaya. d. Identifikasi dan inventarisasi persyaratan jenis kapal yang dapat digunakan untuk angkutan barang berbahaya; I-4

e. Identifikasi dan inventarisasi konsep-konsep pengangkutan laut; f. Identifikasi kondisi eksisting penanganan barang berbahaya melalui laut; g. Identifikasi kendala yang dihadapi dalam pengangkutan barang berbahaya; h. Analisis kelemahan penanganan barang berbahaya melalui laut dilihat dari kondisi eksisting; i. Analisis kebutuhan peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di sektor transportasi laut dilihat dari aspek prasarana, SDM, sistem dan prosedur serta pengawasan. j. Rekomendasi. KESIMPULAN dan SARAN 2. Batasan Kegiatan Menyusun konsep peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya di sektor transportasi laut A. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud studi untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi penangangan pengangkutanbarang berbahaya melalui laut saat ini. 2. Tujuan studi adalah tersusunnya konsep peningkatan penanganan pengangkutan barang berbahaya melalui laut. E. SISTEMATIKA STUDI Dalam penyusunan studi ini akan diuraikan secara singkat mengenai pembagian bab per bab, sehingga akan mudah memahami isi dan masalah yang dibahas. Untuk gambaran lebih jelasnya dipersiapkan dalam 5 (lima) bab, sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, alasan pelaksanaan studi, kegiatan yang akan dilaksanakan, maksud dan tujuan penelitian, sistematika penelitian. I-5

BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukan secara sistematis kajian teoritis dan konsep, kajian sebelumnya, kerangka konseptual dan definisi dan istilah yang berhubungan dengan rumusan permasalahan penanganan pengankutan barang berbahaya dibidang pelayaran METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan rancangan kajian, lokasi dan waktu, populasi dan teknik sampel, instrumen pengumpulan data, definisi operasional dan teknik analisis data yang terkait dengan ruang lingkup kajian penanganan pengankutan barang berbahaya dibidang pelayaran. DATA DAN INFORMASI Dalam bab ini menjelaskan data dan informasi sarana, prasarana dan petugas pelaksana penanganan barang berbahaya di bidang pelayaran setiap lokasi survei ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dikemukakan analisia dan pembahasan dari rumuan permasalahan yang mengerucut menjadi penyusunan konsep prosedur penanganan pengakutan barang berbahaya aman, efektif dan selamat untuk penyelenggaraan transportasi laut KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini disajikan kesimpulan dan rekomendasi yang hasil analisis dan pembahasan yang tertuang pada Bab V sesuai rumusan masalah pada Bab I studi ini. I-6