obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

dokumen-dokumen yang mirip
Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Tablet likuisolid ibuprofen

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE DAN PVP K-30 SEBAGAI POLIMER

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

FORMULASI TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN MENGGUNAKAN POLIMER HIDROFILIK HPMC K4M DAN TWEEN 80 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE MESSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN GLISERIN SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN POLIETILEN GLIKOL 400 SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE LIEM AGNES KRISTANTY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

FORMULASI TABLET LIKUISOLID PIROKSIKAM MENGGUNAKAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI PELARUT NON VOLATILE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang:

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker &

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

LAMPIRAN A HASIL UJI KERAGAMAN BOBOT TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) ketepatan dosis, 2) mudah cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

LAMPIRAN A HASIL UJI KERAGAMAN BOBOT TABLET LIKUISOLID IBUPROFEN

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

TEKNIK DISPERSI SOLIDA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN IBUPROFEN DALAM BENTUK TABLET DENGAN MENGGUNAKAN AVICEL PH102 SEBAGAI PENGISI

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PELICIN PEG 6000 SKRIPSI

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan suatu obat yang baik dengan efek farmakologis yang cepat. Dalam perkembangannya, bentuk sediaan tablet merupakan pilihan utama bagi industri farmasi untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan sediaan tablet memiliki berbagai keuntungan antara lain dosisnya yang relatif tepat, mudah digunakan, memiliki stabilitas yang baik, serta mudah dikemas dan diangkut sehingga memudahkan proses distribusi obat (Voigt, 1995). Telah diketahui bahwa sebelum dapat diabsorbsi dan memenuhi efek farmakologis, bentuk sediaan tablet akan melalui proses disintegrasi, deagregasi dan disolusi. Proses disintegrasi belum menggambarkan pelarutan sempurna suatu obat. Partikel-partikel kecil hasil disintegrasi akan terdisolusi. Disolusi merupakan proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Laju pelarutan obat dalam cairan saluran cerna merupakan salah satu tahapan penentu (rate limiting step) absorbsi sistemik obat (Sutriyo et al., 2005). Dengan demikian bahan aktif dalam tablet harus dapat terdisolusi dengan baik untuk memenuhi ketersediaannya dalam darah sehingga dapat diabsorbsi oleh saluran cerna. Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol kualitas obat. Uji disolusi merupakan persyaratan yang penting, terutama untuk obat dengan tingkat kelarutan dalam air yang buruk, karena 1

2 obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum (Ansel, 2008). Ini merupakan suatu tantangan bagi industri farmasi untuk dapat memformulasikan obat dengan tingkat kelarutan dalam air yang rendah. Banyak metode yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan disolusi obat yang kelarutannya rendah, antara lain dengan mereduksi ukuran partikel untuk memperbesar luas permukaan sehingga dapat meningkatkan disolusi obat; pelarutan dengan surfaktan; pembentukan kompleks yang larut air; membuat turunan obat dalam bentuk garamnya yang biasanya memiliki disolusi yang lebih tinggi; dan menurunkan kristalisasi dari obat melalui bentuk larutan padat. Metode yang paling sering digunakan adalah meningkatkan luas permukaan obat dengan mikronisasi (pengecilan ukuran partikel). Namun, metode ini seringkali memberikan hasil yang mengecewakan terutama saat dicetak menjadi tablet dan dienkapsulasi. Mikronisasi obat juga memiliki kecenderungan untuk membentuk aglomerat karena sifat hidrofobiknya dan akan menurunkan luas permukaannya (Javadzadeh et al., 2007 a ). Saat ini, teknik likuisolid adalah salah satu metode yang paling menjanjikan untuk meningkatkan disolusi obat dengan kelarutan dalam air yang rendah. Hal ini disebabkan tekniknya mudah dengan biaya yang relatif murah dan dapat digunakan dalam skala industri (Yadav and Yadav, 2009). Teknik likuisolid dibuat dengan melarutkan bahan aktif yang lipofil atau sukar larut dalam air dalam pelarut non volatile seperti propilen glikol, polietilen glikol (PEG) 200 dan 400, gliserin, dan polisorbat 80 menjadi suspensi atau bentuk cair yang kemudian diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah mengalir, non-adherent dan siap dikompresi setelah

3 penambahan bahan pembawa (carrier) dan bahan coating (Gubbi and Jarag, 2009). Teknik ini telah dilakukan pada beberapa penelitian antara lain Yadav and Yadav (2009) yang meneliti disolusi indomethacin dengan teknik likuisolid dan didapatkan bahwa teknik likuisolid terbukti mampu meningkatkan kelarutan dan disolusi indomethacin. Pada penelitian yang dilakukan Karmakar dkk (2009 a ) yang meneliti laju disolusi fenofibrat menggunakan teknik likuisolid dengan variasi konsentrasi obat dalam propilen glikol sebagai pelarut non volatile (10%, 20% dan 30%). Hasil disolusinya menunjukkan bahwa formula tablet fenofibrat dengan teknik likuisolid memiliki laju disolusi yang lebih cepat dan pelepasan yang lebih besar daripada tablet fenofibrat biasa yang ada di pasaran. Teknik likuisolid ini telah dibuktikan mampu meningkatkan laju disolusi obat lipofil atau sukar larut air dalam dosis yang kecil. Namun, untuk digunakan pada bahan aktif dengan dosis yang besar, maka perlu ditambahkan bahan pembawa (carrier) dan bahan coating yang lebih banyak, hal ini akan meningkatkan bobot tablet menjadi lebih dari 1 gram sehingga membuatnya sukar untuk ditelan. Faktanya, jika dosis terapi obat lebih dari 50 mg, peningkatan disolusi yang ditimbulkan dengan penambahan pelarut, bahan pembawa (carrier), dan bahan coating yang sedikit menjadi tidak signifikan. Mengacu pada penelitian Javadzadeh et al. (2007 b ), penambahan polimer seperti polivinil pirolidon (PVP K-30) dalam liquid medication, akan memungkinkan untuk memproduksi serbuk kering dengan kandungan bahan aktif yang besar (carbamazepin). Tiap tablet mengandung carbamazepin 100 mg, PEG 200 sebagai pelarut non volatile, dan digunakan beberapa polimer yang berbeda (PVP K-30, HPMC dan PEG 35000). Tablet dibuat dengan cara mendispersikan carbamazepin dalam PEG 200, kemudian ditambahkan polimer, diikuti dengan avicel atau

4 laktosa sebagai bahan pembawa (carrier) dan silika sebagai bahan coating serta sodium starch glycolate (SSG) sebagai disintegran. Hasil uji disolusi in vitro menunjukkan adanya peningkatan laju disolusi pada tablet likuisolid dengan PVP K-30 sebagai polimer. Bahan aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibuprofen. Ibuprofen adalah salah satu obat golongan AINS (anti inflamasi non steroidal) turunan asam propionat yang mempunyai efek farmakologis sebagai anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik. Ibuprofen mempunyai kelarutan yang buruk dalam air atau praktis tidak larut dalam air (Sweetman, 2009). Pelarut non volatile yang digunakan dalam penelitian ini adalah gliserin dan polimer yang digunakan adalah PVP K-30. Beberapa formula tablet likuisolid yang dibuat terdiri dari berbagai macam konsentrasi PVP K-30 dalam larutan atau suspensi obat sebesar 5%, 10%, dan 15% dengan perbandingan jumlah obat dan pelarut gliserin adalah 3 : 1. Perbandingan microcrystalline cellulose atau avicel sebagai pembawa dibuat konstan pada semua formula. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana profil pelepasan secara in vitro pada sediaan tablet likuisolid ibuprofen dengan gliserin sebagai pelarut non volatile dan PVP K-30 sebagai polimer hidrofilik dibandingan dengan tablet ibuprofen konvensional, serta bagaimana pengaruh penambahan PVP K-30 sebagai polimer hidrofilik terhadap konstanta laju disolusi tablet likuisolid ibuprofen dengan gliserin sebagai pelarut non volatile. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pelepasan secara in vitro sediaan tablet likuisolid ibuprofen dengan gliserin sebagai pelarut non volatile dan PVP K-30 sebagai polimer hidrofilik dibandingkan dengan tablet ibuprofen konvensional. Selain itu, juga untuk mengetahui pengaruh penambahan PVP K-30 sebagai polimer hidrofilik terhadap

5 konstanta laju disolusi tablet likuisolid ibuprofen dengan gliserin sebagai pelarut non volatile. Hipotesis penelitian ini adalah penambahan gliserin sebagai pelarut non volatile dan PVP K-30 sebagai polimer hidrofilik dapat meningkatkan konstanta laju disolusi tablet likuisolid ibuprofen dibandingkan dengan tablet ibuprofen konvensional. Selain itu, penambahan PVP K-30 sebagai polimer hidrofilik dapat meningkatkan konstanta laju disolusi tablet likuisolid ibuprofen dengan gliserin sebagai pelarut non volatile. Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat yakni dapat dihasilkan suatu bentuk sediaan tablet likuisolid ibuprofen yang dapat meningkatkan laju pelepasan obatnya.