II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub Family Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Ungulata : Artiodactyla : Ruminansia : Bovidae : Bovinae : Bos : 1. Bos taurus 2. Bos indicus 2.2 Deskripsi Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah hasil persilangan antara sapi Ongole dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal abad ke-20 (Sosroamidjojo, 1991). Persilangan tersebut merupakan suatu grading
12 up yang bertujuan untuk memperoleh ternak sapi yang dapat digunakan bagi keperluan tenaga tarik membantu petani mengolah tanah pertanian dan transportasi (Atmadilaga, 1979). Sapi Peranakan Ongole memiliki ciri-ciri berwarna dominan putih, berpunuk besar, mempunyai gelambir dan mata besar (Murtidjo, 1993). Sugeng (1996) menyebutkan bahwa ciri lainnya adalah warna pada jantan di bagian leher sampai kepala berwarna kelabu, lutut berwarna gelap, tanduk pendek dan tumpul. menurut Natural Veterinary (2009) sapi Peranakan Ongole mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai perawakan besar, bergumba pada pundak. Pertambahan bobot badan harian sapi Peranakan Ongole sebesar 0,4-0,8 kg, Sapi Bali sebesar 0,35-0,5 kg dan Sapi Brahman sebesar 0,91-1,36 kg (Aziz, 1993). Data tersebut menunjukkan bahwa sapi Peranakan Ongole mempunyai laju pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan ternak sapi lokal lainnya. Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole
13 Menurut Williamson dan Payne (1993), Sapi Peranakan Ongole memiliki keunggulan, yaitu mudah beradaptasi di wilayah Indonesia yang beriklim tropis. Sapi Peranakan Ongole terkenal sebagai sapi pedaging dan pekerja, memiliki tenaga yang kuat dan reproduksi induk cepat kembali normal setelah beranak jantan memiliki kualitas semen yang baik (Erlangga, 2009) Taksonomi dari sapi Peranakan Ongole adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Sub Phylum Class Sub Class Ordo Famili Sub Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Ungulata : Artiodactyla : Bovidae : Bovinae : Bos : Bos indicus 2.3 Penggemukan (Finishing) Sapi Potong Menurut Parakkasi (1999), program pengemukan sapi potong bertujuan untuk memperbaiki kualitas karkas dengan jalan membentuk lemak seperlunya. Program finishing untuk sapi yang belum dewasa bersifat membesarkan serta mengemukan atau memperbaiki kualitas karkas. Intensifikasi menurut Parakkasi
14 (1999), bertujuan untuk lebih mengefisiensikan produksi dengan meminimalkan waktu pemeliharaan. Sapi potong yang dipelihara intensif memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan sapi yang dipelihara ekstensif sehingga dapat lebih cepat mendapat bobot potong yang diinginkan (Phillips,2001). Pemeliharaan sapi potong untuk pengemukan dapat dilakukan dengan sistem pemeliharaan intensif, semi intensif dan ektensif. Philips (2001), menjelaskan bahwa sistem pemeliharaan intesif merupakan sistem dimana sapi dipelihara dalam kandang dengan pemberian pakan konsentrat berprotein tinggi dan dapat ditambahkan dengan memberikan hijauan. Parakkasi (1991), menambahkan bahwa sistem intensif biasa dilakukan pada daerah yang banyak tersedia limbah pertanian dan penggunaan lahan. Menurut Blakely dan Bade (1991), sistem pemeliharaan secara intensif lebih efesian dibandingkan dengan sistem ekstensif sehingga pemelihraan secara intensif lebih cocok dipakai pada daerah yang padat penduduk. Keuntungan dari sistem pemeliharaan intensif adalah dapat menggunakan bahan pakan dari hasil ikutan industri pertanian dibanding dengan sistem pemeliharaan di padang penggembalan (Parakkasi, 1991). Kekurangan dari pemeliharaan secara intensif yaitu mudah sekali penyebaran penyakitnya, memerlukan banyak tenaga kerja, peralatan dan modal yang cukup besar (Phillips, 2001). Pakan yang biasa diberi pada pemelihaaan intensif biasanya berupa konsetrat penuh atau 60% konsentrat dan 40% hijauan (Blakely dan Bade, 1991). Parakkasi (1999), menambahkan sapi dewasa dapat mengkonsumsi pakan
15 bahan kering sebesar 1,4% bobot badan sedangkan untuk sapi steer sampai 3% bobot badan. Lamanya waktu pemeliharaan dalam program pengemukan (finishing) sangat singkat yaitu kurang dari satu tahun. Lamanya waktu penggemukan berbeda-beda karena dipengaruhi oleh umur, kondisi, bobot awal penggemukan, jenis klamin, kualitas bakalan, mutu pakan dan bangsa sapi. Semakin lama waktu penggemukan akan meningkat persentase lemak, menurunkan persentase komposisi daging dan tulang (Hafid, 1998). 2.4 Pertumbuhan Dan Perkembangan Ternak 2.4.1 Pertumbuhan Ternak Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai garis atau gambaran kurva sigmoid. Selama periode pertumbuhan, seekor ternak mengalami peningkatan bobot badan sampai dewasa dan perubahan bentuk yang disebut dengan pertumbuhan dan perkembangan (Tillman dkk., 1998). Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya bobot badan, sedangkan bobot badannya dapat diduga melalui tinggi badan, lingkar dada, panjang badan dan sebagainya. Kombinasi antara bobot badan dengan besarnya ukuran tubuh umumnya dapat dipakai sebagai ukuran pertumbuhan. Scanes (2003), perubahan relatif komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung pada bobot badan dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai ukuran tersebut
16 Phillips (2001) menyatakan bahwa laju pertumbuhan dipengaruhi oleh jenis kelamin, hormon, pakan, gen, iklim dan kesehatan ternak. Perbedaan laju pertumbuhan diantara bangsa dan individu ternak dalam suatu bangsa dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa (Soeparno, 2005). Hasnudi (2005) menyatakan bahwa pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang tersedia, kesehatan dan iklim, sedangkan potensi pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour), pakan dan jenis kelamin. Laju pertumbuhan bobot badan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia. Tillman dkk. (1998) menyebutkan bahwa faktor pakan sangat menentukan pertumbuhan, bila kualitasnya baik dan diberikan dalam jumlah yang cukup, pertumbuhannya akan menjadi cepat, demikian pula sebaliknya. 2.4.2 Perkembangan Ternak Perkembangan adalah perubahan konformasi tubuh dan bentuk perubahan macam-macam fungsi tubuh sehingga dapat digunakan secara penuh. Pane (1986), menambahkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan adalah sala satu faktor yang penting dalam pemuliabiakan (breeding). 2.5 Hubungan Antara Lingkar Dada Dan Panjang Badan Dengan Bobot Badan Pertumbuhan bobt badan merupakan salasatu proses dari pertumbuhan. Bertambahnya umur seekor ternak akan diikuti dengan bertambahnya bobot badan
17 dan dimensi tubuh seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak. Dengan kata lain pertumbuhan memiliki hubungan erat dengan ukuran dimensi tubuh. Menurut Zubaidah (1984), pengukuran tubuh sering digunakan sebagai estimasi produksi seperti pendugaan bobot badan dan sering dipakai sebagai perameter teknis dalam menentukan sapi bibit. Menurut Dwiyanto (1984), komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Williamsom dan Pyne (1986), menambahkan ukuran lingkar dada dan panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor ternak dengan tepat. Bobot badan dan lingkar dada dapat dilihat dari umur seekor ternak, maka bobot badan dan lingkar dada semakin meningkat dengan bertambahnya umur ternak, tetapi laju pertumbuhan bobot badan lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan lingkar dada (Massiara, 1986). Lingkar dada yang bertambah akan erat kaitannya dengan pertambahan otot-otot disekitar dada. Pendugaan bobot badan menggunkan lingkar dada memiliki tingkat penyimpangan kecil dibanding dengan ukuran tubuh lainnya yaitu sebesar 4,85% (Karnaen, 1991). Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan menggunakan meteran kain yang diukur mengikuti lingkar dada atau tubuh tepat di belakang bahu melewati gumba atau pada sapi berponok tepatnya di belakang ponok (Santosa, 1995). Panjang badan merupakan salah satu ukuran tubuh yang memiliki derajat korelasi tertinggi kedua setelah lingkar dada terhadap bobot badan (Manggung,
18 1976). Mengukur panjang badan dilakukan dengan menggunakan tongkat ukur dengan menarik garis horizontal dari tepi depan sendi bahu sampai ke tepi belakang bungkul tulang duduk (Santosa, 1995). 2.6 Pendugaan Bobot Badan Menggunakan Rumus Winter Pengukuran tubuh tenak sapi dapat dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan sering sekali dipakai sebagai parameter teknis sapi bibit. Berbagai rumus penentu bobot badan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh telah banyak diketahui, seperti rumus Schoorl dan rumus Winter, bahkan berbagai penelitian sudah mengoreksi rumus tersebut sesuai dengan keadaan lingkungan, umur ternak, pengaruh genetis dan waktu (Santosa, 2003). Skor kondisi tubuh merupakan suatu system penilaian secara umum yang telah dikembangkan untuk menduga rataan kondisi sapi dalam suatu pemeliharaan merupakan definisi skor kondisi tubuh menurut Encinias dan Lardy (2000). Skor kondisi tubuh merupakan metode penilaian secara visual yang mempertimbangkan frame size atau bentuk tubuh (Philips, 2001), oleh karena itu dibuatlah rumus pendugaan bobot badan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh. Rumus Winter menyatakan bahwa tubuh ternak diibaratkan sebuah tong, dimana ukuran tubuh ternak yaitu ukuran lingkar dada dan panjang badan sangat diperlukan dalam menduga bobot badan. Oleh karena itu, pendugaan bobot badan (lbs) dengan rumus Winter mengunakan ukuran lingkar dada (inchi) dan panjang badan (inchi). Rumus Winter memiliki kecermatan yang lebih baik dibandinkan rumus lainnya karena menggunakan dua ukuran tubuh yaitu lingkar dada (LD) dan
19 panjang badan (PB) yang memiliki korelasi tinggi terhadap bobot badan sesungguhnya. Seperti yang dikemukakan oleh Santosa (1995) bahwa tubuh ternak diibaratkan sebuah tong, sehingga ukuran tubuh ternak yaitu ukuran lingkar dada dan panjang badan sangat diperlukan dalam menduga bobot badan. 2.7 Pendugaan Bobot Badan Mengunakan Pita Coburn Selain menggunakan rumus pendugaan bobot badan dapat juga menggunakan sebuah alat berupa pita yang bernama pita Corburn. Pita Coburn adalah pita ukur yang dibuat lengkap berdasarkan lingkar dada dan bobot badan. Adapun keuntungan menggunakan pita Coburn dalam menduga bobot badan dikarenakan setelah mengukur dan mengetahui lingkar dada (inchi) dari ternak sapi yang diukur, dapat mengetahui langsung bobot badan ternaknya (lbs) yang dibagi menjadi empat kondisi tubuh, thin, medium, fat, dan ex.fat. Pita Coburn merupakan pita ukur yang dibuat di luar negeri dengan tujuan untuk memudahkan dalam pendugaan bobot badan pada sapi. Pita Corburn adalah sebuah alat ukur berupa pita yang terbuat dari kain untuk mengukur lingkar dada seekor sapi, pita tersebut sudah dilengkapi dengan konversi nilai angka lingkar dada (inchi) hasil pengukuran terhadap bobot badan (lbs). Adapun keuntungan menggunakan pita Coburn dalam menduga bobot badan dikarenakan setelah mengukur dan mengetahui panjang lingkar dada (inchi) secara langsung dari ternak sapi yang diukur, dapat mengetahui bobot badan ternaknya (lbs) secara langsung yang dibagi menjadi empat kondisi tubuh, yaitu thin, medium, fat dan ex.fat.