BAB I PENDAHULUAN. kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

POLA INTERAKSI SOSIAL DALAM PENGELOLAAN PERKEBUNAN ANTARA MASYARAKAT DESA MAHATO TIMUR DENGAN PIHAK PERKEBUNAN DENGAN SISTEM POLA PIR

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saat ini terjadi sungguh ironis, pasalnya kekayaan alam yang melimpah namun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Tidak terlepas dari struktur perekonomian Indonesia yang merupakan Negara

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

PERKEBUNAN RAKYAT SEBAGAI LOKOMOTIF PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

2015 PERBANDINGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI ANTARA PETANI PLASMA DENGAN PETANI NON PLASMA DI KECAMATAN KERUMUTAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Pengelolaan sumber daya alam yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

Utara sebelah Utara : berbatasan dengan gampong Keuniree. Sebelah Timur : Berbatasan dengan gampong Tumpok 40

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. Nilai sosial budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan serta pertumbuhan ekonomi masyarakat. Perkebunan adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris yang terletak di daerah trofis dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Masyarakat di Pulau Bangka pada dasarnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

MOTIVASI PETANI UNTUK BERGABUNG DALAM KELOMPOK TANI DI DESA PAGARAN TAPAH KECAMATAN PAGARANTAPAH DARUSSALAM KABUPATEN ROKAN HULU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Ekonomi Khusus merupakan kawasan yang memiliki batas wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN. Desa Bogak merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Dalam masyarakat, interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan disetiap kelompok masyarakat memiliki perbedaan interaksi, dimana hal ini mempengaruhi hubungan timbal balik yang terjadi didalam kelompok tersebut. Perbedaan interaksi didalam satu kelompok masyarakat disebabkan oleh perbedaan lingkungan sosial yang terdiri atas kekayaan sumber daya alam dan budaya serta perbedaan perekonomian yang terdiri atas perbedaan jenis pekerjaan. Interaksi terjadi diberbagai aspek kehidupan manusia, seperti pada aspek pekerjaan, keluarga, sekolah, agama,dll. Faktor pendorong terjadinya interaksi adalah adanya persamaan wilayah, atau tempat tinggal, sikap saling membutuhkan, dan adanya dorongan untuk berkembang. Salah satunya adalah interaksi yang terjadi didalam bidang pekerjaan atau mata pencaharian. Masyarakat Indonesia memiliki berbagai jenis mata pencaharian yang terdiri dari berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pertanian. Indonesia sebagai merupakan negara agraris, dimana mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Di negara agraris sektor pertanian menjadi bagian yang penting baik dalam perekonomian maupun pemenuhan kebutuhan pangan. Sebagai negara agraris, jumlah penduduk Indonesia yang bermata pencaharian sebagai petani adalah 31.705.337 jiwa yang terdiri atas 24.363.157 jiwa laki-laki dan 7.343.180 perempuan (BPS 2013). Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor salah satunya yaitu subsektor perkebunan. Perkebunan mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hal ini terlihat dari

semakin luas dan bertambahnya pelaku usaha perkebunan. Pada tahun 2013 jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai pelaku usaha perkebunan adalah 14.116.465 jiwa yang terdiri atas 11.729.886 laki-laki dan 2.386.579 perempuan (BPS 2013). Sementara pada rovinsi Riau yang merupakan provinsi dengan luas perkebunan sawit nomor satu di Indonesia dengan luas lahan 2,2 juta hektar atau 25% luas perkebunan sawit nasional (Ditjenbun 2015). Masyarakat yang berprofesi sebagai pelaku usaha perkebunan sawit di provinsi Riau berjumlah 573.046 jiwa yang terdiri atas 489.731 laki-laki dan 83.315 perempuan (BPS 2013). Dengan laju perkembangan perkebunan yang tinggi, maka pembangunan perkebunan masuk dalam pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pendapatan. Pola pengembangan perkebunan dilakukan dengan tiga bentuk, meliputi perkebunan besar yaitu perkebunan yang dikelola dan di usahakan secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum, perkebunan rakyat yaitu perkebunan yang diselenggarakan atau diusahakan oleh rakyat yang dikelompokkan dalam usaha kecil, dan perkebunan inti rakyat budidaya suatu tanaman dimana perkebunan besar bertindak sebagai inti dan ranyat bertindak sebagai petani plasma (Sitarasmi 2007:3). Dengan adanya pengembangan perkebunan yang dilakukan oleh perkebunan besar milik negara atau swasta, berdampak juga pada masyarakat yang bertempat tinggal disekitar perkebunan besar tersebut. Masyarakat yang bertempat tinggal disekitar perkebunan besar secara langsung mendapatkan pengaruh, baik dalam segi perubahan ekonomi, perilaku dan interaksi sosial. Pada masyarakat disekitar perkebunan iteraksi yang terjadi sama dengan masyarakat desa, dimana interaksi terjadi secara langsung, karena adanya kedekatan tempat tinggal hal ini juga menimbulkan hubungan sosial yang dekat sehingga

menumbuhkan rasa persaudaraan, selain itu masyarakat desa identik dengan solidaritasnya yang tinggi.pada masyarakat ini setiap anggota masyarakat saling mengenal dengan baik dan memiliki hubungan yang dekat. Selain berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat, masyarakat disekitar perkebunan juga melakukan interaksi dengan pihak perkebunan. Interaksi ini dapat bersifat asosiatif dan dissosiatif. Interaksi sosiatif yang terjalin antara masyarakat dengan pihak perkebunan berupa kerja sama yang umumnya berupa kerja sama dalam membangun atau perbaikan fasilitas umum, ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pada perkebunan besar, kerja sama dalam jual beli hasil pertanian dan alat-alat perkebunan serta corporate social responsibility (CSR). Sementara interaksi yang bersifat disasosiatif umumnya berupa perebutan lahan perkebunan (Khasanah dan Puji, 2015:9). Interaksi yang terjalin antara masyarakat dengan pihak perkebunan besar juga terjadi pada pola pengembangan pola inti rakyat. Interaksi yang terjalin diantara masyarakat yang disebut dengan petani plasma dan pihak perkebunan besar yang disebut dengan perkebunan atau perusahaan inti lebih jelas terlihat karena adanya kerja sama dalam pengelolaan perkebunan. Pola perkebunan inti rakyat dikembangkan untuk memperbaiki struktur sosial masyarakat perkebunan, karena kehidupan petani sebelum adanya pola inti rakyat umumnya diwarnai kemiskinan dengan pendapatan yang rendah (Zahri, 2013:37). Pendapatan petani yang rendah biasanya disebabkan oleh faktor produktivitas lahan yang rendah,faktor teknologi dan faktor pengetahuan yang rendah serta pembiayaan atau modal yang rendah. Maka setelah dilakukannya kerja sama antara perkebunan besar dengan masyarakat faktorfaktor tersebut dapat diperbaiki, karena tujuan utama pembentukan pola perkebunan inti rakyat adalah untuk meningkatkan pendapatan petani.

Interaksi yang terjalin antara perkebunan besar atau perusahaan inti dengan masyarakat atau petani plasma dalam pola pengembangan perkebunan inti rakyat terjadi melalui komunikasi antar para aktor sosial (pelaku usaha perkebunan inti rakyat). Interaksi yang bersifat asosiatif dan dissosiatif. Interaksi yang bersifat asosiatif berupa kerja sama yang umumnya meliputi pengelolaan perkebunan, pembagian hasil, jual beli hasil perkebunan, dan pembayaran kredit atau utang. Serta interaksi dissosiatif yang berupa pertengtangan atau pertikaian yang umumnya meliputi konversi lahan, pendanaan terhadap fasilitas perkebunan dan kredit macet, hal ini juga dapat menimbulkan konflik antara perusahaan inti dan petani plasma. Dengan adanya interaksi yang bersifat isosiatif ini maka perkebunan inti rakyat tersebut dapat berkembang dan maju. Dengan kemajuan perkebunan inti rakyat tersebut, maka juga berdampak pada masyarakat atau petani plasma tersebut. Tetapi belakangan ini program perkebunan inti rakyat banyak mengalami kegagalan yang utamanya disebabkan karena konversi lahan dan kredit macet. Namun hal ini tidak terjadi pada masyarakat Desa Mahato Timur yang menjalin kerja sama dengan perusahaan perkebunan Torganda dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan sistem pola inti rakyat. Karena alasan inilah yang menjadi latar belakang saya untuk melakukan penelitian ini. Desa Mahato Timur berada di Kecamatan Tambusan Utara, Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Desa Mahato timur merupakan desa baru yang merupakan pemekaran dari Desa Mahato, Desa Mahato timur memiliki sekitar 1.354 jiwa atau sekitar 200 kepala keluarga (Kepala Desa Mahato Timur). Mayoritas masyarakat Desa Mahato Timur memiliki mata pencaharian sebagai petani perkebunan sawit. Model perkebunan yang diterapkan Di Desa Mahato Timur adalah perkebunan rakyat, yang dikelola masyarakat secara tradisional baik dalam pengelolaan dan

penggunaan teknologi serta luas lahan perkebunan yang relatif kecil. Ketika Desa Mahato timur masih bersatu dengan Desa Mahato, masyarakat Desa Mahato timur secara keseluruhan menjalin kerja sama dengan pihak perkebunan swasta yang terdapat di Desa Mahato yaitu pekebunan Torganda. Perusahaan perkebunan PT.Tor Ganda yang merupakan perkebunan swasta nasional yang berdiri pada tahun 1979 adalah perusahaan yang bergerak pada bisnis perkebunan kelapa sawit dan industrinya. Kantor pusat berada di Jl. Abdullah Lubis No 26 Medan. Pada saat ini memiliki perkebunan di Riau yang berada di Kabupaten Rokan Hulu. Dari kerja sama yang telah dijalin antara masyarakat Desa mahato dengan perusahaan perkebunan Torganda, 200 kk penduduk Desa Mahato Timur mendapatkan 1 kavling lahan perkebunan sawit yang terdiri dari 2 ha yang dikelola oleh pihak Torganda (Kepala Desa Mahato Timur). Masyarakat desa menjalin kerja sama dengan pihak perkebunan Torganda dalam pengelolaan lahan sawit dimulai sejak tahun 2008, masyarakat Desa Mahato berperan sebagai penyedian lahan sawit dan pihak pekebunan berperan sebagai penanam modal sekaligus yang mengelola perkebunan sawit tersebut, dimana masyarakat setempat sering menyebutnya dengan sistem bapak angkat. Sistem bapak angkat adalah hubungan antara pengusaha besar yang bersedia membantu masyarakat dalam perkembangannya. Dalam hal ini posisi bapak angkat yang merupakan perkebunan inti dan petani plasma sejajar, oleh sebab itu tidak ada pihak yang paling dominan. Tetapi pada realitasnya pihak perkebunan inti memiliki memiliki peranan yang lebih dominan dimana petani plasma tunduk terhadap perkebunan inti terkait dengan pola pengelolaan hingga bagi hasil. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan antara petani plasma kepada pihak perkebunan inti. Sistem bapak angkat juga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan petani

plasma tetapi pada perkembangannya banyak perkebunan inti yang tidak menjalankan fungsi dan peranannya ( Rachmad, 2011: 4). Interaksi yang terjalin diantara masyarakat dengan pihak perkebunan terjalin dengan baik, hal ini terlihat dari perkembangan perkebunan sawit tersebut. Pihak perkebunan inti dan petani plasma mendirikan koperasi unit desa dengan nama koperasi karya bakti, dimana koperasi ini menjadi wadah untuk perusahaan inti dan petani plasma bertemu dan berdiskusi mengenai pengelolaan perkebunan sawit. Petani plasma Desa Mahato Timur menerima gaji dengan besaran tertentu yang telah disepakati sekitar Rp 500.000 - Rp 1.000.000 perbulan, dengan pemotongan utang modal (Kepala Desa Mahato Timur). Sistem pengelolaan dengan sistem pola inti rakyat ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas serta menunjang perekonomian masyarakat Desa Mahato Timur. Dengan sistem pengelolaan inti rakyat masyarakat yang memiliki modal sedikit serta pengetahuan dalam pengelolaan sawit yang rendah mendapat bantuan dari pihak perkebunan besar dalam pengelolaannya. Sistem pengelolaan perkebunan yang modern serta maju baik dari penggunaan teknologi, perawatan tanaman, pemasaran, hingga pengaturan manajemen yang baik yang tidak dimiliki dan diketahui masyarakat diharapkan mampu meningkatkan produksi kelapa sawit. Melalui pola perkebunan inti rakyat pemerintah berusaha untuk meningkatkan produktivitas petani sawit di Indonesia, selain itu dengan adanya kerja sama antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan besar diharapkan juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan bertambahnya pendapatan. Perkembangan perkebunan dengan inti rakyat juga didasarkan pada pertimbangan bahwa masih banyak lahan tidur dan lahan kurang produktif milik masyarakat yang

belum dimanfaatkan karena disebabkan oleh berbagai faktor. Dalam pembangunan ekonomi, pola inti rakyat merupakan perwujudan cita-cita untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar, dan kemampuan teknologinya bersama petani yang golongan rendah serta miskin yang tidak kurang memiliki kemampuan yang disebabkan oleh minimnya pendidikan dan keterampiran serta pengetahuan dalam menjalankan suatu usaha atau pekerjaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan usaha atas dasar kepentingan bersama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebagai usaha yang paling menguntungkan (maximum social benefit), terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan nasional jangka panjang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Terjalinnya Pola Interaksi sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Torus Ganda (Torganda) Dengan Sistem Pola Perkebunan inti rakyat (PIR)? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dibuat untuk mengungkapkan kenginan peneliti dalam suatu penelitian, menurut Bungin (2007). Sehingga adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana pola interaksi sosial dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat Desa Mahato Timur dengan pihak perkebunan dengan pola perkebunan inti rakyat.

1.4 Manfaat Penelitian. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi secara langsung atau tidak langsung bagi kepustakaan depertemen sosiologi, menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa serta dapat memberikan kontribusi bagi ilmu sosial dan masyarakat. 1.4.2 Manfaat praktis Penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah serta menambah wawasan penulis khususnya yang berkaitan dengan pola sosial dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat desa dengan pihak perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat, serta penelitian ini juga diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi didalam masyarakat dan dijadikan sebagai bahan masukan, informasi, ataupun referensi bagi masyarakat luas dan masyarakat disekitar tempat penelitian. 1.5 Defenisi Konsep Dalam sebuah penelitian, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan penelitian. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Pola adalah pola yang dimaksud dalam hal ini adalah cara atau proses dalam interaksi sosial yang berlangsung dalam kehidupan sosial. 2. Teori Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antar individu dengan individu atau individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok yang terjalin didalam kehidupan bermasyarakat. 3. Masyarakat desa adalah masyarakat desa adalah masyarakat yang tinggal di suatu kawasan, wilayah, teritorial tertentu yang disebut desa. 4. Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu suatu usaha budidaya tanaman, dimana perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak sebagai inti sedangkan rakyat merupakan plasma dan perusahaan inti memiliki kewajiban untuk membangun kebun plasma dan membeli hasinya. Masyakat dan perusahaan perkebunan besar saling menjalin kerja sama dalam pengelolaan perkebunan sawit yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 5. Kebun plasma adalah areal wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan inti. 6. Modal sosial adalah jumlah sumber-sumber daya, aktual atau virtual (tersirat) yang berkembang pada seorang individu atau sekelompok individu karena kemampuan untuk memiliki suatu jaringan yang dapat bertahan lama dalam hubungan-hubungan yang lebih kurang telah diinstitusikan berdasarkan pengetahuan dan pengenalan timbal balik. Modal sosial sangat diperlukan didalam kehidupan masyarakat, karena modal sosial dapat memperkuat hubungan antar individu dengan indivu atau antar kelompok.