2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk.

dokumen-dokumen yang mirip
AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU MOHAMMAD IRFAN C

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forskal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

Uji Organoleptik Ikan Mujair

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Harryara Sitanggang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.)

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan bandeng (Chanos chanos Forskall) (Anonim a 2009)

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Morfologi ikan patin (Susanto dan Heru 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

3. METODOLOGI 3.1 Pelaksanaan Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

PAPER BIOKIMIA PANGAN

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Ikan bandeng (Chanos chanos) dari Tanjung Pasir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN.

BAB III BAHAN DAN METODE

KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA PANEN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING RIJAN ZAKARIA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

TATI NURHAYATI, ELLA SALAMAH, MOHAMMAD IRFAN, RONI NUGRAHA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

III. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Sosis ikan SNI 7755:2013

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

PERANAN ENZIM PROTEASE JEROAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) DALAM PROSES KEMUNDURAN MUTU NINA FENTIANA

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II MENGUJI PENYEBAB KERUSAKAN

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kemunduran mutu ikan sebelumnya (IFFI-1). Kedua instrumen ini

BIOLOGI. Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

Gambar 1 Tanaman P. guajava var. pomifera Sumber: Parimin (2007)

11 Volume 5. Nomor 2. Tahun 2011 ISSN

BAB I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) Ikan bandeng atau milkfish termasuk ikan yang sudah lama dikenal di Indonesia. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan sering dijumpai di daerah dekat pantai atau litoral. Ikan bandeng merupakan ikan bertulang keras (Teleostei) dengan habitat di perairan payau. Diantara Genus-nya, ikan bandeng hanya terdapat satu spesies, yaitu ikan bandeng (Chanos chanos). Klasifikasi ikan bandeng menurut Nelson (1984) adalah: Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Gonorhynchiformes Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chamos (Forskal 1775) Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk.png) Ikan bandeng memiliki ciri ciri morfologi berupa tubuh berbentuk pipih, sirip dorsal 13-17, sirip anal 9-11, sirip caudal 16. Ikan bandeng memiliki mulut kecil dan tidak bergigi. Ikan bandeng dapat mencapai ukuran 30-90 cm (Nelson 1984). Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang terdapat pada perairan dekat pantai atau pertemuan antara air laut dan air tawar (payau). Secara geografis, ikan ini hidup di daerah tropis maupun sub-tropis pada batas 30 0 LU 40 0 LS. Ikan bandeng tersebar di perairan Indo-Pasifik mulai dari pantai timur Afrika, laut merah, pantai barat dan timur India, Asia Tenggara, bagian

6 selatan Jepang, pantai utara Australia, sampai ke pantai barat California, dan Meksiko (Saparinto 2009). Ikan bandeng sudah lama dikenal di negara Indonesia sebagai ikan yang banyak dipelihara di tambak yang tersebar hampir di seluruh pulau besar di Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi). Ikan ini telah banyak dikonsumsi masyarakat baik ikan segar maupun dalam bentuk olahan. Ikan ini juga dipelihara di Filipina dan Taiwan. Ikan bandeng ini ditempat lain disebut banding, mulch, agam (Sumatera), bolu (Bugis), bangos (Filipina) dan sabahi (Taiwan) (Saparinto 2009). 2.2 Kandungan Gizi Ikan Bandeng Bandeng merupakan komoditas perikanan payau yang rasanya cukup enak dan digemari masyarakat. Selain itu ikan bandeng mempunyai nilai gizi yang tinggi, aman dan sehat dimakan. Kandungan gizi ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi ikan bandeng per 100 g bahan Kandungan Gizi Jumlah Satuan Air 66 g Kalori 129 Kal Protein 20 g Lemak 4,8 g Ca 20 mg P 150 mg Fe 2 mg Vitamin A 150 SI Vitamin B1 0,05 mg Vitamin C - - Bidd 80 g Sumber: Saparinto (2009) Dikarenakan kandungan gizi-nya yang cukup baik, ikan bandeng telah sejak lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Pengolahan ikan bandeng sebagai bahan makanan antara lain bandeng presto, bandeng cabut duri, bandeng bakar, bandeng asap (Saparinto 2009). 2.3 Kulit Ikan Kulit ikan sama seperti vertebrata yang lain, terdiri dari dua jaringan, yaitu bagian luar yang disebut epidermis dan bagian dalam yang disebut dermis (corium). Sisik menempel pada kulit ikan yang berfungsi sebagai pelindung dari

7 kerusakan mekanis, seperti benturan pada ikan. Kulit ikan mengandung air 69,6 %, protein 26,9 %, abu 2,5 % dan lemak 0,7 % (Koehler 1990). Bagian-bagian dari kulit ikan dapat dilihat pada Gambar 2. 1 2 3 4 Gambar 2. Bagian-bagian dari Kulit Ikan (1= epidermis; 2= dermis/ corium; 3= jaringan ikat; 4= otot rangka) (Koehler 1990) Pemanfaatan kulit ikan tidak hanya terbatas sebagai bahan pangan tetapi juga untuk produk non-pangan. Kulit ikan diketahui memiliki unsur utama berupa protein kolagen yang banyak digunakan untuk bahan baku kulit olahan serta bahan perekat (Adawyah 2007). Kulit ikan akan mengalami kemunduran mutu seperti bagian ikan yang lain ketika ikan mati. Kulit ikan rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas bakteri dan enzim sehingga diperlukan pengetahuan mengenai kemuduran mutu pada kulit ikan serta untuk menstabilkannya (Gimenez et al. 2005). Enzim-enzim yang banyak berperan dalam kemunduran mutu kulit seperti halnya pada ikan adalah enzim-enzim proteolitik seperti enzim katepsin dan kolagenase (Haard 1994). 2.4 Mutu Ikan Mutu ikan adalah ciri-ciri dari ikan yang memenuhi permintaan atau batas toleransi dari konsumen. Mutu ikan sangat penting karena merupakan sesuatu yang bersifat mutlak untuk pemanfaatan ikan baik sebagai bahan pangan maupun sebagai bahan baku industri. Mutu ikan berkaitan dengan kesegaran ikan. Ikan yang segar mempunyai dua pengertian, yang pertama adalah ikan yang baru saja ditangkap, tidak disimpan atau diawetkan. Kedua, ikan yang mutunya masih baik, disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu yang tidak berubah serta belum mengalami kemunduran mutu baik secara fisik, kimia maupun biologis, misalnya ikan-ikan yang disimpan dingin atau beku (Huss 1995).

8 Tingkat kesegaran memberikan kontribusi utama terhadap mutu ikan. Kesegaran ikan sangat penting bagi mutu dari produk yang dihasilkan pada semua produk perikanan. Secara umum, ada dua metode utama yang biasa digunakan untuk menilai kesegaran dan mutu ikan, yaitu metode sensori (subyektif) dan non-sensori (obyektif) (Robb 2002). Mutu suatu komoditas meliputi unsur-unsur mutu yang terlihat dan tersembunyi serta dapat diukur dan tidak dapat diukur. Unsur mutu terdiri dari 3 kategori (Soekarto 1990), yaitu: (1) Sifat mutu, yaitu sifat yang dapat diukur langsung secara subyektif atau obyektif; (2) Parameter mutu, yaitu besaran yang mencirikan sifat mutu suatu produk; (3) Faktor mutu, yaitu hal-hal yang tidak dapat diukur dan diamati secara langsung, seperti varietas, faktor genetik dan asal daerah. Ikan yang masih segar dapat ditentukan dengan beberapa parameter kesegaran ikan. Parameter-parameter tersebut merupakan standar mutu ikan. Parameter-parameter tersebut didapat dari sifat atau ciri fisika, kimia serta aktivitas mikrobiologis pada ikan yang menyebabkan ikan mengalami kemunduran mutu. Standar mutu ikan dapat dijadikan acuan untuk menentukan kesegaran ikan. Berikut ciri-ciri fisik ikan segar dan ikan yang mulai membusuk pada Tabel 2. Tabel 2. Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai busuk Ikan Segar Ikan Mulai Busuk Kulit - Warna kulit terang dan jernih Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut - Warna-warna khusus yang masih ada dan terlihat jelas - Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak - Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu - Kulit mudah sobek dan warna-warna khusus sudah hilang Sisik - Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas Mata - Mata tampak terang, jernih, menonjol dan cembung - Sisik mudah terlepas dari tubuh - Tampak suram, tenggelam dan berkerut

9 Ikan Segar Insang - Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamela insang terpisah - Insang tertutup oleh lender berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan Daging - Daging kenyal - Daging dan bagian tubuh lain berbau segar - Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan - Daging melekat pada tulang - Daging perut utuh dan kenyal - Warna daging putih Ikan Mulai Busuk - Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan - Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung - Daging lunak - Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk - Bila daging ditekan dengan jari tampak bekas lekukan - Daging mudah lepas dari tulang - Daging perut lunak dan isi perut sering keluar - Daging berwarna kuning kemerahan-merahan terutama di sekitar tulang punggung Bila Ditaruh dalam Air - Ikan segar akan tenggelam - Ikan yang sudah sangat busuk akan mengapung Sumber: Adawyah (2007) Selain ciri-ciri fisik, kesegaran ikan dapat dilihat dari parameter kimia (kadar air, ph, total volatile base (TVB), TBA, kadar histamin) dan aktivitas mikrobiologisnya. Badan Standarisasi Nasional (BSN) memberikan suatu standar dalam menentukan mutu ikan. Berikut persyaratan mutu ikan segar berdasarkan SNI 01-2729-2006 (BSN a 2006) pada Tabel 3. Tabel 3. Persyaratan mutu ikan segar Jenis Uji Satuan Persyaratan a. Organoleptik Angka (1 9) Minimal 7 b. Cemaran mikroba*: - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio Cholerae c. Cemaran kimia*: - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Cadmium (Cd) Koloni/g APM/g APM/25 g APM/25 g mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 5,0 x 10 5 Maksimal < 2 Negatif Negatif Maksimal 0,5 Maksimal 0,4 Maksimal 100 Maksimal 0,1 d. Parasit* Ekor Maksimal 0 *) Bila Diperlukan Sumber: BSN a (2006)

10 2.5 Kemunduran Mutu Ikan Kemunduran mutu pada ikan terjadi setelah ikan itu mati (post mortem). Setelah ikan mati, akan terjadi perubahan pada ikan yang menuju kepada kebusukan. Kemunduran mutu yang terjadi pada ikan disebabkan oleh beberapa hal seperti, aktivitas mikrobiologi, aktivitas enzim, oksidasi lipid dan reaksi browning. Berikut perubahan yang terjadi setelah ikan mati menurut Eskin (1990) pada Gambar 3. Ikan mati Sirkulasi darah terhenti Sistem syaraf dan hormon terhenti Suplai vitamin, antioksidan terhenti Suplai oksigen terhenti Keseimbangan osmotik rusak Akumulasi bakteri Penurunan Suhu Potensial redoks menurun Pemadatan lemak Respirasi aerob terhenti (glikogen CO 2 ) Respirasi anaerob terjadi (glikogen asam laktat) Penguraian fosfat berenergi tinggi Penurunan ph Kemunculan rigor mortis Denaturasi protein Pembebasan dan pengaktifan katepsin Protein melepaskan Ca 2+ dan mengikat K + Oksidasi lemak dan ketengikan Akumulasi metabolit, pemicu flavour, dll. Perubahan warna Penguraian protein Pertumbuhan bakteri Gambar 3. Perubahan akibat terhentinya aliran darah setelah ikan mati (Eskin 1990)

11 Perubahan pasca kematian ikan (post mortem) terjadi setelah ikan mati dan aliran darah terhenti. Hasil dari terhentinya peredaran darah adalah serangkaian reaksi yang sangat kompleks dalam otot. Pengaruh yang cepat dari berhentinya peredaran darah dan penghilangan darah dari jaringan otot adalah kurangnya pemasukan oksigen ke dalam jaringan. Akibatnya jaringan tidak mampu membentuk kembali adenosin trifosfat (ATP) sebagai bahan energi sel, karena mekanisme transport elektron dan fosforilasi oksidatif segera terhenti. Hal ini menyebabkan respirasi anaerob yang menghasilkan asam laktat pada sel sehingga ph turun. Setelah ph turun, enzim proteolitik terutama katepsin akan bebas dan aktif kemudian mendegradasi protein. Pemecahan protein akan memacu pertumbuhan bakteri sehingga ikan akan semakin menunjukkan tanda-tanda kebusukan (Eskin 1990). Proses kemunduran mutu ikan berlangsung cepat dikarenakan ikan merupakan bahan pangan yang cepat membusuk (highly perishable foods). Kecepatan kemunduran mutu ikan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi spesies, ukuran, jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi kondisi pembudidayaan, penanganan pasca panen serta sifat-sifat biokimia ikan (DKP dan JICA 2008). Proses kemunduran mutu ikan terbagi menjadi beberapa fase sesuai dengan urutan perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati. Fase kemunduran mutu tersebut secara umum menurut Junianto (2003) adalah: fase pre rigor, rigor mortis, post rigor dan busuk. Fase-fase ini berkaitan erat dengan perubahan fisik, biokimiawi dan aktivitas bakteri yang diakibatkan terhentinya aliran darah setelah ikan mati. 2.5.1 Pre rigor Fase pre rigor merupakan perubahan yang terjadi pertama kali ketika ikan mati. Perubahan ini ditandai dengan pelepasan lendir dari permukaan dibawah kulit ikan. Perubahan ini terjadi karena terhentinya peredaran darah yang membawa oksigen dan energi untuk kegiatan metabolismenya. Meskipun ikan telah mati namun masih terjadi proses enzimatis. Proses ini berjalan tanpa kendali sehingga terjadi perubahan biokimia yang luar biasa (Yunizal dan Wibowo 1998).

12 Pada fase ini, terjadi penurunan kadar ATP dan kreatin fosfat serta perubahan glikogen menjadi asam laktat akibat respirasi anaerob. Hal ini akan menyebabkan turunnya ph pada ikan pada tahap selanjutnya. Tahap ini biasanya akan terjadi 1-7 jam setelah ikan mati (Adawyah 2007). 2.5.2 Rigor mortis Fase selanjutnya adalah fase rigor mortis. Pada fase ini daging ikan menjadi lebih keras dari sebelumnnya. Daging ikan menjadi lebih keras dikarenakan terjadinya penggabungan protein aktin dan miosin menjadi kompleks aktin dan miosin yang bersifat irreversible (DKP dan JICA 2008). Pada fase ini belum terjadi aktivitas bakteri yang berarti, ph ikan masih turun dikarenakan penumpukan asam laktat sehingga bakteri belum bisa tumbuh dengan baik (Adawyah 2007). Fase rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan. Hal ini karena fase ini dapat dijadikan petunjuk bahwa ikan masih segar. Fase ini dihindari pada industri fillet ikan karena daging ikan menjadi keras dan sulit untuk dilakukan pem-fillet-an (Huss 1995). 2.5.3 Post rigor Setelah fase rigor mortis berakhir, ikan akan mengalami fase post rigor dimana daging ikan menjadi lemas kembali. Fase ini merupakan awal dari kebusukan ikan. Pada awalnya fase ini akan meningkatkan derajat penerimaan konsumen dikarenakan daging ikan akan lemas kembali. Setelah itu akan terjadi autolisis oleh enzim sehingga terjadi pendegradasian protein. Bakteri tumbuh pesat dikarenakan ph ikan mulai naik akibat degradasi protein oleh enzim yang menyediakan nutrien protein sederhana bagi bakteri (Huss 1995). Proses autolisis oleh enzim mulai berlangsung pada tahap post rigor. Autolisis serta aktivitas bakteri juga akan menaikkan tingkat basa volatil yang terdapat pada ikan. Hal ini akan menyebabkan perubahan tekstur, rasa serta bau pada ikan (Poli et al. 2005). 2.5.4 Busuk Fase busuk menandai akhir dari kemunduran mutu pada ikan dimana ikan tidak dapat lagi dikonsumsi. Fase ini ditandai dengan meningkatnya bakteri

13 pembusuk pada ikan. Tekstur, rasa dan bau sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Fase busuk ditandai dengan perubahan yang jelas pada tubuh ikan. Akan terjadi perubahan baik pada tekstur, rasa dan bau ikan. Nilai ph ikan akan naik akibat basa volatil yang terus menumpuk serta aktivitas bakteri yang meningkat pesat (Huss 1995). Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri. Meski begitu, dalam beberapa hal beberapa tindakan dapat dilakukan. Misalnya, untuk ikan budidaya dipuasakan lebih dulu paling tidak 4 jam sebelum dipanen sehingga ikan tidak dalam kondisi kenyang ketika dipanen. Usaha yang paling dapat dilakukan adalah menangani faktor eksternal karena berkaitan dengan tindakan dan lingkungan yang diberikan (Junianto 2003). Sifat ikan yang mudah rusak merupakan masalah bagi pemanfaatan ikan. Apalagi bila ikan akan didistribusikan ke tempat yang jauh dari tempat penangkapan maupun tempat budidaya ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang cepat menurun, dua strategi dasar telah dikembangkan di seluruh dunia, yaitu penyimpanan dingin (chilling) dan penyimpanan beku (frozen) (FAO 2007 diacu dalam Medina et al. 2009). Produk yang disimpan dalam suhu dingin ((-1)-5 0 C) dan suhu beku ((-30) 0 C atau lebih rendah lagi) mendominasi pasar produk perikanan saat ini dan terus berkembang. Penyimpanan dingin dan beku diketahui dapat mencegah aktivitas bakteri namun kurang efektif untuk mencegah autolisis akibat enzim pada ikan (Huss 1995). 2.6 Metode Penentuan Kesegaran Ikan Kesegaran merupakan tolak ukur untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan tidak. Penentuan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor sensori, kimia dan mikrobiologi. Berdasarkan kesegarannya ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan yang tingkat kesegarannya baik sekali (prima), ikan

14 yang kesegarannya baik (advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang), ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk) (Adawyah 2007). Penentuan ikan secara sensori/organoleptik merupakan cara yang mudah, cepat dan praktis. Cara organoleptik merupakan cara penilaian dengan hanya menggunakan panca indera manusia. Metode ini termasuk ke dalam metode subyektif. Penilaian secara organoleptik dapat menggunakan standar penilaian organoleptik SNI 01-2346-2006 yang dibuat oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) (BSN b 2006). Metode penentuan kesegaran ikan secara kimia yang biasa dilakukan adalah pengukuran ph ikan, analisis kandungan basa-basa volatil (TVB). Sedangkan untuk analisis mikrobiologi menggunakan total plate count (TPC). Nilai ph dapat dijadikan ukuran kesegaran ikan karena ikan yang sudah tidak segar akan memiliki ph yang tinggi (basa). Hal ini disebabkan reaksi biokimiawi yang terjadi pada ikan (Adawyah 2007). Parameter kimia lain yang sering digunakan adalah kandungan basa-basa volatil atau total volatile base (TVB). Nilai TVB dapat dijadikan sebagai parameter indeks kesegaran ikan karena basa volatil terakumulasi dalam daging ikan sampai pada tahap kebusukan. Adapun batas penerimaan ikan ditinjau dari kandungan TVB, yaitu sebesar 20-30 mg N/100 g ikan. Hal ini dipengaruhi oleh jenis ikan. Berikut tingkat kesegaran ikan berdasarkan TVB menurut Farber (1965), yaitu: - Ikan sangat segar dengan kandungan TVB 10 mg N/100 g atau lebih kecil; - Ikan segar dengan kadar TVB sebesar 10 20 mg N/100 g; - Ikan yang berada pada garis batas kesegaran yang masih dapat dikonsumsi dengan kadar TVB 20 30 mg N/100 g; - Ikan busuk yang sudah tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia dengan kadar TVB lebih besar dari 30 mg N/100 g. Pengujian secara mikrobiologi dapat dilakukan dengan penentuan total plate count (TPC). Penentuan TPC dilakukan dengan menghitung jumlah total koloni bakteri kemudian dibandingkan dengan standar mutu ikan segar. Selain dari analisis secara organoleptik, nilai ph, TVB dan TPC, penentuan kesegaran ikan dapat dilakukan dengan aanlisis kandungan biogenik amin,

15 hipoksantin, dimetil amin, trimetil amin, amoniak, oksidasi lipid dan nilai K (Huss 1995; Adawyah 2007). 2.7 Enzim Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalis dan dapat mempercepat reaksi (Campbell dan Farrell 2007). Suatu reaksi kimia khususnya antara senyawa organik yang dilakukan dalam laboratorium membutuhkan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan waktu dan lain-lain. Apabila salah satu kondisi tidak terpenuhi maka reaksi tidak akan terjadi. Pada mahkluk hidup, proses ini dapat berlangsung dengan baik tanpa suhu tinggi dan terjadi dalam waktu relatif singkat karena adanya katalis berupa enzim. Enzim dapat mempercepat reaksi 10 8-10 11 kali lebih cepat dibanding reaksi yang dilakukan tanpa enzim. Enzim memiliki cara kerja dengan kekhasan yang tinggi dimana enzim hanya akan bekerja pada substrat tertentu (lock and key) (Poedjiadi 1994). Enzim diketahui merupakan salah satu penyebab kemunduran mutu pada ikan. Enzim yang berperan dalam kemunduran mutu ikan merupakan jenis enzim proteolitik. Enzim ini bekerja dengan substrat protein. Enzim ini berperan dalam pendegradasian jaringan tubuh ikan yang sebagian besar merupakan protein. Enzim proteolitik juga diketahui mempercepat pertumbuhan bakteri pembusuk pada ikan dengan mendegradasikan protein pada jaringan tubuh ikan menjadi lebih sederhana dan menjadi sumber nutrien bagi bakteri pembusuk (Huss 1995). Enzim-enzim yang berperan dalam kemunduran mutu ikan telah berhasil diketahui. Enzim-enzim ini merupakan enzim proteolitik yang menyebabkan autolisis pada ikan. Secara umum enzim proteolitik yang menyebabkan kemunduran mutu pada tubuh ikan dapat dilihat pada Tabel 4.

16 Tabel 4. Jenis-jenis enzim autolisis pada ikan Enzim Substrat Perubahan yang terjadi Enzim glikolitik Glikogen Produksi asam laktat ATP dan penurunan ph Nukleotidase ADP AMP IMP daging, gaping Kehilangan rasa kesegaran, hipoksantin Pencegahan Penyimpanan suhu dingin Penyimpanan suhu dingin Katepsin Protein, peptida Pelunakan jaringan Penanganan ikan dengan baik Karboksipeptidase Protein, peptida Autolisis jaringan pencernaan (belly bursting) Penyimpanan suhu beku Kalpain Protein miofibril Pelunakan daging Penghilangan kalsium Kolagenase Jaringan ikat Pelunakan jaringan, gaping Penyimpanan suhu dingin TMAO dimetilase TMAO Formaldehida Penyimpanan suhu beku Sumber: Huss (1995) 2.7.1 Enzim katepsin Enzim katepsin merupakan enzim yang berperan dalam kemunduran mutu ikan. Beberapa enzim lain diketahui memiliki hubungan dengan kemunduran mutu ikan namun enzim katepsin merupakan enzim yang paling banyak ditemukan dalam jaringan tubuh ikan. Enzim katepsin merupakan enzim protease yang ditemukan tersimpan dalam organel sel yang bernama lisosom. Pada ikan yang masih hidup, enzim katepsin tidak aktif namun langsung aktif ketika ikan mati (Huss 1995). Enzim katepsin tersimpan dalam lisosom sehingga enzim ini dinamai juga enzim lisosom proteinase. Enzim katepsin terdiri dari beberapa jenis, seperti katepsin A, katepsin B, katepsin C, katepsin D, katepsin H dan katepsin L. Enzim katepsin bekerja optimum pada kisaran ph asam. Daging ikan mengadung katepsin D lebih banyak dibandingkan dengan mamalia lain. Katepsin A, B, C, H dan L termasuk ke dalam serin proteinase, sedangkan katepsin D termasuk ke dalam aspartat proteinase. Berikut jenis-jenis enzim lisosom proteinase yang terdapat pada ikan pada Tabel 5.

17 Tabel 5. Jenis-jenis enzim lisosom proteinase pada Ikan Enzim Famili Aktivitas Asal enzim ph optimum Katepsin B Sistein Endopeptidase Otot dari berbagai spesies ikan Katepsin H Sistein Endopeptidase Otot ikan salmon Kemampuan degradasi 6,5-7 Miosin dan miofibril 7 Miosin Katepsin J Sistein Endopeptidase - - - Katepsil L Sistein Endopeptidase Otot ikan salmon dan mackerel Dipeptidil peptidase (Katepsin C) Sistein Eksopeptidase Otot berbagai spesies ikan Katepsin D aspartat Eksopeptidase Otot berbagai spesies ikan - Miosin dan miofibril - - 3,5 Aktin dan miosin Dipeptidil peptidase II Sistein Eksopeptidase - - - karboksipeptidase Karboksipeptidase (Katepsin dan I) A A Serin Eksopeptidase Otot dari berbagai spesies ikan 5-6 - Katepsin S Sistein Eksopeptidase Otot mackerel - - Sumber : Goll et al. (1989) diacu dalam Shahidi dan Botta (1994) 2.7.2 Enzim kolagenase Enzim kolagenase secara umum didefinisikan sebagai enzim yang mampu mendegradasi ikatan polipeptida. Enzim ini dibagi menjadi dua tipe yang berbeda berdasarkan fungsi fisiologisnya. Serin kolagenase berkaitan dengan produksi hormon dan farmakologi-peptida aktif sebagai fungsi seluler. Fungsi tersebut meliput pencernaan protein, penggumpalan darah, fibrinolisis, aktivasi kompleks dan fertilisasi. Enzim tipe ini digunakan secara luas dalam industri kimia, obat, makanan dan eksperimen biologi molekuler. Tipe kedua dari enzim ini adalah metalokolagenase yang terdiri dari zinc yang membutuhkan kalsium untuk

18 kestabilan. Metalokolagenase termasuk ke dalam enzim ekstraseluler yang berat molekulnya bervariasi dari 30-150 kda (Kim et al. 2002). Enzim kolagenase merupakan enzim dari famili metaloprotease peptidase yang bekerja pada substrat kolagen. Pengaturan dari enzim kolagenase merupakan proses yang kompleks namun enzim kolagenase disintesis dan disekresikan pada jaringan ikat (Hagen et al. 2008). Enzim ini memiliki sifat yang stabil pada suhu rendah dan kehilangan aktivitasnya pada suhu diatas 40 o C (Shahidi dan kamil 2001). 2.8 Peranan Enzim Katepsin dan Kolagenase dalam Kemunduran Mutu Ikan Enzim katepsin dan enzim kolagenase berperan dalam kemunduran mutu ikan. Enzim katepsin dan kolagenase berperan dalam autolisis jaringan ikan. Enzim katepsin mendegradasi terutama bagian daging ikan sedangkan kolagenase mendegradasi jaringan ikat pada ikan. Kedua enzim ini memiliki hubungan yang sejalan dengan kemunduran mutu ikan (Hagen et al. 2008). Aktivitas katepsin pada kemunduran telah banyak diteliti dan diketahui bahwa katepsin berperan dalam degradasi protein dan pelunakan daging ikan. Katepsin dapat mendegradasi banyak jenis protein. Katepsin B berperan dalam degradasi miosin rantai panjang, troponin I dan T. Katepsin B diketahui dapat mendegradasi protein kolagen. Katepsin L mendegradasi sebagian besar struktur protein miofibril seperti aktin dan miosin. Katepsin H berperan dalam mendegradasi troponin I. Enzim katepsin mulai aktif ketika ph ikan turun dikarenakan enzim ini memiliki ph optimum pada kisaran ph asam (Hagen et al. 2008). Enzim kolagenase berperan dalam autolisis jaringan ikat pada ikan. Kolagenase menyebabkan kerusakan daging ikan dengan peristiwa gaping atau pecahnya miotom pada daging ikan sehingga mempercepat kemunduran mutu pada ikan. Enzim ini juga berperan dalam pelunakkan daging ikan dan pemendekan otot ikan. Pada kemunduran mutu ikan, enzim kolagenase akan mendegradasi protein kolagen yang menyebabkan pelunakan awal dari jaringan ikan (Sato et al. 1997 diacu dalam Hernandez-herrero et al. 2003).