HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Kinerja Metode Kondisi Shift Outlier

dokumen-dokumen yang mirip
DATA DAN METODE Data Data Simulasi Data Sekunder

PERBANDINGAN METODE KEKAR BIWEIGHT MIDCOVARIANCE DAN MINIMUM COVARIANCE DETERMINANT DALAM ANALISIS KORELASI KANONIK FREZA RIANA

, dengan. Karakteristik dari vektor peubah acak X dan Y sebagai berikut:

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( )

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

2

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Lampiran 1. Pembangkitan Ukuran Data Kelompok dan Proporsi Pencilan

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA RESMI STATISTIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa penelitian sering sekali melibatkan banyak variabel. Hal ini

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, sehingga sasaran untuk supervisi akademik adalah guru.


BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA JAKARTA, MEDAN, DAN UJUNG PANDANG

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

(R.14) METODE MINIMUM COVARIANCE DETERMINANT PADA ANALISIS REGRESI LINIER BERGANDA DENGAN KASUS PENCILAN

POLICY UPDATE WIKO SAPUTRA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

Disabilitas. Website:

Action Script. Halaman Enter Layout. fscommand("fullscreen",true); Halaman Menu Utama. Pada Frame 50 Stop(); Halaman Pulau Jawa

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

Tembusan : kepada Yth. Bapak Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (sebagai laporan).

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016

Transkripsi:

17 HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi Perbandingan kinerja metode BICOV dan MCD dalam AKK melalui data simulasi dimaksudkan untuk mencari metode kekar yang memberikan nilai MSE paling minimum. Kinerja kedua metode diukur melalui berdasarkan berbagai, kondisi pencilan, proporsi pencilan, jumlah pengamatan dan gugus peubah dengan data pencilan. Hasil keseluruhan simulasi dapat diamati pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Penjelasan nilai MSE pada lampiran tersebut digambarkan pada Gambar 4 sampai dengan Gambar 15. Keseluruhan gambar menunjukkan perbandingan kinerja ketiga metode yaitu Klasik (garis dengan simbol lingkaran), BICOV (garis dengan simbol persegi) dan MCD (garis dengan simbol segitiga). Sumbu absis menunjukkan proporsi pencilan dan sumbu ordinat menunjukkan nilai MSE dari korelasi kanonik pertama. Semakin rendah posisi garis semakin kecil nilai MSE yang berarti semakin baik kinerja suatu metode. Sebaliknya, semakin tinggi posisi garis semakin besar nilai MSE yang berarti semakin buruk kinerja suatu metode. Kinerja Metode Pada bagian ini ditunjukkan kinerja dari ketiga metode, yaitu metode klasik, BICOV, dan MCD dengan kondisi pencilan shift outlier, scale outlier, dan radial outlier untuk sejumlah proporsi pencilan dengan jumlah pengamatan contoh yang berbeda. Kondisi Shift Outlier Gambar 4 menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum dengan pola grafik yang konsisten. Keseluruhan nilai MSE memberikan nilai yang sama sebesar 0.02 untuk setiap proporsi pencilan yang berbeda pada gugus X*Y dan gugus X*Y*, sedangkan metode klasik dan MCD tampak tidak kekar. Pola grafik metode klasik menunjukkan bahwa pertambahan proporsi pencilan diikuti bertambahnya nilai MSE. Sebaliknya secara umum nilai MSE dari metode MCD menurun dengan penambahan proporsi pencilan. Gambar 5 menunjukkan bahwa metode klasik memberikan nilai MSE paling maksimum dengan pola grafik yang berubah-ubah untuk gugus X*Y dan

18 gugus X*Y*. Berbeda dengan metode klasik, metode MCD menunjukkan pola grafik yang konsisten mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan 10%, akan tetapi pola grafik berubah pada proporsi pencilan 12%. Dibandingkan kedua metode tersebut, metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum, sebesar 0.02 dengan pola grafik yang konsisten untuk setiap proporsi pencilan. Gambar 4 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier, n c =50 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 5 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier, n c =50 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 6 dan Gambar 7 menggambarkan gugus data dengan kondisi shift outlier dan serta jumlah pengamatan yang sama N c =100. Gambar 6 untuk semua proporsi pencilan menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum dengan pola grafik yang konsisten. Pada gugus X*Y dengan proporsi pencilan 2% hingga 10% memberikan nilai MSE yang sama sebesar 0.01 dan 0.02 untuk proporsi pencilan 12%. Sedangkan pada gugus X*Y* memberikan nilai MSE yang sama sebesar 0.01 untuk tiap hasil simulasi dengan proporsi pencilan yang berbeda. Metode klasik dan MCD memberikan nilai MSE yang lebih besar dibandingkan metode BICOV, dengan pola grafik yang tidak konsisten.

19 Berdasarkan grafik pada Gambar 7, terlihat bahwa pola grafik dari metode klasik berubah-ubah dan memberikan nilai MSE paling maksimum. Pada metode MCD, pola grafik menunjukkan kekonsistenan untuk gugus X*Y dengan nilai MSE sebesar 0.02. Namun pada gugus X*Y* pola grafik yang ditunjukkan hanya konsisten sampai proporsi pencilan 10% saja sebesar 0.02, kemudian berubah menjadi 0.3 pada proporsi pencilan 12%. Pola grafik yang konsisten dan memberikan nilai MSE paling minimum adalah metode BICOV. Keseluruhan nilai MSE yang diberikan metode BICOV sebesar 0.01 pada setiap hasil simulasi untuk setiap proporsi pencilan. Gambar 6 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier, n c =100 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 7 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier, n c =100 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Keseluruhan hasil simulasi pada kondisi shift outlier menunjukkan bahwa metode BICOV mampu meminimumkan nilai MSE dengan pola grafik yang konsisten mulai dari gugus data tanpa pencilan sampai dengan proporsi pencilan 12 %, baik untuk gugus X*Y maupun gugus X*Y*. Kondisi Scale Outlier Berdasarkan grafik pada Gambar 8 terlihat bahwa pola grafik metode klasik berubah-ubah dan memberikan nilai MSE yang paling maksimum.

20 Sedangkan pada metode MCD, nilai MSE yang diberikan lebih rendah, sebesar 0.08 untuk gugus data tanpa pencilan dan sampai dengan proporsi pencilan 4% untuk gugus X*Y. Kemudian pada proporsi pencilan 6% sampai dengan 12% memberikan nilai MSE sebesar 0.07. Pola grafik yang berubah-ubah juga terlihat pada gugus X*Y* dengan nilai MSE 0.08, 0.07, 0.08 untuk proporsi pencilan 0%, 2%, 4%, kemudian 0.03 untuk proporsi 6%, selanjutnya pada proporsi pencilan 8% sampai dengan 12% menghasilkan nilai MSE yang sama sebesar 0.07. Dibandingkan metode MCD, metode BICOV memberikan nilai MSE lebih minimum, terlihat dengan pola grafik yang paling rendah untuk gugus X*Y dan gugus X*Y* dengan proporsi pencilan mulai dari 2% sampai dengan proporsi pencilan terbesar. Nilai MSE untuk gugus X*Y yaitu 0.02 pada proporsi pencilan 2% sampai dengan 4% dan 0.03 mulai dari 6% sampai dengan proporsi pencilan terbesar. Pada gugus X*Y* dengan proporsi pencilan 2% sampai dengan 10%, nilai MSE yang diberikan sama sebesar 0.02, hanya pada proporsi pencilan 12%, nilai MSE sebesar 0.03. Gambar 8 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K 1 =100, n c =50 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 9 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K 2 =144, n c =50 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 9 menunjukkan bahwa metode BICOV merupakan metode yang memberikan nilai MSE yang paling minimum untuk setiap jumlah proporsi

21 pencilan yang berbeda pada gugus X*Y dan gugus X*Y*, terlihat dengan pola grafik yang ditunjukkan. Sedangkan kinerja metode klasik dan metode MCD terlihat tidak kekar, yang ditunjukkan dengan pola grafik yang berubah-ubah. Kondisi yang sama untuk gugus X*Y dan gugus X*Y*, yaitu scale outlier dengan faktor pengali K= 100 dan K=144 serta jumlah pengamatan Nc=100 yang tertera pada Gambar 10 dan Gambar 11. Berdasarkan grafik pada Gambar 10, pada gugus X*Y menunjukkan bahwa metode klasik menghasilkan nilai MSE paling maksimum, dengan pola grafik yang semakin menaik untuk setiap pertambahan proporsi pencilan mulai dari 2% sampai dengan 12%. Dibandingkan dengan metode klasik, metode MCD menunjukkan pola grafik yang konsisten, dengan memberikan nilai MSE sebesar 0.03 mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan 12%. Namun dibandingkan dengan metode MCD, metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum, terlihat dari pola grafik mulai dari gugus pengamatan dengan proporsi pencilan 2% sampai dengan 8% sebesar 0.02 dan 0.01 untuk proporsi pencilan 10% sampai dengan 12%. Gugus X*Y* pada Gambar 10 menunjukkan bahwa metode klasik tampak tidak kekar terhadap pengamatan pencilan, terlihat dengan pola grafik yang berubah-ubah dan nilai MSE paling maksimum. Berbeda dengan metode klasik, metode MCD menunjukkan pola grafik yang kosisten, dengan memberikan nilai MSE sebesar 0.03 untuk setiap proporsi pencilan. Namun dibandingkan kedua metode tersebut, metode BICOV lebih kekar, terlihat dengan pola grafik yang konsisten dengan nilai MSE paling minimum sebesar 0.01 untuk setiap proporsi pencilan. Pola grafik pada Gambar 11 terlihat serupa dengan pola grafik pada Gambar 10. Grafik pada gugus X*Y menunjukkan bahwa nilai MSE yang diberikan oleh metode klasik paling maksimum, terlihat dari pola grafiknya yang selalu bertambah untuk setiap pertambahan proporsi pencilan. Sebaliknya, metode BICOV tampak lebih kekar, terlihat dari nilai MSE yang paling rendah dengan pola grafik yang konsisten untuk setiap proporsi pencilan. Pola grafik pada gugus X*Y* menunjukkan bahwa metode klasik tampak tidak kekar, ini ditunjukkan dari nilai MSE yang diberikan paling maksimum untuk setiap proporsi pencilan di antara metode lainnya. Sedangkan metode MCD, menunjukkan pola grafik yang konsisten dengan nilai MSE sebesar 0.02 untuk

22 setiap proporsi pencilan. Akan tetapi, dibandingkan dengan metode MCD, metode BICOV tampak lebih kekar, terlihat dengan pola grafik yang konsisten dan nilai MSE yang minimum untuk berbagai proporsi pencilan sebesar 0.01. Gambar 10 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K 1 =100, n c =100 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 11 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K 2 =144, n c =100 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Pada jumlah pengamatan N c =50 dan N c =100 dengan kondisi pencilan scale outlier menunjukkan bahwa metode klasik yang paling buruk dengan nilai MSE yang paling maksimum dan pola grafik yang berubah-ubah. Sedangkan metode MCD merupakan kinerja metode kekar yang lebih baik dibanding metode klasik. Namun dibandingkan MCD, metode BICOV merupakan metode paling kekar, dengan memberikan nilai MSE paling minimum dan pola grafik yang konsisten untuk setiap proporsi pencilan. Kondisi Radial Outlier Gugus data dengan kondisi radial outlier mengandung sifat shift outlier dan scale outlier. Grafik pada Gambar 12 dan Gambar 13 menggambarkan gugus dengan kondisi radial outlier, K=100 dan, K=144 dengan jumlah pengamatan sama N c =50 untuk gugus X*Y dan gugus X*Y*.

23 Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum di antara metode lainnya. Nilai MSE metode BICOV untuk gugus X*Y mulai dari proporsi pencilan 2% hingga 12 % adalah 0.02, 0.03, 0.03, 0.03, 0.04, dan 0.04. Sedangkan pada metode MCD memberikan nilai MSE berturut-turut mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan proporsi pencilan terbesar adalah 0.08, 0.07, 0.06, 0.06, 0.06 dan 0.06. Dibandingkan dua metode BICOV dan MCD, metode klasik tampak tidak kekar dengan nilai MSE paling maksimum. Begitu juga pada gugus X*Y*, metode klasik memberikan nilai MSE paling maksimum, terlihat dari pola grafik yang lebih tinggi di antara metode lainnya. Metode MCD memberikan nilai MSE lebih kecil daripada metode klasik, akan tetapi metode BICOV memberikan nilai MSE paling kecil mulai dari proporsi pencilan terkecil sampai dengan proporsi pencilan 12%. Gambar 12 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier K 1 =100, n c =50 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 13 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier K 2 =144, n c =50 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Pola garfik pada Gambar 13 untuk keseluruhan hasil simulasi pada gugus X*Y dan gugus X*Y* dengan proporsi pencilan 2% sampai dengan 12% menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum di antara metode klasik dan metode MCD.

24 Gambar 14 dan 15 merupakan grafik untuk gugus data dengan kondisi radial outlier, dan, serta jumlah pengamatan yang sama N c =100. Pola grafik pada Gambar 14 menunjukkan bahwa metode BICOV tampak lebih kekar dibandingkan metode klasik dan MCD, dengan nilai MSE paling minimum sebesar 0.01 untuk setiap proporsi pencilan. Begitu juga pada Gambar 15, metode BICOV menghasilkan nilai MSE paling minimum mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan 12%, dengan pola grafik yang konsisten. Gambar 14 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier dan K 1 =100, n c =100 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Gambar 15 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier dan K 2 =144, n c =100 pengamatan: Gugus X*Y, Gugus X*Y* Pada kasus gugus data dengan kondisi radial outlier, tidak satupun hasil simulasi data menunjukkan metode MCD lebih baik daripada metode BICOV. Sedangkan metode klasik merupakan metode paling buruk di antara metode lainnya. Keseluruhan hasil simulasi menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum untuk setiap proporsi pencilan 12% untuk gugus X*Y dan gugus X*Y*.

25 Penerapan Metode BICOV Pada bagian ini dibahas penerapan AKK untuk mengidentifikasi dan mengukur keeratan hubungan antara gugus data struktur ekonomi dengan gugus kesejahteraan rakyat menggunakan metode BICOV. Pertama dikemukakan statistik deskriptif dari peubah-peubah pada gugus data struktur ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, dilakukan pendeteksian pencilan pada kesuluruhan data pengamatan. Kemudian mengukur keeratan hubungan kedua gugus peubah dengan menggantikan matriks peragam klasik dengan matriks peragam BICOV. Deskripsi data struktur ekonomi dan data kesejahteraan rakyat disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 menunjukkan simpangan baku yang cukup besar terdapat pada peubah (persentase pekerja di sektor pertanian). Hal ini berarti bahwa pekerja di sektor pertanian cukup beragam di setiap provinsi. Sedangkan pada gugus peubah kesejahteraan rakyat yang tertera pada Tabel 2, peubah yang menunjukkan simpangan cukup besar terdapat pada peubah (persentase rumah tangga dengan perencanaan listrik/petromak) dan (persentase rumah tangga memiliki TV/Video/Laserdisc). Tabel 1 Statistik deskriptif gugus data struktur ekonomi Peubah Rata-rata Simpangan baku Minimum Maksimum X 1 27.22 10.22 0.22 43.25 X 2 52.84 15.94 0.83 74.6 X 3 10.55 3.98 6.01 27.07 X 4 22.16 7.63 1.69 39.20 Tabel 2 Statistik deskriptif gugus data kesejahteraan rakyat Peubah Rata-rata Simpangan baku Minimum Maksimum Y 1 11.43 6.91 4.56 35.76 Y 2 65.14 17.64 27.93 99.52 Y 3 38.67 15.75 11.2 83.3 Y 4 94.51 4.98 75.55 99.70 Y 5 14.9 5.39 8.59 34.07 Y 6 3159 604 1834 4152 Tahap berikutnya, pengidentifikasian pencilan dengan jarak Mahalanobis kekar. Pada Tabel 3, ada delapan pengamatan yang teridentifikasi sebagai

26 pencilan, terlihat dari nilai jarak mahalanobis kekar (d i 2 RD ) yang dihasilkan lebih besar dari nilai (18.3). 2 Tabel 3 Jarak Mahalanobis Kekar (d i RD ) Provinsi Jarak Mahalnobis 2 (d i RD ) Provinsi Jarak Mahalnobis 2 (d i RD ) DI Aceh 7.88 NTB 165.41* Sumatera Utara 10.67 NTT 10.97 Sumatera Barat 437.56* Timor-Timor 8.13 Riau 9.18 Kalimantan Barat 6.83 Jambi 11.69 Kalimantan Tengah 9.67 Sumatera Selatan 3.42 Kalimantan Selatan 8.21 Bengkulu 96.80* Kalimantan Timur 8.13 Lampung 6.92 Sulawesi Utara 491.22* DKI Jakarta 740.53* Sulawesi Tengah 10.83 Jawa Barat 11.50 Sulawesi Selatan 289.35* Jawa Tengah 6.95 Sulawesi Tenggara 13.52 DI Yogyakarta 13.30 Maluku 155.50* Jawa Timur 11.09 Irianjaya 11.10 Bali 139.36* 2 Keterangan: *) d i RD > Hasil korelasi kanonik pertama dari gugus peubah struktur ekonomi dan kesejahteraan rakyat sebesar 0.96. Nilai korelasi tersebut menjelaskan bahwa ada hubungan antara kedua gugus peubah tersebut sebesar 0.96. Nilai tersebut hampir sama dengan nilai korelasi kanonik pertama yang dihasilkan dengan menggunakan peragam klasik sebesar 0.98.