BAB I PENDAHULUAN. baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur

dokumen-dokumen yang mirip
Transformasi BPJS 2. September 2011

BAB I PENDAHULUAN. berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. yang tidak mampu untuk memelihara kesehatannya maka pemerintah mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

Hubungan Industrial Mengenal BPJS Tujuan dan Manfaat BPJS Mekanisme BPJS Fakultas Psikologi

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pembangunan dan jalannya roda pemerintah dilaksanakan oleh

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sudah melaksanakan pelayanan secara efektif, yaitu kualitas pelayanan yang

I. PENDAHULUAN. Selaras dengan perkembangan dan kemajuan perekonomian suatu negara, setiap

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (yang selanjutnya disebut UUD) 1945

I. PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga negara. Setiap individu,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Berlandaskan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sehari-hari. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 menyatakan

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik

PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM BPJS KESEHATAN DI PUSKESMAS KECAMATAN BALONGPANGGANG KABUPATEN GRESIK

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat diketahui kelemahan dan kekurangan jasa pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan yaitu setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan laba yang maksimum dalam rangka mempertinggi tingkat

Yoga Erlangga. Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu unsur untuk mencapai kesejahteraan.

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima Layanan Publik adalah. hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan

BAB I PENDAHULUAN. oleh instansi pemerintah, baik itu di pusat, di daerah, dan dilingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan harta yang dimiliki hanya untuk mendapatkan kesehatan, sehingga. memunculkan ungkapan bahwa sehat itu mahal.

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi atau melebihi harapan. Maka dapat dikatakan, bahwa hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat ke rumah sakit atau ke balai pengobatan itu sendiri. Hal ini tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komitmen PT. Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesehatan dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan, kualitas produk, birokrasi, fasilitas, dan biaya.

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

Harmonisasi Peraturan Per-UUan Jaminan Pensiun Menyongsong Pelaksanaan Jaminan Pensiun SJSN

BAB I PENDAHULUAN. berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum

BAB I PENDAHULUAN. harus menerapkan sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya tugas pokok dari sebuah organisasi publik adalah

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

BAB I PENDAHULUAN. Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib (mandatory) dan dilakukan

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan hak bagi setiap orang. Untuk mewujudkannya pemerintah bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan yang dilakukan oleh. tata cara dan aturan pokok yang telah ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.

BAB I PENDAHULUAN. Bergulirnya reformasi membawa perubahan dalam segala bidang. kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya pengelolaan

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

Presentasi Rapat Kerja RUU BPJS. 7 September 2011

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis harga minyak yang sempat melonjak hingga lebih dari 120 dolar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. layanan publik yang prima bagi masyarakatnya sesuai yang telah diamanatkan

PENGARUH KONTRAK PELAYANAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN LEMBAGA BIROKRASI PUBLIK PADA KANTOR DESA

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya kualitas pelayanan, maka fungsi pelayanan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penduduk Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya belum semua

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat kemajuan tiap- tiap Negara.

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. saatnya untuk diupayakan mempercepat pengembangan program. Selatan (misalnya) melalui Dekrit Presiden (1976) yang secara bertahap

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul.

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu

HAK PEKERJA ATAS JAMINAN SOSIAL PASCA TRANSFORMASI EMPAT LEMBAGA JAMINAN SOSIAL. Oleh : Ida Ayu Putu Widhiantini Desak Putu Dewi Kasih

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2004 sebagai bagian dari kewajiban pemerintah yang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

I. PENDAHULUAN. dalam kegiatan belajar mengajar dan tersedianya sekolah sekolah hingga

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara (2012:101), tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan konsep yang diperjuangkan secara reguler dalam Ilmu Politik dan Administrasi Publik sebagai upaya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai usaha reformasi birokrasi salah satunya dengan menyelenggarakan pelayanan publik. Hal ini disebabkan nilai-nilai tata pemerintahan yang baik (good governance) seperti efisensi, keadilan, transparansi, akuntabilitas, responsivitas, dan partisipasi dapat diterjemahkan serta diimplementasikan dengan lebih mudah melalui praktik penyelenggaraan pelayanan publik di dalam setiap birokrasi pemerintahan ataupun organisasi publik di Indonesia, seperti pada Kementerian, Lembaga, atau Lembaga Non-Kementerian, dan Badan Usaha Milik Negara atau Daerah. Pelayanan publik selain sebagai perwujudan tata pemerintahan yang baik (good governance) seperti yang telah dijelaskan diatas juga memiliki fungsi tersendiri bagi

2 hubungan Negara dengan rakyatnya. Menurut Sinambela (2006:5), pelayanan publik merupakan pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh Penyelenggara Negara, sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63/KEP/M.PAN/7/2003 pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Berdasarkan pengertian pelayanan publik diatas memberi pemahaman bahwa pada dasarnya Negara didirikan oleh publik dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Perwujudan kesejahteraan tersebut merupakan hak rakyat yang memang harus dipenuhi oleh Negara sebagai bentuk fungsi Negara untuk melayani rakyatnya. Kewajiban Negara Indonesia sendiri sudah tertuang dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) 1945 alinea 4 (empat) yang mana mengamanatkan bahwa salah satu tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan amanat pembukaan UUD 1945 tersebut, maka penyediaan akses berupa penyelenggaraan fungsi pelayanan menjadi penting dan wajib diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara kekuasaan dari Negara dalam upaya memenuhi kebutuhan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Fungsi pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut menurut Rawls dalam Hutagalung & Mulyana (2007:99), adalah aktualisasi kontrak sosial yang diberikan masyarakat kepada pemerintah dalam konteks hubungan Principal-Agent yaitu pemerintah melaksanakan proses pengaturan

3 alokasi sumberdaya publik dengan cara menyeimbangkan aspek penerimaan dan pengeluaran kebutuhan pelayanan secara kolektif, namun fakta yang terjadi bertolak belakang dengan praksis pelayanan publik yang dimotori pemerintah tersebut, yang mana sebagai pelaksana kontrak sosial yang digariskan sebelumnya pemerintah justru banyak memberikan masalah bagi publik yang menjadi kliennya. Hal tersebut yang akhirnya menyebabkan pemerintah banyak mendapat berbagai stigma negatif dimana pemerintah selain menjadi bagian dari solusi (a part of solution) namun juga menjadi bagian dari masalah (a part of problem), bahkan masalah utamanya dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Berbagai stigma negatif dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang bermasalah tersebut otomatis akan berpengaruh pada tujuan negara dalam mewujudkan kesejahteraan. Rasa kekecewaan maupun ketidakpuasan dalam pelayanan publik akan membuat segala dukungan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah melalui penyelenggaraan pelayanan publik menjadi berkurang mengingat pelayanan yang selama ini diberikan memiliki banyak permasalahan. Hal senada juga dikemukakan Kuncoro (2004:45), dimana kualitas pelayanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspon secara negatif. Keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah. Respon masyarakat yang sering mengeluh dan menuntut pelayanan publik terhadap instansi ataupun organisasi publik namun tetap saja hasilnya tidak sesuai dengan

4 harapan masyarakat seperti yang telah dijelaskan diatas, menurut Rusli dalam Sinambela (2006:4), dikarenakan secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan: berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan pihak yang dilayani. Pada dasarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar menghasilkan pelayanan yang sesuai dengan keinginan masyarakat bahkan pemerintah juga menyusun rancangan undang-undang tentang pelayanan publik. Namun upaya-upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah nampaknya belum optimal. Salah satu indikator yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah pada fungsi pelayanan publik yang masih dikenal dengan sifat birokratisnya dan banyak mendapat keluhan dari masyarakat karena masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat penggunanya. Pelayanan publik yang sampai saat ini menjadi isu publik di Indonesia adalah pelayanan kesehatan. Hal ini mengingat kemiskinan masih terus menjadi permasalahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang layak di Indonesia. Kemiskinan tersebut menyebabkan seseorang tidak mampu membayar biaya pemeliharaan dan perawatan kesehatan (Herdiansyah dalam Styadi, 2012:4), sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan yaitu mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau serta berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi

5 dirinya. Pembangunan kesehatan juga berperan penting karena bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pembangunan kesehatan juga harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pemerintah telah mengupayakan dengan berbagai banyak program kesehatan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang beroperasi dan diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial untuk mewujudkan tujuan diatas, yaitu melalui PT.Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), PT.Askes (Asuransi Kesehatan), PT.Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun), PT.Asabri (Asurani Sosial ABRI), JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) dan berbagai program jaminan sosial mikro lainnya tetapi cakupannya masih relatif rendah dan terbatas pada sektor formal. Badan-badan penyelenggara tersebut beroperasi secara parsial masing-masing berlandaskan undang-undang atau peraturan-peraturan yang terpisah, tumpang tindih, tidak konsisten, dan kurang tegas (Soekamto, 2006:1).. Menyadari kekurangan-kekurangan diatas, pemerintah pada akhirnya mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dengan salah satu programnya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Melalui pengesahan UU SJSN tersebut pemerintah telah melakukan reformasi secara menyeluruh dalam jaminan sosial di Indonesia. Jaminan sosial sendiri merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat memenuhi

6 kebutuhan hidup dasar yang layak sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945. Kebutuhan dasar hidup yang layak yang dimaksud oleh UU SJSN adalah kebutuhan essensial setiap orang agar dapat hidup layak demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Soekamto, 2006:10). Pengesahan pembaharuan UU SJSN tersebut kemudian menghasilkan badan hukum publik yang memiliki tugas khusus menyelenggarakan program jaminan sosial yang juga akan menggantikan seluruh badan penyelenggara asuransi sosial lainnya yang dahulunya kurang efektif dan kurang memberi manfaat pada seluruh masyarakat Indonesia. Badan hukum publik yang dibentuk tersebut merupakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang kemudian berdasarkan amanat dari peraturan UU SJSN, disyahkan ke dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang tujuannya adalah untuk menyelenggarakan jaminan sosial di Indonesia dan berperan sebagai admnistrator yang mana fungsi utamanya adalah menangani administrasi kepesertaan, melakukan penindakan hukum, pengembangan program dan pengolahan dana untuk kepentingan peserta sebagai pemangku kepentingan yang terbesar. Tranformasi keseluruhan lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial secara terencana tersebut dilakukan mengingat keberadaan beberapa BUMN terdahulu yang bertugas sebagai penyelenggara jaminan sosial seperti PT. Jamsostek (Persero), PT. Taspen (Persero), PT. Asabri (Persero) dan PT. Askes (Persero) masih diperlakuan sama dengan BUMN yang bergerak dalam bidang bukan jaminan sosial. Akibatnya, tujuan jaminan sosial yaitu maksimalisasi manfaat atau perlindungan terhadap peserta

7 tidak tercapai. Kinerja BUMN penyelenggara jaminan sosial tersebut masih diukur dengan indikator finansial layaknya perusahaan. Padahal tujuan jaminan sosial bukan untuk menjadikan pemegang saham mendapatkan laba. Jaminan sosial adalah program kewajiban Negara untuk melindungi rakyat dalam kesehatan, sementara produk yang pantas dibumn-kan adalah produk privat yang bukan hak normatif rakyat dan bukan kewajiban Negara. Sebelumnya PT.Askes selaku BUMN yang mengelola asuransi kesehatan sudah melaksanakan berbagai program kesehatan dimana separuh dari penduduk Indonesia pemegang asuransi kesehatan (sekitar 7% dari total penduduk) mendapatkan asuransi melalui PT.Askes namun kenyataannya cakupannya belum seluruh warga negara Indonesia, dimana hanya menangani aparatur negara (PNS/POLRI/TNI) dan kepesertaannya bersifat tetap (Arifianto, 2004:14). Peserta tersebut jelas mendapat gaji setiap bulannya sedangkan UUD 1945 sudah mensyaratkan bahwa seluruh rakyat baik pegawai negeri, swasta, atau pekerja mandiri, harus mendapatkan jaminan sosial yang sama, bukan hanya itu sebelum menjadi BPJS Kesehatan dalam hal pelayanan publik PT.Askes memiliki banyak permasalahan. Menurut Kristianingsih (2012:49), permasalahan utama dalam hal pelayanan pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri, dilihat dari sisi penyelenggaraanya pelayanan publik PT.Askes selama ini kurang responsif dimana respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi ataupun harapan masyarakat seringkali lambat untuk ditanggapi. Berbagai informasi yang diberikan PT.Askes juga dinilai belum maksimal atau masih kurang informatif, masih ada peserta Askes yang

8 belum tahu bagaimana prosedur pembuatan kartu dan pengajuan keluhan, bukan hanya itu PT.Askes masih sukar diakses oleh masyarakat dimana berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat. Birokratis pelayanan juga masih dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai level sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Kemungkinan staf pelayanan untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggung jawab pelayanan dalam rangka penyelesaian masalah yang terjadi dinilai masih sulit akibatnya berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian. Berbagai kekurangan dan permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan jaminan sosial yang dilakukan oleh PT.Askes tersebut membuat kehadiran BPJS Kesehatan diharapkan mampu lebih baik dari badan penyelenggara jaminan sosial terdahulunya yang mana belum bisa menjangkau seluruh masyarakat Indonesia dalam kepesertaannya dan juga dapat memperbaiki kualitas pelayanan dalam penyelenggaraan jaminan sosial terutama pelayanan kepesertaan JKN. Kualitas pelayanan dalam kepesertaan JKN akan lebih menjadi sorotan utama publik hal ini dikarenakan program JKN merupakan program terbaru pemerintah dimana kepesertaannya mengharuskan seluruh masyarakat maupun pengusaha untuk wajib mendaftarkan diri menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional di BPJS Kesehatan. Kepesertaan yang wajib dan diberlakukan untuk semua masyarakat atau pengusaha di Indonesia dengan memungut iuran setiap bulannya baik dalam keadaan tidak sakit atau sakit namun jika pelayanan kepesertaannya masih buruk seperti pada

9 penyelenggara jaminan sosial terdahulunya maka jika dibiarkan akan menimbulkan konflik dan sulit bagi para pengusaha atau masyarakat untuk memutuskan bergabung atau mendaftar dengan BPJS Kesehatan, oleh karenanya kualitas pelayanan kepesertaan JKN akan sangat menentukan persepsi masyarakat terhadap pelayanan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Pelayanan kepesertaan JKN oleh BPJS Kesehatan pada masyarakat juga memegang peranan yang sangat penting dimana masyarakat akan sangat membutuhkan informasi yang jelas berkaitan dengan kepesertaan dan pelayanan pelanggan dalam program JKN. Kualitas pelayanan dalam kepengurusan kepesertaan otomatis akan mempengaruhi kepuasan dari peserta JKN itu sendiri baik itu masyarakat maupun perusahaan hal ini mengingat bahwa kepesertaan BPJS Kesehatan berbeda dengan kepesertaan PT.Askes yang terbatas pesertanya dimana BPJS Kesehatan harus melakukan proses updating data peserta pada setiap tahunnya. Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS, sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program bantuan iuran (Sumber: http: // id. wikipedia. Org / wiki/ Badan_ Penyelenggara_ Jaminan_ Sosial, diakses pada tanggal 12 Desember 2014, Pukul 21:00 WIB). Lahirnya BPJS Kesehatan ini menjadikan pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban dari beberapa BUMN yang dahulunya menyelenggarakan jaminan sosial dan asuransi kesehatan dialihkan seluruhnya

10 kepada BPJS Kesehatan. Beban kerja BPJS Kesehatan yang seperti itu tentunya secara otomatis akan lebih tinggi dibandingkan dengan penyelenggara jaminan sosial terdahulunya yang mana kepesertaannya sangat terbatas sedangkan pada BPJS Kesehatan tidak ada batasannya untuk jumlah kepesertaan yang mendaftar, ditambah lagi prinsip asuransi sosial dalam kepesertaannya yaitu peserta wajib memberikan iuran perbulan maka pelayanan yang lebih berkualitas sangat diharapkan agar sebanding dengan dana yang dikeluarkan, terutama kemudahan dalam prosedur kepengurusan kepesertaan dan informasi kepesertaan. Sebagaimana tugas BPJS Kesehatan dalam mengelola kepengurusan kepesertaan JKN untuk semua warga Indonesia, BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Metro juga bertugas menyelenggarakan pelayanan dalam kepesertaan JKN. Wilayah kerja BPJS Kesehatan ini berada dalam 6 (enam) Kabupaten yaitu Kabupaten Mesuji, Tulang Bawang, Lampung Tengah, Lampung Timur, Tulang Bawang Barat dan Kota Metro (pra riset 20 Desember 2014). Wilayah kerja seperti itu akan menjadikan kualitas pelayanan akan memberikan pengaruh tersendiri dalam keberhasilan program JKN yang diselenggarakan oleh kantor BPJS Kesehatan Kota Metro, ini dikarenakan bukan hanya wilayah metro saja yang harus dilayani kepengurusan kepesertaannya namun juga kabupaten lainnya ikut dalam wilayah kerja BPJS Kesehatan Kota Metro. Menurut Marta Kusuma selaku Kepala Unit Umum Teknologi dan Informasi BPJS Kesehatan Kantor Cabang Kota Metro, transformasi PT.Askes menuju BPJS Kesehatan otomatis akan menambah beban kerja dan itu akan menjadi permasalahan jika pelayanan dalam kepesertaan tidak diselenggarakan dengan baik. Kepesertaan

11 yang bersifat wajib membuat jumlah peserta BPJS Kesehatan Kota Metro menjadi semakin besar setiap harinya seperti yang dijelaskan sebelumnya BPJS Kesehatan Kota Metro harus mengurusi kepesertaan dari 6 (enam) kabupaten yang menjadi wilayah kerjanya dan ini berarti seluruh peserta maupun calon peserta yang tergabung didalam BPJS Kesehatan kota metro harus dilayani oleh BPJS Kesehatan Kota Metro. Jumlah peserta BPJS Kesehatan Kota Metro yang selalu meningkat dan berasal dari 6 (enam) Kabupaten yang berbeda menjadikan sarana dan prasarana, prosedur administrasi kepesertaan dalam layanan, respon petugas pemberi layanan, kemampuan petugas pemberi layanan kepesertaan serta jumlah pegawai yang memberi layanan dalam kepengurusan kepesertaan JKN akan sangat berpengaruh pada kualitas pelayanan kepesertaan JKN di 6 (enam) Kabupaten yang diselenggarakan BPJS Kesehatan Kota Metro, ini dikarenakan baik atau buruknya kualitas pelayanan kepesertaan JKN yang diselenggarakan akan sangat ditentukan oleh penilaian masyarakat atas pelayanan jasa dalam kepesertaan JKN, yang mana masyarakat itu sendirilah yang bisa merasakan puas atau tidaknya pelayanan kepesertaan JKN oleh BPJS Kesehatan Kota Metro. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas

12 pelayanannya. Melihat latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil ruang lingkup kualitas pelayanan kepesertaan JKN didalam BPJS Kesehatan berdasarkan indeks kepuasan masyarakat, oleh karenanya penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, Analisis Kualitas Pelayanan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kota Metro. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kualitas pelayanan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor BPJS Kesehatan Kota Metro? 2. Seberapa besar Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam pelayanan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor BPJS Kesehatan Kota Metro? 3. Bagaimana tingkat kesesuaian antara kepentingan peserta dengan kinerja pelayanan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor BPJS Kesehatan Kota Metro?

13 C. Tujuan Penelitian Memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka dalam hal ini yang menjadi tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui dan mendeskripsikan kualitas pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan kota Metro terutama dalam pelayanan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 2. Mengetahui besaran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam pelayanan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor BPJS Kesehatan Kota Metro. 3. Mengetahui tingkat kesesuaian antara kepentingan peserta dengan kinerja pelayanan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor BPJS Kesehatan Kota Metro. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Secara teoritisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi Ilmu Administrasi Negara khususnya tentang Kualitas Pelayanan Publik. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran, serta masukan-masukan kepada instansi-instansi publik lainnya terutama pada Kantor Cabang BPJS Kesehatan Kota Metro mengenai Kualitas Pelayanan Kepesertaan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).