BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini berbagai daerah terus berupaya untuk melakukan pemekaran wilayah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan di daerah. Penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat di beberapa daerah tidak merata dikarenakan luas wilayah administratif kabupaten/kota yang terlalu luas, sehingga tidak dapat menjangkau semua wilayah yang berada pada kabupaten/kota tersebut secara merata. Pembangunan cenderung dilakukan secara intensif di suatu wilayah yang dianggap penting dan memiliki peran besar terhadap perekonomian dan pemerintahan saja. Sementara kemajuan suatu wilayah sesungguhnya terwujud dengan dari adanya dukungan dari wilayah-wilayah yang ada di sekitarnya. Pemekaran daerah dilakukan dengan harapan agar dapat memperbesar peluang suatu daerah agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melakukan pembangunan di daerahnya. Suatu daerah ingin membentuk daerah otonom secara terpisah dari daerah induknya untuk memperoleh infrasturktur pemerintahan, pengelolaan anggaran, dan peraturan serta penyelenggaraan pemerintahannya sendiri, sehingga daerah tersebut dapat mengelola daerahnya secara mandiri. Wilayah yang sebelumnya sulit mendapatkan akses pembangunan akan dapat melakukan pembangunan sesuai dengan yang diharapkan dengan adanya pemekaran daerah.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka muncul kebijakan desentralisasi pembentukan daerah-daerah otonom melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang selanjutnya diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Disusunnya Undang-Undang ini dilakukan berdasarkan perkembangan dan perubahan kondisi pemerintahan, ekonomi, sosial ekonomi, dan lain lain. Dengan adanya penyerahan wewenang untuk mengatur pemerintahan dari pemerintah kepada daerah otonom, maka diharapkan daerah otonom mampu menyelenggarakan pemerintahan. Selain itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga mengatur mengenai ketentuan-ketentuan dalam pemekaran wilayah. Pembentukan wilayah pemekaran dapat dilakukan apabila daerah-daerah yang akan termasuk dalam suatu daerah pemekaran memiliki kemampuan ekonomi dan potensi daerah sehingga daerah tersebut dapat mengelolanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu faktor sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor-faktor lainnya juga menjadi dasar pertimbangan dalam evaluasi untuk meninjau kelayakan pemekaran suatu wilayah. Dengan adanya pemekaran wilayah maka diharapkan daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah pemekaran dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melakukan pembangunan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui kemandirian pemerintahan dan tata kelola ekonomi. Kota Lhokseumawe merupakan salah satu wilayah pemekaran di provinsi Aceh. Kota Lhokseumawe merupakan hasil pemekaran dari Aceh Utara pada tahun 2001. Wilayah pemerintahan Aceh Utara sebelum adanya pemekaran
tergolong luas, yaitu mencakup 38 kabupaten. Luas wilayah pemerintahan Aceh Utara yang cukup luas menunjukkan bahwa terdapat beban tugas dan volume kerja yang tinggi dalam pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kemasyarakatan tidak dapat terselenggara secara efektif dan efisien. Didasari oleh hal tersebut, maka pemekaran Aceh Utara dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan secara merata. Aceh Utara melakukan pemekaran yang menghasilkan tiga kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Bireuen. Berdasarkan aspirasi masyarakat yang berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan dalam ruang lingkup yang lebih kecil secara mandiri, maka dengan mempertimbangan berbagai aspek ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk luas daerah, dan berbagai pertimbangan lainnya, dibentuklah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 yang mengatur pembentukan Kota Lhokseumawe. Dengan terbentuknya Undang-Undang ini, maka status Kota Administratif Lhokseumawe pada wilayah Kabupaten Aceh Utara dihapuskan, dan kecamatan-kecamatan yang terdapat pada Kota Lhokseumawe menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Kota Lhokseumawe sebagai wilayah pemerintahan hasil pemekaran dari Aceh Utara. Pemekaran Kota Lhokseumawe dari Aceh Utara diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang
dilakukan secara mandiri. Maka perlu diketahui apakah tujuan dari pemekaran wilayah Kota Lhokseumawe dapat tercapai atau tidak. Terdapat beberapa indikator yang dapat menunjukkan keberhasilan pencapaian tujuan pemekaran wilayah, yaitu aspek kinerja perekonomian daerah, pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan keuangan daerah. Berdasarkan pemaparan di atas penulis akan menganalisa kinerja perekonomian daerah Kota Lhokseumawe pada periode sebelum terjadinya pemekaran wilayah dan periode seteleh terjadinya pemekaran wilayah Kota Lhokseumawe dari Aceh Utara. 1.2 Perumusan Masalah Untuk mengetahui perkembangan kondisi perekonomian daerah, terdapat indikator-indikator yang mempengaruhi kinerja ekonomi daerah, yaitu pertumbuhan PDRB non-migas, pertumbuhan PDRB per kapita, rasio PDRB kabupaten terhadap PDRB provinsi, dan angka kemiskinan. Dengan adanya indikator-indikator tersebut maka dapat diukur kinerja ekonomi daerah melalui Indeks Kinerja Ekonomi Daerah yang merupakan rata-rata dari empat indikator diatas. PDRB Kota Lhokseumawe disumbang oleh 4 kecamatan yang terdapat pada wilayah pemerintahan Kota Lhokseumawe, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Blang Mangat, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Muara Satu. Setiap kecamatan memberi sumbangsi yang berbeda terhadap PDRB kota Lhokseumawe dikarenakan adanya perbedaan faktor-faktor ekonomi maupun
faktor lainnya yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dari masingmasing kecamatan. Dengan adanya pemekaran wilayah Kota Lhokseumawe dari Aceh Utara tentunya memberi dampak terhadap perubahan PDRB kecamatan-kecamatan di Kota Lhokseumawe yang sebelumnya merupakan bagian dari susunan PDRB Aceh Utara. Kecamatan yang sebelumnya tidak mempengaruhi PDRB Aceh Utara secara dominan memiliki peluang untuk menjadi penyokong utama PDRB Kota Lhokseumawe. Peningkatan PDRB kecamatan-kecamatan di Kota Lhokseumawe dapat mengaruhi kinerja ekonomi daerah di Kota Lhokseumawe. Pemekaran wilayah merupakan salah satu harapan dari masyarakat Kota Lhokseumawe untuk bisa meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi ekonomi daerah dan mengelola perekonomian daerah, PDRB non-migas Kota Lhokseumawe terus meningkat setiap tahunnya. Namun di sisi lain, setelah empat belas tahun usia pemekaran Kota Lhokseumawe dari Kabupaten Aceh Utara, masih ditemukan beberapa permasalahan terutama di bidang sosial dan ekonomi seperti penurunan pendapatan per kapita dan perihal angka kemiskinan. Permasalahan ini tentunya tidak sejalan dengan tujuan dari adanya pemekaran wilayah, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Kondisi dari kinerja ekonomi daerah di Kota Lhokseumawe harus terus dipantau sehingga dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan dalam mengelola
dan memaksimalkan potensi ekonomi, sehingga tujuan dari pemekaran wilayah yaitu peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Untuk mengetahui kondisi kinerja ekonomi daerah di Kota Lhokseumawe pada periode sebelum pemekaran dan sesudah pemekaran, maka dalam penelitian ini disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja ekonomi daerah Kota Lhokseumawe sebelum dan setelah dilakukan pemekaran wilayah? 2. Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap kinerja ekonomi daerah di Kota Lhokseumawe? 3. Apa yang menjadi kendala pengembangan ekonomi daerah di Kota Lhokseumawe pasca pemekaran wilayah? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisa kinerja ekonomi daerah Kota Lhokseumawe sebelum dan sesudah pemekaran wilayah. 2. Untuk mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kinerja ekonomi daerah di Kota Lhokseumawe. 3. Untuk mengetahui kendala pengembangan ekonomi daerah Kota Lhokseumawe setelah adanya pemekaran wilayah. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi hasil penerapan terhadap pemahaman teoritis yang telah diperoleh selama menuntut ilmu pada masa perkuliahan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber ilmu, sumber informasi dan referensi bagi berbagai pihak dan dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.