karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Rancangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara. Eko Hartini

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

No. Responden : KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pencemaran Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan seiring dengan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

Iklim Perubahan iklim

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

ANALISA PENGARUH CAMPURAN PREMIUM DENGAN KAPUR BARUS (NAPTHALEN) TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN SUPRA X 125 CC

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi,

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan, udara sebagai komponen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu dari sarana dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan alam, semakin menambah kepekatan udara (Yuantari, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan di dunia ini ( Arya, 2004: 27).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari

Transkripsi:

33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model yang kedua ini memiliki diameter permukaan 16.5 cm dengan tinggi 33 cm serta volume 2.2 liter. Untuk mengetahui volume optimal dari corong dalam menampung air hujan maka dilakukan perbandingan antara curah hujan harian maksimum di suatu daerah dengan volume canister yang dibuat. Curah hujan yang diambil yaitu curah hujan Kota Bogor yang diasumsikan sebagai curah hujan tertinggi di Indonesia. Curah hujan harian tertinggi yang pernah terjadi berdasarkan data curah hujan Stasiun Klimatologi Dramaga yaitu 24.7 mm/hari. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa canister tersebut akan penuh terisi dengan air hujan selama kurang lebih dua setengah hari. Hasil perhitungan tersebut merupakan hasil perhitungan dengan asumsi bahwa air hujan yang tertampung dalam canister tidak mengalir. Namun, disain canister hasil rancangan hanya akan melewatkan air hujan yang tertampung dalam canisiter. Jadi untuk pengukuran di lapangan, canister tersebut tidak akan penuh terisi oleh air hujan. Hasil perhitungan tersebut dianggap dapat mewakili volume optimum dari canister yang telah dibuat. Hasil pengujian juga menunjukkan hasil pengukuran yang sama dengan corong biasa namun memiliki bentuk yang lebih baik dan struktur yang lebih kuat. Perkembangan model canister terus dilakukan. Model canister yang kedua, secara teknis sudah dapat digunakan untuk melakukan pengambilan contoh uji (sampling) debu jatuh di lapangan. Namun yang menjadi kendala selanjutnya yaitu dimensi dari dustfall canister tersebut. Dustfall canister dengan diameter permukaan 16.5 cm dan dan tinggi 33 cm dianggap terlalu besar sehingga dalam hal transportasi ke lokasi sampling memerlukan tempat yang cukup besar. Oleh karena itu dibuat dustfall canister model yang ketiga. Dustfall canister model ketiga tersebut tetap terbuat dari bahan polimer namun dimensinya lebih kecil. Dimensi dari dustfall canister tersebut yaitu memiliki diameter permukaan 12 cm dengan tinggi 29 cm. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan data pengukuran dustfall dengan menggunakan canister model kedua dan ketiga memberikan hasil pengukuran yang seragam.

35 5.3. Disain Filter Stabilisation Chamber Filter Stabilisation Chamber dirancang sebagai sebuah ruang kecil (chamber) yang berfungsi untuk menstabilkan kondisi filter yang diaplikasikan dalam dustfall canister. Filter Stabilisation Chamber untuk pengukuran debu jatuh dirancang menggunakan sistem kontrol loop tertutup (closed loop). Sistem loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung terhadap pengontrolan. Sistem ini merupakan salah satu jenis pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran keluaran sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan dengan besaran yang diinginkan. Sedangkan sistem kontrol suhu yang digunakan berbasis PID (Proportional, Integral, Derivative). Pemilihan sistem kontrol berbasis PID ini didasarkan pada kemampuan kerja kontrol yang lebih stabil sehingga sensitifitas atau kecepatan responnya menjadi lebih besar. Sensor suhu yang digunakan yaitu termokopel tipe K. Pemilihan sesnsor tersebut didasarkan pada thermocontroller yang digunakan sudah mendukung pembacaan sensor suhu jenis tersebut. Termokopel tipe K merupakan sensor suhu elektrik dengan rentang suhu antara -200 O C - 1350 O C. Sensor suhu tersebut diletakkan di dalam ruang chamber untuk pembacaan kondisi suhu dalam chamber tersebut. Disain awal Stabilisation Chamber terbuat dari bahan akrilik (acrylic). Pemilihan material akrilik ini didasarkan pada kemudahan dalam membentuk ruangan dari material tersebut. Sistem pengontrolan suhu dalam ruang pengering filter sudah berlangsung dengan baik. Set point suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 o C dan 40 o C. Set point 35 o C merupakan suhu beberapa derajat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara ambien di kota-kota di Indonesia. Pengamatan kestabilan suhu dalam ruang chamber dilakukan tiap 1 menit selama 1 jam. Respon pengontrolan suhu berlangsung dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan suhu yang berlangsung dengan stabil dimana suhu dalam ruang stabilisasi tersebut tidak jauh melebihi set point suhu rancangan. Hasil pengujian Stabilisation Chamber yang terbuat dari material akrilik ini memiliki kelemahan. Material ini tidak tahan terhadap suhu mendekati 40 o C. Selama pengujian berlangsung rak tempat sampel melengkung akibat menerima panas yang berlebihan. Oleh sebab itu, untuk menghindari resiko terjadinya

37 debu jatuh yaitu filter jenis Whatman #41 dengan diameter pori 20-25 µm. Kertas filter Whatman #1 dan Whatman #41 memiliki karakteristik yang sama. Kertas filter tersebut terbuat dari bahan selulose. Filter yang digunakan untuk pengambilan contoh uji debu jatuh ditimbang dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 0.0001 gram. Suhu yang digunakan dalam pengkondisian filter tersebut yaitu suhu 35 o C. Penimbangan filter dilakukan setiap satu (1) jam selama enam (6) jam. Hasil penimbangan filter selama berada dalam ruang stabilisasi sebelum dilakukan pengukuran di lapangan menunjukkan adanya penurunan berat filter. Berat filter menurun secara signifikan setelah dimasukkan kedalam ruang stabilisasi selama 1 jam pertama. Berat filter setelah 1 jam pertama tidak menunjukkan perubahan yang berarti atau dengan kata lain, perubahan berat sangat kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa filter yang digunakan untuk pengukuran debu jatuh di lapangan sebaiknya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam ruang stabilisasi (Stabilisation Chamber) selama kurang lebih 1 hingga 1.5 jam. Pengukuran debu jatuh dilakukan di sebuah pekarangan di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor, Jawa Barat dengan menempatkan alat penangkap debu (dustfall canister) selama tujuh (7) hari di lapangan. Lokasi penempatan alat penangkap debu jatuh di Margajaya tersebut merupakan kawasan pemukiman penduduk yang relatif jauh dari jalan raya. Setelah 7 hari filter kemudian diambil dan ditimbang guna mengetahui konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut. Filter yang baru diperoleh di lapangan tidak dapat langsung ditimbang karena kondisinya relatif basah. Hal ini juga untuk menghindari terbangya kembali debu yang telah tersaring di filter tersebut. Hasil penimbangan setelah dimasukkan ke dalam ruang stabilisasi menunjukkan adanya penurunan berat filter yang signifikan setelah 2 jam. Dari hasil tersebut diketahui bahwa berat filter sudah relatif stabil setelah dimasukkan kedalam ruang stabilisasi selama 3 jam.

Gambar 15 Grafik penurunan berat filter sebelum pengukuran di lapangan Gambar 16 Grafik penurunan berat filter setelah pengukuran di lapangan 5.5. Analisis Kadar Debu Jatuh 5.5.1. Daerah Pemukiman Penduduk Pengukuran debu jatuh di wilayah pemukiman dilakukan untuk melihat konsentrasi debu jatuh di daerah padat penduduk yang diindikasikan dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Pengukuran debu jatuh untuk mewakili wilayah tersebut dilakukan di daerah pemukiman yang terletak di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor. Daerah tersebut merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang tidak terlalu tinggi. Lokasi pengambilan contoh uji di Kelurahan Margajaya terletak cukup jauh dari jalan raya. Lalu lintas untuk wilayah tersebut masih tidak terlalu ramai. Secara umum kondisi wilayah Kelurahan Margajaya

peningkatan kadar debu diudara yang bersumber dari kegiatan rumah tangga berasal dari kegiatan pembakaran sampah dan penggunaan bahan bakar fosil dan kayu untuk memasak dan sebagainya. Hasil pengukuran debu jatuh di wilayah pemukiman tersebut sesuai dengan pendapat Wardhana (2004) bahwa sumber pencemaran partikel akibat kegiatan manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi. Di negara-negara industri, pemakaian batubara sebagai bahan bakar merupakan sumber utama pencemaran partikel. 5.5.2. Daerah Industri Pengukuran debu jatuh di wilayah industri dilakukan untuk melihat pengaruh keberadaan industri di suatu lokasi dalam peningkatan konsentrasi debu jatuh di udara. Pengukuran dilakukan di tiga buah lokasi industri yag berbeda yaitu yang petama di lokasi instalasi pengolahan gas (gas plant) PT. X di Musi Banyuasin, yang kedua di lokasi rencana pembukaan tambang timah PT. Y di Belitung timur dan yang terakhir di lokasi tambang kapur Ciampea Kabupaten Bogor. Baku mutu konsentrasi debu jatuh untuk wilayah industri berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 adalah 20 ton/km 2 /bulan. a. Instalasi Pengolahan Gas (Gas Plant) Pengukuran konsentrasi debu jatuh di lokasi industri pengolahan gas PT. X di Musi Banyuasin dilakukan di beberapa titik pengambilan contoh uji. Penentuan titik pengambilan contoh uji dilakukan untuk mewakili seluruh wilayah lokasi industri dan wilayah pemukiman penduduk di sekitar lokasi tersebut. Pengukuran debu jatuh dilakukan dengan cara pemaparan dustfall canister selama 2 hari di lokasi. Secara umum wilayah industri pengolahan gas PT. X ditutupi dengan vegetasi yang relatif lebat. Kegiatan manusia di sekitar lokasi industri tidak terlalu banyak karena lokasi tersebut sebagian masih tertutup dengan hutan. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh di wilayah PT. X jauh berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan. Ratarata hasil perhitungan kadar debu jatuh di daerah ini 0.89 ton/km 2 /bulan dengan

43 c. Tambang Kapur Ciampea Pengukuran konsentrasi debu jatuh selanjutnya dilakukan di sekitar tambang kapur yang berlokasi di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tambang kapur Ciampea merupakan tambang kapur tradisional yang sampai sekarang ini masih beroperasi. Namun, saat ini tambang kapur Ciampea mengalami degradasi lahan yang sangat cepat akibat penambangan yang menggunakan bahan peledak. Aksi penambangan kapur di wilayah tersebut merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas udara di sekitar wilayah tambang. Selain dari tambang kapur tersebut, aktivitas manusia juga menyumbang peningkatan kadar debu di udara. Aktivitas manusia tergolong cukup ramai di wilayah tersebut karena adanya pasar dan terminal angkutan umum di lokasi dekat tambang. Lokasi pengambilan contoh uji debu jatuh dilakukan di satu titik lokasi dengan memasang tiga buah dustfall canister. Lokasi pengambilan contoh uji berjarak ± 500 meter dari lokasi tambang dan ± 200 meter dari Pasar Ciampea. Pengukuran konsentrasi debu jatuh dilakukan dengan cara memasang dustfall canister selama 5 hari di lokasi. Alat ukur debu jatuh tersebut dipasang di dekat rumah warga dengan ketinggian 1.7 meter dari permukaan tanah. Hasil pengukuran kadar debu jatuh menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut rata-rata 2.6 ton/km 2 /bulan dengan konsentrasi debu jatuh tertinggi 3 ton/km 2 /bulan. Konsentrasi debu jatuh tersebut masih di bawah baku mutu yang telah ditetapkan. Namun dengan kadar debu jatuh yang demikian sudah cukup untuk menimbulkan penyakit bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang. Tingginya kadar debu jatuh di wilayah tersebut disebabkan oleh aktivitas tambang tersebut dan berasal dari kegiatan manusia di Pasar Ciampea. Masyarakaat di sekitar lokasi tambang kapur merasakan adanya penurunan kesehatan terhadap diri mereka akibat dari seringya menghirup debu dari lokasi tambang tersebut. Keluhan masyarakaat pada umumnya masalah pernafasan dan iritasi kulit pada anak-anak mereka. Hal ini sesui dengan penelitian Susetyo (1993) bahwa pencemaran udara dari pembakaran kapur berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya pada paru-paru, mata, dan kulit. Berdasarkan hasil survei di lapangan kadar debu jatuh tertinggi berada pada lokasi pembakaran batu kapur tersebut. Lokasi pembakaran batu kapur tersebut

45 jumlah kendaraan bermotor yang melalui wilayah tersebut. Berdasarkan data hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah kendaraan bermotor sangat berpengaruh terhadap konsentrasi debu di udara. Menurut Satriyo (2008) pencemaran udara yang terjadi di kebanyakan kota besar dunia disebabkan terutama oleh adanya energi yang digunakan dalam transportasi dan industri. Peningkatan kadar debu di lokasi pengambilan contoh uji yang disebabkan oleh tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai tenaga penggeraknya. Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya juga menghasilkan debu yang dapat meningkatkan pencemaran udara. Berdasarkan jenisnya, sepeda motor merupakan penyumbang emisi debu terbesar dari tahun ke tahun (Makarim 2002). Debu yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor tersebut dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya karena meracuni sistem pernafasan dan menghalangi pembentukan sel darah merah (CDC 2001). Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh untuk wilayah pinggiran jalan raya dapat dilihat pada Gambar 21. Pengendalian pencemaran udara terutama yang berasal dari penggunaan kendaraan bermotor sudah saatnya untuk dilakukan. Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran udara dan penegasan kebijakan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas udara. Teknologi yang dapat diterapkan dalam upaya pengendalian pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor yaitu peggunaan bensin tampa timbal atau pengadaan solar/diesel dengan kandungan sulfur rendah. Teknologi terbaru yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan bahan bakar alternatif untuk kendaraan seperti penggunaan bahan bakar gas.