PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

dokumen-dokumen yang mirip
PT. GIRI AWAS Engineering Consultant

EXECUTIVE SUMMARY KAB. HALMAHERA TENGAH

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

FINAL REPORT KOTA TERNATE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH

EXECUTIVE SUMMARY KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Laporan Hasil Penelitian Kelompok Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Tahun Anggaran 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

BAB 2: PRINSIP DASAR, PRASYARAT KEBERHASILAN DAN STRATEGI UTAMA MP3EI

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

Penyusunan Sistranas Pada Tatralok di Propinsi Sulawesi Tengah 2013 DAFTAR ISI. Hal DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu alaikum wr. wb, dan Salam sejahtera bagi kita semua.

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Buru Selatan Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI

U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI

Transkripsi:

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRATALOK) DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DALAM RANGKA MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI DI KORIDOR EKONOMI MALUKU-PAPUA VOLUME 6 : KABUPATEN PULAU MOROTAI LAPORAN RINGKASAN EKSEKUTIF EXECUTIVE SUMMARY REPORT PT. GIRI AWAS Engineering Consultant Arsitek, Sipil, Mekanikal, Tata Lingkungan, Pengembangan Pertanian & Pedesaan, Telematika, Pariwisata, Keuangan

KATA PENGANTAR Laporan Ringkasan Eksekutif (Executive Summary Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Maluku-Papua. Adapun dalam penyusunan laporan ini dibagi menjadi 6 (enam) Volume, yaitu: Volume 1 : Kota Ternate Volume 2 : Kota Tidore Kepulauan Volume 3 : Kabupaten Halmahera Barat Volume 4 : Kabupaten Halmahera Tengah Volume 5 : Kabupaten Halmahera Timur Volume 6 : Kabupaten Pulau Morotai Penyusunan Laporan Ringkasan Eksekutif ini, untuk tiap-tiap volume dibahas beberapa hal, yaitu: (1) pendahuluan, (2) tinjauan pustaka, (3) metodologi studi, (4) kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) perkiraan kondisi mendatang, dan (6) arah pengembangan jaringan. Semuanya ini disesuaikan dengan Kerangka Acuan Kerja yang ada dan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok. Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatankegiatan pada tahap selanjutnya. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS i

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi i ii BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 1.1 Latar Belakang 1-1 1.2 Maksud dan Tujuan 1-5 1.3 Ruang Lingkup Studi 1-5 1.4 Batasan Kegiatan 1-7 1.5 Indikator Keluaran Dan Keluaran 1-7 1.6 Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan 1-7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2-1 2.1 Pendekatan Studi 2-1 2.2 Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan 2-2 2.3 Penguatan Konektivitas Nasional 2-9 BAB 3 METODOLOGI STUDI 3-1 3.1 Metodologi Studi 3-1 3.2 Pola Pikir Studi 3-4 3.3 Analisis Pengembangan Wilayah 3-7 3.6 Pemodelan Transportasi 3-8 3.7 Analisis Normatif 3-14 3.8 Azas Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) 3-15 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4-1 4.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi 4-1 4.2 Kependudukan 4-5 4.3 Produk Domestik Regional Bruto 4-5 4.4 Kinerja Pelayanan, Jaringan Pelayanan Dan Jaringan Prasarana Transportasi Wilayah Saat Ini 4-6 4.5 Bangkitan Dan Tarikan Pergerakan 4-15 ii

BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5-1 5.1 Rencana Proyek MP3EI 5-1 5.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pulau Morotai 5-3 5.3 Bangkitan Dan Distribusi Arus Pergerakan Orang Dan Barang 5-10 BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN 6-1 6.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi 6-1 6.2 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi 6-1 6.3 Pengembangan Kawasan Prioritas Pembangunan 6-4 iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya 1-1

ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusatpusat perekonomian lokal, regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan lokal, regional dan global/internasional. Implementasi pelaksanaan MP3EI dalam fase pertama kurun waktu tahun 2011 2014 yaitu pembentukan dan operasionalisasi institusi pelaksana MP3EI yang terdiri dari : Penyusunan rencana aksi untuk debottlenecking regulasi, perizinan, insentif, dan pembangunan dukungan infrastruktur yang diperlukan, serta realisasi komitmen investasi (quick-wins). Penetapan hubungan internasional untuk pelabuhan dan bandar udara. Penguatan lembaga litbang dan pelaksanaan riset di masing-masing koridor. Pengembangan kompetensi SDM sesuai kegiatan ekonomi utama koridor. Di sisi lain, sebagai unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis. Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional 1-2

(Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok). Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) ditetapkan oleh pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) ditetapkan oleh pemerintah propinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Keterkaitan ketiga tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal, wilayah maupun nasional. Dalam kaitan tersebut dan dalam rangka perwujudan SISTRANAS dalam mendukung MP3EI perlu disusun jaringan transportasi pada tataran Nasional, Propinsi dan Lokal Kabupaten/Kota agar tercipta harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaraan transportasi. Pada Tataran wilayah Propinsi (Tatrawil) telah disusun secara simultan pada tahun 2012 yang perlu di tindak lanjuti dengan penyusunanan Tatralok pada tahun 2013 ini khususnya pada wilayah Kabupaten/Kota yang belum berkembang dengan baik. Dengan demikian diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang baik pada tataran lokal, propinsi hingga nasional/internasional. Secara makro, perkembangan ekonomi dan transportasi di wilayah Maluku Utara tidak lepas dari perkembangan ekonomi nasional, regional dan internasional di sekitarnya. Secara nasional, Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 32 tahun 2011 diperkirakan dapat menjadi rujukan baru dan penting bagi Propinsi Maluku Utara dalam menata sistem dan layanan transportasinya sehingga selaras dengan program MP3EI guna mendukung program penguatan ekonomi koridor enam di aras Propinsi Papua, Maluku dan Maluku Utara yang berbasiskan inovasi (innovation driven economy) dan bukan hanya berdasarkan kebutuhan (needed driven economy). Berdasarkan rencana MP3EI tersebut diperkirakan besaran nilai investasi yang berpotensi dilakukan di wilayah Maluku 1-3

Utara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini diperkirakan sekitar Rp 113,5 Trilyun. Sumber: Bappenas (2011) Gambar 1.1. Rencana dan Nilai Investasi MP3EI di Maluku Utara (nomor 1 dan 2) Atas dasar tersebut di atas maka perlu dilakukan Penyusunan Tatralok dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang dan lingkungan. Adapun Penyusunan Tatralok tersebut mengacu pada PerPres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara, dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 1-4

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi, wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah. Tujuannya dari kegiatan ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan rencana pengembanganan jaringan pada Tatranas dan Tatrawil. 1.3 RUANG LINGKUP STUDI Ruang lingkup studi ini adalah : a. Identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal; b. Evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu; c. Analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota dan rencana pembangunan dalam MP3EI dan Tatrawil, Tatranas; d. Pengkajian Model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten/kota; e. Merumuskan alternatif pengembangan jaringan transportasi; f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025 dan 2030; g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal; h. Menyusun rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok); i. Mengadakan FGD di Ibu Kota Kabupaten/Kota untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; 1-5

j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Propinsi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode survei pada Kabupaten/Kota, selanjutnya hasil survey kemudian dianalisis dan dilakukan FGD serta serangkaian pembahasan pada tiap tahapan laporan dengan tim pengarah dan pendamping yang dibentuk dengan SK Kepala Badan Litbang Perhubungan sehingga akan menghasilkan keluaran. Pada akhir kegiatan studi ini diselenggarakan seminar pada wilayah studi. Tahapan pelaksanaan dan pelaporan kegiatan ini dilakukan sebagai berikut: 1) Tahapan Laporan Pendahuluan (Inception Report) Penyusunan laporan pendahuluan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan yang meliputi metodologi dan pendekatan atau teori yang akan diterapkan, rencana kerja dan jadual kegiatan serta daftar kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. 2) Tahapan Laporan Antara (Interim Report) Penyusunan laporan antara memuat hasil-hasil pengumpulan data serta penjelasan metode pengolahan/analisis serta penyusunan langkah selanjutnya analisis lengkap. 3) Tahapan Rancangan Laporan Akhir (Draft Final Report) Penyusunan rancangan laporan akhir berisi pengolahan data, analisis dan evaluasi dari hasil pengumpulan data pada laporan antara serta draft rekomendasi. 4) Tahapan Laporan Akhir (Final Report) Penyusunan pada tahap laporan akhir merupakan perbaikan/penyempurnaan dari Rancangan Laporan Akhir setelah melalui serangkaian diskusi dan pembahasan. 1-6

1.4 BATASAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dibatasi hanya dalam lingkup penyusunan Tataran Transportasi Lokal kabupaten/kota terkait untuk mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Maluku Papua. 1.5 INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN Indikator keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep legalitas penetapannya di dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). Keluaran dari kegiatan ini adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian berikut legalitasnya yaitu dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai). 1.6 LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan studi ini dilaksanakan di dua Kota dan empat Kabupaten, yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Morotai. Adapun kegiatan pelaksanaan studi akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan kalender (27 Maret 26 Oktober 2013), berdasarkan No. Kontrak : PL.102/15/2-BLT-2013 dan No. SPMK : PL.102/15/9-BLT-2013. 1-7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDEKATAN STUDI Pendekatan yang memayungi studi ini secara sinergi adalah melalui MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang merupakan arahan strategis dan percepatan pembangunan ekonomi khususnya di wilayah studi tersebut. MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari 3 strategi utama. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen kebijakan nasional yang terdiri dari sistem logistik nasional (Sislognas), sistem transportasi nasional (Sistranas), pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Strategi ini untuk mewujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan terpadu. Berarti pada wilayah studi ini perlu memahami pula keterkaitannya baik secara lokal, kabupaten/kota, wilayah propinsi, maupun nasional, bahkan regional dan global. Untuk memahami semuanya ini, perlu pengertian-pengertian dasar tentang istilah kunci, seperti: Definisi Sistranas, Tujuan dan Sasaran Sistranas, serta Tataran Transportasi (Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok) yang dirangkum dalam kerangka pemikiran Pola Dasar Sistranas. Begitu juga halnya dengan Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, yang menggambarkan Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/ Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda dalam rangka mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku yang dirajut dalam MP3EI. Kegiatan ini perlu alasan dan landasan atau acuan normatif yang mendasarkan pada PP No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU di 2-1

Bidang Transportasi yaitu UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. 2.2 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) 2011-2025 2.2.1 Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 7,5 persen pada periode 2011 2014, dan sekitar 8,0 9,0 persen pada periode 2015 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju. 2-2

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu: 1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional. 3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy. 2-3

2.2.2 Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia. Gambar 2.2. Ilustrasi Koridor Ekonomi Sumber: MP3EI, 2011. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat 2-4

pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). 2.2.3 Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun 2025. Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masingmasing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi seperti yang tergambar pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Peta Koridor Ekonomi Indonesia Sumber: MP3EI, 2011. 2-5

2.2.4 Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.. 2-6

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.4. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah 2.2.5 Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku terdiri dari Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat, Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara. Sesuai dengan tema pembangunannya, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku merupakan pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Secara umum, Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku. Maluku memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain: 2-7

1. Laju pertumbuhan PDRB di Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku dari tahun 2006 2009, tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 7 persen, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil dibanding dengan koridor lainnya; 2. Disparitas yang besar terjadi di antara kabupaten di Papua. Sebagai contoh, PDRB per kapita Kabupaten Mimika adalah sebesar IDR 240 juta, sementara kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata PDB per kapita nasional (IDR 24,26 juta); 3. Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya risiko berusaha dan tingkat kepastian usaha yang rendah; 4. Produktivitas sektor pertanian belum optimal yang salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sarana pengairan; 5. Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi; 6. Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua. Kepadatan populasi Papua adalah 12,6 jiwa/km 2, jauh lebih rendah dari rata-rata kepadatan populasi nasional (124 jiwa/km 2 ). Strategi pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku (Gambar 2.5) difokuskan pada 5 kegiatan Ekonomi utama, yaitu Pertanian Pangan - MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Tembaga, Nikel, Migas, dan Perikanan. 2-8

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.5. Peta Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku 2.3 PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya 2-9

ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional. Konektivitas Nasional menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam mengelola mobilitas yang mencakup 5 (lima) unsur sebagai berikut: 1. Personel/penumpang, yang menyangkut pengelolaan lalu lintas manusia di, dari dan ke wilayah. 2. Material/barang abiotik (physical and chemical materials) yang menyangkut mobilitas komoditi industri dan hasil industri. 3. Material/unsur biotik/species, yang mencakup lalu lintas unsur mahluk hidup di luar manusia seperti ternak, Bio Toxins, Veral, Serum, Verum, Seeds, Bio-Plasma, BioGen, Bioweapon1. 4. Jasa dan Keuangan, yang menyangkut mobilitas teknologi, sumber daya manusia dan modal pembangunan bagi wilayah. 5. Informasi, yang menyangkut mobilitas informasi untuk kepentingan pembangunan wilayah yang saat ini sangat terkait dengan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Peningkatan pengelolaan mobilitas terhadap lima unsur tersebut diatas akan meningkatkan kemampuan nasional dalam mempercepat dan memperluas pembangunan dan mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 2025. Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut: 2-10

1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems. 2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland). 3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen konektivitas yang saling berhubungan kedalam satu perencanaan terpadu. Beberapa komponen dimaksud merupakan pembentuk postur konektivitas secara nasional (Gambar 2.7), yang meliputi: (a) Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS); (c) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Rencana dari masingmasing komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara terpisah. Oleh karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan keempat komponen tersebut. Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu Terintegrasi Secara Lokal, Terhubung Secara Global (Locally Integrated, Globally Connected), seperti yang terlihat pada Gambar 2.8 Yang dimaksud Locally Integrated adalah pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung perpindahan komoditas, yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik. Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung 2-11

kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik. Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.7. Komponen Konektivitas Nasional 2-12

Gambar 2.8. Visi Konektivitas Nasional Sumber: MP3EI, 2011. Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/ pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan (destination). Visi ini mencerminkan bahwa penguatan konektivitas nasional dapat menyatukan seluruh wilayah Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkeadilan serta dapat mendorong pemerataan antar daerah. Sedangkan yang dimaksud globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara (international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry facilitation. Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi tersebut. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan penguatan konektivitas secara terintegrasi antara pusatpusat pertumbuhan dalam koridor ekonomi dan juga antar koridor ekonomi, serta keterhubungan secara internasional terutama untuk memperlancar perdagangan internasional maupun sebagai pintu masuk bagi para wisatawan mancanegara. (Gambar 2.9). Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan beberapa prinsip utama sebagai berikut: (1) meningkatkan kelancaran arus barang, jasa dan informasi, (2) menurunkan biaya logistik, (3) mengurangi ekonomi biaya tinggi, (4) mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah, dan (5) mewujudkan sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2-13

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.9. Kerangka Kerja Konektivitas Nasional Dalam konteks ini akan dilakukan pembangunan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dengan tujuan membangun pusat perhatian baru. KPI juga ditujukan untuk mempermudah integrasi dengan kegiatan-kegiatan yang terkait infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta regulasi. Dimana Sentra produksi adalah 1 (satu) kegiatan investasi dalam lokasi tertentu. KPI merupakan satu atau kumpulan beberapa sentra produksi/kegiatan investasi yang beraglomerasi di area yang berdekatan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10. 2-14

Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar 2.10. Integrasi KPI Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar 2.12. KPI dan Nilai Investasi Sektor Riil 2-15

Tabel 2.1. KPI Prioritas Sektor Riil NO KPI NAMA KPI NILAI INVESTASI 1 Merauke (MIFEE) 57,7 T 2 Timika 160,9 T 3 Halmahera 125,5 T 4 Bintuni 108 T 5 Morotai 30,4 T 6 Ambon 10,3T 7 Nabire 764 M 8 Manokwari 784 M KPI Prioritas Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 2-16

BAB 3 METODOLOGI STUDI 3.1 METODOLOGI STUDI Untuk dapat melaksanakan seluruh lingkup kajian dalam konteks materi dan waktu yang disyaratkan, maka dalam pekerjaan Penelitian Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kab/Kota disusun metodologi studi yang disajikan dalam bentuk bagan alir (Gambar 3.1), dengan susunan tahapan pelaksanaan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Pendahuluan, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Identifikasi Masalah & Tujuan Studi b) Identifikasi Pelayanan c) Identifikasi Jaringan Pelayanan d) Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu. Keempat identifikasi tersebut merupakan inisiasi studi, termasuk studi literatur dan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Tahap Pengumpulan Data & Analisis Awal, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Antara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Pengumpulan Data Primer & Sekunder, yang diawali dengan persiapan survei. b) Survei Pola Bangkitan & Tarikan c) Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota d) Survei Wawancara dan Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu (antara lain: tinjau ulang jaringan transportasi Propinsi khususnya pada wilayah studi, inventarisasi rencana umum dan teknis, kebijakan nasional dan daerah di wilayah studi). 3-1

e) Matriks Asal Tujuan, termasuk kompilasi data yang terkumpul. f) Analisis Permintaan Transportasi, sebagai analisis awal dari analisis Tatrawil dan Tatralok. g) Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota, yang meliputi: Pemetaan potensi dan kendala Analisis wilayah Analisis teknis dan analisis normatif 3) Tahap Analisis, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir Sementara, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi b) Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi c) Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, 2030. 4) Tahap Penyempurnaan & Finalisasi, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir, dengan lingkup kegiatan meliputi: a) Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tatralok b) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif c) Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan Laporan Akhir dan Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi. 3-2

Identifikasi Masalah & Tujuan Studi Identifika si Pelayana Identifikasi Jaringan Pelayanan Pengumpulan Data & Informasi Primer & Sekunder Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu LAPORAN PENDAHULU AN Bulan 1 Pemahama n RTRW Kab/Kota Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota Survei Wawancara Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu Pemantapan RTRW Kab/Kota Analisis Potensi & Pengembangan Trans Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi LAPORAN ANTARA Bulan 4 Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, 2030 Program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai RANCANGAN LAPORAN AKHIR Bulan 5 Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan FR & Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi LAPORAN AKHIR Bulan 7 Gambar 3.1. Bagan Alir Metodologi Studi 3-3

3.2 POLA PIKIR STUDI Pola pikir pelaksanaan studi ini dikembangkan atas dasar latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran dan lingkup studi yang disampaikan pada KAK (lihat Bab I). Untuk dapat menyusun suatu studi yang komprehensif maka perlu dipahami konteks studi secara holistik yang menyangkut semua issue, aspek normatif, lingkungan strategis, dan semua elemen sistem yang terkait dengan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara. Diagram pola pikir umum studi ini secara garis besar disampaikan pada Gambar 3.3. Dimulai dari review hasil studi terdahulu dalam dokumen perencanaan eksisting MP3EI, (RTRW Nasional/ Propinsi Maluku Utara), SISTRANAS/WIL, Renstra Propinsi Maluku Utara, dan studi terdahulu) sejumlah data eksisting serta rencana dan program eksisting dapat ditelusuri. Pemetaan terhadap peran masing-masing stakeholders (Pemkab, Swasta, dan Masyarakat) dalam lingkungan strategis yang dikoridori oleh aspek normatif berupa peraturan perundangan yang berlaku merupakan langkah penting untuk dapat memahami konteks, lingkup, serta identifikasi masalah yang dihadapi dalam pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara. Elaborasi hasil pemetaan peran serta kondisi obyektif dari sistem transportasi yang ada saat ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam penyusunan strategi umum (grand strategy) pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang komprehensif dan terpadu (antar moda, antar wilayah, antar stakeholders, dll.). Dalam strategi umum ini termaktub sejumlah program pokok (main programs) yang harus dijabarkan dalam tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang. Sebagai goal/tujuan akhir dari semua kegiatan tersebut adalah terciptanya tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara dalam jangka waktu yang direncanakan dengan sejumlah kriteria atau karakteristik jaringan prasarana dan jaringan pelayanan yang handal (efektif dan efisien), cepat, tertib, aman, lancar, dan terjangkau masyarakat. Untuk mendukung semua proses pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku utara, bagaimanapun juga diperlukan adanya kajian kuantitatif dan kualitatif yang dilengkapi oleh data-data terkait dengan pola permintaan 3-4

perjalanan, kondisi dan kinerja jaringan transportasi yang ada, konstelasi sosial-ekonomi yang ada, serta prediksi perubahannya ke depan dalam lingkup situasi tantangan, peluang, dan hambatan yang berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini merujuk kepada kebutuhan akan adanya pemahaman mendasar mengenai konteks penyusun Tatralok, serta adanya analisis (dan pengumpulan data) yang lengkap dan mendalam untuk memperoleh gambaran atau pemetaan mengenai situasi transportasi dan pola kegiatan ekonomi yang ada dan kemungkinan perubahannya di Propinsi Maluku Utara dan di wilayah sekitarnya yang saling mempengaruhi. 3-5

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku 3-6

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku 3.3 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat tersebarnya tata ruang (spasial separation) di mana kebutuhan/ kegiatan manusia dan proses ekonomi barang tidak dapat diakomodasi hanya di satu ruang saja, sehingga timbul kebutuhan pergerakan melalui berbagai moda transportasi. Penataan ruang yang mempengaruhi pola dan intensitas kegiatan sosioekonomi merupakan indikator yang merepresentasikan pattern dari sistem kegiatan yang harus dilayani oleh sistem transportasi. Dengan demikian, bagaimana setting tata ruang yang akan dituju di masa datang akan sangat mempengaruhi bagaimana pola dan intensitas permintaan perjalanan, yang pada gilirannya akan menentukan kebutuhan akan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi. Dalam konteks penyusunan Tatralok Propinsi Maluku Utara ini, maka pemahaman terhadap arahan penggunaan ruang yang dituangkan dalam RTRW menjadi sangat penting. Apalagi dalam struktur dokumen perencanaan Tatralok merupakan pengejawantahan RTRW untuk sektor transportasi. Pada Gambar 3.4 disajikan bagaimana interaksi antara perkembangan wilayah dengan transportasi. Terlihat bahwa korelasi antara transportasi dan perubahan atau perkembangan wilayah sangatlah besar, sehingga arahan pengembangan tata ruang dan perkembangan alamiah sesuai mekanisme pasar akan sangat menentukan bagaimana pola permintaan perjalanan wilayah di Propinsi Maluku Utara ini akan berkembang di masa datang. 3-7

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku 3.6 PEMODELAN TRANSPORTASI 3.6.1 Struktur Model Dalam studi perencanaan sistem transportasi, sebagaimana halnya dalam Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara ini, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai besaran dan pola permintaan perjalanan. Permintaan perjalanan umumnya ditentukan oleh pola interaksi ekonomi dalam pengaturan ruang yang ada, karakteristik suplai jaringan transportasi yang ada (kapasitas, flow vs speed, dan konfigurasinya), serta interaksi yang terjadi dalam ruang lalulintas yang disediakan. Untuk itu diperlukan suatu model yang dapat merepresentasikan interaksi antara elemen tata ruang, ekonomi, permintaan perjalanan, jaringan transportasi, dan lalu lintas yang terjadi. Dalam studi ini digunakan model transportasi empat tahap (four stages transport model) yang terdiri dari tahap bangkitan perjalanan (trip generation), sebaran perjalanan (trip distribution), pemisahan moda (modal split), dan pemilihan rute (route choice). Model ini dipilih karena: mudah dalam 3-8

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku aplikasinya, cukup baik merepresentasikan karakteristik dan interaksi penting pada sistem transportasi, dan mampu menggambarkan dampak dari intervensi yang dilakukan terhadap sistem transportasi di wilayah studi. Secara umum skema struktur model perencanaan empat tahap ini ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan transportasi, termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial-ekonomi di tiap zona dan karakteristik suplai jaringan yang ada. Dengan menggunakan informasi tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini menghasilkan persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik zona yang bersangkutan. Selanjutnya diprediksi dari/ke mana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda. Terakhir, pada tahap pemilihan rute (trip assignment) MAT didistribusikan ke setiap ruas/link moda yang tersedia di dalam jaringan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalu lintas dan waktu perjalanan di setiap ruas. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar analisis dalam mengevaluasi serangkaian alternatif kebijakan pengembangan jaringan transportasi yang diusulkan. 3-9

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku 3.6.2 Proses Pemodelan Transportasi 3.6.2.1 Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan 3-10

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku Penetapan detail sistem zona dan sistem jaringan transportasi dilakukan sebagai kompromi antara tingkat akurasi, biaya, ketersediaan data, dan aplikabilitas model. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dari studi terdahulu, maka dalam studi ini ditetapkan bahwa: 1. Batas wilayah studi adalah batas wilayah administrasi Kabupaten/Kota di Prop. Maluku Utara, di mana wilayah di sekitarnya diasumsikan sebagai zona eksternal. 2. Agregasi zona di dalam wilayah studi adalah kecamatan, yang selanjutnya disebut sebagai zona internal. 3. Model jaringan diutamakan untuk jaringan jalan, sedangkan jaringan angkutan umum diperlakukan sebagai fixed-flow, moda transportasi lain diintegrasikan melalui simpul terminal (moda darat), pelabuhan (moda air), dan bandara (moda udara). Sistem zona tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar sederhana yang dapat dilihat pada Gambar 3.7. Batas Kab/Kota Kec. A Kec. B Kec. E Kec. C Kec. D Kec. F Kec. G Kec. H Zona Eksternal Zona Internal Zona Eksternal Keterangan: Kec. A B = pergerakan orang/barang antar kecamatan dalam satu kab/kota. Kec. E C = pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan diluar kab/kota menuju ke kecamatan di dalam kab/kota. Kec. D F = pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan di dalam kab/kota menuju ke kecamatan di luar kab/kota. Kec. D F = pergerakan orang/barang dari dan ke kecamatan di luar kab/kota. 3-11

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku Gambar 3.7. Sistem Zona Kecamatan Dengan penetapan sistem zona tersebut, maka akan terbentuk Matriks Asal- Tujuan Antar Kecamatan. Matriks Asal-Tujuan ini dikelompokkan berdasarkan pergerakan orang dan barang, dimana pergerakan barang ini diuraikan lagi berdasarkan jenis barang yang diproduksi, meliputi hasil produksi pangan, sayur-sayuran dan buah-buahan, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan kehutanan.. Untuk model jaringan transportasi yang diintegrasikan melalui simpul-simpul moda transportasi yang dibatasi dalam suatu kabupaten/kota, dapat terbentuk dari pengumpulan dan pengolahan data kedalam bentuk Matriks Asal-Tujuan Antar Simpul Moda Transportasi. 3.6.2.2 Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT Secara skematis bagan alir proses estimasi trip-ends dan MAT yang dilakukan pada studi ini ditunjukkan oleh Gambar 3.8. 3-12

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku 3.6.2.3 Simulasi Jaringan Simulasi jaringan transportasi (dalam hal ini dititikberatkan untuk jaringan jalan) dilakukan dalam konteks untuk: 1. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara makro dalam jaringan transportasi di wilayah Propinsi Maluku Utara, seperti: kemacetan, besarnya biaya transportasi, dan disparitas suplai jaringan. 2. Memprediksi permasalahan yang akan timbul di masa datang seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan perubahan intensitas penggunaan ruang. 3-13

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku 3. Mengevaluasi kinerja dari sejumlah kebijakan perencanaan yang akan diterapkan di masa datang, misal: pembangunan jalan lingkar, jalan tol, maupun pengembangan moda laut, dan udara. MAT perjalanan Data jaringan transportasi I N P U T Model Pemilihan Rute Arus, kecepatan, waktu, jarak O U T P U T Analisis Lanjutan Gambar 3.9. Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada Program Simulasi Jaringan Transportasi 3.7 ANALISIS NORMATIF Analisis normatif dilakukan untuk memperoleh idealisasi pola jaringan pelayanan, hirarki prasarana, dan sistem operasi bagi pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang efektif dan efisien dalam rangka menunjang pengembangan wilayah, pemerataan pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Maluku Utara. Aspek normatif ini dikembangkan berdasarkan review atas peraturan perundangan yang berlaku di setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) serta kajian konseptual secara teoteris mengenai sistem transportasi yang ideal. Analisis ini diperlukan untuk memberikan gambaran arahan pengembangan jaringan transportasi di Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang sesuai dengan konsep yang lebih ideal. 3-14

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis normatif secara berurutan disampaikan sebagai berikut: 1. Melakukan kajian konsep pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan untuk setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku/terbaru (UU, PP, Kepmen, Perda, dll), 2. Melakukan kajian teoretis hasil penelitian dan studi terdahulu baik di dalam maupun luar negeri mengenai idealisasi pola jaringan transportasi wilayah, 3. Melakukan analisis konsep Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang mengelaborasikan aspek normatif secara praktis (dari butir a.) dan aspek teoritis (dari butir b.), 4. Mengidentifikasi simpul, link dan zona yang strategis dan penting untuk dikembangkan dalam rangka mewujudkan Tatralok Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang. 3.8 AZAS TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) Berdasarkan Pedoman Teknis yang telah ditetapkan, Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) harus disusun dengan berasaskan pada beberapa prinsip dasar berikut: 1. Azas Keadilan, dimana tataran transportasi yang disusun harus dapat menunjang kelancaran perhubungan di semua sektor pembangunan dan berpihak pada tiap lapisan masyarakat. 2. Azas Transparansi, tataran transportasi yang disusun disosialisasikan dan diterapkan secara terpadu serta transparasi pada semua sektor pembangunan dan diketahui oleh pejabat pelaksana dilapangan. 3. Azas Akuntabilitas, tataran transportasi yang disusun harus dianalisis secara teliti guna mendapatkan keserasian dan keterpaduan kesisteman transportasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam lingkup wilayah perencanaan. 4. Azas Realistis, tataran transportasi yang disusun harus ditunjang oleh kondisi eksisting yang sebenarnya sehingga hasil kebijakan yang 3-15

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku diperoleh nantinya dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan dapat dilaksanakan secara suistainable. 5. Azas Kesisteman, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan keterkaitan dan keterpaduan hubungan/kesisteman transportasi antar wilayah/kawasan dalam lingkup kajiannya, serta harus disesuaikan dengan kebijakan sistem transportasi diatasnya. 6. Azas Keunggulan Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan dan mengkaji potensi-potensi guna menemukan moda unggulan. 7. Azas Keterpaduan Intra dan Antar Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan keterpaduan intra dan antara moda yang ada, sehingga sinkronisasi sistem transportasi antara moda tersebut dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan yang ada. 8. Azas Koordinasi dan Sinkronisasi, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan gambaran dan arahan koordinasi yang jelas dan sinkronisasi yang terpadu dalam mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan disemua sektor pembangunan. 9. Azas Tinjau Ulang Secara Berkala, tataran trasnportasi yang disusun harus dilakukan tinjauan secara berkala guna menjaga konsistensi dalam pelaksanaannya. Lebih jelasnya, untuk Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dapat dilihat pada Gambar 3.11. 3-16

Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua - Kepulauan Maluku 3-17

BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 LETAK GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI Pulau Morotai merupakan salah satu pulau terbesar di Maluku Utara yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah, baik di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, pertambangan maupun potensi pariwisata sejarah terutama tempat-tempat sejarah peninggalan Perang Dunia Kedua. Potensi ini dapat dijadikan sektor andalan yang memiliki nilai ekonomis baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Maluku Utara umumnya maupun masyakarat Pulau Morotai khususnya serta peningkatan devisa bagi daerah. Dari aspek geografis pulau Morotai memiliki posisi strategis karena berada di bibir jalur perdagangan Asia Pasifik. Posisi geografis wilayah Kabupaten Pulau Morotai berada pada koordinat 2000' sampai 2040'LU dan 128015' sampai 128040 BT. Adapun batas-batas administrasi yang dimiliki oleh kabupaten ini adalah, sebagai berikut : Sebelah Utara : Samudera Pasifik Sebelah Barat : Laut Sulawesi Sebelah Timur : Laut Halmahera Sebelah Selatan : Selat Morotai Kabupaten Pulau Morotai mempunyai luas wilayah 4.301,53 Km 2, dengan luas daratan seluas 2.330,60 Km 2 dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93 Km2. Panjang garis pantai 311.217 Km. Jumlah pulaupulau kecil yang terdapat di Kabupaten Pulau Morotai berjumlah 33 pulau dengan rincian pulau yang berpenghuni berjumlah 7 pulau dan yang tidak berpenghuni berjumlah 26 pulau. 4-1

Secara Administrasi Pulau Morotai sejak Tahun 2002 termasuk kedalam Pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara yang beribukota di Tobelo, hal ini berdasarkan persetujuan DPRD Kabupaten Maluku Utara dengan surat ketetapan nomor : 188.4/06/DPRD/MU/2002 tanggal 15 Februari 2002. Pada tahun 2009 berdasarkan UU Nomor 56 tahun 2009, tentang pendirian Kabupaten Morotai, Pulau Morotai memisahkan diri dari Kabupaten Halmahera menjadi Kabupaten Morotai. Kabupaten Morotai terbagi menjadi lima kecamatan yaitu: Kecamatan Morotai Selatan, Morotai Timur, Morotai Selatan Barat, Morotai Utara dan Morotai Jaya, yang terbagi dalam 64 Desa. Adapun peta wilayah Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 4.1. Batas-batas kecamatan di Kabupaten Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.1. Adapun mengenai jumlah desa menurut letak geografis di Kabupaten Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.1. Batas-Batas Kecamatan di Kabupaten Morotai Kecamatan Utara Selatan Barat Timur Morotai Selatan (MS) MSB Laut Laut MT Morotai Selatan Barat (MSB) MJ MS Laut MT Morotai Timur (MT) MU Samudera MS&MSB Samudera Morotai Utara (MU) MJ MT MSB Samudera Morotau Jaya (MJ) Samudera MSB Samudera MU Sumber: BAPPEDA Tabel 4.2. Jumlah Desa Menurut Letak Geografis Kabupaten Pulau Morotai Kecamatan Desa Pantai Desa Bukan Pantai Jumlah Morotai Selatan (MS) 15 5 20 Morotai Selatan Barat (MSB) 16 1 17 Morotai Timur (MT) 7 1 8 Morotai Utara (MU) 10-10 Morotau Jaya (MJ) 9-9 Jumlah 57 7 64 Sumber: Pulau Morotai Dalam Angka Tahun 2012 4-2

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah desa di Kabupaten Morotai adalah sebanyak 64 desa. Secara administratif Kecamatan Morotai Selatan memiliki jumlah desa terbanyak yakni sebanyak 20 desa yang terdiri dari 15 desa pantai dan 5 desa pantai. Sedangkan Kecamatan Morotai Timur memiliki desa paling sedikit yakni sebanyak 8 desa yang terdiri dari 7 desa pantai dan 1 desa bukan pantai, Kecamatan Morotai Selatan Barat memiliki desa pantai terbanyak yakni 16 desa pantai sedangkan desa bukan pantai sebanyak 1 desa dan Kecamatan Morotai Utara dan Morotai Jaya merupakan 2 kecamatan yang memiliki desa yang semuanya merupakan desa pantai yakni sebanyak 10 desa di Kecamatan Morotai Utara dan 9 desa di Kecamatan Morotai Jaya. 4-3

4-4

4.2 KEPENDUDUKAN Penduduk adalah salah satu faktor utama yang menjadi kunci penting tercapainya keberhasilan pembangunan. Peranan penduduk dalam pembangunan adalah sebagai subyek sekaligus obyek yang akan memberikan dampak terhadap keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan. Jumlah Penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan jika merupakan sumber daya manusia yang berkualitas, namun sebaliknya akan menjadi beban berat pembangunan jika kualitasnya rendah, sedangkan secara kewilayahan, jumlah penduduk harus didukung oleh ketersediaan lahan baik lahan sebagai tempat tinggal yang layak maupun sebagai tempat usaha yang mengutungkan. Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008 terdapat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Penduduk, Luas Daratan dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Daratan (km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Morotai Selatan (MS) 17.970 363,1 49,49 Morotai Timur (MT) 7.967 731,8 10,89 Morotai Selatan Barat (MSB) 11.345 362,8 31,27 Morotai Utara (MU) 7.237 448,7 16,13 Morotau Jaya (MJ) 9.449 408,5 23,13 Jumlah 53.968 2.314,9 25,52 Sumber: Susenas 2011 4.3 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Melalui perhitungan PDRB Kabupaten Pulau Morotai Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat menggambarkan nilai nominal seluruh barang dan jasa yang dihasilkan daerah ini. Di Kabupaten Pulau Morotai pada tahun 2011, nilai PDRB ADHB adalah sebesar Rp 259.237,36 juta, sedangkan pada tahun 2010 nilai PDRB ADHB sebesar Rp 205.394,28 juta. Untuk rinciannya, ditunjukkan oleh Tabel 4.14. 4-5

Tabel 4.14. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pulau Morotai Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rp) Lapangan Usaha 2010 2011*) 1. Pertanian 92.211,63 121.891,14 2. Pertambangan dan Penggalian 704,91 882,26 3. Industri Pengolahan 38.548,54 44.578,67 4. Listrik dan Air Bersih 1.036,36 1.208 5. Bangunan 2.2928,47 3.688,33 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 42.122,14 50.896,8 7. Pengangkutan dan Komunikasi 13.482,14 16.209,24 8. Keuangan, Persewaan dan Perusahaan 5.273,18 7.454,06 9. Jasa-Jasa 9.086,91 10.428,88 Produk Domestik Regional Bruto 205.394,28 259.237,36 *) Angka Sementara Sumber : BPS Kabupaten Pulau Morotai **) Angka Sangat Sementara 4.4 KINERJA PELAYANAN, JARINGAN PELAYANAN DAN JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI WILAYAH SAAT INI Angkutan Darat Terhadap keberadaan terminal angkutan darat baik angkutan orang maupun angkutan barang, terminal saat ini sudah ada permanen (Daruba dan Sangowo) dengan aktifitas terminal yang relative belum optimal. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya intensitas penggunaan kendaraan roda empat. Terminal tersebut dilengkapi prasarana dan sarana berupa toko / pasar yang berdekatan sehingga memudah akessibilitas perdagangan dan jasa. Dengan rencana pengembangan sistem jaringan Trans Morotai di Pulau Moratai ini dimasa yang akan datang diharapkan terminal di Kota Daruba, Terminal Sangowo dan Pembangunan Terminal Bere Bere, Sopi dan Wayabula akan dapat berfungsi untuk meningkatkan arus pergerakan antar wilayah dalam Pulau Moratai ini dimasa yang akan datang. 4-6

Tabel 4.16 menunjukkan data terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008-2012, sedangkan Tabel 4.17 menunjukkan jumlah dan tipe terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008-2012. Tabel 4.16. 2008-2012 Data Terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun TAHUN N SATUA URAIAN O N 200 200 201 201 201 8 9 0 1 2 1. Type ( A / B / C ) Abjad 2 2 2 2 2 2. Kelas ( I / II / III / IV ) Abjad IV IV IV IV IV 3. Luas M2 50 50 50 50 50 Kapasitas 4. Kendaraan 20 20 20 20 20 Angkutan Perkotaan Unit 2 3 4 4 8 Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Tabel 4.17. Jumlah dan Tipe Terminal di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008-2012 NO TERMINAL SATUAN TAHUN 2008 2009 2010 2011 2012 1. TERMINAL TIPE C UNIT 2 2 2 2 2 JUMLAH UNIT 2 2 2 2 2 Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Berdasarkan Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 jenis kendaraan terbanyak adalah jenis sepeda motor (lihat Tabel 4.18). 4-7

Tabel 4.18. Jumlah Kendaraan Menurut Jenis Kendaraan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008-2011 NO JENIS KENDARAAN SATUAN TAHUN 2008 2009 2010 2011 1. Sepeda Motor UNIT 300 375 400 550 2. Mobil Umum UNIT 8 10 12 13 3. Mobil Jeep UNIT 4 4 4 4 4. Mobil Pick Up UNIT 5 6 8 11 5. Truk Sedang UNIT 4 6 7 9 6. Becak Motor (Bentor) UNIT 65 75 90 100 JUMLAH UNIT 386 476 521 687 Sumber : Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Untuk daftar trayek angkutan dalam kota/ kabupaten di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012, ditunjukkan oleh Tabel 4.19. Tabel 4.19. NO TRAYE K Daftar Trayek Angkutan Dalam Kota/Kabupaten di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 URAIA N TRAYE K Dalam JARAK TRAYE K (KM) KODE TRAYE K JUMLAH ARMADA A B C D E 1 Dalam Mini 10 - Kota Kota Bus 2 Luar Luar Mini 30 - Kota Kota Bus 3 - - 5 - Bento r Sumber : Dinas Perhubungan Dan Informatika Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Keterangan : A = Pick Up B = Minibus C = Bus Kecil D = Bus Sedang E = Bus Besar Angkutan Penyeberangan/Laut Selain fungsinya sebagai pelabuhan penyeberangan, Pelabuhan Daruba selain digunakan sebagai pelabuhan angkutan orang juga digunakan sebagai sarana bongkar muat barang bagi kegiatan ekonomi. Kondisi dari 4-8

pelabuhan ini cukup baik (kontruksi dari beton) dengan panjang dermaga 98 meter serta dilengkapi dengan beberapa sarana penunjang pelabuhan seperti 1 unit kantor syah bandar, 2 unit gudang. Luas kawasan pelabuhan ini lebih kurang 1 Ha. Peningkatan aktifitas pada masa mendatang perlu dilakukan penambahan luas atau jumlah dari gudang penampungan. Selain itu juga perlu diperluas dengan pengembangan pelabuhan laut di kawasan Teluk Pitu dan dekat dengan kawasan Badara Pitu Daruba. Dengan konstruksi beton, Pelabuhan Bere Bere perlu dapat pengembangan dengan fasilitas penunjang seperti pergudangan, kantor pelabuhan baik berfungsi sebagai pelabuhan umum maupun terdapat pelabuhan perikanan pantai sebagai sarana bongkar muat hasil perikanan tangkap dan budi daya. Untuk informasi mengenai arus kunjungan kapal barang dan bongkar muat barang serta kunjungan kapal penumpang dan naik turun penumpang di Pelabuhan Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008-2011 ditunjukkan oleh Tabel 4.21. Tabel 4.21. Arus Kunjungan Kapal Barang dan Bongkar Muat Barang serta Kunjungan Kapal Penumpang dan Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Daruba Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2008-2011 N O KEGIATAN 1. KAPAL BARANG a. Dalam Negeri 1). Kunjungan Kapal SATUA N 2). GRT GRT TAHUN 2008 2009 2010 2011 Call 620 620 1034 10.48 125.60 4 125.60 4 147.02 0 128.24 7 2. MUATAN BARANG a. Dalam Negeri 1). Bongkar Ton - - 8.423 11.840 2). Muat Ton - - 18.184 12.002 b. Luar Negeri 1). Eksport Ton - - - - 4. KAPAL PENUMPANG 4-9

N O KEGIATAN SATUA N TAHUN 2008 2009 2010 2011 Dalam Negeri 1). Kunjungan Kapal Call - - - - 2). GRT GRT - - - - 5. PENUMPANG a. Dalam Negeri 1). Turun Orang 19.206 20.679 18.529 23.334 2). Naik Orang 14.256 15.755 13.606 22.604 6. MUATAN BARANG a. Dalam Negeri 1). Bongkar Ton - - - - 2). Muat Ton - - - - b. Luar Negeri 1). Eksport Ton - - - - Sumber : Kantor Pelabuhan (KANPEL) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Angkutan Udara Sebagai salah satu peninggalan bersejarah Perang Dunia II, Bandar Udara Pitu memiliki kemampuan menampung jenis pesawat Hercules, Cassa dan Twin Otter. Bandara ini merupakan bandara militer milik TNI AU. Fasilitas yang dimiliki dengan panjang landasan kurang dari 2400 x 30 m. Dengan keunggulan panjang runway sepanjang 2.400 m, bandara ini dapat didarati oleh pesawat berbadan lebar dengan penumpang per trip 200 orang. Selain penumpang, ada hal yang belum digarap, yaitu cargo penerbangan. Potensi ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan sosial ekonomi Pulau Morotai. Jaringan Jalan Rincian kondisi jalan berdasarkan kewenangan jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2009-2012 ditunjukkan oleh Tabel 4.24. 4-10

Tabel 4.24. Kondisi Jalan Berdasarkan Kewenangan Jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2009-2012 NO TAHUN KEWENANGAN SATUA JALAN N 201 201 2009 2010 1 2 1. PANJANG Jalan Nasional Km 17.9 17.9 17. 9 17.9 Jalan Provinsi Km 265 265 265 265 Jalan Kabupaten Km 10.8 10.8 10. 8 10.8 2. KONDISI Baik 1). Jalan Nasional Km - - - - 2). Jalan Kabupaten Km Sedang 1). Jalan Nasional Km 7.5 8 12 14 2). Jalan Kabupaten Km Rusak 1). Jalan Nasional Km 4 4 4 4 2). Jalan Kabupaten Km 2.5 2.5 2.5 2.5 3. PERMUKAAN Aspal 1). Jalan Nasional Km 2). Jalan Kabupaten Km 8.2 8.2 8.2 8.2 Kerikil 1). Jalan Nasional Km 2). Jalan Kabupaten Km 2.5 2.5 2.5 2.5 Tanah / Lain-Lain 1). Jalan Kabupaten Km 2) Jalan Nasional Km 14.8 14.8 14. 8 14.8 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Untuk informasi mengenai kondisi jalan berdasarkan fungsi jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 ditunjukkan oleh Tabel 4.26. Tabel 4.26. Kondisi Jalan Berdasarkan Fungsi Jalan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2011/2012 NO KELAS JALAN SATUAN TAHUN 2011 2012 4-11

NO KELAS JALAN SATUAN TAHUN 2011 2012 1 PANJANG Jalan Arteri Km 8 6 Jalan Kolektor Km 1.5 1.5 Jalan Lokal Km 1 1 2 KONDISI Baik 1). Jalan Arteri Km 6 6 2). Jalan Lokal Km 2.5 2.5 Sedang 1). Jalan Arteri Km 2). Jalan Lokal Km Rusak 1). Jalan Arteri Km 2). Jalan Lokal Km 3 PERMUKAAN Aspal 1). Jalan Arteri Km 6 6 2). Jalan Lokal Km 2.5 2.5 Kerikil 1). Jalan Arteri Km 2). Jalan Lokal Km Tanah / Lain-Lain 1). Jalan Lokal Km Sumber : Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Adapun data volume lalu lintas harian tahun 2012 ditunjukkan oleh Tabel 4.27. 4-12

4-13

4-14

4.5 BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN Bangkitan dan tarikan pergerakan dibedakan untuk pergerakan orang dan barang. Bangkitan pergerakan merupakan seluruh pergerakan yang dihasilkan/diproduksi dan berasal dari suatu zona tertentu. Sedangkan tarikan pergerakan merupakan jumlah seluruh pergerakan yang tertarik/menuju ke suatu zona tertentu. Besarnya bangkitan/tarikan pergerakan ini sangat dipengaruhi oleh tataguna lahan, karakteristik penduduk dan sistem transportasi yang tersedia. Salah satu cara dalam melakukan pendekatan analisis untuk distribusi perjalanan antar wilayah adalah dengan metoda sintesis, yang merupakan cara analisis dengan mencari hubungan antar pelaku perjalanan, dengan pembangkit, penarik dan faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan. Model sintesis yang umumnya digunakan adalah model Gravitasi dengan mendasarkan pada hukum gravitasi Newton. Untuk transportasi, perjalanan yang dilakukan akan dipengaruhi besar bangkitan dan penarik perjalanan, serta waktu/jarak/biaya perjalanan. Rumus umum model gravitasi adalah sebagai berikut: t ij = k.a i.a j / f (Z ij) dengan: t ij k A i A j = jumlah perjalanan dari i ke j = konstanta = daya tarik zona asal = daya tarik zona tujuan f (Zi j) = fungsi yang mempengaruhi perjalanan 5-15

4.9.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Orang Eksisting Untuk menentukan jumlah perjalanan orang antar kecamatan dapat menggunakan rumus berikut ini: t ij = (k x JPA x JPT) / (d 2 ) dengan: t ij = jumlah perjalanan orang antar kecamatan k = konstanta = 0,00004034 JPA JPT d = jumlah penduduk asal di kecamatan = jumlah penduduk tujuan di kecamatan Adapun jumlah penduduk di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 4.3. = jarak antar ibukota kecamatan. Adapun jarak antar ibukota kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.27. Tabel 4.27. Matriks Jarak Antar Ibukota Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai (Km) Dari Ke Morotai Jaya Morotai Selatan Morotai Selatan Barat Morotai Timur Morotai Utara Morotai Jaya - 42 32 37 14 Morotai Selatan 42-18 12 19 Morotai Selatan Barat 32 18-21 22 Morotai Timur 37 12 21-23 Morotai Utara 14 19 22 23-5 - 16

Dengan perhitungan seperti di atas, hasil distribusi perjalanan orang antar kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.28. Adapun gambar Desire Line Asal-Tujuan dapat dilihat pada Gambar 4.11. 5-17

5-18

4.9.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Barang Eksisting untuk menentukan jumlah perjalanan barang antar kecamatan dapat menggunakan rumus berikut ini: t ij = (k x JPA x JPT) / (d 2 ) dengan: t ij = jumlah perjalanan barang antar kecamatan k = konstanta = 0,00004034 JPA JPT d = jumlah produksi asal di kecamatan = jumlah produksi tujuan di kecamatan Adapun jumlah produksi di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011 diperoleh dari hasil penjumlahan dan pengolahan data dari hasil produksi di masing-masing kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dari berbagai sektor. = jarak antar ibukota kecamatan. Adapun jarak antar ibukota kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.27. Dengan perhitungan seperti di atas, hasil distribusi perjalanan barang antar kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Tabel 4.29. Adapun gambar Desire Line Asal-Tujuan dapat dilihat pada Gambar 4.12. 5-19

4-20

4-21

BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 RENCANA PROYEK MP3EI Dalam MP3EI ditetapkan bahwa Propinsi Maluku Utara merupakan bagian dari Koridor Ekonomi Papua Kepulauan Maluku. Adapun produksi unggulan dan investasi Nasional di koridor tersebut khususnya di wilayah Propinsi Maluku Utara adalah pertambangan nikel dan perikanan. Tabel 5.1 menunjukkan daftar investasi infrastruktur yang teridentifikasi di koridor Papua-Maluku (MP3EI), khususnya di wilayah Kota Pulau Morotai. Dari Tabel 5.1 menunjukkan daftar investasi infrastruktur yang teridentifikasi di koridor Papua-Maluku (MP3EI), khususnya di wilayah Kabupaten Pulau Morotai. Adapun peta lokasi proyek MP3EI di Kabupaten Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 5.1. 5-1

5-2

5.2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2010 2030 Rencana Struktur Ruang Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2010-2030, disampaikan bahwa rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari: - Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Pulau Morotai - Wilayah Pengembangan - Proyeksi Perkembangan Penduduk - Rencana Sistem Jaringan Prasarana 1. Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Pulau Morotai Yang termasuk dalam sistem pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Pulau Morotai terdiri atas: a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Dalam rencana struktur ruang, kawasan Daruba ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota (PP No. 26 tahun 2008). Kawasan Daruba dinilai layak untuk menjadi PKW karena secara internal kawasan ini menjadi pusat pelayanan bagi seluruh wilayah Kabupaten Pulau Morotai dan secara regional kawasan ini juga merupakan kawasan yang memiliki peran penting dalam mendorong interaksi antar kabupaten/kota di dalam lingkup wilayah Provinsi Maluku Utara. Terkait dengan fungsinya sebagai PKW, terdapat beberpa fungsi yang dilekatkan pada kawasan perkotaan daruba, yaitu: 1. Fungsi pelayan pemukiman 5-3

2. Fungsi pemerintahan 3. Fungsi pengembangan pariwisata 4. Fungsi perdagangan dan jasa 5. Fungsi pertahanan dan keamanan b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan (PP No. 26 tahun 2008). Dalam rencana struktur ruang, PKL di Kabupaten Pulau Morotai adalah kawasan Bere-Bere. Kawasan ini dinilai layak untuk menjadi PKL karena memiliki tingkat hirarki wilayah yang cukup tinggi (dalam perhitungan skalogram termasuk ke dalam hirarki I). Terkait dengan fungsinya sebagai PKL, terdapat beberapa fungsi yang dilekatkan pada kawasan Bere-Bere, yaitu: 1. Fungsi pelayanan pemukiman 2. Fungsi pengembangan aktivitas perikanan 3. Fungsi pengembangan industry pengolahan perikanan 4. Fungsi perdagangan dan jasa c. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLP) Pada dasarnya, PKLP adalah wilayah yang saai ini dinilai belum layak untuk menjadi PKL tetapi memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan menjadi PKL di masa-masa yang akan datang. Dalam rencana struktur ruang, PKLP di Kabupaten Pulau Morotai adalah kawasan Wayabula. Kawasan ini dinilai layak untuk menjadi PKLP karena memiliki potensi yang cukup besar untuk tumbuh menjadi salah satu kawasan perkotaan di Kabupaten Pulau Morotai. Di samping kawasannya yang relatif 5-4

datar, akses ke laut juga mudah dan potensi perikanannya cukup tinggi. Terkait dengan fungsinya sebagai PKLP, terdapat beberapa fungsi yang dilekatkan pada kawasan Wayabula, yaitu: 1. Fungsi pelayanan pemukiman 2. Fungsi pengembangan perikanan 3. Fungsi pengembangan industry pengolahan perikanan d. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) PPK adalah kawasan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau lintas desa. Dalam rencana struktur ruang, PPK di Kabupaten Pulau Morotai terdapat di kawasan Sofi dan Sangowo. Keduanya penting untuk menjalankan fungsi pelayanan pemukiman skala kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Timur dan Kecamatan Morotai Jaya. Namun khusus untuk PKK Sofi terdapat fungsi lain yang harus diwadahi yaitu fungsi pengembangan industri pengolahan kopra. Industri pengolahan kopra ini dinilai penting untuk dapat mengoptimalkan produksi kelapa yang cukup tinggi di Kabupaten Pulau Morotai. Kawasan Sofi dipilih sebagai lokasi industri kopra karena wilayah ini memiliki akses yang lebih dekat kea rah Bitung dan Menado yang selama ini menjadi wilayah pasar bagi produk kopra dari Kabupaten Pulau Morotai. 2. Wilayah Pengembangan Berdasarkan kepada rencana sistem perkotaan yang telah diuraikan di atas, terdapat 2 kawasan yang dialokasikan sebagai Wilayah Pengembangan (WP) I dan II. WP I mencakup wilayah 3 kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Selatan Barat, dan Kecamatan Morotai Timur. Sedangkan WP II mencakup 2 kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Utara dan Kecamatan Morotai Jaya. WP I akan diarahkan sebagai pusat pengembangan pariwisata dan pengembangan industri berbasis perikanan. Selanjutnya WP II akan diarahkan sebagai pusat pengembangan industri berbasis perikanan dan pusat industry kopra. 5-5

3. Proyeksi Perkembangan Penduduk Untuk meminimalisir dampak negatif dan perkembangan jumlah penduduk, maka proyeksi perkembangan jumlah penduduk suatu wilayah 10 sampai dengan 20 tahun ke depan harus mampu diestimasi. Proyeksi ini disiapkan sebagai salah satu acuan dasar dalam perencanaan wilayah. Proyeksi perkembangan penduduk yang disajikan nantinya, didasarkan pada jumlah dan rasio penduduk tahun 2008 dari masingmasing kecamatan dengan asumsi pertumbuhan linier. Tabel 5.2 menunjukkan jumlah dan rasio penduduk per kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai. Tabel 5.2. Jumlah dan Rasio Penduduk Masing-Masing Kecamatan Tahun 2008 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Persen (%) Morotai Selatan 16.520 31,08 Morotai Selatan Barat 11.436 21,51 Morotai Timur 7.951 14,96 Morotai Utara 8.757 16,47 Morotai Jaya 8.497 15,98 Jumlah 53.161 100 Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai 2010-2030 Tabel 5.2 sebagai acuan dalam membuat proyeksi jumlah penduduk Pulau Morotai dari masing-masing kecamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Pulau Morotai dari Masing-Masing Kecamatan Kecamatan Jumlah Penduduk (tahun) 2010 2015 2020 2025 2030 Morotai Selatan 17.259 19.055 21.038 23.228 25.646 Morotai Selatan Barat 11.944 13.188 14.560 16.076 17.749 Morotai Timur 8.307 9.172 10.127 11.181 12.344 Morotai Utara 9.146 10.098 11.149 12.309 13.590 Morotai Jaya 8.874 9.797 10.817 11.943 13.186 5-6

Jumlah Penduduk (tahun) Kecamatan 2010 2015 2020 2025 2030 Jumlah 55.530 31.310 67.691 74.736 82.515 Sumber : Penyusunan RTRW Kabupaten Pulau Morotai 2010-2030 Tabel proyeksi, Tabel 5.3 menggambarkan bahwa penduduk Kabupaten Pulau Morotai pada tahun 2030 diperkirakan sekitar 82 ribu jiwa. Artinya 20 tahun kedepan diperkirakan terjadi pertambahan jumlah penduduk sekitar 27 ribu jiwa atau hampir setengah (49 %) dari tahun 2010. Jika dirata-ratakan, penambahan jumlah penduduk pertahun sekitar 1.300an. pertumbuhan ini terbilang cukup signifikan, maka kedepannya diperlukan adanya perencanaan wilayah yang baik. 4. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Dalam analisis aksesibilitas ini, teridentifikasi bahwa Kabupaten Pulau Morotai tersedia akses yang menghubungkan beberapa kecamatan yang dapat dimanfaatkan sebagai jaringan prasarana transportasi, yaitu: 1. Jaringan jalan sabuk selatan timur, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan Morotai Selatan (Daruba), Kecamatan Morotai Timur (Sangowo) dan Kecamatan Morotai Utara (Bere Bere), selanjutnya digunakan istilah Sabuk Selatan-Timur untuk menandainya. Sabuk Selatan-Timur telah terhubung dengan aksesibilitas jalan yang relatif bagus. 2. Jaringan jalan sabuk timur utara, yaitu jaringan jalan yang menghubungakan Kecamatan Morotai Utara (Bere Bere) dan Kecamatan Morotai Jaya (Sopi), selanjutnya digunakan istilah Sabuk Timur-Utara untuk menandainya. Sabuk Timur-Utara belum memiliki keterhubungan aksesibilitas jalan. 3. Jaringan jalan sabuk utara barat, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan Morotai Jaya (Sopi) dan Kecamatan Morotai Selatan Barat (Wayabula), selanjutnya digunakan istilah Sabuk Utara-Barat untuk menandainya. Sabuk Utara-Barat belum memiliki keterhubungan aksesibilitas jalan. 5-7

4. Jaringan jalan sabuk barat selatan, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan morotai Selatan Barat (Wayabula) dan Kecamatan Morotai Selatan (Daruba), selanjutnya digunakan istilah Sabuk Barat-Selatan untuk menandainya. Sabuk Barat-Selatan saat ini sedang dilakukan pembukaan kembali aksesibilitas jalan. Transportasi Darat Terhadap keberadaan terminal angkutan darat baik angkutan orang maupun angkutan barang, terminal saat ini sudah ada yang permanen (Daruba dan Sangowo) dengan aktivitas terminal yang relatif belum optimal. Dengan rencana pengembangan sistem jaringan Trans Morotai di Kabupaten Pulau Morotai ini di masa yang akan datang diharapkan terminal di Kota Daruba, Terminal Sangowo dan Pembangunan Terminal Bere Bere, Sopi dan Wayabula akan dapat berfungsi untuk meningkatkan arus pergerakan antar wilayah dalam Kabupaten Pulau Morotai ini di masa yang akan datang. Transportasi Laut Penyeberangan merupakan suatu jembatan bergerak yang mendukung pergerakan melalui jalan raya. Penyeberangan berfungsi untuk menghubungkan jalan dari satu pulau ke pulau yang lain. Pelabuhan Daruba berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan, selain itu Pelabuhan Daruba juga digunakan sebagai pelabuhan angkutan orangjuga digunakan sebagai sarana bongkar muat barang bagi kegiatan ekonomi. Transportasi Udara Sebagai salah satu peninggalan bersejarah Perang Dunia II, Bandar Udara Pitu memiliki kemampuan menampung jenis pesawat Hercules, Cassa dan Twin Otter. Bandara ini merupakan bandara militer milik TNI AU. Penetapan Kawasan Strategis 5-8

Kawasan strategis yang terdapat di wilayah Kabupaten Pulau Morotai ada dua, yaitu: a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei sebagai Kawasan Strategis Kabupaten. b. Kawasan Strategis Nasional Daruba sebagai Kawasan Strategis Nasional. Dengan direncanakan dan ditetapkannya kedua kawasan tersebut sebagai kawasan strategis di Kabupaten Pulau Morotai, maka tindak lanjut yang bisa dilakukan dalam jangka waktu dekat adalah membuat rencana induk (master plan) atau rencana rinci setiap zona (blok) pengembangan ruangnya, agar di dalam pengendalian dan pemanfaatan ruangnya dapat diawasi secara tertib. 1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei Lokasi kawasan strategis ini terdapat di sebagian besar wilayah barat selatan Kabupaten Pulau Morotai dengan luas areal kawasan sekitar 260 Ha. KEK Tilei langsung berhadapan dengan kawasan pulau-pulau kecil di sebelah barat Kabupaten Pulau Morotai yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan perikanan budi daya dan pengembangan pariwisata bahari. Kawasan Ekonomi Khusus diharapkan mampu menampung kegiatan industri yang berkala menengah dan besar, khususnya di bidang perikanan laut (baik tangkap maupun budi daya) maupun industri yang berbahan baku kelapa. Potensi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei adalah sebagai berikut: a. Masih tersedianya cukup lahan untuk menunjang kegiatan industri (260 Ha) dan b. Secara lokasi, langsung berhadapan dengan potensi perikanan budi daya dan tangkap. Adapun permasalahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tilei adalah sebagai berikut: 5-9

a. Ketersediaan infrastruktur yang masih minim seperti ketersediaan energi/listrik b. Ketersediaan air untuk kebutuhan industri, sehingga perlu diupayakan pemenuhan kebutuhan air dengan merencanakan penyediaan air dengan jaringan PDAM c. Jaringan jalan yaitu akses menuju kecamatan Wayabula belum tersambung sehingga perlu diupayakan pembangunan jaringan jalan untuk menunjang aksesibilitas Kawasan Ekonomi Khusu ini. 2. Kawasan Strategis Nasional Daruba Beberapa isu strategis terkait Kawasan Strategis Nasional Daruba adalah sebagai berikut: a. Ibu Kota Kabupaten Pulau Morotai yang merupakan kabupaten perbatasan Negara b. Di kawasan ini terdapat Landasan Pitu yang merupakan landasan bersejarah peninggalan Perang Dunia II Sebagai Kawasan Strategis Nasional, maka perencanaan tata ruang rincinya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. 5.3 BANGKITAN DAN DISTRIBUSI ARUS BARANG DAN PENUMPANG Pergerakan adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Kita bergerak setiap hari untuk berbagai macam alasan dan tujuan. Jarak perjalanan juga sangat beragam, dari perjalanan yang sangat panjang (misalnya perjalanan antar benua) sampai ke perjalanan yang sangat pendek (misalnya perjalanan ke toko di seberang jalan). Mudah dipahami bahwa jika terdapat kebutuhan akan pergerakan yang besar, tentu dibutuhkan pula sistem jaringan transportasi yang cukup untuk dapat menampung kebutuhan akan pergerakan tersebut. Dengan kata lain, kapasitas jaringan transportasi harus dapat menampung pergerakan. 5-10

Analisa bangkitan dan tarikan perjalanan dilakukan untuk mendapatkan acuan arah pengembangan jaringan transportasi dengan menggunakan Metode Perencanaan Transportasi Empat Tahap seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Adapun ketentuan-ketentuan yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Perkiraan bangkitan perjalanan, menggunakan metode time series, regresi ganda atau teori elastisitas. 2. Perkiraan asal dan tujuan penumpang dilakukan dengan menggunakan data asal-tujuan yang nantinya digunakan untuk membangun Model Furness guna memperkirakan pola distribusi pergerakan dimasa mendatang. 3. Pemilihan moda transportasi dilakukan dengan menggunakan metode pemilihan moda. 4. Perencanaan trayek atau rute operasional sarana dilakukan setelah diketahui bangkitan perjalanan, distribusi asal tujuan serta pilihan moda transportasinya dimasa mendatang. Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering di jelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu. Matriks Pergerakan atau Matriks Asal- Tujuan (MAT) sering digunakan oleh perencana transportasi untuk menggambarkan pola pergerakan tersebut. Kemudian dalam proses pembentukan matrik asal tujuan, untuk kasus ini, metode yang digunakan adalah Metode Furness. Furness (1965) mengembangkan metode yang ada saat sekarang, metode ini sangat sering digunakan dalam proses perencanaan transportasi karena metode ini dikenal sangat sederhana dan mudah digunakan. Pada metode ini, sebaran pergerakan pada masa mendatang didapatkan dengan mengalikan sebaran pergerakan pada saat sekarang dengan tingkat pertumbuhan zona asal atau zona tujuan yang dilakukan secara bergantian. Secara matematis, Metode Furness dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : Tij = t ij. E i 5-11

Iterasi Ke-1 T ij = t ij (Hasil Iterasi Ke-1). E j Iterasi Ke-2 T ij = t ij (Hasil Iterasi Ke-2). E i Iterasi Ke-3 Dimana : T ij t ij T ij = t ij (Hasil Iterasi Ke-3). E j dan seterusnya secara selang-seling = Jumlah Perjalanan Pada Masa Mendatang dari Zona Asal i ke Zona Tujuan j. = Jumlah Perjalanan Pada Masa Sekarang dari Zona Asal i ke Zona Tujuan j. E i = Faktor Pertumbuhan di Zona Asal i. E j = Faktor Pertumbuhan di Zona Tujuan j. Pada metode ini, pergerakan awal (masa sekarang) pertama kali dikalikan dengan tingkat pertumbuhan zona asal. Hasilnya kemudian dikalikan dengan tingkat pertumbuhan zona tujuan dan zona asal secara bergantian (modifikasi harus dilakukan setelah setiap perkalian) sampai total sel MAT untuk setiap arah (baris atau kolom) kira-kira sama dengan total sel MAT yang diinginkan yakni T i = T j. Dimana berdasarkan hasil proyeksi bangkitan dan tarikan pergerakan dalam Matriks Asal-Tujuan pada tiap periode tahun rencana dimasa mendatang, dapat digambarkan kondisinya sebagai berikut : 5.4.1 Proyeksi Asal dan Tujuan Pergerakan Orang Berdasarkan hasil proyeksi jumlah asal dan tujuan pergerakan orang antar kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 5.10 Tabel 5.17. 5-12

5.4.2 Proyeksi Asal dan Tujuan Pergerakan Barang Berdasarkan hasil proyeksi jumlah asal dan tujuan pergerakan barang antar kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 5.18 Tabel 5.25. 5-13

5-14

5-15

5-16

5-17