digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam masyarakat. Teeuw (1989: 228) menjelaskan adanya hubungan ketegangan antara kenyataan dan rekaan dalam fiksi (novel atau cerpen). Apa yang terjadi dalam realitas sering kali memberi inspirasi pada pengarang untuk menggambarkannya kembali ke dalam sebuah karya sastra. Di dalam ranah kesusastraan Indonesia, banyak karya sastra yang muncul bertema atau mengisahkan tentang perempuan. Dengan berbagai topik yang juga mengenai permasalahan perempuan. Menurut Djajanegara (2000: 17) karya sastra pada umumnya mencerminkan ketimpangan. Ketimpangan yang dimaksud adalah mengenai ketidakadilan gender yang terjadi sistematis pada perempuan dalam berbagai sektor kehidupan dan tindakan-tindakan sadar, baik oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut, dan menimbulkan gerakangerakan yang menuntut adanya kesetaraan perempuan dengan laki-laki. Sastra mampu merekam penderitaan dan harapan suatu masyarakat sehingga sifat dan persoalan suatu zaman dapat dibaca dalam karya sastra (Sumardjo, 1979: 15). Dengan demikian, karya sastra merupakan sebuah penghubung antara imajinasi pengarang dengan realitas sosial suatu masyarakat. Realitas sosial itu dituangkan pengarang ke dalam sebuah teks. Teks-teks tersebut merupakan gambaran fenomena sosial yang akan dibaca dan dimaknai oleh 1
digilib.uns.ac.id 2 pembaca. Karya sastra sebagai hasil refleksi manusia dapat menjadi media yang strategis untuk dijadikan alat kritik sistem patriarkat. Unsur-unsur peristiwa diperoleh pengarang dari realitas masyarakat di sekitarnya. Berawal dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat khususnya pada kaum perempuan, pengarang mulai memunculkan berbagai karya sastra, salah satunya berupa novel. Novel sebagai salah satu genre sastra yang mampu berperan penting dalam memberikan pandangan kepada pembacanya untuk memaknai hidup secara lebih bermakna. Pada masa sekarang ini, banyak karya sastra yang ditulis untuk memperlihatkan ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan, terutama sikap laki-laki dan adat terhadap perempuan. Laki-laki dianggap sosok yang aktif, kuat, dan mendominasi, sedangkan perempuan dianggap sosok yang pasif, lemah, dan didominasi. Dominasi laki-laki tidak terlepas dengan budaya patriarkat. Budaya patriarkat berpengaruh besar terhadap kedudukan laki-laki dan perempuan. Salah satu pengarang yang mengangkat tema ketidakadilan gender terhadap perempuan adalah Dorothea Rosa Herliany (selanjutnya akan disebut DRH) dalam novelnya yang berjudul Isinga (2015). Melalui novel ini, DRH mencoba untuk mengkritisi fenomena sosial dan mengangkat realitas sosial kehidupan perempuan suku Aitubu di Pegunungan Megafu, pedalaman Papua. Novel ini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada Januari 2015. DRH lahir di Magelang, 20 Oktober 1963. Dia tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga sampai ke luar negeri. Dia telah beberapa kali ke luar negeri untuk mengikuti pertemuan dan festival. Misalnya, tahun 1990 dia mengikuti
digilib.uns.ac.id 3 Pertemuan Sastrawan Muda ASEAN di Filipina, kemudian tahun 1995 dia mengikuti Festival Penyair Legendaris Indonesia, Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda, dan tahun 2000 dia menjadi writer-residence di Australia. Sedikitnya, DRH telah menerbitkan 18 judul buku terdiri dari: kumpulan puisi, kumpulan cerpen, cerita anak, cerita remaja, dan cerita rakyat. Buku puisinya antara lain: Santa Rosa (bilingual, 2005) yang memenangkan Khatulistiwa Literary Award (2006), dan Kill the Radio (2001), diterbitkan ulang oleh Arc Publication di London (2007). Selain itu ada pula Nyanyian Gaduh (Kumpulan Puisi, 1987), Matahari yang Mengalir (Kumpulan Puisi, 1990), Kepompong Sunyi (Kumpulan Puisi, 1993), Cerita dari Hutan Bakau (Antologi Puisi, 1994), Blencong (Kumpulan Cerpen, 1995), Mimpi Gugur Daun Zaitun (Kumpulan Cerpen, 1999). Puisi-puisinya itu sebagian sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa seperti Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Jepang, Korea, dan Vietnam. Berkat karya-karyanya tersebut, DRH sudah menerima sejumlah penghargaan, seperti Pemenang I Penulisan Puisi Hari Penyair Legendaris Indonesia Chairil Anwar yang diselenggarakan SEMA Sastrawan, pendiri Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin, Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma (1981), Pemenang I Penulisan Puisi yang diselenggarakan Institut Filsafat dan Theologia (IFT) Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta (1985), Penghargaan Kesusastraan dari Asosiasi Wartawan-wartawan Jawa Tengah Indonesia (1995), Penghargaan Seni dari Pemerintah Daerah Magelang (1995), Puisi Terbaik (Mimpi Gugur Daun Zaitun) dari Dewan Kesenian Jakarta (2000), Penulis Terbaik dari Pusat Bahasa Indonesia (2003), Penghargaan Seni
digilib.uns.ac.id 4 dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI (2004), dan The Khatulistiwa Literary Award untuk Santa Rosa (2006). Istri Andreas Darmanto ini juga pernah menjadi koresponden harian Suara Pembaruan, majalah Prospek, majalah Sarinah dan sejak tahun 1995 menjadi redaktur Jurnal Kebudayaan Kolong terbitan Magelang, Jawa Tengah. Kemudian pada tahun 2002 menjadi wakil pemimpin majalah Matabaca (www.budhisetyawan.wordpress.com diakses 10 April 2015). Novel Isinga (2015) layak untuk diteliti karena menunjukkan ketidakadilan gender yang dialami oleh Irewa sebagai tokoh utama yang berjuang dalam mewujudkan kesetaraan gender di pedalaman Papua. DRH menulis dengan latar tempat di perkampungan Aitubu, di bawah Pegunungan Megafu, Papua. Novel ini menceritakan kondisi sosial budaya masyarakat di pedalaman Papua serta konflik batin seorang perempuan dalam berjuang menghadapi tekanan adat dan tradisi serta perubahan-perubahan pada lingkungan sekitarnya. Ide feminisme tergambar pada kata Isinga yang berasal dari bahasa Aitubu isigna atau nisinga yang berarti Ibu atau perempuan. Di pedalaman Papua, perempuan menjadi hal yang berperan penting dalam sebuah keluarga. Penyebutan Ibu dalam judul novel ini dianggap lebih merepresentasikan realitas kehidupan perempuan suku Aitubu yang hidupnya selalu dikuasai oleh laki-laki dan adat yang berlaku. Melalui novel Isinga ini, pengarang ingin mewakili suara perempuan-perempuan Papua dengan menarasikan kisah hidup Irewa, seorang perempuan Aitubu yang harus menjadi yonime 1 untuk perkampungan Aitubu dan Hobone. 1 Yonime dalam bahasa suku Aitubu, di pedalaman Papua, berarti alat pendamai pertikaian antara dua perkampungan yang berseteru.
digilib.uns.ac.id 5 Di sisi lain, novel Isinga mengisahkan konflik yang menunjukkan sebuah ketidakadilan gender yang dialami perempuan. Ketidakadilan gender tidak terlepas dengan feminisme dan sistem patriarkat. Saat ini, konteks mengenai ketidakadilan gender masih sering menjadi perbincangan dalam sebuah karya sastra. Pengarang perempuan dapat memosisikan dirinya menjadi penulis sekaligus objek ketidakadilan gender karena berjenis kelamin sama dengan tokohtokoh perempuan yang diciptakan dalam karya sastra. Seperti yang diungkapkan Santoso (dalam Fithriyana, 2013: 7) bahwa perempuan menulis memberikan sebuah cermin yang dapat digunakan sebagai bahan mengenali diri sendiri, sebagai introspeksi, sebagai bahan refleksi, dan sebagai bahan dasar dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasinya. Novel Isinga diasumsikan banyak menampilkan fenomena ketidakadilan gender yang dialami oleh tokohtokoh perempuan yang merupakan wujud dari budaya patriarkat. Persoalan mengenai stereotip perempuan sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehingga segala hal yang melekat di dalamnya dianggap sebagai suatu kewajaran. Budaya patriarkat dan stereotip oleh sebagian perempuan dianggap menjadi belenggu tersendiri karena membatasi kreativitas, hak perempuan sebagai individu, dan makhluk sosial. Penciptaan novel berlatar Papua ini dapat dipandang sebagai suatu gerakan emansipasi dari pembebasan perbudakan dan perjuangan persamaan hak di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketidakadilan gender yang dialami perempuan suku Aitubu layak untuk diteliti karena menggambarkan realitas kehidupan masyarakat suku Aitubu yang menilai perempuan sebagai jenis kelamin kedua setelah jenis kelamin laki-laki
digilib.uns.ac.id 6 (the second sex). Kesan dominasi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan meliputi di berbagai aspek kehidupan suku Aitubu. Perempuan suku Aitubu memiliki beban ganda, yaitu mengurus urusan domestik rumah tangga sekaligus mencari nafkah untuk keluarganya (publik). Penulis memilih teori sastra feminis untuk menganalisis novel Isinga karena dalam teks penuh dengan bias gender. Melalui perspektif feminisme dalam novel ini dapat dilihat bagaimana seorang perempuan Papua yang terpinggirkan mampu bertahan dan berjuang atas dirinya pribadi dari keadaan yang membelenggunya. Penelitian ini menggunakan teori sastra feminis untuk mendeskripsikan mengenai ketidakadilan gender. Hal yang menjadi faktor penting dari ketidakadilan gender adalah perbedaan gender yang dilakukan berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu, seperti golongan tertentu, ras, agama, dan sebagainya. B. Pembatasan Masalah Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai ketidakadilan gender dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. Melalui analisis novel Isinga dapat diketahui bentuk-bentuk ketidakadilan gender dan penolakan perempuan Papua terhadap sistem patriarkat serta perjuangannya menyetarakan hak dan derajatnya. C. Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang penelitian yang telah disebutkan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana deskripsi ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany?
digilib.uns.ac.id 7 2. Bagaimana upaya penolakan perempuan Papua terhadap budaya patriarkat yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany? D. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. 2. Mendeskripsikan upaya penolakan perempuan Papua terhadap budaya patriarkat yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothea Rosa Herliany. E. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian tentu memiliki manfaat. Manfaat yang diperolah dari penelitian yang dilakukan adalah untuk memberikan gambaran yang jelas guna menjawab permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini terdiri dari dua manfaat: 1. Manfaat Teoretis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut. a. Memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sastra berbentuk novel dengan pendekatan kritik sastra feminis. b. Memperkaya dan menambah penelitian tentang ketidakadilan gender yang terjadi terhadap perempuan yang masih banyak dijumpai di Indonesia. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
digilib.uns.ac.id 8 a. Mampu memberikan manfaat kepada peneliti lain untuk lebih memahami peran dan problematika yang dialami kaum perempuan suku Aitubu di Papua dalam kehidupan sosial yang tercermin dalam novel Isinga melalui tokoh Irewa. b. Mampu memberikan informasi kepada peneliti lain tentang kaitannya dengan ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan Papua dan upaya penolakan perempuan Papua dalam melawan sistem patriarkat serta memperjuangkan hak-haknya. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I Pendahuluan yang berisi (1) latar belakang masalah; (2) pembatasan masalah; (3) perumusan masalah; (4) tujuan penelitian; (5) manfaat penelitian; dan (6) sistematika penulisan. Berbagai hal tersebut akan menjadi langkah awal bagi penulis untuk menentukan arah penelitian agar diperoleh analisis yang spesifik sesuai tujuan penelitian. Bab II Kajian pustaka dan kerangka pikir. Kajian pustaka meliputi kajian studi terdahulu tentang penelitian yang sejenis yang berhubungan dengan objek kajian novel Isinga. Kerangka pikir untuk menyelesaikan dan mengupas permasalahan yang ada, dengan menggunakan teori yang sesuai, yaitu teori sastra feminis. Bab III Metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, objek penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
digilib.uns.ac.id 9 Bab IV Pembahasan, dari pembahasan ini akan didapatkan hasil penelitian yang akan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam bab pertama. Melalui analisis ini akan didapatkan pendalaman pembahasan yang terperinci dan ilmiah sesuai dengan arah pembahasan penelitian. Analisis data akan semakin membuka pemahaman dan pengetahuan ilmiah mengenai permasalahan yang dihadapi penulis. Analisis berisi tentang bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Isinga dengan teori sastra feminis sehingga diperoleh makna yang disampaikan dalam karya sastra ini. Bab V Penutup berisi tentang simpulan dan saran. Simpulan merupakan hasil temuan penelitian dan merupakan jawaban dari rumusan masalah. Saran berisi tentang masukan yang diberikan oleh penulis berdasarkan analisis data.