III. LANDASAN TEORI Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah membawa banyak perubahan pada stabilitas ekonomi global, yaitu maraknya penggunaan Internet sebagai medium untuk melakukan transaksi secara elektronik. Perubahan tersebut tidak hanya merubah cara bisnis tradisional tetapi juga telah menggerakkan perusahaan untuk lebih kompetitif dalam dunia ekonomi yang baru. 3.1 Electronic Commerce E-Commerce sendiri mempunyai definisi yang beragam. Menurut O Brien, E- Commerce adalah bisnis melalui jaringan elektronik yang saling terkoneksi dengan menggunakan teknologi Web (1999: 232). Assosiciation for Electronic Commerce secara sederhana mendefinisikan E-Commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronik. Secara umum E-Commerce dapat dilihat dari 3 perspektif (Kalakota dan Whinston, 1997): 1. Dari perspektif komunikasi. E-Commerce adalah pengantar barang-barang dan jasa, informasi, atau pembayaran melalui jaringan komputer atau media elektronik lainnya. 2. Dari perspektif proses bisnis. E-Commerce adalah aplikasi teknologi terhadap otomatisasi transaksi bisnis dan work flow. 3. Dari perspektf online. E-Commerce menyediakan kemampuan membeli dan menjual barang-barang dan informasi di Internet dan layanan online lainnya. 3.2 Transaksi dalam E-Commerce Transaksi yang terjadi dalam E-Commerce sangat ditentukan oleh jenis aplikasi dari E-Commerce itu sendiri. Jika dilihat dari jenis institusi atau komunitas yang melakukan interaksi perdagangan dua arah maka E-Commerce secara umum dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu (Indrajit, 2002): 1. Business to Business (B-to-B) Electronic Commerce yang berhubungan dengan pemasaran langsung antar bisnis. Ekstranet merupakan sebuah infrastruktur jaringan yang sesuai untuk menghubungkan perusahaan dengan para pemasok dan rekanan bisnisnya. 2. Business to Consumer (B-to-C) Electronic Commerce yang mengembangkan bisnis yang atraktrif untuk menjual produk-produk dan layanan informasi kepada konsumen. Internet merupakan suatu infrastruktur jaringan yang tepat untuk tujuan ini mengingat pertukaran data dan informasi maupun transaksi pembayaran dapat dilakukan dengan cepat dan murah melalui Internet.
3.3 Strategi Bisnis dalam E-Commerce Gambar 3.1 Proses Bisnis dalam Kerangka Sistem E-Commerce (Kosiur, 1997) Pada gambar di atas terlihat bahwa perusahaan, sekelompok orang, atau individu yang ingin menawarkan produk atau jasanya, dapat memulai rangkaian bisnis dengan menggunakan Internet sebagai media berkomunikasi (Kosiur, 1997). Dengan bermodalkan sebuah website atau homepage, penjual (seller) dapat memberikan berbagai informasi sehubungan dengan profil usaha dan produk atau jasa yang ditawarkan. Di sisi konsumen, sebagai calon pembeli (buyer), Internet menyediakan akses secara luas dan bebas terhadap semua perusahaan yang telah mendaftarkan diri di dunia maya. Di dalam proses bisnis, ada empat aliran entitas yang harus dikelola dengan baik, yaitu (Indrajit, 2001):
Flow of goods (aliran produk) Flow of information (aliran informasi) Flow of money (aliran uang) Flow of documents (aliran dokumen) 3.4 Teknologi dan Metode Pengembangan E-Commerce di Perusahaan Membangun dan mengimplementasikan sebuah sistem E-Commerce bukanlah merupakan sebuah proses atau program sekali jadi. Namun merupakan suatu sistem yang perlahan-lahan berkembang terus menerus sejalan dengan perkembangan perusahaan. Mengimplementasikan sebuah sistem E-Commerce tidak semudah atau sekadar menggunakan sebuah perangkat aplikasi baru, namun lebih kepada pengenalan sebuah prosedur kerja baru (transformasi bisnis). Tentu saja perubahan yang ada akan mendatangkan berbagai permasalahan terutama yang berhubungan dengan budaya kerja dan relasi dengan rekanan maupun pelanggan (Fingar, 2000): Sistem E-Commerce melibatkan arsitektur perangkat lunak dan perangkat keras yang akan terus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi sehingga strategi pengembangan dan penerapannya pun akan berjalan seiring dengan siklus hidup perusahaan. Mengembangkan sistem E-Commerce secara perlahan dan bertahap secara tidak langsung menurunkan tingginya resiko kegagalan implementasi yang dihadapi perusahaan.. Dalam berbagai teori manajemen dikatakan bahwa skenario pengembangan teknologi informasi harus sejalan dengan strategi bisnis perusahaan. Arsitektur bisnis perusahaan merupakan penggabungan antara tiga komponen besar, yaitu : organisasi, proses, dan teknologi. Untuk perusahaan kecil, arsitektur bisnis sangat sederhana sehingga tidak diperlukan usaha khusus untuk mendefinisikan dan memahaminya. Berbeda dengan perusahaan menengah dan besar yang hubungan antara satu komponen dengan komponen lainnya telah sedemikian rumit sehingga sangat sulit untuk melakukan pemahaman terhadap arsitektur bisnis perusahaan tanpa adanya pegangan yang jelas dan akurat. Cepatnya perkembangan bisnis dan perubahan yang terjadi memaksa perusahaan untuk menyusun strategi implementasi E-Commerce agar tidak terjadi suatu pengembangan sistem yang membahayakan perusahaan. Suatu pendekatan baru dalam memahami konsep pengembangan E-Commerce yang sejalan dengan kebutuhan bisnis yang selalu berubah secara cepat dari waktu ke waktu harus dikuasai oleh manajemen perusahaan (Fingar, 2000). Bagi perusahaan yang ingin mengembangkan sistem perangkat lunak (software) dan teknologi informasinya agar dapat mengimplementasikan konsep E- Commerce, ada 3 pilihan pengadaan aplikasi yang dapat dilakukan (Fingar, 2000):
1. Membeli paket E-Commerce siap pakai (siap terap) yang telah tersedia di pasar. 2. Membuat sendiri aplikasi yang dibutuhkan dengan bekerja sama dengan divisi Teknologi Informasi internal perusahaan. 3. Pembelian komponen-komponen E-Commerce yang kemudian saling dikoneksikan dan diintegrasikan. Pada akhirnya pendekatan pengembangan sistem E-Commerce yang adapatif dengan perubahan hanya dapat dilakukan jika perusahaan memiliki infrastruktur teknologi informasi yang sesuai dengan sifat-sifat pengembangan komponenkomponen objek bisnis tersebut. Dengan kata lain, perusahaan harus memiliki design cetak biru (blue print) pengembangan teknologi informasi (data, proses, dan teknologi) yang menekankan pada sistem berbasis objek. Perusahaan-perusahaan yang masih menggunakan metode pengembangan sistem dengan teori-teori lama harus mulai migrasi ke sistem yang baru. Aset-aset teknologi kuno, baik perangkat keras maupun perangkat lunak harus mulai diganti dengan tipe teknologi baru untuk menjawab tantangan bisnis yang ada. 3.5 Infrastruktur Teknologi Informasi Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa kunci keberhasilan negara berkembang untuk dapat menuju suatu negara industri terletak pada pembangunan dan pengembangan jaringan infrasturkturnya. Dalam hal ini jaringan tersebut dikategorikan sebagai jalan raya, telekomunikasi, jaringan listrik, pipa air minum, transportasi, dan sebagainya. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena setiap kegiatan manusia memerlukan beragam komponen infrastruktur tersebut. Di Amerika misalnya, jika sebuah komponen infrastruktur pertama kali dibangun, masyarakat harus membeli jasa atau produk pemakaian infrastruktur tersebut dengan suatu tingkatan biaya tertentu. Sejalan dengan diperolehnya pendapatan dari masyarakat ini, pengelola infrastruktur tersebut secara perlahan-lahan akan mengurangi biaya pemakaiannya sejalan dengan tingkat kembalinya biaya investasi yang bersangkutan (return on investment) yang telah ditanamkan untuk biaya pembangunan proyek. Bahkan untuk jenis infrastruktur tertentu, seperti telepon dan listrik, harga pemakaian akan turun sampai mencapai level yang tetap (flat rate). Dalam kerangka ini, tidak heran jika seorang mahasiswa atau pengusaha, selama 24 jam menghubungkan komputernya dengan Internet karena tidak ada biaya variabel yang harus dibayarkan terhadap penggunaan pulsa telepon dan listrik. Bahkan bagi mereka yang bekerja pada institusi tertentu (swasta dan pemerintah) atau sedang mengenyam pendidikan tertentu, sambungan Internet diberikan secara gratis sebagai fasilitas penunjang aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain, akses ke dunia maya (cyber space) dapat dilakukan dengan mudah, murah, dan cepat. Seperti layaknya perusahaan dotcom kebanyakan, bisnis web (web business) terbentuk karena banyaknya keuntungan yang ditawarkan oleh Internet sebagai medium bertransaksi. Dari sejumlah aspek yang ada, murahnya biaya transaksi (cost
transaction) dan berinteraksi merupakan hal utama yang menjadi pendorong berkembangnya sebuah bisnis web (Tapscott, 2000). Tentu saja tinggi rendahnya biaya ini sangat relatif di mata konsumen, bergantung manfaat (benefit) yang ditawarkan oleh Internet. Dengan kata lain, di sini faktor infrastruktur sangat menentukan karena kinerja Internet sangat bergantung pada aspek-aspek teknis infrastruktur yang ada. Sebuah bisnis web akan secara efektif dan efisien beroperasi jika didukung oleh infrastruktur yang memadai, yang manfaatnya secara signifikan dirasakan tinggi dibandingkan dengan penyelenggaraan bisnis secara konvensional (dengan menggunakan medium offline). Tanpa adanya kelebihan yang ditawarkan oleh Internet, kemungkinan bisnis web akan bertahan sangatlah kecil. 3.6 Web Usability Usability didefinisikan sebagai pengukuran terhadap kualitas yang dirasakan pengguna ketika berinteraksi dengan suatu sistem, baik sebuah website, aplikasi software, mobile technology, atau peralatan lainnya (Turban, 2002). Usability merupakan kombinasi faktor-faktor yang mempengaruh pengalaman pengguna dengan sistem, yaitu: Ease of learning Seberapa cepat seorang pengguna yang belum pernah melihat user interface dapat belajar dengan cepat untuk menjalankan operasi-operasi dasar? Efficiency of use Seberapa cepat seorang pengguna yang telah mempelajari sebuah sistem dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan? Memorability Jika seorang pengguna telah pernah memakai sistem sebelumnya, dapatkah dia mengingat untuk menggunakan sistem secara efektif di lain waktu atau kah dia harus belajar dari awal lagi? Error frequency and severity Seberapa sering pengguna melakukan kesalahan selama menggunakan sistem, seberapa berbahayakah kesalahan-kesahalan tersebut, dan bagaimana cara mengatasi kesalahan tersebut? Subjective satisfaction Seberapa puas pengguna menggunakan sistem tersebut? 3.7 Aspek-aspek Bisnis Untuk Meningkatkan Keuntungan Kompetitif Keuntungan kompetitif timbul dari nilai suatu perusahaan yang mampu diciptakan untuk konsumennya yang melebihi biaya perusahaan untuk menciptakannya. Keuntungan kompetitif merupakan nilai yang ingin dibayar oleh
pembeli dari penawaran dengan harga yang lebih rendah dari kompetitor untuk keuntungan yang sama atau menyediakan keuntungan yang unik untuk menutupi harga yang tinggi (Porter, 1985). Vijay Sethi dan William R. King dalam jurnalnya memperkenalkan CAPITA (Competitive Advantage Provided by Information Technology Application), yaitu keuntungan kompetitif yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi. Ada beberapa dimensi dari CAPITA yang dirasakan sangat signifikan yaitu : efficiency, functionality, threat, preemptiveness, dan synergy. 3.8 E-Commerce di Indonesia Perkembangan Internet di Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dari jumlah ISP (Internet Service Provider) dan pengguna Internet yang meningkat drastis. Dalam laporan APJII (Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia), disebutkan sebanyak 112 ISP yang mendaftarkan diri sebagai anggota APJII (APJII, 2002). Dengan semakin banyaknya perusahaan penyedia jasa Internet di Indonesia, maka diharapkan biaya untuk pemakaian Internet semakin murah dan cepat. Tabel 3.1 Perkembangan Perusahaan ISP di Indonesia (APJII, 2002) Tahun ISP yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pos ISP yang bergabung dengan APJII dan Telekomunikasi Departemen Perhubungan 1999 50 41 2000 139 74 2001 172 105 2002* 179 112 * s/d Kwartal I - 2002 Dari sisi pengguna Internet sendiri mengalami lonjakan yang luar biasa. Diperkirakan sampai akhir tahun 2002, jumlah pelanggan Internet (subscribers) di Indonesia sebesar 1 juta orang sedangkan untuk pemakai Internet (users) mencapai 8 juta orang.
9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 1998 1999 2000 2001 2002 Subscribers Users Gambar 3.2 Perkembangan Pelanggan dan Pemakai Internet di Indonesia (APJII, 2002) Walaupun jumlah pengguna Internet ini masih kecil dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta lebih ini, tetapi dengan perkembangan teknologi dan infrastruktur yang semakin baik di Indonesia maka bisnis E-Commerce akan menjadi sumber pendapatan baru bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hal ini juga terlihat dari jumlah domain co.id yang berkembang pesat di Indonesia. Ini membuktikan bahwa semakin banyak perusahaan di Indonesia yang menyadari keuntungan yang diberikan oleh sistem E-Commerce pada nilai bisnis mereka.
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 All domain.id CO.ID Gambar 3.3 Perkembangan domain CO.ID di Indonesia (IDNIC, 2002)