I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PERKEBUNAN KARET RAKYAT (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur)

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang Nomor 18/2004 tentang Perkebunan, secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; secara ekologi berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung, dan secara sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Adapun karakteristik perkebunan dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain dari jenis komoditas, hasil produksi, dan bentuk pengusahaannya. Dari aspek komoditas, perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan merupakan bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi perkebunan besar negara (6%), perkebunan besar swasta (21%), dan perkebunan rakyat (72%) (Ditjen Perkebunan, 2010). Dalam perekonomian Indonesia, subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting. Sejak awal tahun 1970-an subsektor perkebunan dipacu pertumbuhannya melalui berbagai kebijakan produksi, investasi, ekspor, dan berbagai kebijakan lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja subsektor perkebunan dalam perekonomian nasional. Arah kebijakan pemerintah tersebut sesuai dengan keunggulan komparatif subsektor perkebunan di pasar domestik dan internasional. Salah satu tujuan dari pembangunan perkebunan adalah untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu hasil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan.

2 Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional, yaitu mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional; memperluas lapangan kerja dan memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam. Pengembangan wilayah pada hakikatnya adalah pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku. Karena itu istilah wilayah merupakan hal yang penting untuk didefinisikan secara tegas, terutama dalam menganalisis kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Jadi dalam hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali) namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (Rustiadi et al. 2005). Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang No. 22 dan No. 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan yang besar kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah termasuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi sumberdaya alam yang diiringi dengan tanggungjawab pembiayaan pembangunan daerah yang porsinya semakin meningkat. Berkaitan dengan upaya pembangunan daerah, maka pengembangan basis ekonomi yang berbasis pada sumberdaya lokal sebagai pusat pertumbuhan perlu diperkokoh. Selama ini telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan. Kebijakan ini diterapkan karena adanya kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan masih tergolong miskin dan umumnya menggantungkan

3 hidupnya dari kemurahan alam di sektor pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah melalui pembangunan daerah pedesaan melalui pengembangan perkebunan karet rakyat. Hal ini cukup beralasan, karena sejak tahun 1967 sampai 2004 luas areal, produksi dan produktivitas karet rakyat di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu masing-masing 2,34 juta ha, 0,85 juta ton/tahun dan 3,55 kw/ha/tahun dengan laju peningkatan masing-masing 1,49; 3,06 dan 1,56 persen/tahun (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004). Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Badan Litbang Pertanian, 2007). Tabel 1. Pertumbuhan Luas Areal Karet di Indonesia Tahun 1970-2005 Status 1970 2005 Pengusahaan Area (000) (%) Area (000) (%) PR 1.613 69,59 2.767 84,36 PBS 281 12,12 224 6,83 PBN 238 10,27 275 8,38 Jumlah 2.318 100,00 3.280 100,00 Sumber : Badan Litbang Pertanian (2007) Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional Badan Litbang Pertanian (2007) menyatakan bahwa selama lebih dari tiga dekade (1970-2005), areal perkebunan karet di Indonesia meningkat sekitar 1,27% per tahun. Namun pertumbuhan ini hanya terjadi pada areal karet rakyat (± 1,6% per tahun), sedangkan pada perkebunan besar negara dan swasta

4 cenderung menurun. Dengan luasan sekitar 3,3 juta ha pada tahun 2005, mayoritas (85%) perkebunan karet di Indonesia adalah perkebunan rakyat, yang menjadi tumpuan mata pencaharian lebih dari 15 juta jiwa. Dari keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar (± 91%) dikembangkan secara swadaya murni, dan sebagian kecil lainnya yaitu sekitar 288.039 ha (± 9%) dibangun melalui proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan Swadaya Berbantuan. Berbeda dengan tingkat pertumbuhan areal yang relatif rendah, pertumbuhan produksi karet nasional selama kurun waktu 1970-2005 relatif tinggi yaitu sekitar 3,89% per tahun. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan areal perkebunan karet rakyat yang menggunakan klon unggul yang produktivitasnya cukup tinggi. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada perkebunan rakyat (4,33% per tahun), sedangkan pertumbuhan produksi perkebunan besar swasta dan negara masing-masing hanya sekitar 3,88% dan 1,77% per tahun. Namun demikian secara umum produktivitas karet rakyat masih relatif rendah (796 kg/ha/th) bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara (1.039 kg/ha/th) maupun swasta (1.202 kg/ha/th). Hal ini, antara lain, disebabkan sebagian besar (>60%) tanaman karet petani masih menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif (± 13% dari total areal). Pada saat ini sekitar 400 ribu ha areal karet tidak produktif karena dalam kondisi tua dan rusak. Selain itu sekitar 2-3% dari areal tanaman menghasilkan (TM) yang ada setiap tahun akan memerlukan peremajaan. Dengan kondisi demikian, sebagian besar kebun karet rakyat masih menyerupai hutan karet (Badan Litbang Pertanian, 2007). Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/tahun. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu

5 hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama 5 tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produkproduk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut. Tabel 2. Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Jawa Barat Selama 5 Tahun Status Pengusahaan Luas Lahan (Ha) 2005 2006 2007 2008 2009 PR 6.865 7.579 8.014 9.271 11.423 PBS 21.332 20.397 19.610 19.433 19.705 PBN 23.580 23.341 23.963 24.530 25.212 Jumlah 51.777 51.335 51.587 53.234 56.340 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional Bidang pertanian Kabupaten Cianjur cukup potensial. Hal ini didukung oleh letak geografis yang memadai sehingga komoditi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dapat tumbuh dengan subur. Tidak terkecuali perkebunan karet. Sub sektor perkebunan ini tumbuh di wilayah utara dan selatan. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting dan berperan besar khususnya bagi penunjang ekonomi masyarakat. Luas tanam perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mencapai 42,09% dari total luas tanam perkebunan karet (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010). Dengan adanya perkebunan karet rakyat diharapkan dapat sebagai sumber lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, pemasok bahan baku karet dan berperan dalam menambah pendapatan serta mendorong bertumbuhnya sentrasentra ekonomi baru di tingkat masyarakat pedesaaan. Tanaman karet merupakan tanaman yang menghasilkan bahan baku bagi industri yang diperdagangkan secara internasional. Salah satu sentra perkebunan

6 karet rakyat di Jawa Barat berada di Kabupaten Cianjur. Sejarah karet rakyat di Cianjur sudah berlangsung sejak jaman kolonial. Perkebunan karet rakyat tumbuh pada lahan milik petani yang berada disekitar PTPN dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Kondisi perkebunan karet rakyat berbeda dengan perkebunan milik negara atau perkebunan besar swasta. Perbedaan tersebut terutama terlihat pada aspek skala usaha (luasan lahan pengelolaan usaha), teknologi budidaya dan manajemen, sehingga mengakibatkan tingkat produksi, produktivitas dan pendapatan usaha persatuan luas berbeda pula. Tabel 3. Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Kabupaten Cianjur Selama 5 Tahun Status Pengusahaan Luas Lahan (Ha) 2005 2006 2007 2008 2009 PR 1.975,45 2.010,95 2.074,95 2.311,75 2.404,27 PBS 1.471,41 1.484,86 1.523,39 1.797,61 1.797,61 PTP 1.522,66 1.833,57 1.723,28 1.509,88 1.509,88 Jumlah 4.969,52 5.329,38 5.321,62 5.619,24 5.711,76 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional 1.2. Rumusan Masalah Peluang otonomi daerah harus direspon oleh pemerintah daerah secara bijak, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara optimal dan terarah untuk kesejahteraan masyarakat. Pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Kabupaten Cianjur. Agroindustri merupakan sektor hilir dari pertanian, dalam suatu rangkaian agribisnis dapat diharapkan sebagai peluang pasar. Kekuatan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah. Namun keunggulan komparatif harus diiringi dengan keunggulan kompetitif dalam hal ini dari aspek ekonomi agar dapat bersaing dengan kompetitor dari luar daerah. Untuk itu perlu dilihat daya dukung terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur.

7 Kabupaten Cianjur dalam menghasilkan produk olahan karet dapat dikatakan sudah memiliki keunggulan komparatif bagi pengembangan wilayah. Beberapa produk olahan karet rakyat selama ini dalam pemasaran produk-produk selama ini dirasakan masih lemah dalam bersaing dengan produk dari luar, untuk itu perlu dilihat bagaimana faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur. Luas areal tanam perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur merupakan areal yang terbesar jika dibandingkan dengan perkebunan swasta atau perkebunan nasional. Dengan luas areal tanam yang besar maka penggunaan/pengembangan lahan, penyerapan tenaga kerja dan nilai pendapatan yang diperoleh merupakan kontribusi yang dapat diberikan dari perkebunan karet rakyat terhadap pengembangan daerah. Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa masalah yang dapat didefinisikan, yaitu : 1. Bagaimana daya dukung wilayah terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Apakah yang menjadi aspek-aspek pendukung dan penghambat pengembangan wilayah. 3. Bagaimana kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Mengkaji aspek-aspek pendukung dan penghambat dalam pengembangan wilayah. 3. Mengkaji kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

8 1. Teridentifikasinya daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Teridentifikasinya aspek-aspek pendukung dan penghambat dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 3. Diketahuinya kontribusi pengembangan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. 4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam menyusun suatu rumusan yang tepat mengenai pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat.