PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PERKEBUNAN KARET RAKYAT (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PERKEBUNAN KARET RAKYAT (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur)"

Transkripsi

1 PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PERKEBUNAN KARET RAKYAT (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur) ICHSAN A PROGRAM STUDI ILMU-ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN (PWD) SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Perencanaan Pengembangan Wilayah Berbasis Perkebunan Karet Rakyat (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Juli 2011 I C H S A N NRP : A

3 RINGKASAN ICHSAN. Perencanaan Pengembangan Wilayah Berbasis Perkebunan Karet Rakyat (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur). Dibimbing oleh BABA BARUS dan D.S. PRIYARSONO. Luas areal tanam perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur merupakan areal yang terbesar jika dibandingkan dengan perkebunan swasta atau perkebunan nasional. Kondisi perkebunan karet rakyat berbeda dengan perkebunan milik negara atau perkebunan besar swasta. Secara umum produktivitas karet rakyat masih relatif rendah bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara maupun swasta. Hal ini, antara lain, disebabkan sebagian besar tanaman karet petani masih menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif. Meskipun pertumbuhan areal perkebunan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/tahun. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat diidentifikasi daya dukung wilayah yang meliputi aspek biofisik meliputi daya dukung lahan dan infrastruktur, aspek sosial meliputi sumberdaya manusia dan kelembagaan dan aspek ekonomi meliputi finansial. Informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi diatas selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi aspekaspek pendukung dan penghambat apa saja yang berpengaruh dengan menggunakan analisis SWOT untuk menyusun strategi pengembangan. Dengan menggunakan analisa deskriptif maka akan dikaji mengenai kontribusi terhadap pengembangan lahan, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan. Daya dukung lahan untuk perluasan areal tanam pada lokasi lahan potensi/sesuai untuk perkebunan karet masih sangat memungkinkan, sedangkan infrastruktur bahwa ketersediaan bibit unggul tidak menjadi kendala karena masih sangat tersedia di penangkar, jalan produksi yang ada di dalam perkebunan sudah mencukupi, sedangkan jumlah hand mangle di tiap kecamatan masih belum mencukupi/kurang. Tingkat ketersediaan tenaga kerja masih sangat tersedia, sedangkan kelembagaan kelompok tani sudah cukup baik, jumlah penyuluh yang ada sudah sangat cukup sedangkan kelembagaan keuangan formal seperti perbank-an kurang dapat membantu petani dari segi permodalan. B/C usaha tani karet rakyat adalah 1,656 yang berarti bahwa budidaya karet rakyat layak untuk diusahakan. Setelah melakukan analisis dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, maka tahap berikutnya membuat matriks SWOT. Tujuannya adalah untuk memperoleh alternatif strategi dalam rangka pengembangan wilayah perkebunan karet rakyat. Berkaitan dengan hal tersebut maka prioritas strategi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu : 1). Mendorong petani untuk melakukan peremajaan tanaman karet dengan menggunakan bibit unggul berkualitas; 2). Menjalin kerjasama dengan kelembagaan keuangan/pemilik modal dalam perkebunan karet rakyat; dan 3). Memperkuat sistem informasi antar anggota. Kata kunci : perkebunan karet rakyat, daya dukung, SWOT, kontribusi

4 ABSTRACT ICHSAN. Regional Development Planning based on Rubber Plantation : Case Studies in two Sub-districts in Cianjur District. Supervised by BABA BARUS and D.S. PRIYARSONO. The area of planting rubber plantation in Cianjur is the largest area when compared to private estates or plantations. Smallholder rubber plantation conditions differ from state-owned plantations or large private estates. In general, the productivity of smallholder rubber is still relatively low when compared to the productivity of the state and private plantations. This, among other things, caused most of the rubber plant growers still use planting materials from seed (seedling) without good maintenance, and the high proportion of the area that had old rubber plant, damaged or unproductive. Although the growth of rubber plantation area is still positive, although slow is 1.58% / year, while state and private plantations are equally decreased 0.15% / year. Therefore, the foundation of the development will be more rubber on the plantation. In the development of smallholder rubber plantation-based region will be identified carrying capacity of the area that includes biophysical aspects include the carrying capacity of land and infrastructure, including social aspects of human resources and institutional and economic aspects including financial. Information obtained from the above identification results are then used to identify aspect of the enabling and inhibiting any effect by using a SWOT analysis to strategy development. By using descriptive analysiswill be assessed on the contribution to development of land, employment and income. Carrying capacity of land for the expansion of planting area at the field site potential / suitable for rubber plantation is still very promising, while the infrastructure that the availability of seeds is not an obstacle because it is still available at the breeder, the production of existing roads within the estate are sufficient, whereas the number of hand mangle in each district is still not sufficient, while the number of hand mangle in each district is still not sufficient / poor. Level of availability of labor is still available, while the institution is good enough farmer groups, the number of trainers who have been very pretty while formal financial institutions such as the bank's less able to assist farmers in terms of capitalization. B/C rubber farming is which means that the cultivation of rubber worth the effort. After doing the analysis in the development of smallholder rubber plantation-based region, then the next stage of making a SWOT matrix. The goal is to obtain an alternative strategy for the development of smallholder rubber plantation area. In this context the priority area of development strategy based rubber plantation is proposed into three approaches, namely: 1). Encourage farmers to plant rubber rejuvenation by using superior quality seeds, 2). Cooperation with financial institutions / capital owners in the rubber plantation, and 3). Strengthening the system of information among members. Key words: rubber plantation, carrying capacity, SWOT, contributions

5 PRAKATA Tiada kata yang layak penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT kecuali rasa syukur, atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Perencanaan Pengembangan Wilayah Berbasis Perkebunan Karet Rakyat (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur) sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibunda Yarlis Nazar dan Ayahanda Herman Said beserta adik-adikku, atas semua dukungan dan semangat yang telah diberikan. 2. Istriku, Mustika Gusniasari dan anakku tercinta, Annisa Ichsan Khairani yang telah menciptakan semangat dan memberikan bantuan yang tidak ternilai agar selesainya tugas ini. 3. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Bapak Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang bermanfaat bagi penulis. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, selaku Ketua Program Studi beserta Jajarannya pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 5. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS, sebagai penguji luar komisi yang memberi masukan bagi kelengkapan penulisan ini. 6. Keluarga Besarku di Sindang Barang, Bogor. 7. Para Pejabat dan Jajarannya di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Cianjur. 8. Rekan-rekan mahasiswa PWD baik yang dulu maupun sekarang. 9. Petani, Ketua Poktan, Ketua Gapoktan, Pedagang Pengumpul di Kec. Cikalongkulon dan Mande 10. Pimpinan dan rekan-rekan di kantor yang telah banyak membantu atas pemakluman selama ini. 11. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian tulisan ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis dalam penerapan teknik penulisan maupun pengungkapan substansinya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang dapat memperkaya pengetahuan penulis dan mempertajam isi tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaaat dan semoga berkah Allah SWT bersama kita semua. Amin. Bogor, Juli 2011 Ichsan

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Maret Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putra dari pasangan Herman Said dan Yarlis Nazar. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Jatipadang 07 Pagi Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada tahun Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 107 Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada tahun 1987, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 28 Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada tahun Pada tahun 1990 bulan Juli diterima pada Program S1 Universitas Andalas Padang, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Mekanisasi Pertanian dan diselesaikan pada tahun Tahun 1998 penulis diterima berkerja pada Departemen Pertanian dan ditempatkan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Pada tahun 2004 penulis mengambil Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Wilayah Pengembangan Wilayah Reformasi Pembangunan Pertanian Pengembangan Perkebunan Karet.. 15 III. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengambilan Sampel Metode Pendekatan Studi Metode Analisis Analisis Daya Dukung Wilayah Analisis SWOT Analisis Deskriptif. 25 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi Kondisi Fisik Wilayah Iklim Bahan Induk Tanah Topografi Sosial dan Ekonomi Kependudukan Perekonomian Wilayah.. 32 V. KONDISI UMUM PERKEBUNAN KARET Kondisi Perkebunan di Kab. Cianjur Kondisi Perkebunan Karet Rakyat Luas Kepemilikan Lahan Produksi dan Produktivitas Ketersediaan Benih/Bibit Sumberdaya Petani dan Kelompok Tani Sumberdaya Penyuluh. 39 VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Aspek Biofisik Daya Dukung Lahan Ketersediaan Prasarana Sarana Wilayah.. 43

8 2 VII. VIII Aspek Sosial Sumberdaya Manusia Kelembagaan Aspek Ekonomi Finansial. 48 FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET Faktor Internal Faktor Eksternal Matriks SWOT. 58 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN WILAYAH PERKEBUNAN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH Kontribusi terhadap Pengembangan Lahan Kontribusi terhadap Tenaga Kerja Kontribusi terhadap Pendapatan. 63 IX. PENUTUP Simpulan Saran. 66 Daftar Pustaka.. 68 Lampiran. 70

9 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Sebaran Perkebunan Karet Rakyat di Kec. Cikalongkulon Peta Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kec. Cikalongkulon Peta Sebaran Perkebunan Karet Rakyat di Kec. Mande Peta Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kec. Mande Analisa Usaha Tani Karet Perkebunan Karet Rakyat 73

10 DAFTAR TABEL 1. Pertumbuhan Luas Areal Karet di Indonesia Tahun Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Jawa Barat selama 5 Tahun Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Kabupaten Cianjur selama 5 Tahun 6 4. Matriks Metode Penelitian Matriks SWOT Kemiringan Lereng dan Satuan Morfologi Jenis Tanah menurut Sistem Klasifikasi dan Lokasi Kecamatan Jumlah Penduduk Berdasarkan Bidang Usaha Utama Jumlah Penduduk dan Status Pekerjaan pada Wilayah Pembangunan Utara di Kabupaten Cianjur Laju dan Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun Status Pengusahaan Berdasarkan Komoditas Perkebunan dan Luas Areal di Kabupaten Cianjur Tahun Luas Areal dan Produksi Komoditi Unggulan Subsektor Perkebunan Kabupaten Cianjur Tahun Luas Areal Perkebunan Karet Rakyat Kabupaten Cianjur Tahun Jumlah Kepala Keluarga (KK) Berdasarkan Rata-rata Luas Kepemilikan Lahan Perkebunan Karet Rakyat di Desa Gudang, Kecamatan Cikalongkulon Luas Areal dan Produksi Karet pada Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Swasta Tahun Keadaan Pembibitan oleh Penangkar Benih di Kabupaten Cianjur Tahun Kondisi Kelompok Tani di Wilayah Pengembangan Utara Kabupaten Cianjur Kondisi Penyuluh di Wilayah Pengembangan Utara Kabupaten Cianjur Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande Tahun Jumlah Hand Mangle di Kabupaten Cianjur Tahun Matriks Faktor Internal Perkebunan Karet Rakyat Matriks Faktor Eksternal Perkebunan Karet Rakyat Matriks SWOT Pengembangan Wilayah Perkebunan Karet Rakyat. 59

11 DAFTAR GAMBAR 1. Alur Pikir Penelitian Wilayah Administrasi Kabupaten Cianjur Peta Sebaran Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Cianjur Peta Potensi Perkebunan Karet rakyat di Kabupaten Cianjur Kuadran SWOT Perencanaan Pengembangan Wilayah Berbasis Perkebunan Karet Rakyat. 56

12 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang Nomor 18/2004 tentang Perkebunan, secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; secara ekologi berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung, dan secara sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Adapun karakteristik perkebunan dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain dari jenis komoditas, hasil produksi, dan bentuk pengusahaannya. Dari aspek komoditas, perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi. Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan merupakan bahan baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi perkebunan besar negara (6%), perkebunan besar swasta (21%), dan perkebunan rakyat (72%) (Ditjen Perkebunan, 2010). Dalam perekonomian Indonesia, subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting. Sejak awal tahun 1970-an subsektor perkebunan dipacu pertumbuhannya melalui berbagai kebijakan produksi, investasi, ekspor, dan berbagai kebijakan lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja subsektor perkebunan dalam perekonomian nasional. Arah kebijakan pemerintah tersebut sesuai dengan keunggulan komparatif subsektor perkebunan di pasar domestik dan internasional. Salah satu tujuan dari pembangunan perkebunan adalah untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu hasil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan.

13 2 Ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional, yaitu mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional; memperluas lapangan kerja dan memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam. Pengembangan wilayah pada hakikatnya adalah pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku. Karena itu istilah wilayah merupakan hal yang penting untuk didefinisikan secara tegas, terutama dalam menganalisis kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Jadi dalam hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali) namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (Rustiadi et al. 2005). Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang No. 22 dan No. 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan yang besar kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah termasuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi sumberdaya alam yang diiringi dengan tanggungjawab pembiayaan pembangunan daerah yang porsinya semakin meningkat. Berkaitan dengan upaya pembangunan daerah, maka pengembangan basis ekonomi yang berbasis pada sumberdaya lokal sebagai pusat pertumbuhan perlu diperkokoh. Selama ini telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan. Kebijakan ini diterapkan karena adanya kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan masih tergolong miskin dan umumnya menggantungkan

14 3 hidupnya dari kemurahan alam di sektor pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah melalui pembangunan daerah pedesaan melalui pengembangan perkebunan karet rakyat. Hal ini cukup beralasan, karena sejak tahun 1967 sampai 2004 luas areal, produksi dan produktivitas karet rakyat di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu masing-masing 2,34 juta ha, 0,85 juta ton/tahun dan 3,55 kw/ha/tahun dengan laju peningkatan masing-masing 1,49; 3,06 dan 1,56 persen/tahun (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004). Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Badan Litbang Pertanian, 2007). Tabel 1. Pertumbuhan Luas Areal Karet di Indonesia Tahun Status Pengusahaan Area (000) (%) Area (000) (%) PR , ,36 PBS , ,83 PBN , ,38 Jumlah , ,00 Sumber : Badan Litbang Pertanian (2007) Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional Badan Litbang Pertanian (2007) menyatakan bahwa selama lebih dari tiga dekade ( ), areal perkebunan karet di Indonesia meningkat sekitar 1,27% per tahun. Namun pertumbuhan ini hanya terjadi pada areal karet rakyat (± 1,6% per tahun), sedangkan pada perkebunan besar negara dan swasta

15 4 cenderung menurun. Dengan luasan sekitar 3,3 juta ha pada tahun 2005, mayoritas (85%) perkebunan karet di Indonesia adalah perkebunan rakyat, yang menjadi tumpuan mata pencaharian lebih dari 15 juta jiwa. Dari keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar (± 91%) dikembangkan secara swadaya murni, dan sebagian kecil lainnya yaitu sekitar ha (± 9%) dibangun melalui proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan Swadaya Berbantuan. Berbeda dengan tingkat pertumbuhan areal yang relatif rendah, pertumbuhan produksi karet nasional selama kurun waktu relatif tinggi yaitu sekitar 3,89% per tahun. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan areal perkebunan karet rakyat yang menggunakan klon unggul yang produktivitasnya cukup tinggi. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada perkebunan rakyat (4,33% per tahun), sedangkan pertumbuhan produksi perkebunan besar swasta dan negara masing-masing hanya sekitar 3,88% dan 1,77% per tahun. Namun demikian secara umum produktivitas karet rakyat masih relatif rendah (796 kg/ha/th) bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara (1.039 kg/ha/th) maupun swasta (1.202 kg/ha/th). Hal ini, antara lain, disebabkan sebagian besar (>60%) tanaman karet petani masih menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif (± 13% dari total areal). Pada saat ini sekitar 400 ribu ha areal karet tidak produktif karena dalam kondisi tua dan rusak. Selain itu sekitar 2-3% dari areal tanaman menghasilkan (TM) yang ada setiap tahun akan memerlukan peremajaan. Dengan kondisi demikian, sebagian besar kebun karet rakyat masih menyerupai hutan karet (Badan Litbang Pertanian, 2007). Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/tahun. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu

16 5 hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama 5 tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produkproduk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut. Tabel 2. Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Jawa Barat Selama 5 Tahun Status Pengusahaan Luas Lahan (Ha) PR PBS PBN Jumlah Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional Bidang pertanian Kabupaten Cianjur cukup potensial. Hal ini didukung oleh letak geografis yang memadai sehingga komoditi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan dapat tumbuh dengan subur. Tidak terkecuali perkebunan karet. Sub sektor perkebunan ini tumbuh di wilayah utara dan selatan. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting dan berperan besar khususnya bagi penunjang ekonomi masyarakat. Luas tanam perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mencapai 42,09% dari total luas tanam perkebunan karet (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010). Dengan adanya perkebunan karet rakyat diharapkan dapat sebagai sumber lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, pemasok bahan baku karet dan berperan dalam menambah pendapatan serta mendorong bertumbuhnya sentrasentra ekonomi baru di tingkat masyarakat pedesaaan. Tanaman karet merupakan tanaman yang menghasilkan bahan baku bagi industri yang diperdagangkan secara internasional. Salah satu sentra perkebunan

17 6 karet rakyat di Jawa Barat berada di Kabupaten Cianjur. Sejarah karet rakyat di Cianjur sudah berlangsung sejak jaman kolonial. Perkebunan karet rakyat tumbuh pada lahan milik petani yang berada disekitar PTPN dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Kondisi perkebunan karet rakyat berbeda dengan perkebunan milik negara atau perkebunan besar swasta. Perbedaan tersebut terutama terlihat pada aspek skala usaha (luasan lahan pengelolaan usaha), teknologi budidaya dan manajemen, sehingga mengakibatkan tingkat produksi, produktivitas dan pendapatan usaha persatuan luas berbeda pula. Tabel 3. Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan Karet di Kabupaten Cianjur Selama 5 Tahun Status Pengusahaan Luas Lahan (Ha) PR 1.975, , , , ,27 PBS 1.471, , , , ,61 PTP 1.522, , , , ,88 Jumlah 4.969, , , , ,76 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat PBS = Perkebunan Besar Swasta PBN = Perkebunan Besar Nasional 1.2. Rumusan Masalah Peluang otonomi daerah harus direspon oleh pemerintah daerah secara bijak, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara optimal dan terarah untuk kesejahteraan masyarakat. Pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Kabupaten Cianjur. Agroindustri merupakan sektor hilir dari pertanian, dalam suatu rangkaian agribisnis dapat diharapkan sebagai peluang pasar. Kekuatan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah. Namun keunggulan komparatif harus diiringi dengan keunggulan kompetitif dalam hal ini dari aspek ekonomi agar dapat bersaing dengan kompetitor dari luar daerah. Untuk itu perlu dilihat daya dukung terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur.

18 7 Kabupaten Cianjur dalam menghasilkan produk olahan karet dapat dikatakan sudah memiliki keunggulan komparatif bagi pengembangan wilayah. Beberapa produk olahan karet rakyat selama ini dalam pemasaran produk-produk selama ini dirasakan masih lemah dalam bersaing dengan produk dari luar, untuk itu perlu dilihat bagaimana faktor-faktor strategis eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur. Luas areal tanam perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur merupakan areal yang terbesar jika dibandingkan dengan perkebunan swasta atau perkebunan nasional. Dengan luas areal tanam yang besar maka penggunaan/pengembangan lahan, penyerapan tenaga kerja dan nilai pendapatan yang diperoleh merupakan kontribusi yang dapat diberikan dari perkebunan karet rakyat terhadap pengembangan daerah. Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa masalah yang dapat didefinisikan, yaitu : 1. Bagaimana daya dukung wilayah terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Apakah yang menjadi aspek-aspek pendukung dan penghambat pengembangan wilayah. 3. Bagaimana kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Mengkaji aspek-aspek pendukung dan penghambat dalam pengembangan wilayah. 3. Mengkaji kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

19 8 1. Teridentifikasinya daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Teridentifikasinya aspek-aspek pendukung dan penghambat dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 3. Diketahuinya kontribusi pengembangan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. 4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam menyusun suatu rumusan yang tepat mengenai pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat.

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Konsep Dasar Pengembangan Wilayah Pendefinisian wilayah banyak dilakukan untuk keperluan analisa ruang. Dalam menentukan batas-batas wilayah maka dikelompokkan menurut kriteria tertentu. Penentuan batas-batas wilayah menurut Hanafiah (1988) didasarkan pada kriteria : 1. Konsep Homogenitas Wilayah dapat diberi batas berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu, seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu pendapatan perkapita, kelompok industri maju, tingkat pengangguran, keadaan sosial politik, identitas wilayah berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya. 2. Konsep Nodalitas Wilayah dibedakan atas perbedaan struktur tata ruang dalam wilayah dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan mobilitas penduduk, arus faktor produksi, arus barang, pelayanan ataupun arus transportasi dan komunikasi. Hubungan saling keterkaitan ini terlihat pada hubungan antara pusat dan wilayah terbelakang. 3. Konsep Administrasi atau Unit Program Penetapan wilayah ini didasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti kebijaksanaan pembangunan, system ekonomi, tingkat pajak yang sama dan sebagainya. Pengertian yang ketiga ini memberi batasan suatu wilayah berdasarkan pembagian administrative negara. Jadi suatu wilayah adalah suatu ruang ekonomi yang berada di bawah suatu administrasi tertentu seperti suatu propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Wilayah seperti ini adalah wilayah perencanaan atau wilayah program. Gunawan (2000), wilayah sebagai metoda klasifikasi menghasilkan tiga tipe wilayah yaitu: 1. Wilayah Formal Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dan kriteria tertentu. Pada mulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas persamaan fisik, seperti topografi, iklim atau vegetasi, kemudian berkembang lebih lanjut dengan

21 10 pemakaian kriteria ekonomi; seperti adanya wilayah industri dan wilayah pertanian bahkan mempergunakan kriteria sosial politik 2. Wilayah Fungsional Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakan fungsional, saling tergantung dalam kriteria tertentu. Wilayah fungsional ini terkadang dimasukkan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri dari unit-unit yang heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desa secara fungsional saling tergantung. 3. Wilayah Perencanaan Wilayah ini merupakan kombinasi dari kedua wilayah di atas, yaitu wilayah formal dan fungsional. Dalam wilayah perencanaan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain suatu wilayah harus cukup luas untuk memenuhi kriteria investasi dalam skala ekonomi, harus mampu menunjang industri dengan pengadaan tenaga kerja, persamaan ekonomi, mempunyai sedikitnya satu kota sebagai titik tumbuh dan strategi pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah yang sama. Wilayah yang paling banyak digunakan menurut Sukirno dalam Gunawan (2000) adalah wilayah administrasi. Hal ini dikarenakan dua faktor, pertama, dalam melaksanakan kebijakan dan perencanaan pembangunan wilayah diperlukan berbagai badan pemerintah sehingga lebih praktis apabila suatu negara dipilah-pilah menjadi beberapa wilayah ekonomi berdasarkan suatu kaedah administrasi. Kedua, wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan suatu unit pengumpulan data Pengembangan dan Pembangunan Wilayah Rustiadi et al. (2005) mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana bagian-bagian dari wilayah tersebut (subwilayah) satu sama lain berinteraksi secara fungsional. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada batasan yang spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat meaningful untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Dengan demikian, batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis (berubahubah).

22 11 Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey 1977 dalam Rustiadi et al. 2005) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu : (1) wilayah homogen (uniform/ homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Dalam banyak hal, istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya adalah development, sehingga untuk berbagai hal, istilah pembangunan dan pengembangan wilayah dapat saling dipertukarkan, namun berbagai kalangan di Indonesia cenderung untuk menggunakan secara khusus istilah pengembangan wilayah/kawasan dibandingkan pembangunan wilayah/kawasan untuk istilah regional development. Secara umum istilah pengembangan dianggap mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan lokalitas (Rustiadi et al. 2005). Pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Jadi dalam hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali) namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (Rustiadi et al. 2005). Pembangunan menurut Todaro (2000) paling tidak harus mempunyai tiga sasaran utama, yaitu: 1. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok, seperti pangan, papan, kesehatan, dan perlindungan. 2. Meningkatkan taraf hidup yaitu, selain meningkatkan pendapatan, juga memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusia yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material, akan tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.

23 12 3. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara lain akan tetapi juga masalah kebodohan dan kesengsaraan manusia. Pembangunan wilayah (regional development) pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku. Karena itu istilah wilayah merupakan hal yang penting untuk didefinisikan secara tegas, terutama dalam menganalisa kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Menurut Sandy (1982) bahwa wilayah sehubungan dengan pembangunan wilayah mempunyai makna sebagai berikut : (a) wilayah yang objektif, maksudnya adalah apabila pewilayahan itu merupakan tujuan akhir, artinya suatu wilayah oleh perencana dibagi kedalam beberapa wilayah pembangunan, (b) wilayah yang subjektif, maksudnya adalah apabila pewilayahan merupakan cara untuk mengenal masalah, tidak lain adalah usaha penggolongan atau klasifikasi. Menurut Hanafiah (1988) bahwa perkembangan beberapa konsep dalam pendekatan pembangunan wilayah perdesaan yang pernah dilakukan antara lain: 1. Pengembangan Kelompok Masyarakat (Community Development) Pengembangan kelompok masyarakat didefenisikan sebagai suatu proses, metoda, program, kelembagaan dan gerakan yang mencakup pengikutsertakan masyarakat dalam menanggulangi masalah yang dihadapi bersama, mendidik dan melatih masyarakat dalam proses mengatasi masalah secara bersama-sama serta mengaktifkan kelembanggan untuk alih teknologi kepada masyarakat. 2. Pembukaan Daerah Baru Pendekatan pembukaan daerah baru kurang mendapat perhatian karena terlalu mahal, meskipun dari sisi yang lain dapat memberikan hasil yang memuaskan. 3. Pembangunan Pertanian Pendekatan ini telah berhasil dalam meningkatkan produksi, tetapi membawa masalah lain seperti adanya polarisasi faktor produksi dan masalah kelembagaan.

24 13 4. Pengembangan Industri Perdesaan Pendekatan keempat ini keberhasilannya sangat diragukan karena tidak adanya kaitan yang jelas antara industri kecil dan industri besar. 5. Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengembangan Pendekatan ini mengacu pada struktur dan organisasi tata ruang suatu wilayah, maka terdapat suatu daerah pusat (pole of growth) dan wilayah pinggiran (hinterland), yang mempunyai saling ketergantungan secara fungsional. Bagi pembangunan perdesaan peranan pusat-pusat pertumbuhan selain berfungsi sebagai pusat pelayanan, dan pemukiman, juga dapat dilihat sebagai unsur strategis dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perdesaan. Pengembangan industri kecil termasuk agroindustri yang padat karya di kawasan perdesaan dan peningkatan peran serta masyarakat perdesaan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan tatanan kelembagaan yang memadai merupakan unsur-unsur pokok dalam pembangunan desa secara terpadu. Pembangunan pedesaan menurut sebagian kalangan merupakan bagian dari ilmu Pembangunan Wilayah. Pembangunan wilayah adalah usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan hubungan interdependensi dan interaksi antara sistem ekonomi (economic system), manusia (social system) dan lingkungan serta sumberdaya alamnya (ecosystem). Konsepsi pembangunan regional, selain menjamin keserasian pembangunan antar daerah, bertujuan pula untuk menjembatani hubungan rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah (Syahyuti, 2006). Menurut Adjid (1998), dalam mewujudkan pembangunan pedesaan yang tangguh diperlukan strategi restrukturisasi pedesaan yang ditopang oleh eksistensi empat pilar strategi, yaitu : 1. Eksistensi semua komponen sistem agribisnis dan industri pertanian/perdesaan secara lengkap dipedesaan. Komponen subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian, komponen subsistem budidaya (usahatani), komponen pengolahan hasil pertanian dan komponen subsistem sarana dan prasarana diupayakan tersedia di lokasi pedesaan.

25 14 2. Wirausaha dan kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi pelaku agribisnis terutama bagi para petani. 3. Iklim lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya sistem agribisnis dan industri dipedesaan, dimana sistem pelayanan, pengaturan, pembinaan, pemantauan dan pengendalian yang ditangani secara sistematik, transparan dan dengan semangat debirokratisasi yang konsisten. 4. Terdapatnya gerakan bersama pembangunan agribisnis untuk menumbuh kembangkan inisiatif para pelaku agribisnis khususnya masyarakat tani/pedesaan. Ada empat jenis pembangunan pedesaan, yaitu 1) yang berdasarkan kepada potensi pertanian, 2) yang multi sektoral, 3) yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan, dan 4) yang mengandalkan kepada pelayanan jasa-jasa sosial berupa kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Uphoff dan Milton dalam Syahyuti, 2006), Menurut Anwar (2000), pertumbuhan pembangunan wilayah membutuhkan pendekatan multidimensi terutama menyangkut : 1. Peranan teknologi dan produktivitas; 2. Pembangunan sumberdaya, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur ekonomi; 3. Pembangunan fisik infrastruktur dan memperhatikan aspek lingkungan hidup; 4. Pembangunan administrasi dan finansial. Selanjutnya Anwar (2000) menambahkan bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Di Indonesia dan di berbagai negara berkembang, istilah pembangunan ini lebih berkonotasi fisik artinya melakukan kegiatan-kegiatan membangun yang bersifat fisik, bahkan seringkali secara lebih sempit diartikan sebagai membangun infrastruktur/fasilitas fisik. Pengertian dari pemilihan alternatif yang sah dalam definisi pembangunan diatas diartikan bahwasanya upaya pencapaian aspirasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku atau dalam tatanan kelembagaan atau budaya yang dapat diterima.

26 15 Pembangunan dan pengembangan ekonomi lokal harus berbasiskan pada potensi sumberdaya domestik, terutama sektor-sektor primer, seperti pertanian serta sektor-sektor sekunder dan tersier sebagai pendukung, maksudnya setiap wilayah memiliki berbagai fungsi sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga pengembangan ekonomi lokal mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif dapat tumbuh dan berkembang mendukung aktivitas perkembangan ekonomi lokal. Anwar (2005) menyatakan bahwa pembangunan wilayah harus diarahkan untuk mencapai: (1) pertumbuhan (growth); (2) pemerataan (equity); dan (3) keberlanjutan (sustainability). Tujuan pembangunan pertama yaitu mengenai pertumbuhan, ditentukan sampai dimana sumberdaya langka yang terdiri atas : sumberdaya manusia (human capital), peralatan (man-made resources) dan sumberdaya alam (natural resoource) dapat dialokasikan secara maksimal sehingga dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dalam meningkatkan kegiatan produktifnya. Terdapat upaya memperpadukan antara kemampuan sumberdaya manusia (human capital) dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan ketersediaan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan dengan teknologi dalam rangka memperbesar produktivitasnya. Semakin tinggi tingkat kemampuan sumberdaya manusia yang digambarkan oleh kemampuan penguasaan teknologi yang dipergunakannya, maka semakin besar kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia guna mencapai pertumbuhan wilayah yang tinggi. Dalam pembangunan wilayah sudah pasti melibatkan peran serta masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat ini mempunyai arti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan kemandirian masyarakat, dan tidak hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga pranatapranatanya. Dalam rangka pembangunan nasional upaya pembangunan masyarakat dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Pertama, penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, peningkatan kemampuan masyarakat dalam pembangunan dalam berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah. Ketiga, perlindungan melalui

27 16 pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan (Soemodiningrat, 1999) Reformasi Pembangunan Pertanian Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50% dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian. Keadaan ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004). Pembangunan kawasan pertanian memiliki tujuan utama untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani, yang dicapai melalui upaya peningkatan pendapatan, produksi dan produktivitas usaha tani. Selain itu strategi pembangunan pertanian juga diarahkan kepada : (1) penyediaan komoditas pertanian untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (inward looking), serta berorientasi ke pasar luar (outward looking) untuk memenuhi permintaan ekspor dan memperoleh pendapatan devisa; (2) menyempurnakan kebijakan pembangunan wilayah pertanian sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan memberi apresiasi terhadap pentingnya kemampuan masyarakat daerah dan lokal dalam pengelolaan sumberdaya sosial ekonomi dan lingkungannya melalui pemberdayaan (empowerment) masyarakat pedesaan dan pembangunan pasar finansial yang dapat dijangkau oleh pengusaha lapisan menengah ke bawah di wilayah pedesaan tersebut (Husodo, 2003). Selanjutnya Husodo (2004) mengatakan, desa-desa tidak lagi merupakan komunitas yang berorientasi pada kegiatan pertanian subsisten, tetapi telah berubah menjadi komunitas yang berorientasi komersial. Perkembangan itu positif, dalam arti dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan petani di desa. Dalam usaha pertaniannya banyak yang telah tanggap terhadap permintaan pasar dan memilih komoditas yang secara rasional paling menguntungkan.

28 17 Namun sebagai suatu sistem dinamis, tentunya pengembangan suatu industri mempunyai perilaku tersendiri dan dapat berinteraksi satu sama lainnya, sehingga perlu diidentifikasi berbagai keunggulannya. Keunggulan tersebut meliputi produktivitas produksi, pemasaran, tenaga kerja, pasar dan akses terhadap infrastruktur yang dimiliki oleh daerah suatu wilayah. Secara kumulatif pengembangan usaha akan dapat menciptakan berbagai peluang-peluang yang lebih besar dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi lokal, seperti peningkatan produk unggulan daerah, penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya industri hulu dan hilir serta aktivitas investor dan sektor jasa baik formal maupun informal (Masril, 2005). Dalam suasana lingkungan strategis yang berubah dengan cepat, penajaman arah kebijakan dan perencanaan bagi reformasi pembangunan pertanian pada masa depan menjadi demikian penting. Dengan mengantisipasi perubahan eksternal maupun internal, visi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai pertanian yang menjadi ciri pada era reformasi Pengembangan Perkebunan Karet Tanaman karet memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunanperkebunan besar milik negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Hingga saat ini diperkirakan luas areal pertanaman karet di Indonesia berkisar 3 juta hektar dan merupakan luas areal pertanaman yang terluas di dunia. Sebagian besar dari luas areal tersebut pengelolaannya kurang memadai, hanya beberapa perkebunan besar milik negara dan beberapa perkebunan swasta saja yang pengelolaannya sudah lumayan. Sementara kebanyakan perkebunan karet milik rakyat dikelola seadanya, bahkan ada yang tidak dirawat dan hanya mengandalkan pertumbuhan alami (Tim Penulis PS, 2009). Akibatnya produktivitas karet menjadi rendah. Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Luas areal perkebunan karet di Indonesia telah mencapai hektar dengan rincian kepemilikan adalah 84,5% merupakan kebun milik rakyat, 8,4% milik swasta dan 7,1% milik negara (Setiawan dan Andoko, 2008).

29 18 Badan Litbang Pertanian (2007) menyatakan bahwa selama lebih dari tiga dekade ( ), areal perkebunan karet di Indonesia meningkat sekitar 1,27% per tahun. Namun pertumbuhan ini hanya terjadi pada areal karet rakyat (± 1,6% per tahun), sedangkan pada perkebunan besar negara dan swasta cenderung menurun. Dengan luasan sekitar 3,3 juta ha pada tahun 2005, mayoritas (85%) perkebunan karet di Indonesia adalah perkebunan rakyat, yang menjadi tumpuan mata pencaharian lebih dari 15 juta jiwa. Dari keseluruhan areal perkebunan rakyat tersebut, sebagian besar (± 91%) dikembangkan secara swadaya murni, dan sebagian kecil lainnya yaitu sekitar ha (± 9%) dibangun melalui proyek PIR, PRPTE, UPP Berbantuan, Partial, dan Swadaya Berbantuan. Berbeda dengan tingkat pertumbuhan areal yang relatif rendah, pertumbuhan produksi karet nasional selama kurun waktu relatif tinggi yaitu sekitar 3,89% per tahun. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan areal perkebunan karet rakyat yang menggunakan klon unggul yang produktivitasnya cukup tinggi. Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada perkebunan rakyat (4,33% per tahun), sedangkan pertumbuhan produksi perkebunan besar swasta dan negara masing-masing hanya sekitar 3,88% dan 1,77% per tahun. Namun demikian secara umum produktivitas karet rakyat masih relatif rendah (796 kg/ha/th) bila dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar negara (1.039 kg/ha/th) maupun swasta (1.202 kg/ha/th). Hal ini, antara lain, disebabkan sebagian besar (> 60%) tanaman karet petani masih menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktif (± 13% dari total areal) (Badan Litbang Pertanian, 2007). Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual/diperdagangkan oleh masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi ataupun sit asap/sit angin. Selajutnya produk tersebut sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah yang menghasilkan bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, sepatu karet, sarung tangan, dan lain sebagainya. Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan

30 19 rehabilitasi kebun ataupun peremajaan kebun karet tua/tidak menghasilkan lateks lagi. Umumnya kayu karet yang diperjual belikan adalah dari peremajaan kebun karet yang tua yang dikaitkan dengan penanaman karet baru lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga (furniture). Pemanfaatan kayu karet dari kegiatan peremajaan kebun karet tua dapat dilaksanakan bersamaan atau terkait dengan program penanaman tanaman hutan seperti sengon atau akasia sebagai bahan pulp/pembuat kertas. Areal tanam menggunakan lahan kebun yang diremajakan dan atau lahan-lahan milik petani serta lahan-lahan kritis sekitar pemukiman. Sebagai salah satu komoditi industri, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk industri karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah. Status industri karet Indonesia akan berubah dari pemasok bahan mentah menjadi pemasok barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah lebih tinggi dengan melakukan pengolahan lebih lanjut dari hasil karet. Kesemuanya ini memerlukan dukungan teknologi industri yang lengkap, yang mana diperoleh melalui kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Indonesia dalam hal ini telah memiliki lembaga penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi di bidang perkaretan Pengembangan Kawasan Perkebunan Rakyat Dalam pembangunan perekonomian masa mendatang yang berakar pada kerakyatan, peranan penting subsektor perkebunan, dapat pula dilihat dari besarnya tenaga kerja yang terserap didalamnya. Hal ini terjadi karena sistem produksi tanaman perkebunan, khususnya tanaman tahunan, hingga saat ini belum dapat menggunakan peralatan mekanisasi secara penuh. Untuk kegiatan pemeliharaan dan pemanenan berbagai tanaman perkebunan dengan luas 14,8 juta Ha, sebagai contoh, diperlukan tenaga kerja sebanyak sekitar 16,8 juta orang. Apabila setiap rumah tangga memiliki tenaga kerja 4 orang, maka terdapat kurang lebih 67,2 juta jiwa yang menikmati hasil dari usaha bekerja pada subsektor perkebunan. Jumlah ini juga hanya mencakup kegiatan on-farm, dan akan

31 20 semakin bertambah tentunya, bila tenaga kerja pada subsistem tengah dan hilir juga diperhitungkan (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Kebijakan pengembangan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan kawasan ini dengan pengelolaan sumberdaya secara optimal. Oleh karena itu, maka sentra-sentra perkebunan yang sudah ada dan kawasan di setiap kabupaten/kota, atau kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan perkebunan rakyat, sudah saatnya diupayakan untuk ditingkatkan melalui sistem agribisnis. Dengan demikian diharapkan dimasa mendatang, subsektor perkebunan akan mampu memenuhi sendiri kebutuhan dalam negeri dan tidak lagi bergantung pada negara lain, bahkan sekaligus dapat bersaing dengan produk perkebunan dari luar negeri. Pengembangan suatu wilayah menjadi kawasan perkebunan rakyat perlu diarahkan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan, khususnya lahan-lahan tidur (yang belum ditanami), gundul, atau kritis karena bekas tebangan yang kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa adanya usaha reboisasi. Dalam hal ini, pengembangannya dilakukan dengan cara menghijaukan lahan-lahan tersebut dengan menanami tanaman yang sesuai dengan kondisi lingkungannya, memiliki nilai ekonomi, mudah perawatannya, cepat masa panennya, dan mudah pemasarannya. Dengan demikian tujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem kawasan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau rakyat sekitarnya dapat tercapai sekaligus dengan baik. Pengembangan kawasan perkebunan rakyat juga dapat dilakukan dengan mengambil secara terbatas areal hutan yang memiliki potensi untuk kawasan perkebunan rakyat dengan luas maksimal hektar untuk satu propinsi dan hektar untuk seluruh Indonesia, sesuai keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-ii/1998 tentang Luasan dan Pelepasan Hutan untuk Budidaya Perkebunan. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam memanfaatkan sumberdaya alam serta mewujudkan azas pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya

32 21 bagi kesejahteraan rakyat. Disamping itu juga harus diperhatikan mengenai kelerengan, ketinggian, curah hujan kedalaman efektif tanah, temperatur sesuai dengan jenis komoditas perkebunan yang akan dibudidayakan serta harus sesuai dengan tata ruang daerah (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Selanjutya Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal (2004) menambahkan bahwa pengembangan kawasan perkebunan rakyat ini dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu: tahap pembukaan dan penyiapan lahan kawasan, pembangunan sarana dan prasarana, tahap pemilihan dan penanaman komoditas, dan tahap perhitungan kelayakan ekonomi dan finansialnya. Keempat tahap ini sangat erat hubungannya satu sama lain dalam menunjang keberhasilan proyek pengembangan kawasan perkebunan rakyat ini. Kawasan perkebunan rakyat adalah suatu kawasan yang secara khusus dimanfaatkan untuk kegiatan usaha tanaman tahunan (kopi, tebu, kelapa sawit, teh, empah-rempah, dll) dengan luasan tertentu sebagai pengembangan agribisnis; atau Perkebunan Terpadu sebagai komponen usaha tani yang berbasis pada tanaman pangan, dan hortikultura; atau perkebunan terpadu sebagai komponen ekosistem tertentu seperti kawasan perkebunan rakyat lindung, perkebunan suaka alam, dll; yang berorientasi ekonomi dengan sistem agribisnis berkelanjutan yang berakses ke industri hulu maupun industri hilir. Kawasan perkebunan rakyat dimaksudkan juga suatu kawasan yang dalam pengembangannya banyak melibatkan partisipasi rakyat dan merangsang tumbuhnya investasi dari masyarakat sekitarnya, demi pemberdayaan ekonomi atau peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengembangan kawasan perkebunan rakyat ini harus dapat mendukung upaya untuk mengurangi kesenjangan struktural, spasial, antar-golongan, dan antar generasi, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Hal ini dapat terjadi apabila pengembangannya diarahkan pada: 1). Penyediaan bahan pangan dan obat-obatan melalui pemenuhan kebutuhan lemak nabati (minyak goreng, santan kelapa), karbohidrat (gula), minuman penyegar (teh, kopi, cokelat), rempah-rempah (lada, kayu manis), obatobatan (jahe, kunyit, kencur), maupun melalui pengembangan tanaman sela

33 22 pangan di areal perkebunan, 2). Menghasilkan devisa bagi negara dan meningkatkan pendapatan petani, 3). mengembangkan wilayah marginal dan terpencil di pelosok pedesaaan (daerah aliran sungai, pasang surut), dan 4). Menjaga keseimbangan ekosistem dan tata air. 5) Pengembangan Usaha agribisnis Pengembangan kawasan perkebunan rakyat harus dikelola berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: Masyarakat atau rakyat sebagai pelaku utama dalam pengambilan manfaatnya. Masyarakat atau rakyat sebagai pengambil keputusan dan menentukan sistem pengusahaan dan pengelolaan yang tepat. Pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan. Kepastian dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak. Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat atau rakyat. Pendekatan pengusahaan didasarkan pada jenis sumberdaya alam dan keanekaragaman budaya yang ada. (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Menurut Ditjen Perkebunan (2004), pengembangan kawasan perkebunan rakyat bertujuan untuk mengembangkan dan membina kawasan-kawasan perkebunan rakyat agar menjadi kawasan perkebunan rakyat yang berwawasan agribisnis; meningkatkan peranan kelembagaan Perkebunan, meningkatkan kemampuan usaha agribisnis masyarakat, meningkatkan populasi dan kapasitas produksi di setiap kawasan, dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Perkebunan. Penanganannya diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi dan konservasi lahan, pemanfaatan sumberdaya alam yang diperlukan oleh masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, pemenuhan kebutuhan masyarakat akan protein nabati, dan kelestarian lingkungan. Sasaran utamanya adalah mengembangkan wilayahwilayah yang berpotensi sebagai sentra-sentra Perkebunan menjadi kawasan perkebunan rakyat yang berorientasi agribisnis.

34 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan karet perlu juga ditingkatkan baik dalam peningkatan nilai pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja, terutama pada desa-desa sentra produksi karet rakyat. Pengembangan perkebunan karet rakyat diharapkan dapat berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyataan di desa sentra karet rakyat dan mendorong tumbuhnya sektor-sektor lain serta menambah pendapatan daerah Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cikalongkulon dan Mande merupakan daerah sentra perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur. Peluang pengembangan usahatani karet rakyat dapat dilakulan dan dikembangkan baik dari sisi teknis budidaya, konservasi lahan, sosial kelembagaan dan ekonomi. Namun dalam pengimplementasiannya perlu adanya suatu terobosan dalam pengembangan perkebunan karet rakyat yang memprioritaskan kekuatan dan peluang berdasarkan faktor pendukung dan penghambat untuk berkembangnya usahatani perkebunan karet rakyat. Dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat akan diidentifikasi daya dukung wilayah yang meliputi aspek biofisik meliputi daya dukung lahan yang terdiri dari lahan aktual dan lahan potensi dan infrastruktur yang terdiri dari pemakaian dan ketersediaan bibit unggul, sarana jalan dan alat pengolahan lateks (hand mangle); aspek sosial meliputi sumberdaya manusia yang terdiri dari tingkat serapan tenaga kerja dan tingkat pendidikan dan kelembagaan yang terdiri dari kondisi kelompok tani, penyuluh dan keuangan; dan aspek ekonomi yang akan dilihat dari aspek kelayakan finansial. Informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi diatas selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi aspek-aspek pendukung dan penghambat apa saja yang berpengaruh terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat dengan menggunakan analisis SWOT untuk menyusun strategi pengembangan.

35 24 Pengembangan Wilayah Berbasis Perkebunan Karet Rakyat Daya Dukung Wilayah Kontribusi terhadap Pembangunan Daerah Aspek Biofisik Daya Dukung Lahan Infrastruktur Aspek Sosial Sumberdaya Manusia Kelembagaan Aspek Ekonomi Finansial Pengembangan Lahan Penyerapan Tenaga Kerja Pendapatan Aspek Pendukung dan Penghambat Faktor Internal dan Eksternal Strategi Pengembangan Gambar 1. Alur Pikir Penelitian Tujuan Pembangunan Wilayah : Pertumbuhan Pemerataan Keberlanjutan Perkebunan karet rakyat merupakan komoditi perkebunan yang termasuk dalam 3 besar untuk kategori perkebunan rakyat di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji berapa besar kontribusinya terhadap pengembangan daerah. Dengan menggunakan analisis deskriptif maka akan dikaji mengenai kontribusi terhadap pengembangan lahan, penyerapan tenaga kerja dan pendapatan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Cianjur, untuk melihat kajian secara umum. Sedangkan untuk kajian detil dilakukan di Kecamatan Cikalongkulon dari bulan Maret sampai April Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan informan kunci dilapangan. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari

36 25 instansi-instansi terkait yang telah tersedia dalam bentuk dokumen dan studi literatur. Sedangkan pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara studi literatur/data sekunder dan survey/wawancara Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel adalah pengumpulan data sekunder yang menyangkut informasi mengenai pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, untuk dilakukan penilaian bobot keriteria berdasarkan pertimbangan para ahli. Penentuan responden ahli dilakukan dengan metode purposive sampling sebanyak 7 orang. Begitu juga untuk penentuan kekuatan pengendali analisis SWOT dilakukan hal yang sama. Responden utama dalam penelitian ini key person (tokoh kunci) yang terlibat dan memiliki pengetahuan luas terkait pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Responden utama tersebut adalah petani karet, ketua kelompok tani, ketua gapoktan dan petugas Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian di Kecamatan Cikalongkulon dan Kecamatan Mande ditentukan secara sengaja (purposive sampling) Metode Pendekatan Studi Uraian pendekatan studi yang meliputi tujuan, teknis analisis, variabel dan sumber data dapat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Matriks Metode Penelitian No. TUJUAN TEKNIS ANALISIS VARIABEL SUMBER DATA 1. Mengidentifikasi daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat Analisis Daya Dukung Wilayah 2. Mengkaji aspek-aspek pendukung dan penghambat dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat 3. Mengkaji kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah SWOT Analisis Deskriptif Aspek Biofisik Daya dukung lahan Infrastruktur Aspek Sosial SDM Kelembagaan Aspek Ekonomi Kelayakan Finansial Faktor Eksternal Faktor Internal Kontribusi terhadap Pengembangan Lahan Kontribusi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Kontribusi terhadap Pendapatan BPS Dispenda Dinas Perkebunan Studi Literatur Responden Key Informan Key Informan Responden Studi Literatur Responden Key Informan

37 Metode Analisis Dari data yang telah terkumpul kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sehingga akan dapat menjawab permasalahan yang diangkat. Beberapa metode analisis yang digunakan, antara lain : Analisis Daya Dukung Wilayah Analisis daya dukung wilayah dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan prospek pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, yaitu meliputi aspek biofisik, aspek sosial dan aspek ekonomi. Analisis yang digunakan pada aspek biofisik adalah analisis daya dukung lahan dan infrastruktur. Analisis daya dukung lahan menggunakan data statistik yang terdiri dari luas lahan eksisting (tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan dan tanaman tua/rusak) dan potensi lahan tersedia yang masih bisa dimanfaatkan pada tingkatan lahan yang sesuai. Analisis infrastruktur terdiri ketersediaan bibit/benih yang berasal dari klon unggul, ketersediaan jalan produksi dalam perkebunan dan ketersediaan alat pengolah (hand mangle) dari bentuk lumb menjadi sit/sheet. Analisis yang digunakan pada aspek sosial adalah sumber daya manusia dan kelembagaan. Analisis sumberdaya manusia akan memperhitungkan ketersediaan dan penyerapan tenaga kerja dan tingkat pendidikan. Tenaga kerja yang terlibat dalam perkebunan karet rakyat pada umumnya adalah petani pemilik dan petani penggarap. Analisis kelembagaan akan mengidentifikasi sampai sejauh mana peran kelompok tani, penyuluhan dan kelembagaan keuangan formal dalam pengembangan perkebunan karet rakyat. Analisis yang digunakan pada aspek ekonomi adalah kelayakan finansial yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat akan memberikan keuntungan jika dikembangkan. Dalam analisis ini indikator kelayakan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat dapat dilihat dari rasio pendapatan kotor dan biaya atau Benefit Cost-Ratio (BCR) dan didukung oleh analisis keunggulan kompetitif. Suatu komoditi memiliki kelayakan investasi jika nilai BCR > 1,00 makin tinggi nilai BCR, maka makin tinggi pula kelayakan investasi suatu komoditi.

38 27 Nilai BCR komoditi > 1 menggambarkan tingkat keuntungan secara ekonomis serta efisiensi penggunaan modal. Adapun Rumus Benefit Cost-Ratio (BCR) adalah sebagai berikut : B/C = n i 1 n i 1 B t 1 i C t 1 i t t dimana : B/C = benefit-cost ratio Bt = gross benefit atau manfaat bruto pada tahun bersangkutan Ct = gross cost atau biaya bruto pada tahun bersangkutan i = tingkat bunga yang berlaku t = tahun yang bersangkutan Kriteria yang dipakai adalah suatu usahatani dikatakan memberikan manfaat kalau B/C > Analisis SWOT Atas dasar hasil analisis sebelumnya serta dengan memperhatikan keadaan lingkungan baik internal maupun eksternal, maka selanjutnya dilakukan analisis pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Analisis strategi pengembangan dilakukan dengan metode analisis SWOT (Strengths Opportunities Weaknesses dan Threat). Analisis digunakan untuk menelaah pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat ke depan adalah dengan menggunakan analisis SWOT, yaitu analisis kualitatif untuk menganalisis berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi suatu kegiatan. SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuatan), Opportunities (peluang), Weaknesses (kelemahan), dan Threat (ancaman). Dengan menggunakan matriks dapat memberikan kesimpulan tentang pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities) suatu prospek pengembangan dan secara

39 28 bersamaan dapat pula meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threat). Teknik skoring digunakan untuk penentuan elemen-elemen apa saja yang berpengaruh pada setiap faktor-faktor strategis internal maupun eksternal. Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam teknik skoring adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan semua alternatif. 2. Ditentukan elemen-elemen penting dalam pengambilan keputusan. 3. Dilakukan penilaian terhadap semua elemen. 4. Dilakukan penilaian terhadap semua alternatif masing-masing elemen. 5. Dihitung nilai dari tiap alternatif. 6. Memberikan jenjang kepada alternatif berdasarkan pada nilai masing-masing, mulai dari urutan nilai alternatif terbesar sampai yang terkecil. Responden diminta untuk memberikan skor dari 1 sampai 4 (1 = tidak mendukung, 2 = kurang mendukung, 3 = mendukung, 4 = sangat mendukung). Dalam penilaian ini semua responden diasumsikan memiliki kemampuan yang sama dalam hal pemberian skoring. Langkah kerja dalam penentuan faktor eksternal dan pembobotan yaitu: membuat daftar peluang dan ancaman kemudian memberikan bobot pada tiap peluang dan ancaman, (dari tidak penting > 0,0 sampai dengan penting = 1,0) sehingga total bobot adalah 1, selanjutnya berikan rating 1 4 pada setiap peluang dan ancaman (1 = dibawah rata-rata, 2 = rata-rata, 3 = diatas rata-rata, 4 = sangat diatas rata-rata). Tahap selanjutnya kalikan bobot dengan rating sehingga menghasilkan weight score, jumlahkan weight score untuk mendapatkan total weight score (David, 2002). Berdasarkan analisis matriks faktor internal dan eksternal maka akan dapat diketahui peluang dan ancaman yang harus direspon paling besar, serta kekuatan yang akan dioptimalkan dan kelemahan yang akan dieleminir. Penentuan bobot setiap variabel internal dan eksternal dapat dilakukan dengan selang pembobotan mulai dari nilai 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting), Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1. Penentuan rating dilakukan terhadap semua faktor

40 29 strategis baik internal maupun eksternal, yang kemudian hasilnya dirata-ratakan (mean). Selang penilaian adalah 1 sampai 4. Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor setta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T; Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang peling tinggi. Perhitungan bobot (b) masing-masing point faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor. 2. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y; 3. Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui minimal 3 (tiga) tahapan berikut : 1. Tahap 1, pengumpulan data, identifikasi dan evaluasi faktor internal dan eksternal. 2. Tahap 2, analisis dan pembuatan matriks SWOT. 3. Tahap 3, pengambilan keputusan dari berbagai alternatif kebijakan. Tahapan pengumpulan data, identifikasi dan evaluasi, digunakan untuk mengetahui keadaan lingkungan internal dan eksternal dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat yang didapat baik dari data primer

41 30 maupun dari data sekunder. Data-data tersebut dievaluasi dan dikelompokkan dalam faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. David (2006) mengatakan berdasarkan matriks SWOT dapat dikembangkan beberapa alternatif strategi sebagai berikut : 1. Strategi SO (Strength-Opportunities), yaitu dengan menggunakan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Strategi ST (Strength-Threatss), yaitu dengan menggunakan kekuatan yang ada untuk menghindari dan mengatasi ancaman dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 3. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), yaitu dengan menggunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 4. Strategi WT (Weaknesses-Threatss), yaitu suatu upaya meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Tabel 5. Matriks SWOT Faktor Eksternal Faktor Internal Oppurtunities (O) Threats (T) Strenght (S) Strategi S - O Strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi S - T Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Weaknesses (W) Strategi W O Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memmanfaatkan peluang Strategi W T Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Tahapan selanjutnya adalah tahapan menganalisis dalam suatu Matriks SWOT, yang menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam pengembangan wilayah dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi.

42 Analisis Deskriptif Analisis ini menjelaskan dan menggambarkan secara deskriptif berdasarkan perhitungan data sekunder tentang kontribusi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat terhadap pembangunan daerah. Kontribusi yang diperoleh oleh daerah baik di tingkat kecamatan maupun di kabupaten apabila pengembangan perkebunan dilakukan berdasarkan pada luas potensi lahan yang sesuai untuk komoditi karet. Kontribusi pengembangan meliputi kontribusi terhadap pengembangan lahan, kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap pendapatan. Pengembangan lahan perkebunan karet rakyat dilakukan pada lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangannya, dimana pada kondisi saat ini masih belum dikelola dengan baik, bahkan lahan-lahan potensi tersebut cenderung tidak terawat dan ditumbuhi oleh tanaman yang tidak dibudidayakan. Perluasan areal perkebunan akan membutuhkan penambahan jumlah tenaga kerja. Tingkat kebutuhan tenaga kerja pada areal perkebunan karet rakyat sangat tinggi sesuai dengan jumlah luas areal pengembangan. Kebutuhan tenaga kerja pada perkebunan karet rakyat secara garis besar dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu pada pembukaan lahan untuk pertanaman awal dan pemeliharaan dan pengelolaan untuk pertanaman yang sudah ada. Pengelolaan dan pemeliharaan yang baik pada perkebunan karet akan memberikan dampak positif bagi pendapat petani, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani karet terutama pada daerah sentra perkebunan karet rakyat.

43 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Wilayah Administrasi Kabupaten Cianjur mempunyai luas wilayah daratan 3.646,72 km2, secara geografis terletak di antara garis LS serta di antara BT. Secara administratif Kabupaten Cianjur terdiri dari 30 kecamatan, dengan batas wilayah : Bagian utara : Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta Bagian selatan : Samudera Indonesia Bagian timur : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut Bagian barat : Kabupaten Sukabumi Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Cianjur

44 Kondisi Fisik Wilayah Iklim Kabupaten Cianjur mempunyai variasi curah hujan dari mm/tahun hingga mm/tahun. Curah hujan rata-rata tahunan mm/tahun dengan jumlah bulan basah (> 100 mm) 9 bulan dengan tanpa bulan kering (< 60 mm), terdapat di wilayah bagian tengah Kabupaten Cianjur. Curah hujan rata-rata tahunan mm/tahun dan mm/tahun, dengan bulan basah bulan dengan tanpa bulan kering terdapat dibagian selatan wilayah Kabupaten Cianjur dan wilayah kaki lereng Gunung Pangrango-Gede. Curah hujan berkisar mm/tahun dengan bulan basah berkisar bulan dengan tanpa bulan kering terdapat di wilayah Kabupaten Cianjur yang berada pada ketinggian lebih dari m dpl dari lereng volkan Pangrango-Gede. Menurut klasifikasi Iklim Koppen, Kabupaten Cianjur umumnya bertipe iklim Af a (iklim hujan tropik selalu basah), kecuali sebagian wilayah kecamatan Cidaun beriklim Am dan wilayah Gunung Gede beriklim (iklim sedang berhujan selalu basah). Keadaan curah hujan di Kabupaten Cianjur menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk pada iklim basah yaitu Tipe A dan Tipe B dan sebagian kecamatan mempunyai Tipe C dan Tipe D Bahan Induk Tanah Bahan induk tanah adalah material yang berkembang dari tanah, dan mungkin batu yang telah membusuk di tempat, atau materi yang telah disetorkan oleh angin, air, atau es. Komposisi kimia dari karakter dan bahan induk memainkan peran penting dalam menentukan sifat-sifat tanah, terutama selama tahap awal pengembangan. Bahan induk tanah di wilayah Kabupaten Cianjur sebagian besar terbentuk dari batuan beku dan sedimen. Tanah-tanah yang sebarannya luas yaitu tanah latosol dan podsolik. Sifat dari bahan induk dengan nyata dapat mempengaruhi ciri-ciri pada tanah, baik itu tanah muda maupun dewasa. Bahan

45 34 induk dapat berasal dari batuan beku, batuan endapan, matuan metamorfosa dan bahan induk organik Topografi Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah. Topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara: Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau di tahan oleh massa tanah Mempengaruhi dalamnya air tanah Mempengaruhi besarnya erosi Mengarahkan gerakan air tanah beserta bahan-bahan yang terlarut di dalamnya dari suatu tempat ke tempat lainnya Wilayah Kabupaten Cianjur terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian meter di atas permukaan laut. Secara geografis wilayah ini terbagi dalam 3 bagian yaitu Cianjur bagian utara, bagian tengah, dan bagian selatan. Tabel 6. Kemiringan Lereng dan Satuan Morfologi No. Kemiringan Bentuk Satuan Lereng Lereng Morfologi (%) ( ) Wilayah 1. Datar Dataran Sukaresmi, Cikalongkulon, Cianjur, Ciranjang, Haurwangi, Bojongpicung, Cibeber, Pagelaran, Tanggeung, Kadupandak, Cijati dan sepanjang pantai Agrabinta dan Cidaun 2. Landai ,5 Perbukitan berlelief halus 3. Sedang ,5-17 Perbukitan berlelief sedang 4. Agak Kasar Perbukitan berlelief agak kasar 5. Kasar Perbukitan berlelief kasar 6. Sangat Kasar Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, 2010 > 70 > 36 Perbukitan berlelief sangat kasar Utara Pacet, Warungkondang, Takokak, sebelah barat dan timur Sindangbarang, Cidaun Utara Mande, selatan Kadupandak, selatan Cibeber Takokak, bagian utara dan selatan Kadupandak, bagian utara Sukanagara, Agrabinta, utara Cidaun, selatan Pagelaran, sebelah barat Tanggeung Sebelah selatan Sukaresmi, selatan Bojongpicung, Sukanagara, sebelah timur Takokak, Cikadu Bagian Timur Pagelaran, bagian selatan dan utara Kadupandak, Karangtengah Cianjur bagian utara merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian meter, sebagian besar ini merupakan daerah

46 35 dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan persawahan, meliputi 16 kecamatan : Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Gekbrong, Cibeber, Karangtengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojongpicung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang, Sukaresmi, Cipanas, Pacet dan Haurwangi. Cianjur bagian tengah merupakan daerah berbukit-bukit kecil dikelilingi dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi tanah longsor dan daerah inipun merupakan daerah gempa, dataran lainnya terdiri dari areal perkebunan dan persawahan, meliputi 9 kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak. Cianjur bagian selatan merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat banyak bukit-bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar sampai ke daerah pantai Samudera Indonesia. Areal perkebunan dan persawahannya tidak begitu luas, meliputi 7 kecamatan : Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cikadu dan Pasirkuda. Keadaan topografi Kabupaten Cianjur dibagi menjadi beberapa satuan yang didasarkan pada ciri dan kenampakan khas, baik dari bentuk gunung, perbukitan, kemiringan lereng maupun pola alirannya. Perbedaan ini umumnya disebabkan oleh perbedaan jenis dan macam batuam, struktur geologi, ketahanan batuan terhadap proses geodinamik serta vegetasi penutupnya. Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakukan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan melalui perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua bahkan pada tanah gambut < 2 meter. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalam air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Dilihat dari sifat morfologisnya yang didasakan kepada azas-azas terjadinya tanah dan relasi antara tanah, tanaman dan aktifitas manusia, maka jenis tanah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

47 36 Tabel 7. Jenis Tanah menurut Sistem Klasifikasi dan Lokasi Kecamatan No. Sistem Dudal/ Soeparaptohardjo ( ) Modifikasi Sistem D/S (1978) FAO/Unesco (1970) USDA (1975) Kecamatan 1. Aluvial Aluvial Fluvisol Entisol Pacet, Cugenang, Sukaresmi, Naringgul, Cianjur, Cilaku 2. Andosol Andosol Andosol Inceptisol Pagelaran, Tanggeung 3. Brown Forest Brunizem Cambisol Inceptisol Campaka, Sukanagara, Soil Takokak, Cugenang 4. Grumusol Grumusol Vertisol Vertisol Cikadu, Cibining 5. Latosol Cambisol Cambisol Inceptisol Sukanagara, Campakamulya Latosol Nitosol Ultisol Cikalongkulon, Mande Oxisol/ Laterik 6. Litosol Litosol Litosol Entisol Uthic 7. Podsolik Merah Kuning Ferrasol Oxisol Bojongpicung, Ciranjang, Haurwangi, Karangtengah, Sukaluyu Cikalongkulon, Mande Podsolik Acrisol Ultisol Cibinong, Agrabinta, Sindanbarang, Kadupandak, Cikadu Aenosol Aenosol Entisol Tanggeung, Cidaun, Naringgul 8. Renzina Renzina Renzina Rendoll Warungkondang Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, Sosial dan Ekonomi Kependudukan Dari sebanyak orang penduduk di Kabupaten Cianjur, terbagi ke dalam kepala keluarga (KK), dalam setiap kepala keluarga memeiliki anggota keluarga sebanyak 3-4 orang (termasuk kepala keluarga). Dari jumlah KK yang ada, kepala keluarga yang memiliki pekerjaan sebanyak orang KK (75,54%) dan kepala keluarga yang tidak meliki pekerjaan sebanyak orang KK (24,46%). Berdasarkan domosili keluarga pada wilayah pembangunan, maka keluarga yang berdomisili di Wilayah Pembanguan Utara (WPU) merupakan yang terbanyak yakni orang KK (62,14%), sedangkan di WPT sebanyak orang KK (19,04%) dan WPS sebanyak orang KK (18,82%). Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga, maka jumlah kelapa keluarga yang bekerja dan tidak bekerja juga memiliki proporsi yang setara, dimana di WPU dengan jumlah penduduk dan kepala keluarag terbanyak dibandingkan WP lainnya. Sehingga dapat diasumsikan bahwa proporsi dan prosentase kelapa keluarga tidak bekerja lebih banyak di

48 37 masing-masing wilayah pembangunan meliputi WPU 32,66%, WPS 21,77% dan WPT 25,12%. Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Bidang Usaha Utama No. Bidang Usaha Utama Laki-laki Perempuan Total 1 Pertanian (termasuk perkebunan) Pertambangan/Galian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Transport dan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah Sumber : Dinas Pertanian Kab. Cianjur, 2007 Tingkat kemajuan perekonomian masyarakat di suatu wilayah perdesaan sangat ditentukan oleh kualitas semberdaya manusia di wilayah yang bersangkutan. Pada tahun 2007, sekitar 75% penduduk di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Cianjur hanya tamat sekolah dasar (SD) yang menyebabkan kompetensi dan kualitas SDM serta tingkat kemajuan ekonomi tergolong relatif rendah. Kondisi ini juga menyebabkan daya saing atau daya penyesuaian diri masyarakat secara keseluruhan terhadap perubahan relatif kurang mantap dan seringkali kalah cepat dibandingkan dengan kecepatan perubahan itu sendiri. Tabel 9. Jumlah Penduduk dan Status Pekerjaan pada Wilayah Pembangunan Utara di Kabupaten Cianjur. Jumlah Penduduk Status Pekerjaan No. Kecamatan Lakilaki Bekerja Tidak Perempuan Jumlah Bekerja Jumlah 1. Cianjur Cilaku Warungkondang Cibeber Ciranjang Sukaluyu Bojongpicung Karangtengah Mande Pacet Sukaresmi Cugenang Cikalongkulon Cipanas Gekbrong Jumlah Rata-rata (%) 88,17 11,83 100,00 78,23 21,77 100,00 Sumber : Dinas Pertanian Kab. Cianjur, 2007

49 Perekonomian Wilayah Berdasarkan distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku Kabupaten Cianjur tahun 2009, sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang paling besar yaitu sebesar 38,58%. Pendapatan sektor pertanian ini 29,61% berasal dari sumbangan sub sektor tanaman bahan makanan, dan sisanya dari sub sektor pertanian lainnya. Sektor kedua yang memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 25,52% yang berasal dari sumbangan sub sektor perdagangan besar dan kecil sebesar 19,14%, hotel 0,79% dan restoran 5,59%. Sektor yang paling sedikit memberikan sumbangannya bagi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cianjur adalah sub sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 0,14%. Nilai total PDRB Kabupaten Cianjur tahun 2009 bila dibandingkan dengan nilai total PDRB tahun 2008, terjadi peningkatan dengan nilai laju pertumbuhan PDRB sebesar 7,19% (Badan Pusat Statistik, 2010). Tabel 10. Laju dan Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun No. Lapangan Usaha Laju Distribusi Laju Distribusi 1 Pertanian 5,97 39,35 5,08 38,58 - Tanaman Bahan Makanan 4,19 29,95 5,97 29,61 - Perkebunan 14,82 0,91 3,21 0,87 - Peternakan 8,71 5,92 1,39 5,60 - Kehutanan 12,89 0,25 3,11 0,24 - Perikanan 20,33 2,33 4,03 2,26 2 Pertambangan dan Penggalian 17,79 0,14 5,23 0,14 3 Industri Pengolahan 19,42 3,03 4,43 2,95 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 10,96 1,05 11,30 1,09 5 Bangunan 16,73 3,55 6,55 3,53 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 18,22 24,70 10,72 25,52 7 Pengangkutan dan Komunikasi 24,58 11,04 2,49 10,55 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 12,90 4,85 1,01 4,57 9 Jasa-jasa 20,12 12,29 14,02 13,08 PDRB 13,56 100,00 7,19 100,00 Sumber : BPS Kab. Cianjur (2010)

50 IX. PENUTUP 9.1. Simpulan Dari analisis dan pembahasan terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kecamatan Cikalongkulon dan Kecamatan Mande dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat ditinjau dari : a. Aspek biofisik adalah daya dukung lahan untuk pengembangan perluasan areal tanam pada lokasi lahan potensi/sesuai untuk perkebunan karet masih sangat memungkinkan, sedangkan infrastruktur bahwa ketersediaan bibit unggul tidak menjadi kendala karena masih sangat tersedia di penangkar, hanya saja daya beli petani yang tidak mencukupi, jalan produksi yang ada di dalam perkebunan sudah mencukupi untuk mobilisasi petani dalam melaksanakan usaha taninya, sedangkan jumlah hand mangle di tiap kecamatan masih belum mencukupi/kurang untuk mengolah getah/lateks dari bahan mentah menjadi bahan olahan (sit/sheet). b. Aspek sosial adalah sumberdaya manusia dari tingkat ketersediaan tenaga kerja masih sangat tersedia, dalam luasan 1 hektar perkebunan karet rakyat dapat dikelola oleh 1-3 orang dengan tingkat pendidikan rata-rata SD, sedangkan kelembagaan kelompok tani sudah cukup baik, namun belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengelolaan perkebunan, jumlah penyuluh yang ada sudah sangat cukup sedangkan kelembagaan keuangan formal seperti per-bank-an kurang dapat membantu petani dari segi permodalan. c. Aspek ekonomi menunjukan bahwa B/C usaha tani karet rakyat adalah 1,656 yang berarti bahwa budidaya karet rakyat layak untuk diusahakan. 2. Faktor strategis internal, pada elemen kekuatan yang mempunyai pengaruh adalah harga produk dan ketersediaan lahan, sedangkan pada elemen kelemahan yang berpengaruh adalah penggunaan bibit unggul dan informasi pasar. Sedangkan faktor strategis eksternal, pada elemen peluang yang berpengaruh adalah potensi pasar dan produktivitas yang masih bisa

51 72 ditingkatkan, sedangkan pada elemen ancaman yang berpengaruh adalah fluktuasi harga dan produk sejenis dari daerah lain. Berkaitan dengan hal tersebut maka prioritas strategi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu : 1). Mendorong petani untuk melakukan peremajaan tanaman karet dengan menggunakan bibit unggul berkualitas; 2). Menjalin kerjasama dengan kelembagaan keuangan/pemilik modal dalam perkebunan karet rakyat; dan 3). Memperkuat sistem informasi antar anggota. 3. Apabila terjadi pengembangan luas tanam pada lahan potensial yang masih ada, maka diperoleh beberapa nilai tambah dari pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, yaitu : a. Kontribusi terhadap pengembangan lahan, akan terjadi peningkatan kualitas lahan dengan vegetasi yang homogen serta kualitas lingkungan akan meningkat dan terjaga serta nilai ekonomis lahan akan bertambah karena terjadi peningkatan produktivitas lahan. b. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, pengembangan luas areal pertanaman perkebunan karet berkaitan erat dengan tingkat penyerapan tenaga kerja. Semakin luas areal pengembangan akan semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. c. Kontribusi terhadap pendapatan, potensi lahan yang masih bisa diusahakan untuk perkebunan karet di Kec. Cikalongkulon seluas 430 ha maka terdapat penambahan pendapatan sebesar Rp. 77,296 milyar dan Kec. Mande seluas 549 ha maka pendapatan akan bertambah yaitu sebesar Rp. 98,749 milyar Saran 1. Perlu lebih ditingkatkan pembinaan ke petani berkaitan dengan pengelolaan dan pemeliharaan perkebunan dan penanganan pasca panen, baik dalam bentuk pengetahuan, modal maupun informasi harga. 2. Diperlukan peran pemerintah dalam memfasilitasi sarana dan prasana agar pelaksanaan perkebunan karet rakyat dapat memberikan nilai tambah pada masyarakat desa.

52 73 3. Pembentukan organisasi petani karet yang melibatkan keterkaitan petani dengan industri pengolahan, sehingga disamping kegiatan produksi petani juga dapat ikut merasakan proses penciptaan nilai tambah dari produk karet. 4. Perlu direncanakan suatu sistem dan usaha pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat yang berorientasi pada sistem ekonomi kerakyatan, serta inisiasi untuk menumbuhkan kelembagaan utama maupun pendukung yang dapat berfungsi memperbaiki dan memperlancar sistem perkebunan karet rakyat.

53 V. KONDISI UMUM PERKEBUNAN KARET 5.1. Kondisi Perkebunan di Kabupaten Cianjur Potensi dan kondisi perkebunan di Kabupaten Cianjur terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR) ,99 ha terdiri dari 19 komoditi, Perkebunan Besar Swasta (PBS) 9.616,50 ha terdiri dari 7 komoditi dan Perkebunan Besar Negara (PTP) 5.047,41 ha terdiri dari 5 komoditi. Ada 5 komoditi unggulan yang dikembangkan yaitu teh, kelapa, karet, cengkeh dan kopi. Tabel 11. Status Pengusahaan Berdasarkan Komoditas Perkebunan dan Luas Areal di Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No. Status Pengusahaan Komoditas Luas Areal (ha) 1. Perkebunan Rakyat (PR) Teh ,16 Karet 2.404,27 Kelapa 7.925,46 Kelapa Hibrida 3.033,10 Cengkeh 2.290,75 Kopi Robusta 1.078,88 Kopi Arabika 510,95 Kakao 130,00 Panili 99,01 Tembakau 20,00 Aren 3.283,71 Pala 323,50 Kapok 240,09 Kayu Manis 10,00 Kina 188,70 Lada 87,50 Jambu Mete 5,00 Kemiri 100,91 Nilam 10,00 2. Perkebunan Besar Swasta (PBS) Teh 6.628,53 Karet 1.880,67 Kelapa 30,90 Cengkeh 145,80 Kopi Robusta 105,00 Kakao 614,67 Kina 210,93 3. Perkebunan Besar Negara (PTP) Teh 2.785,18 Karet 1.389,88 Kelapa 472,19 Kelapa Sawit 399,16 Kina 1,00 Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, 2010 Berdasarkan status pengusahaan perkebunan di Kabupaten Cianjur dengan total luas areal tanam ,90 ha, perkebunan rakyat (PR) mempunyai luas areal tanam yang paling besar yaitu ,99 ha (71,03%), perkebunan besar swasta

54 40 (PBS) seluas 9.616,50 ha (19,00%) dan perkebunan besar negara (PTP) seluas 5.047,41 ha (9,97%). Tabel 12. Luas Areal dan Produksi Komoditi Unggulan Subsektor Perkebunan Kabupaten Cianjur Tahun No. Komoditas Status Pengusahaan 1. Teh PR PBS PTP 2. Kelapa PR PBS PTP 3. Karet PR PBS PTP 4. Cengkeh PR PBS PTP 5. Kopi PR PBS PTP Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, 2010 Luas Baku Lahan (ha) , , , , , Luas Areal (ha) , ,53 2,785, ,46 30,90 945, , , , ,75 145,80 0, ,83 105,00 0,00 Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 6.303,96 0, ,75 1, ,47 1, ,96 0,77 15,98 0,52 533,04 1,13 788,30 438,62 701,06 600,12 26,01 0,00 181,59 11,00 0,00 0,54 0,37 0,79 0,57 0,32 0,00 0,26 0,20 0,00 Luas areal tanam 5 (lima) komoditi unggulan yaitu teh, kelapa, karet, cengkeh dan kopi pada perkebunan rakyat di Kabupaten Cianjur masih memungkinkan untuk ditambah, mengingat masih adanya lahan yang tersedia sesuai dengan luas baku lahan untuk masing-masing komoditi tersebut. Kopi merupakan komoditi yang masih sangat mungkin untuk penambahan luas areal tanam, karena pada saat ini luas lahan yang ditanami kopi baru mencapai 1.589,83 ha atau 53,24% dari luas baku lahan sebesar 2.985,95 ha. Komoditi kedua yang masih mempunyai potensi perluasan areal tanam adalah perkebunan karet rakyat. Dari luas areal tanam perkebunan karet rakyat yang mencapai 2.404,27 ha atau 62,40% dari luas baku lahan berarti masih ada peluang perluasan areal tanam sebesar 1.448,74 ha (37,60%) Kondisi Perkebunan Karet Rakyat Kondisi pertanaman karet di Kabupaten Cianjur sebagian besar berada pada tahap tanaman menghasilkan (TM) seluas 1.455,53 ha (60,54%), tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 555,54 ha (23,11%) dan tanaman tua/rusak (TTR) karena kurang perawatan dan faktor-faktor lain seluas 393,2 ha (16,35%). Dari segi status pengusahaannya perkebunan rakyat seluas 2.404,27 ha (42,37%),

55 41 perkebunan besar swasta seluas 1.880,67 ha (33,14%) dan perkebunan besar nasional seluas 1.389,88 ha (24,5%). Sedangkan kondisi pertanaman karet di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande secara berturut-turut adalah sebagian besar berada pada tahap tanaman menghasilkan (TM) seluas 586,63 ha (87,34%) dan 531 ha (57,17%), tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 57 ha (8,49%) dan 309,74 ha (33,35%) dan tanaman tua/rusak seluas 28 ha (4,17%) dan 88 ha (9,48%). Luas areal perkebunan karet di dua kecamatan tersebut merupakan luas areal terbesar untuk perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur. Luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM) di dua kecamatan tersebut sebesar 366,74 ha (66,01%) dari luas TBM di Kabupaten Cianjur, tanaman menghasilkan (TM) sebesar 1.117,63 ha (76,79%) dan tanaman tua/rusak sebesar 116 ha (29,50%). Tabel 13. Luas Areal Perkebunan Karet Rakyat Kabupaten Cianjur Tahun No Kecamatan Luas Tanaman Areal (ha) TBM TM TTR Jumlah 1 Cianjur 0 7,50 5,00 12,50 2 Cilaku 0 4,00 19,00 23,00 3 Sukaresmi 0 16,00 19,00 35,00 4 Wr. Kondang 0 40,80 53,00 93,80 5 Cibeber 50,80 69,50 88,00 208,30 6 Cikalongkulon 57,00 586,63 28,00 671,63 7 Mande 309,74 531,00 88,00 928,74 8 Campaka 54, ,30 9 Sukaluyu 0 4,80 1,20 6,00 10 Karangtengah ,00 11 Kadupandak 0 36,00 14,00 50,00 12 Tanggeung 0 11,50 20,00 31,50 13 Pagelaran 0 7,00 3,00 10,00 14 Cibinong 18,00 70,00 31,00 119,00 15 Agrabinta 44,50 5,30 3,00 52,80 16 Leles 16,00 5, ,50 17 Cijati 5,20 57,00 21,00 83,20 Jumlah 555, ,33 393, ,27 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan (umur tanaman 0-5 tahun) TM = Tanaman Menghasilkan (umur tanaman 6-25 tahun) TTR = Tanaman Tua/Rusak (umur tanaman tahun) 5.3. Luas Kepemilikan Lahan Berdasarkan hasil survey dan wawancara bahwa sebagian besar luas areal pertanaman petani karet di Kecamatan Cikalongkulon kepemilikannya sudah turun temurun dengan luas kepemilikan yang relatif kecil. Dimana sebanyak 65,73% kepala keluarga memiliki lahan perkebunan seluas 0,5-1 ha, sebanyak

56 42 20,98% kepala keluarga memiliki lahan perkebunan seluas 1,5-2 ha dan kepala keluarga yang memiliki luas perkebunan di atas 2 ha sebanyak 13,29%. Oleh karena kondisi tersebut, banyak dari petani dalam mengelola perkebunannya masih seadanya saja, seperti dari penggunaan bibit sebagian besar bibit biasa (seling) yang perbanyakannya dilakukan sendiri oleh petani dan belum menggunakan bibit unggul, pemeliharaan tanaman masih seadanya saja bahkan banyak areal pertanaman karet yang dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa adanya pemeliharaan dan perawatan secara periodik, serta pembuatan alur sadap yang tidak mengikuti ketentuan yang seharusnya. Tabel 14. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Berdasarkan Rata-rata Luas Kepemilikan Lahan Perkebunan Karet Rakyat di Desa Gudang, Kecamatan Cikalongkulon Luas Luas Kepemilikan (ha)/kk No. Alamat Areal (ha) 0,5 1 1,5 2 > 2 1 Darungdung Tonjong 15, Maleber Bojong Kepuh 22, Jumlah Potensi lahan yang tersedia untuk perkebunan rakyat kondisi banyak yang belum termanfaatkan sebagai lahan produktif/menghasilkan, sebagian besar lahan terisi oleh tanaman yang tidak menghasilkan dan tidak terawat dengan vegetasi yang sangat heterogen Produksi dan Produktivitas Produksi perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur adalah 788,304 ton dengan produktivitas 0,54 ton/ha. Sedangkan produktivitas perkebunan karet rakyat di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande adalah 0,58 ton/ha masih dibawah produktivitas perkebunan besar swasta sebesar 1,33 ton/ha dan 0,64 ton/ha. Tingginya produktivitas yang didapat oleh perkebunan karet swasta dikarenakan sudah menggunakan bibit/klon unggul. Namun jika dilihat dari produksi yang dihasilkan antara perkebunan rakyat dan perkebunan swasta pada kecamatan yang sama, produksi yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat jauh lebih banyak dari perkebunan swasta, hal ini disebabkan karena luas areal tanaman menghasilkan (TM) pada perkebunan rakyat lebih luas.

57 43 Tabel 15. Luas Areal dan Produksi Karet pada Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Swasta di Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No Kecamatan TM (Ha) Perkebunan Rakyat Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Ton/Ha) TM (Ha) Perkebunan Swasta Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Ton/Ha) 1 Cianjur 7,50 3,038 0, Cilaku 4,00 1,332 0, Sukaresmi 16,00 4,824 0, Wr. Kondang 40,80 8,996 0, Cibeber 69,50 30,650 0,44 284,38 77,91 0,27 6 Cikalongkulon 586,63 337,899 0,58 24,00 31,84 1,33 7 Mande 531,00 308,246 0,58 38,50 24,55 0,64 8 Campaka 0,00 0,000 0, Sukaluyu 4,80 1,512 0, Karangtengah 3,00 1,485 0, Kadupandak 36,00 22,194 0, Tanggeung 11,50 2,588 0, Pagelaran 7,00 1,575 0, Cibinong 70,00 34,650 0,50 674,90 244,30 0,36 15 Agrabinta 5,30 3,244 0, Leles 5,50 2,475 0, Cijati 57,00 23,598 0, Cikadu ,53 60,03 0,34 Kabupaten Cianjur 1.455,53 788,304 0, ,31 438,62 0,37 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, 2010 Peningkatan produksi dan produktivitas pada perkebunan karet rakyat sebenarnya masih bisa ditingkatkan yaitu melakukan peremajaan perkebunan dengan mengganti tanaman tua/rusak menggunakan bibit/klon unggul. Hal ini akan berdampak pada perolehan hasil yang lebih tinggi daripada menggunakan bibit dari petani sendiri Ketersediaan Benih/Bibit Keterbatasan kemampuan petani dalam penyediaan benih unggul yang bermutu masih menjadi kendala utama dalam pencapaian produksi. Rata-rata umur panen perkebunan karet yang menggunakan benih unggul sekitar 4-5 tahun setelah tanam, sedangkan bagi perkebunan karet rakyat yang tidak menggunakan benih unggul panen baru dapat dilakukan pada umur tanaman sekitar 6-7 tahun. Secara umum mutu bibit karet yang dihasilkan oleh para penangkar bibit masih sangat beragam. Bahan tanam karet unggul yang terjamin mutunya hanya tersedia di Balai Penelitian atau para penangkar benih binaan melalui sistem waralaba di sentra-sentra pembibitan yang juga masih sangat terbatas jumlahnya. Selain itu, masalah lain yang dihadapi penangkar bibit adalah keterbatasan sumber

58 44 entres yang terjamin kemurniannya dan keterbatasan jenis klon unggul baru yang dimiliki. Tabel 16. Keadaan Pembibitan Oleh Penangkar Benih di Kabupaten Cianjur Tahun 2010 No. Kecamatan Jenis Tanaman Luas Pembibitan (ha) Jumlah Bibit Tersedia (pohon) Sisa Bibit di Pembibitan (pohon) Banyaknya Penangkar (orang) 1 Takokak Teh 3, Sukanagara Teh 1, Kadupandak Teh 1, Campaka Kopi 0, Cikalongkulon Karet 2, Jumlah 8, Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Cianjur, Sumberdaya Petani dan Kelompok Tani Dari hasil survey dan wawancara untuk aspek sumberdaya manusia, diperoleh informasi bahwa tingkat penyerapan adopsi teknologi petani terhadap informasi yang berhubungan dengan peningkatan produksi pada umumnya masih sangat rendah, walaupun penyuluhan dan pelatihan dalam rangka peningkatan keterampilan dan pengetahuan sudah diberikan. Hal ini dikarenakan antara lain adalah tingkat pendidikan petani yang rendah, bahkan di Kecamatan Cikalongkulon persentase tingkat pendidikan petani karet tidak lebih dari Sekolah Dasar (SD) mencapai 100%, sedikit berbeda dengan kondisi di Kecamatan Mande dimana tingkat pendidikan petani karet ada yang mencapai sampai ke jenjang pendidikan sarjana (S1) walaupun jumlahnya sangat sedikit, namun demikian tetap didominasi oleh petani karet dengan tingkat pendidikan yang tidak lebih dari SD yaitu sekitar 80%. Secara umum keragaan kelompok tani di tingkat Kabupaten Cianjur tergolong sedang dengan klasifikasi pemula dan lanjut. Kondisi ini menunjukan bahwa kaidah kelompok tani belum dilaksanakan dengan baik, terutama konsolidasi pengelolaan usaha tani dalam suatu manajemen kelompok tani yang disepakati bersama. Hal ini tergambar di lapangan, bahwa penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil masih dilaksanakan secara individu kecuali ada program pemerintah dan peranan kelompok terhadap pemecahan berbagai masalah dalam berusaha tani secara khusus dan usaha pertanian secara keseluruhan hampir tidak ada.

59 45 Tabel 17. Kondisi Kelompok Tani di Wilayah Pengembangan Utara Kab. Cianjur No. Kecamatan Kelompok Kelas Kelompok Tani Tani Pemula Lanjut Madya Utama 1. Cianjur Cilaku Warungkondang Cibeber Ciranjang Sukaluyu Bojongpicung Karangtengah Mande Pacet Sukaresmi Cugenang Cikalongkulon Cipanas Gekbrong Jumlah Rata-rata (%) 100,00 17,2 50,6 26,8 5,4 Sumber : Dinas Pertanian Kab. Cianjur, 2007 Perkembangan kelompok tani di Wilayah Pengembangan Utara (WPU) adalah yang terbaik, dimana berbagai kaidah berkelompok umumnya sudah diterapkan relatif lebih baik meskipun masih memerlukan pembinaan yang relatif lebih baik meskipun masih memerlukan pembinaan yang lebih intensif terutama yang terkait dengan manajemen kelompok dan kemitraan dengan swasta, baik yang berkaitan dengan penyediaan produksi maupun pemasaran hasil Sumberdaya Penyuluh Secara umum kinerja penyuluhan di Kabupaten Cianjur tergolong cukup baik. Jumlah penyuluh di setiap kecamatan cukup memadai, yaitu berkisar 4-8 orang per kecamatan. Dari segi pendidikan, para penyuluh juga cukup memadai karena dari seluruh PPL yang ada, 46,46% diantaranya berpendidikan D-3 (akademi) dan 28,27% berpendidikan sarjana (S1). Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya tidak hanya terbatas dalam penyampaian inovasi teknologi agar produktivitas tertentu meningkat dan petani memotivasi petani agar lebih rasional dalam mengembangkan usata tani yang berorientasi agribisnis berdasarkan kemampuan serta sumberdaya yang dimiliki. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh antara lain adalah ketersediaan teknologi, kinerja penyuluh, keragaan kelompok tani, dukungan

60 46 Pemerintah Daerah, tingkat pendidikan petani, peranan kelompok tani dan tokoh masyarakat. Tabel 18. Kondisi Penyuluh di Wilayah Pengembangan Utara di Kab. Cianjur Jumlah Pendidikan No. Kecamatan Penyuluh (orang) SMP SMA D-3 S-1 1. Cianjur Cilaku Warungkondang Cibeber Ciranjang Sukaluyu Bojongpicung Karangtengah Mande Pacet Sukaresmi Cugenang Cikalongkulon Cipanas Gekbrong Jumlah Rata-rata 5,6-2,1 2,8 2,2 (%) 100,00-25,00 46,43 28,57 Sumber : Dinas Pertanian Kab. Cianjur, 2007 Kendala dan masalah dalam penyelenggaraan penyuluhan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur antara lain : 1). Beragamnya kebutuhan teknologi terapan bagi petani yang memerlukan tindak lanjut pada berbagai komoditas, sehingga penyuluh cenderung memilih diantara kebutuhan tersebut sesuai kemampuannya; 2). Kurang memadainya fasilitas penyuluhan pada berbagai sub sistem dan usaha agribisnis terhadap komoditas unggulan tingkat kecamatan sehingga mobilitas para penyuluh relatif rendah; 3) relatif rendahnya akses dan peluang para penyuluh terhadap sumber informasi baru; dan 4) kurangnya dukungan dari instansi terkait.

61 Aspek Biofisik Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet rakyat yang berada pada lahan yang sesuai secara fisik yang ada di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande secara berturut-turut adalah sebagian besar berada pada tahap tanaman menghasilkan (TM) seluas 586,63 ha (87,34%) dan 531 ha (57,17%), tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 57 ha (8,49%) dan 309,74 ha (33,35%) dan tanaman tua/rusak seluas 28 ha (4,17%) dan 88 ha (9,48%). Gambar 3. Peta Sebaran Perkebunan Karet Rakyat di Kab. Cianjur Luas areal tanam perkebunan karet rakyat yang berada di Kecamatan Cikalongkulon baru mencapai sebesar 671,63 ha atau sekitar 60,96% dari luas baku lahan sebesar 1.101,77 ha, sedangkan di Kecamatan Mande luas areal tanam sebesar 928,74 ha atau sekitar 62,83% dari luas baku lahan sebesar 1.478,26 ha. Dengan kondisi pertanaman yang ada saat ini, penambahan luas areal tanam untuk perkebunan karet rakyat pada lahan yang sesuai dimana kepemilikannya

62 48 sepenuhnya berada dalam penguasaan petani di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande masih sangat memungkinkan, terdapat peluang perluasan areal tanam sebesar 430,14 ha di Kecamatan Cikalongkulon dan 549,52 ha di Kecamatan Mande. Gambar 4. Peta Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kab. Cianjur Jika dilihat perkembangan perkebunan karet rakyat dalam 3 (tiga) tahun terakhir pada dua kecamatan tersebut, tanaman karet rakyat banyak didominasi oleh tanaman menghasilkan (TM), di Kecamatan Cikalongkulon mencapai seluas 2.404,68 ha atau sekitar 91,13% sedangkan di Kecamatan Mande seluas 2.165,48 ha (62,40%). Kondisi ini menggambarkan bahwa luas areal tanam perkebunan karet rakyat di Kecamatan Mande relatif lebih seragam jika dibandingkan dengan Kecamatan Cikalongkulon, meskipun luas areal pertanaman yang ada pada masing-masing kategori cukup bervariasi. Dari total luas areal tanam di Kecamatan Mande, luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 22,64%, tanaman menghasilkan (TM) 62,41% dan tanaman tua/rusak (TTR) 14,96%. Sedangkan di Kecamatan Cikalongkulon luas areal tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah 6,75%, tanaman menghasilkan (TM) 91,13% dan tanaman tua/rusak (TTR) 2,12%.

63 49 Tabel 19. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande Tahun Kecamatan Tahun Luas Baku/ (ha) Luas Areal (ha) TBM TM TTR Jumlah Bahan Mentah Produksi (ton) Bahan Olahan Provitas (ton/ha) Cikalongkulon ,71 57,00 617,71 0,00 674, ,64 345,91 0, ,77 57,00 586,63 28,00 671, ,92 307,98 0, ,77 57,00 586,63 28,00 671, ,60 337,89 0,58 Jumlah 3.498,96 178, ,68 56, , , ,59 Mande ,24 211,50 558,74 134,00 904, ,44 358,61 0, ,26 234,74 531,00 163,00 928, ,10 278,77 0, ,26 309,74 531,00 88,00 928, ,98 308,25 0,58 Jumlah 4.568,50 785, ,48 519, , , ,98 Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, Ketersediaan Prasarana Sarana Wilayah Kelangsungan perkebunan karet rakyat sangat bergantung kepada ketersediaan prasarana dan sarana di wilayah perkebunan. Ketersediaan bahan baku getah karet merupakan faktor utama dalam perkebunan karet rakyat, tentunya juga harus dimulai dari penyediaan bibit unggul yang baik. Ketersediaan dan pemakaian bibit unggul di tingkat petani merupakan suatu hal sulit dan jarang. Petani masih banyak menggunakan bibit dari hasil perbanyakan sendiri (bibit rakyat/seling), dari segi harga bibit unggul berkisar Rp ,- /pohon dan seling berkisar Rp ,-/pohon. Hal ini mengakibatkan umur tanaman setelah tanam sampai dengan menghasilkan getah karet menjadi lebih panjang, yakni berkisar 6-7 tahun, sementara jika menggunakan bibit unggul umur tanaman untuk menghasilkan relatif lebih cepat yakni sekitar 4-5 tahun setelah tanam. Rata-rata penggunaan bibit/klon unggul pada perkebunan karet rakyat berkisar 10%-20% dari total luas tanam, dengan ketersediaan benih unggul di penangkar benih sekitar pohon maka ketersediaan bibit unggul tidak menjadi kendala karena masih ada ketersediaan bibit unggul di penangkar, hanya saja daya beli petani yang tidak mencukupi. Ketersediaan dan kualitas benih merupakan sarana terpenting dalam budidaya karet, karena akan menentukan hasil dan oleh sebab itu masalah pembibitan merupakan prioritas utama yang harus mendapat perhatian. Menurut informasi berdasarkan hasil survey dan sampel bahwa bibit karet klon unggul sulit

64 50 diperoleh. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan produktivitas karet rakyat. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan dari kualitas bibit, perlu dibangun sistem perbibitan yang dapat memfasilitasi para petani karet. Tersedianya jalan produksi juga akan sangat membantu petani dalam membawa hasil sadapan getah karet. Jalan produksi yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua sudah cukup banyak tersedia di dalam perkebunan dan sangat membantu petani dalam membawa hasil sadapan getah karet serta mobilisasi petani dalam melaksanakan usaha taninya. Pembuatan jembatan kecil pada paritparit yang memotong jalan produksi sangat diperlukan, karena jalan produksi yang terdapat di areal perkebunan banyak terdapat parit sehingga menambah lama waktu pengangkutan. Selain itu juga, dengan adanya jembatan kecil pada jalan setapak (jalan produksi) tersebut diharapkan dapat lebih mempercepat waktu tempuh pengangkutan hasil panen/sadap. Getah karet hasil sadapan sebelum mengalami penggumpalan dini harus melalui proses penyaringan untuk memisahkan bahan campuran dari benda lain seperti kayu, daun dan kotoran lain. Setelah bersih dan melalui beberapa proses/perlakuan kemudian dibiarkan menggumpal selama 2-3 jam untuk menjadikannya seperti gumpalan siap untuk digiling. Hand Mangle adalah alat yang biasa digunakan oleh petani perkebunan karet rakyat untuk menggiling getah karet menjadi lembaran-lembaran (sit/sheet). Alat ini mempunyai arti penting dalam proses industri karet rakyat untuk skala rumah tangga. Penggilingan dengan menggunakan hand mangle melalui 2 (dua) tahap, dengan hasil gilingan polos dan beralur (batik). Hasil gilingan polos biasanya mempunyai ketebalan ± 5 mm dan gilingan baralur (batik) ± 3 mm. Biasanya lateks hasil gilingan menggunakan hand mangle yang sudah di-kering angin-kan dipasaran seharga Rp ,- s/d Rp ,-/sheet. Dari sebanyak kepala keluarga (KK) yang memiliki perkebunan karet di Kecamatan Cikalongkulon hanya terdapat 20 unit hand mangle dengan kapasitas riil sebesar 337,9 ton/tahun. Sedangkan di Kecamatan Mande, dari sebanyak kepala keluarga (KK) hanya terdapat 30 unit hand mangle dengan kapasitas riil sebesar 308,3 ton/tahun. Jumlah hand mangle di tiap kecamatan

65 51 masih belum mencukupi/kurang untuk mengolah getah/lateks dari bahan mentah menjadi bahan olahan (sit/sheet), karena dari jumlah bahan mentah yang dihasilkan dalam setahun hanya dapat diolah menjadi bahan olahan sekitar 25% (Tabel 20), baik di Kecamatan Cikalongkulon maupun Kecamatan Mande. Tabel 20. Jumlah Hand Mangle di Kecamatan Cikalongkulon dan Mande Tahun No. Kecamatan Jumlah (unit) Bekerja Penuh (unit) Bekerja Tidak Penuh (unit) Kapasitas Rill (ton/tahun) Jumlah Pemilik (orang) 1 Cibeber , Cilaku , Karangtengah , Kadupandak , Argabinta , Cikalongkulon , Cianjur , Mande , Wr. Kondang , Cibinong , Leles ,48 2 Sumber : Dishutbun Kab. Cianjur, Aspek Sosial Sumberdaya Manusia Berdasarkan wilayah pembangunan, Kabupaten Cianjur dibagi menjadi 3 wilayah yaitu Wilayah Pembangunan Utara (WPU), Wilayah Pembangunan Tengah (WPT) dan Wilayah Pembangunan Selatan (WPS). Di WPU terdapat lebih banyak jumlah penduduk laki-laki (88,17%) dibandingkan dengan perempuan (11,83%) dari total jumlah penduduk. Dari total jumlah penduduk di Kecamatan Cikalongkulon, masih terdapat sekitar 21,66% yang belum bekerja, sedangkan di Kecamatan Mande sekitar 15,26%. Jumlah tenaga kerja yang terlibat untuk kegiatan perkebunan karet rakyat di Kecamatan Cikalongkulon sebanyak orang yang terdiri dari orang (81,63%) mempunyai lahan perkebunan dan 336 orang (18,37%) sebagai buruh/penggarap. Sedangkan di Kecamatan Mande, jumlah tenaga kerja yang terlibat pada kegiatan agroindustri perkebunan karet rakyat sebanyak orang yang terdiri dari orang (71,71%) mempunyai lahan perkebunan dan 464 orang (28,29%) sebagai buruh/penggarap. Jika dikaitkan dengan sebaran tanaman menghasilkan (TM) perkebunan karet rakyat yang ada pada saat ini, maka dalam

66 52 luasan 1 hektar perkebunan karet rakyat dapat dikelola oleh 2-3 orang (2,7 orang) di Kecamatan Cikalongkulon, sedangkan di Kecamatan Mande dapat dikelola 1-2 orang (1,8 orang). Apabila terjadi pengembangan luas tanam sesuai dengan luas baku lahan yang terdapat di Kecamatan Cikalongkulon sebesar 430 ha, maka akan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak orang, sedangkan di Kecamatan Mande dengan luasan sebesar 549 ha maka akan dibutuhkan tenaga kerja sebanyak orang. Penyerapan tenaga kerja tersebut adalah untuk kebutuhan pada level pengelolaan dan pemeliharaan kebun. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja yang bersifat temporer yaitu pada tahap pembukaan lahan, pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam dan tanam akan menyerap tenaga kerja sebanyak orang di Kecamatan Cikalongkulon dan sebanyak orang di Kecamatan Mande. Maka dapat disimpulkan bahwa selain tingkat ketersediaan tenaga kerja masih cukup, juga diperoleh kesimpulan bahwa sub sektor perkebunan karet rakyat dapat dihandalkan untuk penyerapan tenaga kerja. Dari hasil survey dan wawancara untuk tingkat pendidikan, diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan petani masih sangat rendah, bahkan di Kecamatan Cikalongkulon persentase tingkat pendidikan petani karet tidak lebih dari Sekolah Dasar (SD) mencapai 100%, sedikit berbeda dengan kondisi di Kecamatan Mande dimana tingkat pendidikan petani karet ada yang mencapai sampai ke jenjang pendidikan sarjana (S1) walaupun jumlahnya sangat sedikit, namun demikian tetap di dominasi oleh petani karet dengan tingkat pendidikan yang tidak lebih dari SD yaitu sekitar 80%. Kondisi ini sangat berpengaruh kepada tingkat penyerapan adopsi teknologi petani terhadap informasi yang berhubungan dengan peningkatan produksi pada umumnya masih sangat rendah, walaupun penyuluhan dan pelatihan dalam rangka peningkatan keterampilan dan pengetahuan sudah diberikan. Sedangkan tingkat pendidikan penyuluh sudah sangat baik. Di Kecamatan Cikalong ada 7 orang penyuluh (87,5%) dengan tingkat pendidikan sarjana (S1) dan 1 orang (12,5%) D-3, sedangkan di Kecamatan Mande ada 2 orang penyuluh (28,5%) D-3 dan 5 orang (71,5%) SMA. Keterlibatan masyarakat dalam perkebunan karet sebagian besar sudah terjadi secara turun temurun, sehingga jika dilihat dari aspek sosial budaya sangat

67 53 sedikit sekali peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk berorientasi bisnis/industri. Tingkat penyerapan/adopsi teknologi juga sangat minim, meskipun dari instansi terkait sudah memberikan penyuluhan dan latihan bagi petani. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, sehingga mental untuk berfikir/berorientasi bisnis sangat kurang Kelembagaan Kelembagaan sosial yang bersentuhan langsung ke petani adalah Kelompok Tani/Gapoktan. Perkembangan Kelompok Tani di Wilayah Pembangunan Utara (WPU) adalah yang terbaik jika dibandingkan WPT dan WPS di Kabupaten Cianjur. Kaidah berkelompok umumnya sudah diterapkan relatif baik meskipun masih memerlukan pembinaan yang lebih intensif terutama yang terkait dengan manajemen kelompok dan kemitraan dengan swasta, baik yang berkaitan dengan penyediaan sarana produksi maupun pemasaran hasil. Di Kecamatan Cikalongkulon, keberadaan kelompok tani berdasarkan kelas kelompok tani Pemula, Lanjut, Madya dan Utama secara berturut-turut adalah 0 (0%), 40 (35,71%), 72 (64,29%) dan 0 (0%); sedangkan di Kecamatan Mande adalah 24 (27,27%), 60 (68,18%), 4 (4,55%) dan 0 (0%). Berdasarkan keadaan tersebut seharusnya tingkat pengetahuan dan keterampilan petani yang tergabung dalam kelompok tani sudah lumayan baik, namun berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, masih banyak petani yang hanya mengandalkan pengalaman yang sudah turun temurun yang kurang baik untuk pengembangan perkebunan karet seperti halnya dalam pemeliharaan perkebunan. Bagi kebanyakan petani, kebun karet akan menjadi prioritas utama baik dalam pemeliharaan ataupun pengelolaan apabila harga karet di pasaran tinggi. Sementara itu kelembagaan keuangan formal seperti per-bank-an kurang dapat membantu petani dari segi permodalan. Rata-rata petani tidak mempunyai jaminan untuk mendapatkan pinjaman dari bank, walaupun ada 1 atau 2 petani yang dapat memanfaatkan lembaga keuangan formal ini. Dari aspek kelembagaan untuk pengembangan karet rakyat pada saat ini masih berada dalam kondisi yang belum berjalan dengan sebagaimana mestinya, setiap segmen pada sub kegiatan masih berjalan sendiri-sendiri, terpisah dan belum terintegrasi dengan baik. Kondisi ini menyebabkan pengembangan

68 54 perkebunan karet rakyat menjadi sangat lambat yang berakibat kepada pemberdayaan petani karet dalam meningkatkan produksi, produktivitas serta efisiensi dalam upaya peningkatan pendapatan menjadi tidak optimal. Berdasarkan kondisi tersebut, untuk pengembangan karet rakyat, perlu direncanakan suatu sistem dan usaha tani karet rakyat yang berorientasi pada sistem ekonomi kerakyatan, serta inisiasi untuk menumbuhkan kelembagaan utama maupun pendukung yang dapat berfungsi memperbaiki dan memperlancar sistem perkebunan karet rakyat, diantaranya adalah : 1). Kelembagaan di bidang budidaya sangat berhubungan langsung dengan kegiatan perkebunan dalam proses peningkatan produksi dan produktivitas. Untuk meningkatkan produktivitas, petani perlu mendapatkan teknologi budidaya yang telah direkomendasi spesifik lokasi serta mendapatkan bimbingan dari instansi/lembaga yang kompenten; 2) Kelembagaan pasca panen dan pengolahan mempunyai peran dalam meningkatkan nilai tambah produk sehingga akan menambah pendapatan bagi petani. Pembentukan kelembagaan ini di tingkat kelompok tani bertujuan untuk memudahkan dan memberi nilai tambah pada petani karet melalui organisasi kelompok tani/gapoktan; 3) Lembaga pemasaran juga sangat dibutuhkan untuk mengalirkan produk petani ke pembeli. Selama ini petani melakukan penjualan masih secara individu kepada pedagang pengumpul lokal, karena petani belum mempunyai lembaga pemasaran. Jika lembaga ini dapat ditumbuhkan oleh dan untuk petani, maka akan timbul rasa saling keterkaitan satu sama lain. Sehingga akan terbentuk suatu komitmen yang didasari oleh rasa saling percaya dan saling menguntungkan Aspek Ekonomi Finansial Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lainnya. Tanaman karet memerlukan waktu 5-6 tahun untuk dapat disadap, oleh karena itu pembangunan perkebunan karet memerlukan investasi jangka panjang dengan masa tenggang 5-6 tahun. Dengan asumsi bahwa pengelolaan perkebunan karet rakyat belum memenuhi seluruh kriteria yang

69 55 dikemukakan dalam kultur teknis karet diatas, maka estimasi produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada data statistik produksi dan produktivitas perkebunan karet rakyat yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur, dimana produksi lateks terus akan meningkat dari umur tanaman 6 tahun (tahun pertama sadap) sampai dengan umur tanaman 14 tahun (tahun kesembilan sadap) kemudian secara bertahap produksinya akan menurun sampai dengan umur tanaman tahun (tahun keduapuluh-keduapuluhlima sadap). Perhitungan analisa usaha tani karet rakyat dengan mengasumsikan bahwa untuk pertanaman seluas 1 ha menggunakan bibit biasa (bukan dari klon unggul) dengan jarak tanam 7 meter x 3 meter akan membutuhkan sekitar 500 pohon. Selama 5 tahun pertama tanaman masih belum menghasilkan dan membutuhkan perawatan, pemeliharaan dan pengelolaan yang baik, diantaranya pemenuhan kebutuhan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) dan tenaga kerja (pembukaan dan pengolahan lahan, membuat lubang tanam dan tanam, pemupukan dan pemeliharaan). Sehingga dapat dikatakan bahwa sampai dengan tahun ke-5 dibutuhkan anggaran pengeluaran saja tanpa sedikitpun pendapatan yang diperoleh. Dengan asumsi produktivitas perkebunan karet rakyat adalah 0,59 ton/ha/tahun dan harga jual sit kering basah Rp ,-/lembar (produk yang relatif banyak dijual oleh petani) yang akan dihasilkan selama 25 tahun, maka didapatkan B/C usaha tani karet rakyat adalah 1,656 yang berarti bahwa budidaya karet rakyat layak untuk diusahakan.

70 VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET Faktor pendukung dan penghambat merupakan elemen yang diidentifikasi untuk menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi dan menentukan keberhasilan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, maka digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT dalam menganalisis faktor-faktor lingkungan terbagi dua yaitu, analisis internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, dan analisis eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Faktor internal dan eksternal dalam pembahasan ini hanya ditentukan beberapa faktor saja yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Dalam penentuan faktor internal dan eksternal ditentukan melalui studi pustaka dan wawancara dengan petani, petugas dinas/intansi atau pejabat terkait. Setelah diperoleh faktor-faktor strategis internal/eksternal, melalui kuesioner diminta pendapat responden apakah faktor strategis tersebut termasuk sebagai faktor kekuatan dan kelemahan atau merupakan faktor ancaman dan peluang. Disamping faktor-faktor tersebut diatas, responden diberi peluang untuk menambahkan faktor strategis yang mereka anggap mempunyai pengaruh pada pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi dan menentukan keberhasilan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, maka digunakan analisis SWOT. Data SWOT kualitatif dapat dikembangkan secara kuantitaif melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1998) agar diketahui secara pasti pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat yang sesungguhnya Faktor Internal Berdasarkan hasil studi perpustakaan, wawancara dengan petani dan petugas di instansi terkait serta dari hasil kuesioner telah diperoleh beberapa faktor strategis internal pada pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Faktor-faktor strategis internal tersebut adalah sebagai berikut :

71 57 a. Faktor Kekuatan Faktor kekuatan merupakan bagian dari faktor strategis internal, faktor tersebut dianggap sebagai kekuatan yang sangat mempengaruhi dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam upaya pencapaian tujuan yang diharapkan, yang terdiri dari : 1. Ketersediaan Lahan Ketersediaan lahan dimaksud adalah daya dukung lahan yang menggambarkan luas sebaran dan potensi yang ada untuk pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Luas areal tanam perkebunan karet rakyat yang berada di Kecamatan Cikalongkulon baru mencapai sebesar 671,63 ha atau sekitar 60,96% dari luas baku lahan sebesar 1.101,77 ha, sedangkan di Kecamatan Mande luas areal tanam sebesar 928,74 ha atau sekitar 62,83% dari luas baku lahan sebesar 1.478,26 ha. 2. Harga Produk Perkebunan karet rakyat dapat menghasilkan beberapa macam produk dari hasil getah karet mulai dari lump, sit kering angin dan sit kering asap. Bahkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi dapat menjadi bahan baku untuk industri pabrik. Selain dari hasil getah/lateks, petani karet juga dapat mengandalkan penambahan pendapatan dari hasil kayu karet. 3. Periode Panen Pohon karet biasanya baru bisa dipanen (sadap) pada umur tanaman mencapai ± 5-6 tahun, meskipun harus menunggu lama untuk mendapatkan hasil dari usaha perkebunan karet namun waktu panen dapat mencapai sampai dengan tahun. Pemeliharaan dan pengelolaan perkebunan akan menjadi faktor yang menentukan untuk mendapatkan lateks dari hasil sadap. 4. Sarana dan Prasarana Dalam memperlancar kegiatan perkebunan karet rakyat sarana dan prasarana sangat penting. Masih rendahnya penggunaan bibit/klon unggul, jalan produksi yang harus lebih banyak lagi dibuat serta ketersediaan hand mangle (alat penggiling lump) menjadi kendala tersendiri bagi petani dalam mengelola serta mengolah perkebunan karet.

72 58 5. Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja yang diharapkan akan mengelola perkebunan karet sangat tersedia, mengingat masih adanya sekitar orang (21,66%) di Kec. Cikalongkulon dan orang (15,26%) di Kec. Mande dengan status tidak bekerja. Kondisi ini menunjukan bahwa untuk mengelola perkebunan karet 2 (dua) kecamatan tersebut tidak akan kekurangan tenaga kerja. b. Kelemahan Faktor kelemahan merupakan bagian dari faktor internal, faktor tersebut dapat dianggap sebagai penghambat atau kendala dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Faktor kelemahan harus dikendalikan secara baik karena akan menjadi penghambat dalam upaya pencapaian tujuan, faktor-faktor tersebut adalah : 1. Tingkat Inovasi Petani Tingkat penyerapan adopsi teknologi petani terhadap informasi yang berhubungan dengan peningkatan produksi hasil pada umumnya masih sangat rendah, walaupun penyuluhan dan pelatihan dalam rangka peningkatan keterampilan dan pengetahuan sudah diberikan. 2. Informasi Pasar Ketertarikan petani pada perkebunan karet rakyat untuk mengelola dan memelihara perkebunannya juga dipengaruhi oleh harga yang berkembang dipasaran. Semakin tinggi harga karet maka semangat petani untuk mengelola dan memelihara kebun karet akan semakin tinggi pula, juga akan berlaku sebaliknya. 3. Daya Beli Petani Sebagian besar petani perkebunan karet rakyat masih belum mampu untuk meningkatkan hasil produksi dari perkebunannya dikarenakan masih banyaknya lahan perkebunan yang menggunakan bukan bibit unggul. Kemampuan petani untuk memperoleh bibit/klon unggul dari tanaman karet masih sangat sulit dan dirasa masih mahal. Hal ini dikarenakan daya beli petani untuk mendapatkan bibit unggul masih sangat rendah, kondisi ini juga dipersulit dengan tingginya harga bibit unggul jika membeli dalam jumlah yang sedikit.

73 59 4. Penyuluhan Kinerja penyuluhan dalam perkebunan karet rakyat sangat dipengaruhi oleh aspek motivasi penyuluh. Hal ini sangat erat kaitannya dengan tingkat penyerapan adopsi teknologi di tingkat petani. 5. Penggunaan Bibit Unggul Keterbatasan kemampuan petani dalam penyediaan benih unggul yang bermutu masih menjadi kendala utama dalam pencapaian produksi. Rata-rata umur panen perkebunan karet yang menggunakan benih unggul sekitar 4-5 tahun setelah tanam, sedangkan bagi perkebunan karet rakyat yang tidak menggunakan benih unggul panen baru dapat dilakukan pada umur tanaman sekitar 6-7 tahun. Tabel 21. Matriks Faktor Internal Perkebunan Karet Rakyat No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor A. Kekuatan 1 Ketersediaan Lahan 0,11 4 0,43 2 Harga Produk 0,12 4 0,49 3 Periode Panen 0,08 3 0,24 4 Sarana dan Prasarana 0,09 3 0,28 5 Tenaga Kerja 0,08 3 0,24 Jumlah 0,49 1,69 B. Kelemahan 1 Tingkat Inovasi Petani 0,09 2 0,19 2 Informasi Pasar 0,11 1 0,11 3 Daya Beli Petani 0,09 2 0,19 4 Penyuluhan 0,09 2 0,19 5 Penggunaan Bibit Unggul 0,12 1 0,12 Jumlah 0,51 0,80 T O T A L 1,00 2,49 Pada elemen kekuatan terdapat lima faktor, dari kelima faktor tersebut, terdapat faktor yang besar dampaknya dibandingkan dengan faktor strategis lainnya adalah sangat menentukan. Faktor-faktor tersebut adalah harga produk 0,12, ketersediaan lahan 0,11, sarana dan prasarana 0,09, periode panen 0,08 dan tenaga kerja 0,08, variasi pembobotan yang diperoleh setelah dianalisis. Harga produk dan ketersediaan lahan dan mempunyai nilai rating 4 berarti bahwa pengaruh terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat sangat menentukan, sedangkan faktor sarana prasarana, periode panen dan

74 60 tenaga kerja mempunyai nilai 3 berarti mempunyai pengaruh terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Berdasarkan lima faktor kelemahan terdapat faktor yang besar dampaknya dibandingkan dengan faktor strategis lainnya adalah sangat menentukan. Faktor tersebut adalah penggunaan bibit unggul, dan empat faktor lainnya yaitu informasi pasar, tingkat inovasi petani, daya beli petani dan penyuluhan. Pada elemen kelemahan faktor penggunaan bibit unggul mempunyai bobot sebesar 0,12, informasi pasar 0,11, tingkat inovasi petani, daya beli petani dan penyuluhan mempunyai bobot 0,09. Dilihat dari jumlah skor total yang diberikan oleh responden pada faktor kekuatan 1,69 sedangkan pada faktor kelemahan lebih rendah dengan skor sebesar 0,80 artinya kekuatan yang ada dapat memanfaatkan peluang yang ada dan kelemahan dapat diminimalisir untuk memanfaatkan peluang. Dengan kata lain pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat layak untuk dipertahankan dan dipelihara eksistensinya. Elemen-elemen faktor kekuatan secara umum masih mampu mengatasi elemen-elemen kelemahan jika dikelola dengan baik, serta mengedepankan unsur kekuatan yang ada pada faktor strategi internal yang hanya dapat dilakukan dengan prinsip pendekatan manajemen Faktor Eksternal Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden baik yang menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) maupun masukan langsung dari para responden diperoleh beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain : a. Peluang Faktor peluang merupakan bagian dari faktor eksternal, faktor ini dapat dianggap sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan agroindustri perkebunan karet rakyat. Peluang yang harus diambil dalam upaya tujuan pengembangan agroindustri perkebunan karet rakyat sebagai berikut :

75 61 1. Potensi Pasar Potensi pasar yang dapat dijadikan tujuan untuk penjualan/pemasaran berbagai produk dari hasil getah karet cukup besar, hal ini dikarenakan masih sedikitnya pabrik-pabrik sebagai tempat pengolahan karet di Kec. Cikalongkulon dan Kec. Mande. Biasanya hasil olahan lateks berupa sit kering asap dipasarkan ke beberapa kabupaten sekitar. 2. Ketersediaan Teknologi Ketersediaan teknologi untuk melakukan kegiatan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat dapat dikatakan cukup memadai, karena untuk mendapatkan teknologi berkaitan dengan perkebunan atau usaha tani karet sudah banyak informasinya. Selama ini penerapan teknologi oleh petani perkebunan karet masih banyak melihat dari penerapan oleh orang lain atau kelompok tani yang lain, dengan adanya pengembangan teknologi oleh pemerintah maka teknologi adalah salah satu hal yang cukup penting dan pemanfaatannya adalah suatu peluang dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 3. Kesempatan Bermitra Pola kemitraan merupakan bentuk yang harus dilaksanakan dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja sama antara petani perkebunan karet rakyat dengan pemerintah dan pihak swasta secara terpadu. Peluang bermitra dengan pihak swasta atau perusahaan besar cukup terbuka untuk dapat dimanfaatkan dan pemda harus memfasilitasi petani perkebunan karet rakyat tersebut baik dalam permodalan, pembinaan manajemen usaha, pengolahan hasil dan pemasaran produk. 4. Produktivitas masih bisa ditingkatkan Produktivitas perkebunan karet rakyat masih di bawah produktivitas perkebunan karet swasta (PBS) dan nasional (PTP), sehingga masih ada peluang untuk manaikan produktivitas dengan pemakaian bibit/klon unggul dan peremajaan pada tanaman yang sudah tua/rusak. Skala usaha perkebunan karet yang belum ekonomis merupakan kesempatan bagi petani untuk mengkombinasikan penggunaan bahan input dengan faktor produksi untuk mendapatkan produksi yang lebih optimal. Untuk itu petani harus diberikan penyuluhan dan informasi yang baik mengenai tata cara budidaya, pengelolaan, pemeliharaan, panen dan pasca panen serta informasi tentang harga/pasar.

76 62 b. Ancaman Faktor ancaman adalah bagian dari faktor strategis eksternal yang dapat menghambat dan mengganggu pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat yang seharusnya mendapat perlakuan secara baik dalam upaya pencapaian tujuan yang diinginkan, terdiri dari : 1. Fluktuasi Harga Bagi petani, pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat sangat bergantung nilai tukar rupiah terhadap dolar, apabila nilai tukar rupiah rendah maka animo petani untuk melakukan panen/penyadapan akan berkurang. Kondisi ini kan berpengaruh terhadap berkurangnya tingkat pendapat petani, sehingga harus mencari pemasukan (income) dari bidang lain. 2. Produk Sejenis dari Daerah Lain Kecamatan Cikalongkulon dan Mande merupakan penghasil utama bahan baku agroindustri perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur, namun demikian ada juga beberapa kecamatan lain yang menjadi daerah penghasil karet dari perkebunan rakyat. Hal ini akan berakibat terjadinya persaingan baik dalam segi mutu maupun jumlah. 3. Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga perkreditan yang berlaku pada perbankan saat ini masih cukup tinggi hal ini akan menimbulkan biaya tinggi terhadap produksi usaha agroindustri dan komoditas yang dihasilkan menjadi sulit untuk bersaing di pasaran. Akibat dari tingginya tingkat suku bunga tersebut pelaku usaha menjadi enggan untuk membuka kredit di perbankan. Pada elemen peluang terdapat empat faktor strategis, terdapat 2 faktor sangat menentukan dampaknya dibandingkan dengan faktor strategis lainnya. Faktor-faktor tersebut adalah potensi pasar mempunyai bobot sebesar 0,17 dan produktivitas yang masih bisa ditingkatkan 0,17, sedangkan faktor-faktor lain dampaknya menentukan atau penting yaitu kesempatan bermitra 0,13 dan ketersediaan teknologi 0,13. Pada keempat faktor peluang terdapat 1 faktor yang mempunyai rating 4 yaitu potensi pasar sedangkan ketersediaan teknologi, kesempatan bermitra dan produktivitas yang masih bisa ditingkatkan mempunyai rating 3.

77 63 Tabel 22. Matrikss Faktor Eksternal Perkebunan Karet Rakyat No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor A. Peluang 1 Potensi Pasar 0,17 4 0,67 2 Ketersediaan Teknologi 0,13 3 0,38 3 Kesempatan Bermitra 0,13 3 0,38 4 Produktivitas masih bisa ditingkatkan 0,17 3 0,50 Jumlah 0,58 1,92 B. Ancaman 1 Fluktuasi Harga 0,15 4 0,58 2 Produk sejenis dari daerah lain 0,15 3 0,44 3 Tingkat Suku Bunga 0,13 3 0,38 Jumlah 0,42 1,40 T O T A L 1,00 3,31 Pada elemen ancaman, faktor fluktuasi harga dan produk sejenis dari daerah lain memiliki bobot 0,15 artinya besar dampaknya dibandingkan dengan faktor strategis eksternal lainnya adalah sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan agroindustri perkebunan karet rakyat, faktor tersebut adalah tingkat suku bunga 0,13, dimana faktor tersebut mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Faktor rating ancaman yang mempunyai nilai rating 2 adalah fluktuasi harga artinya faktor ancaman tersebut agak penting/agak menentukan, kemudian produk sejenis dari daerah lain dan tingkat suku bunga mempunyai nilai rating 1 artinya faktor ini kurang penting/kurang menentukan terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. Total skor peluang adalah 1,92, hal ini menunjukkan angka lebih besar bila dibandingkan dengan total skor ancaman 0,56, berarti peluang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan ancaman dapat dikendalikan dalam upaya pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat.

78 64 Threath (0,89 ; 0,52) Kuadran III 0,8 0,6 0,4 Kuadran I Weakness 0,2 Strength -0,4-0,2 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 Kuadran IV -0,2-0,4 Kuadran II Opportunity Gambar 5. Kuadran SWOT Perencanaan Pengembangan Wilayah Berbasis Perkebunan Karet Rakyat Setelah dilakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e). Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y, sehingga didapatkan posisi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat berada di kuadran I (positif, positif) artinya bahwa posisi ini menandakan kuat dan berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya pengembangan yang dilakukan dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal Matriks SWOT Setelah melakukan analisis dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, maka tahap berikutnya membuat matriks SWOT.

79 65 Tujuannya adalah untuk memperoleh alternatif strategi (S-O, S-T, W-O,W-T) dalam rangka pengembangan wilayah perkebunan karet rakyat. Tabel 23. Matriks SWOT Pengembangan Wilayah Perkebunan Karet Rakyat Faktor Internal Faktor Eksternal PELUANG (O) 1. Potensi Pasar 2. Ketersediaan Teknologi 3. Kesempatan Bermitra 4. Produktivitas masih bisa ditingkatkan ANCAMAN (T) 1. Fluktuasi Harga 2. Produk sejenis dari daerah lain 3. Tingkat Suku Bunga KEKUATAN (S) 1. Ketersediaan Lahan 2. Harga Produk 3. Periode Panen 4. Sarana Prasarana 5. Tenaga Kerja Strategi S - O 1. Mendorong petani untuk melakukan peremajaan tanaman karet dengan menggunakan bibit unggul berkualitas (S1, S2, S3, S4, S5, O1, O2, O4) 2. Menjalin kerjasama dengan kelembagaan keuangan/pemilik modal dalam perkebunan karet rakyat (S1, S2, S5, O1, O3) 3. Memperkuat sistem informasi antar anggota (S1, S2, S4, O1, O2, O3) Strategi S T 1. Penguatan daya saing produk dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat (S1, S2, S4, T2) 2. Mempermudah masyarakat dalam berusahatani karet dengan pemberian permodalan (S1, S4, S5, T3) KELEMAHAN (W) 1. Tingkat Inovasi petani 2. Informasi Pasar 3. Daya Beli Petani 4. Penggunaan Bibit Unggul 5. Penyuluhan Strategi W O 1. Membangkitkan daya kreativitas petani dengan memanfaatkan organisasi formal/informal (W1, W5, O3) 2. Menjalin kerjasama dengan lembaga permodalan dan pemberdayaan UMKM (W3, W4, W5, O1, O3, O4) 3. Pengembangan infrastruktur fisik dan non fisik (W2, W4, W5, O2, O3, O4) Strategi W T 1. Pemberdayaan kelembagaan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat (W1, W4, W5, T3) 2. Mengadakan penyuluhan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan petani dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat (W1, W4, W5, T1, T2, T3) 1. Strategi S-O (Strength-Opportunities) 1. Mendorong petani untuk melakukan peremajaan tanaman karet dengan menggunakan bibit unggul berkualitas. 2. Menjalin kerjasama dengan kelembagaan keuangan/pemilik modal dalam perkebunan karet rakyat. 3. Memperkuat sistem informasi antar anggota. 2. Strategi S-T (Strength-Threatss) 1. Penguatan daya saing produk dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Mempermudah masyarakat dalam berusahatani karet dengan pemberian permodalan.

80 66 3. Strategi W-O (Weaknesses-Opportunities) 1. Membangkitkan daya kreativitas petani dengan memanfaatkan organisasi formal/informal. 2. Menjalin kerjasama dengan lembaga permodalan dan pemberdayaan UMKM. 3. Pengembangan infrastruktur fisik dan non fisik. 4. Strategi W-T (Weaknesses-Threatss) 1. Pemberdayaan kelembagaan pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat. 2. Mengadakan penyuluhan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan petani dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat.

81 VIII. KONTRIBUSI PENGEMBANGAN WILAYAH PERKEBUNAN TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH Salah satu tujuan dari pembangunan perkebunan adalah untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu hasil, meningkatkan pendapatan, memperbesar nilai ekspor, mendukung industri, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja, serta pemerataan pembangunan. Menurut Averroes Community (2009), ada tiga asas yang menjadi acuan dalam pembangunan perkebunan yang mendasari kebijakan pembangunan dalam lingkungan ekonomi dan pembangunan nasional, yaitu (1) Memelihara kekayaan dan kelestarian alam dan meningkatkan kesuburan sumberdaya alam, (2) Memperluas lapangan kerja, (3) Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional. Pembangunan subsektor perkebunan komoditas mengalami perkembangan yang semakin pesat dan besar dan diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan produksi, kebutuhan ekspor yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani, ekonomi lokal, pembangunan perdesaan, dan timbulnya multiplier effect secara sektoral maupun spasial baik nasional, regional maupun lokal. Dengan demikian, maka pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat seharusnya memberikan dampak yang positif bagi perkembangan sektor dan wilayah, khususnya pembangunan ekonomi lokal. Ada indikasi yang menunjukkan bahwa wilayah sentra produksi perkebunan mengalami keterlambatan dalam pembangunannya dan fenomena terjadinya leakages wilayah, dengan demikian kemajuan usaha perkebunan karet belum diikuti dengan perkembangan pembangunan lokalnya Kontribusi terhadap Pengembangan Lahan Lahan yang dapat dikembangkan menjadi perkebunan pada umumnya masih berupa lahan terlantar atau lahan yang tidak diusahakan yang didominasi oleh vegetasi berupa belukar. Apabila lahan tersebut dipergunakan untuk perkebunan karet maka akan terjadi peningkatan kualitas lahan dengan vegetasi yang homogen serta kualitas lingkungan akan meningkat dan terjaga. Dan yang

82 68 tidak kalah pentingnya, nilai ekonomis lahan tersebut akan bertambah karena terjadi peningkatan produktivitas lahan. Luas areal tanam perkebunan karet rakyat yang berada di Kecamatan Cikalongkulon mencapai 671,63 ha atau sekitar 60,96% dari luas baku lahan sebesar 1.101,77 ha, berarti masih ada potensi untuk pengembangan areal pertanaman seluas 430,14 ha. Sedangkan untuk Kecamatan Mande, luas areal tanam baru mencapai 928,74 ha atau sekitar 62,83% dari luas baku lahan sebesar 1.478,26 ha, masih ada potensi pengembangan areal pertanaman seluas 549,52 ha. Kabupaten Cianjur mempunyai luas areal perkebunan karet rakyat sebesar 2.404,27 ha dari luas areal baku lahan untuk karet seluas 3.853,01 ha artinya lahan yang baru termanfaatkan sekitar 62,4%, masih ada potensi untuk pengembangan perkebunan karet rakyat seluas 1.448,74 ha Kontribusi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pengembangan luas areal pertanaman perkebunan karet tentunya sangat berkaitan erat dengan tingkat penyerapan tenaga kerja. Semakin luas areal pengembangan akan semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Walaupun hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena peningkatan penyerapan tenaga kerja juga dibatasi oleh besarnya insentif yang akan diterima. Meskipun demikian, dengan bertambahnya luas areal pertanaman perkebunan karet akan membutuhkan tenaga kerja baru. Paling tidak pada level petani pemilik dan penggarap yang ruang lingkup pekerjaannya pada aspek pemeliharaan dan panen. Dengan demikian maka akan terjadi penyerapan tenaga kerja sehingga akan berdampak pada tingkat pengangguran di sekitar lokasi areal perkebunan akan berkurang. Apabila perluasan areal tanam dilakukan pada seluruh areal luas baku lahan perkebunan karet rakyat maka penyerapan tenaga kerja baru di Kecamatan Cikalongkulon akan terjadi sebanyak orang pada areal perluasan pertanaman perkebunan karet seluas 430,14 ha dan di Kecamatan Mande sebanyak orang pada areal perluasan pertanaman perkebunan karet seluas 549,52 ha. Tingkat penyerapan tenaga kerja pada level yang lebih luas lagi tentunya akan menyerap tenaga kerja lebih besar juga. Perluasan areal tanam perkebunan

83 69 karet rakyat di Kabupaten Cianjur dengan luas areal perkebunan saat ini seluas 2.404,27 ha dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat sebanyak orang. Apabila luas areal baku lahan yang ada untuk perkebunan karet rakyat dipergunakan seluruhnya (100%), maka akan menyerap tenaga kerja baru sebanyak orang Kontribusi terhadap Pendapatan Berdasarkan perhitungan pendapatan 1 hektar pertanaman selama 25 tahun yang dapat diperoleh dari agroindustri perkebunan karet rakyat yaitu sebesar Rp ,-, jika dikalikan dengan jumlah luas lahan yang ada pada saat ini di Kecamatan Cikalongkulon yaitu 671,63 ha maka akan diperoleh pendapatan sebesar Rp. 120,692 milyar. Apabila terjadi perluasan areal tanam pada lahan yang masih bisa diusahakan untuk perkebunan karet seluas 430,14 ha maka terdapat penambahan pendapatan yang akan dihasilkan oleh perkebunan karet rakyat yaitu sebesar Rp. 77,296 milyar. Dengan demikian, apabila terjadi penggunaan areal luas tanam perkebunan karet rakyat pada seluruh luas baku lahan untuk perkebunan karet rakyat, maka pendapatan yang dapat dihasilkan oleh agroindustri perkebunan karet rakyat adalah sebesar Rp. 197,988 milyar. Sedangkan di Kecamatan Mande dengan jumlah luas lahan yang ada pada saat ini yaitu 928,74 ha maka akan diperoleh aliran dana sebesar Rp. 166,895 milyar. Apabila terjadi perluasan areal tanam pada lahan yang masih bisa diusahakan untuk perkebunan karet seluas 549,52 ha maka total pendapatan akan bertambah yaitu sebesar Rp. 98,749 milyar. Dengan demikian, apabila terjadi penggunaan areal luas tanam perkebunan karet rakyat pada seluruh luas baku lahan untuk perkebunan karet rakyat, maka pendapatan yang dapat dihasilkan oleh agroindustri perkebunan karet rakyat adalah sebesar Rp. 265,643 milyar. Dengan asumsi yang sama, perhitungan untuk kontribusi pendapat perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur berdasarkan luas pertanaman yang ada pada saat ini 2.404,27 ha adalah Rp. 432,047 milyar, apabila luas baku lahan yang ada dipergunakan seluruhnya (100%) yaitu dengan penambahan areal tanam 1.448,74 ha maka akan diperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp. 260,339 milyar. Dengan demikian, apabila terjadi penggunaan areal luas tanam perkebunan karet rakyat pada seluruh luas baku lahan untuk perkebunan karet

84 70 rakyat di Kabupaten Cianjur, maka pendapatan yang dapat dihasilkan oleh agroindustri perkebunan karet rakyat adalah sebesar Rp. 692,386 milyar.

85 IX. PENUTUP 9.1. Simpulan Dari analisis dan pembahasan terhadap pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat di Kecamatan Cikalongkulon dan Kecamatan Mande dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Daya dukung wilayah dalam pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat ditinjau dari : a. Aspek biofisik adalah daya dukung lahan untuk pengembangan perluasan areal tanam pada lokasi lahan potensi/sesuai untuk perkebunan karet masih sangat memungkinkan, sedangkan infrastruktur bahwa ketersediaan bibit unggul tidak menjadi kendala karena masih sangat tersedia di penangkar, hanya saja daya beli petani yang tidak mencukupi, jalan produksi yang ada di dalam perkebunan sudah mencukupi untuk mobilisasi petani dalam melaksanakan usaha taninya, sedangkan jumlah hand mangle di tiap kecamatan masih belum mencukupi/kurang untuk mengolah getah/lateks dari bahan mentah menjadi bahan olahan (sit/sheet). b. Aspek sosial adalah sumberdaya manusia dari tingkat ketersediaan tenaga kerja masih sangat tersedia, dalam luasan 1 hektar perkebunan karet rakyat dapat dikelola oleh 1-3 orang dengan tingkat pendidikan rata-rata SD, sedangkan kelembagaan kelompok tani sudah cukup baik, namun belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengelolaan perkebunan, jumlah penyuluh yang ada sudah sangat cukup sedangkan kelembagaan keuangan formal seperti per-bank-an kurang dapat membantu petani dari segi permodalan. c. Aspek ekonomi menunjukan bahwa B/C usaha tani karet rakyat adalah 1,656 yang berarti bahwa budidaya karet rakyat layak untuk diusahakan. 2. Faktor strategis internal, pada elemen kekuatan yang mempunyai pengaruh adalah harga produk dan ketersediaan lahan, sedangkan pada elemen kelemahan yang berpengaruh adalah penggunaan bibit unggul dan informasi pasar. Sedangkan faktor strategis eksternal, pada elemen peluang yang berpengaruh adalah potensi pasar dan produktivitas yang masih bisa

86 72 ditingkatkan, sedangkan pada elemen ancaman yang berpengaruh adalah fluktuasi harga dan produk sejenis dari daerah lain. Berkaitan dengan hal tersebut maka prioritas strategi pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu : 1). Mendorong petani untuk melakukan peremajaan tanaman karet dengan menggunakan bibit unggul berkualitas; 2). Menjalin kerjasama dengan kelembagaan keuangan/pemilik modal dalam perkebunan karet rakyat; dan 3). Memperkuat sistem informasi antar anggota. 3. Apabila terjadi pengembangan luas tanam pada lahan potensial yang masih ada, maka diperoleh beberapa nilai tambah dari pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat, yaitu : a. Kontribusi terhadap pengembangan lahan, akan terjadi peningkatan kualitas lahan dengan vegetasi yang homogen serta kualitas lingkungan akan meningkat dan terjaga serta nilai ekonomis lahan akan bertambah karena terjadi peningkatan produktivitas lahan. b. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, pengembangan luas areal pertanaman perkebunan karet berkaitan erat dengan tingkat penyerapan tenaga kerja. Semakin luas areal pengembangan akan semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. c. Kontribusi terhadap pendapatan, potensi lahan yang masih bisa diusahakan untuk perkebunan karet di Kec. Cikalongkulon seluas 430 ha maka terdapat penambahan pendapatan sebesar Rp. 77,296 milyar dan Kec. Mande seluas 549 ha maka pendapatan akan bertambah yaitu sebesar Rp. 98,749 milyar Saran 1. Perlu lebih ditingkatkan pembinaan ke petani berkaitan dengan pengelolaan dan pemeliharaan perkebunan dan penanganan pasca panen, baik dalam bentuk pengetahuan, modal maupun informasi harga. 2. Diperlukan peran pemerintah dalam memfasilitasi sarana dan prasana agar pelaksanaan perkebunan karet rakyat dapat memberikan nilai tambah pada masyarakat desa.

87 73 3. Pembentukan organisasi petani karet yang melibatkan keterkaitan petani dengan industri pengolahan, sehingga disamping kegiatan produksi petani juga dapat ikut merasakan proses penciptaan nilai tambah dari produk karet. 4. Perlu direncanakan suatu sistem dan usaha pengembangan wilayah berbasis perkebunan karet rakyat yang berorientasi pada sistem ekonomi kerakyatan, serta inisiasi untuk menumbuhkan kelembagaan utama maupun pendukung yang dapat berfungsi memperbaiki dan memperlancar sistem perkebunan karet rakyat.

88 Lampiran 1. Peta Sebaran Perkebunan Karet di Kecamatan Cikalongkulon

89 Lampiran 2. Peta Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan Cikalongkulon

90 Lampiran 3. Peta Sebaran Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan Mande

91 Lampiran 4. Peta Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan Mande

92 Lampiran. Lembaran Kuisioner Analisis Daya Dukung JUDUL PENELITIAN TESIS : PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PERKEBUNAN KARET RAKYAT (Studi Kasus Dua Kecamatan di Kabupaten Cianjur) Kode Responden :... Tanggal Wawancara :. Tempat Wawancara :. Nama Responden : Nama Lembaga/ : Elemen Pekerjaan /Jabatan : Alamat : Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini dengan objektif dan benar, karena kuisioner ini adalah untuk penelitian tesis dengan tujuan ilmiah. Identitas Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya. Terima kasih. PENELITI : ICHSAN A PROGRAM STUDI ILMU ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PERDESAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Konsep Dasar Pengembangan Wilayah Pendefinisian wilayah banyak dilakukan untuk keperluan analisa ruang. Dalam menentukan batas-batas wilayah maka dikelompokkan menurut

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET Faktor pendukung dan penghambat merupakan elemen yang diidentifikasi untuk menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pengembangan

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN PEMETAAN DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KARET DI PROPINSI JAWA TIMUR Oleh : NANANG DWI WAHYONO *) ABSTRAK Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem

SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO. Departemen SOSEK-Faperta IPB. 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem SISTEM AGRIBISNIS SUMARDJO Departemen SOSEK-Faperta IPB 1. Agribisnis Sebagai Suatu-Sistem Sistem agribisnis mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan dari beberapa sub-sistem yang saling terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pada hakekatnya pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama serta pertahanan dan keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju,

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Indikator penting untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, komoditas ini juga memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN digilib.uns.ac.id ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci