BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Piramida Hirarki Kebutuhan (Sumber : en.wikipedia.org)

dokumen-dokumen yang mirip
PUSAT KEGIATAN WARGA DI KOTA YOGYAKARTA

RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI SKPD TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas

BAB II GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. wilayah kecamatan dan 45 wilayah kelurahan yang sebagian besar tanahnya. formasi geologi batuan sedimen old andesit.

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG

KESEHATAN DINAS KESEHATAN Halaman 7

REKAPITULASI USULAN PROGRAM/KEGIATAN TAHUN Fungsi, Urusan, Program dan Kegiatan Indikatif. Pagu Indikatif (Rp) 01 FUNGSI : PELAYANAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Eksistensi Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan Hal. 1. Tabel 1.1 Tabel Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

LAMPIRAN. Kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta? b. Bagaimana pelaksanaan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013?

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN

MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN...

2016 BANDUNG SPORTS CLUB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

MUSEUM BUDAYA DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

PENENTUAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DI WILAYAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Lanjut Usia (lansia) semakin meningkat di dunia, termasuk juga di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SEMARANG LP3A TUGAS AKHIR 138

Asrama Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang Unggul, Inklusif, dan Humanis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan, serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Tak banyak orang yang menyadari

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

Gigih Juangdita

Pengertian Kota. Pengertian Kota (kamus)

BAB III TINJAUAN WILAYAH KOTA YOGYAKARTA. 3.1 Tinjauan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditorium Universitas Diponegoro 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Elka Desty Ariandy TGA PONDOK PESANTREN DI YOGYAKARTA

Women and Child Center di Semarang

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

BENGKEL MOTOR KLASIK DAN KAFE OLD DOG DI KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia

LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT PELATIHAN DAN ASRAMA ATLET BASKET DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan

APARTEMEN HIJAU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1 diakses tanggal 25 Juni 2009.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa)

SEASIDE HOTEL DI JEPARA BAB I PENDAHULUAN

TUGAS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH SEMESTER GANJIL 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Balai Kota Denpasar di Lumintang 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

UTARINA KUSMARWATI BAB I PENDAHULUAN

Gedung Pameran Seni Rupa di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G

Skripsi Program Studi Teknik Arsitektur

FUTSAL CENTRE DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Jumlah Penyadang Cacat Yogyakarta Sumber: Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriftif. Metode deskriftif artinya

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

Asrama Mahasiswa UNDIP Mohammad Iqbal Hilmi L2B09060

2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

BAB III METODE PENELITIAN. maka penulis membuat alur pemikiran penelitian yang diambil dan sedikit

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.

Transkripsi:

Bab 1 Pendahuluan - 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Masyarakat perkotaan sebagai pelaku utama kegiatan di dalam sebuah kota, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan dan kegiatan sehari-harinya. Menurut Teori Hirarki Kebutuhan (Maslow, 1954, p.236), manusia memiliki lima jenis kebutuhan dasar, yaitu fisiologis, keamanan, sosial, apresiasi, dan aktualisasi diri. Dalam sebuah kota, secara fisik dan infrastruktur harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini sesuai dengan skala kotanya. Gambar 1.1 Piramida Hirarki Kebutuhan (Sumber : en.wikipedia.org) Kebutuhan fisiologis dipenuhi melalui penyediaan permukiman, kebutuhan keamanan dipenuhi melalui penyediaan fasilitas pemerintahan dan keamanan, kebutuhan sosial dan apresiasi disediakan melalui penyediaan ruang-ruang publik, kebutuhan aktualisasi diri dipenuhi antara lain melalui penyediaan sarana pendidikan, sarana hiburan, sarana olahraga. Dari kebutuhan-kebutuhan dan fasilitas-fasilitas yang perlu disediakan di dalam sebuah kota, fasilitas yang harus disediakan secara komunal adalah fasilitas ruang publik. Gambar 1.2 Ruang Publik Perkotaan (Sumber : www.placemakingchicago.com, thomashawk.com, www.berkeleydailyplanet.com) Menurut Danisworo (2004), ruang publik adalah ruang yang dapat dimanfaatkan oleh warga masyarakat sepanjang waktu secara bersama-sama tanpa dipungut biaya

Bab 1 Pendahuluan - 2 penggunaan. Fasilitas ruang publik, yang terutama untuk pemenuhan kebutuhan sosial warga masyarakat kota, dapat diwujudkan berupa ruang terbuka maupun bangunan. Ruang publik yang berwujud ruang terbuka, antara lain berupa taman kota, boulevard, plaza, waterfront, dan alun-alun. Fasilitas ruang publik yang berwujud bangunan, antara lain berupa gedung konvensi, atrium, dan civic center (pusat kegiatan warga). Selain itu, terdapat pula fasilitas pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri yang dapat berfungsi sebagai fasiltias pemenuhan kebutuhan sosial, seperti gelanggang olahraga, perpustakaan umum, dan gedung pertunjukan. Ruang Publik di Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta merupakan sebuah kawasan urban perkotaan berskala menengah. Sebagai sebuah kawasan urban, Kota Yogyakarta juga memerlukan ruang publik dengan jumlah dan kapasitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat warga perkotaannya. Kota Yogyakarta memiliki ruang publik dengan rincian sebagai berikut pada setiap kecamatannya: Tabel 1.1 Luas Ruang Publik di kecamatan di Kota Yogyakarta No Kecamatan Luas (m 2 )* 1 Gondokusuman 450.831,26 2 Jetis 143.353,51 3 Kotagede 119.490,47 4 Mantrijeron 52.902,11 5 Mergangsan 65.021,57 6 Tegalrejo 198.504,53 7 Umbulharjo 403.847,39 8 Wirobrajan 166.216,34 9 Danurejan 92.034,43 10 Gedongtengen 68.033,99 11 Gondomanan 184.460,78 12 Kraton 69.348,29 13 Ngampilan 24.594,97 14 Pakualam 11.391,43 Total 2.050.031,07 Sumber: BAPPEDA Kota Yogyakarta, 2006 Menurut World Health Organization, luas ruang publik yang diperlukan agar mencapai jumlah yang memadai untuk kebutuhan sosial warga perkotaan adalah sebesar 10-15 m 2 per individual (www.drsol.info, 2010). Berdasarkan pada asumsi kebutuhan tersebut, diperoleh data kebutuhan ruang publik di Kota Yogyakarta sebanyak: Tabel 1.2 Kebutuhan Spasial Ruang Publik di Kota Yogyakarta Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Ruang Publik (m 2 ) 2000 396.711 3.967.110 2010 388.088 3.880.880 2011* 385.769 3.857.686

Bab 1 Pendahuluan - 3 Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Ruang Publik (m 2 ) 2012* 385.484 3.854.839 2013* 383.843 3.838.427 2014* 383.106 3.831.059 2015* 381.766 3.817.661 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta *Prediksi dengan tingkat pertumbuhan -0,217% (rata-rata pertumbuhan 2000-2010) Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan ruang publik di Kota Yogyakarta baru dapat terpenuhi sebanyak 53,97%. Untuk tahun 2011, direncanakan akan dibuka ruang publik baru berupa Pasar Seni dan Kerajinan Yogyakarta dengan luas area 11.000 m 2 di wilayah bekas terminal Umbulharjo (www.skyscrapercity.com, 2010). Bila dilihat dari jumlah ruang publik pada tahun 2006 adalah sebesar 2.050.031,07 m 2, maka pemerintah hanya mampu mengusahakan penambahan ruang publik sebesar 0,54%. Dengan asumsi tersebut, maka luas ruang publik di Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut: Tabel 1.3 Prediksi Jumlah Ruang Publik di Kota Yogyakarta Tahun Jumlah Ruang Publik (m 2 ) Kebutuhan Ruang Publik (m 2 ) 2010 2.094.671,71 3.880.880 2011 2.105.982,93 3.857.686 2012 2.117.355,24 3.854.839 2013 2.128.788,96 3.838.427 2014 2.140.284,42 3.831.059 2015 2.151.841,96 3.817.661 Pertumbuhan 0,54% 1,9% Dengan asumsi kondisi seperti yang digambarkan pada tabel 1.2 dan tabel 1.3, maka kondisi kebutuhan dan pemenuhan jumlah ruang publik di Kota Yogyakarta dapat digambarkan sebagai berikut : 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kebutuhan Ruang Publik Jumlah Ruang publik Gambar 1.3 Perbandingan Kebutuhan dan Penyediaan Ruang Publik Kota Yogyakarta Dari ilustrasi pada gambar 1.3, dapat disimpulkan bahwa dalam waktu lima tahun ke depan, kebutuhan ruang publik di Kota Yogyakarta belum dapat terpenuhi sesuai dengan standar tersebut. Oleh karenanya, disimpulkan penambahan jumlah

Bab 1 Pendahuluan - 4 ruang publik selain yang telah diprogramkan oleh pemerintah saat ini masih dibutuhkan oleh masyarakat Kota Yogyakarta. Pusat Kegiatan Warga sebagai Ruang Publik di Kota Yogyakarta Penambahan ruang publik di Kota Yogyakarta dapat dipenuhi dengan berbagai jenis tipe ruang publik. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ruang publik ini dapat berwujud ruang publik terbuka maupun bangunan. Adapun, dalam proyek ini hanya akan dipilih sebuah jenis ruang publik yang sesuai dengan karakteristik maupun kebutuhan aktual warga Kota Yogyakarta saat ini. Ruang publik yang akan diadakan ini harus fungsional sehingga mampu memenuhi kebutuhan sosial warga masyarakat Kota Yogyakarta. Oleh karenanya, untuk memilih jenis ruang publik yang sesuai, perlu dipahami permasalahan dan kondisi sosial warga masyarakat Kota Yogyakarta. Beberapa poin penting mengenai kondisi sosial warga Kota Yogyakarta : masyarakat Kota Yogyakarta terdiri atas berbagai elemen masyarakat dengan latar belakang sosial, budaya dan tingkat ekonomi yang berbeda-beda kondisi perekonomian sebagian besar warga Kota Yogyakarta berada pada tingkat menengah ke bawah rata-rata keluarga di Kota Yogyakarta adalah keluarga muda ikatan komunitas sebagai warga Kota Yogyakarta masih lemah Kondisi masyarakat yang beragam tersebut menuntut adanya sebuah rancangan ruang publik yang memungkinkan pembauran warganya. Persentase keluarga muda yang tinggi mengakibatkan jenis pengguna ruang publik ini sebagian besar adalah warga yang bekerja, ibu rumah tangga dan anak pra-sekolah. Gambar 1.4 Kondisi Ruang Publik di Kota Yogyakarta (Sumber: Dokumen Pribadi - 17 Agustus 2010) Selain itu, ruang publik yang baru harus dapat memenuhi beberapa visi yang mampu membentuk citra urban Kota Yogyakarta, yaitu : menjadi tempat untuk bertemu dan bersosialisasi dengan sesama warga Kota Yogyakarta yang belum dikenal menjadi tempat untuk melakukan aktivitas-aktivitas sosial di saat luang menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang Dari pemaparan kondisi sosial dan visi tersebut, dapat dirumuskan beberapa kriteria untuk ruang publik yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan aktual warga

Bab 1 Pendahuluan - 5 Kota Yogyakarta, yaitu : 1. dapat berfungsi sebagai inti komunitas ( core) 2. dapat digunakan untuk mixed-use 3. 4. dapat digunakan untuk beragam bisnis kecil, fasilitas dan layanan publik dapat digunakan untuk mengembangkan ekonomi kreatif 5. tetap ada aktivitas tanpa harus memiliki event tertentu 6. dapat menampung kegiatan anak-anak pra-sekolah Dengan acuan kriteria-kriteria tersebut, faktor pemenuhan kriteria dari berbagai jenis tipologi ruang publik dapat dijabarkan sebagai berikut : Tabel 1.4 Pemilihan Jenis Ruang Publik Baru di Kota Yogyakarta Jenis Ruang Publik Kriteria No. 1 2 3 4 5 6 Taman Kota Y Y Y Y Y Alun-Alun Y Y Y Plaza Y Y Y Boulevard Y Y Waterfront Y Y Y Y Y Gedung Konvensi Y Y Atrium Y Y Y Civic Center Y Y Y Y Y Y Gelanggang Olahraga Y Y Gedung Pertunjukan Y Y Y Perpustakaan Umum Y Y Y * Y = memenuhi kriteria Dari semua jenis ruang publik tersebut, yang paling memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan adalah ruang publik berupa Civic Center yang dapat disebut juga Pusat Kegiatan Warga. Dari pemaparan data dan pemilihan berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka diputuskan bahwa untuk proyek pengadaan ruang publik baru di Kota Yogyakarta akan direncanakan dan dirancang berupa Pusat Kegiatan Warga. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Pusat Kegiatan Warga atau Civic Center adalah sebuah ruang publik yang dapat menjadi tempat bagi warga masyarakat untuk berkumpul dan beraktivitas untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial atau kultural (www.thefreedictionary.com, 2009). Pusat Kegiatan Warga di dalam kota memiliki peran sebagai inti atau nuclea dari kegiatankegiatan warga masyarakatnya (wordnetweb.princeton.edu, 2009). Karena fungsi dan peran tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah Pusat Kegiatan Warga harus mampu : 1. menjadi tempat terjadinya interaksi sosial warga kota 2. menjadi inti dari ruang publik kota di hati warga masyarakatnya

Bab 1 Pendahuluan - 6 Untuk mencapai hal-hal tersebut, maka Pusat Kegiatan Warga ini akan direncanakan sehingga melalui rancangannya mampu untuk : 1. 2. 3. mendorong interaksi sosial menarik orang untuk datang dan beraktivitas menjadi tempat yang ada di benak penggunanya Menurut organisasi Project for Public Spaces (www.pps.org, 2010) untuk mencapai kualitas rancangan tersebut, maka sebuah ruang publik harus memiliki kenyamanan yang memiliki kriteria-kriteria pencapaian sebagai berikut: 1. menarik ( appealing) 2. menyenangkan ( enjoyable) 3. sesuai ( convenient) Menurut Markus Zahnd (1999, p.137), agar sebuah ruang publik dapat mencapai tingkat kenyamanan tersebut bagi penggunanya, yaitu warga kota, sebuah ruang publik harus dapat menjadi sebuah place bagi warga kota penggunanya. Menurut rumusan Roger Trancik, sebuah place dapat dijelaskan sebagai berikut : Sebuah space akan ada kalau dibatasi sebagai sebuah void, dan sebuah space akan menjadi sebuah place kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya setempat. (Zahnd, 1999, p.138) Menurut Heinz Frick, budaya dibentuk dari komponen material dan imaterial. Budaya dalam lingkup spasial ruang, memiliki dimensi fisik, sosial dan mental (Zahnd, 1999, p.266). Dalam sebuah kota modern seperti Kota Yogyakarta, dimensi-dimensi budaya tersebut perlu didefinisikan kualitas-kualitasnya, yang menurut organisasi Project for Public Spaces (www.pps.org, 2010) adalah sebagai berikut: 1. Dimensi fisik : adaptable, culturally aware, context-sensitive. 2. Dimensi Sosial : diverse, friendly, interactive, welcoming. 3. Dimensi Mental : spiritual, charming, attractive, memorable. Dalam proyek Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta ini, kualitas-kualitas pembentuk place tersebut akan diterjemahkan dalam rancangan ruang dalam dan ruang luar yang bersuasana hangat. Suasana hangat dimaksudkan sebagai suasana kehangatan dalam interaksi sosial, karena seluruh dimensi tersebut dapat diwakili dalam suasana persahabatan yang hangat. Diharapkan rancangan yang ada pun dapat memberikan suasana hangat bagi penggunanya, yaitu warga masyarakat Kota Yogyakarta. Untuk menciptakan suasana hangat tersebut, proyek Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta akan menggunakan pendekatan placemaking. Placemaking adalah sebuah prinsip dalam perancangan arsitektur yang menekankan pada pembentukan ruang, yang mengutamakan interaksi antar manusia, interaksi manusia dan bangunan, serta interaksi bangunan dengan konteks lingkungannya (Rapaport, 1998, p.9).

Bab 1 Pendahuluan - 7 Pendekatan placemaking memiliki prinsip yang dianggap sesuai untuk memberikan suasana hangat dalam membentuk sebuah place. Secara garis besar, elemen-elemen prinsip tersebut adalah (Brown, Dixon, dan Gillham, 2009, p.108-109): 1. merespon skala kesadaran inderawi manusia 2. mengintegrasikan tradisi, alam dan inovasi 3. menekankan pada pembentukan identitas. 1.3 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam proyek ini penekanan studi untuk perencanaan dan perancangan Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta adalah : Bagaimana wujud rancangan kompleks Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta yang memiliki suasana hangat, sehingga menjadi place, melalui prinsip pendekatan placemaking pada penataan ruang dalam dan ruang luarnya? 1.4 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penekanan studi pada proyek Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta adalah tercapainya kualitas place pada ruang publik di Kota Yogyakarta yang diwujudkan dalam rancangan Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa kualitas yang menjadi sasaran dalam rancangan Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta. Sasaran yang ingin diraih untuk mencapai tujuan tersebut adalah : 1. rancangan ruang luar dan ruang dalam yang dapat merespon skala kesadaran penggunanya 2. mengintegrasikan tradisi, alam dan inovasi dalam perancangan elemen-elemen arsitektural pada ruang dalam dan ruang luar 3. memberi identitas melalui keunikan kualitas tempat pada rancangan ruang luarnya. 1.5 Lingkup Studi Materi studi dalam proyek Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakata ini meliputi studi mengenai tatanan ruang luar, tatanan ruang dalam, dan suprasegmen arsitektural (bentuk, skala, warna, tekstur, dan karakteristik bahan) pada elemen pembatas, elemen pengisi, dan elemen pelengkap pada ruang dalam dan ruang luar. Studi terhadap proyek Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta ini akan menggunakan pendekatan placemaking untuk mencapai tujuan penekanan studi. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang ada saat ini dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta saat ini, maka agar tetap sinkron dengan kondisi dan kebutuhan aktual, lingkup temporal ditentukan hingga tahun 2025. 1.6 Metode Studi Dalam studi permasalahan pada proyek Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta ini akan digunakan pola penalaran deduktif dalam pengambilan kesimpulannya.

Bab 1 Pendahuluan - 8 Tata langkah dalam studi ini dapat dijabarkan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Masyarakat perkotaan memiliki kebutuhan sosial Ruang publik sebagai sarana memenuhi kebutuhan sosial Kota Yogyakarta Jumlah ruang publik di Kota Yogyakarta masih di bawah standar Pusat Kegiatan Warga mampu menjawab kebutuhan akan masalah fasilitas sosial publik Latar Belakang Pengadaan Proyek Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta Sebuah ruang publik yang dapat mendorong interaksi sosial dan menjadi inti bagi warga masyarakatnya adalah ruang publik yang dapat menjadi sebuah place Kualitas pembentuk place diterjemahkan melalui karakter hangat Karakter hangat terbentuk melalui suprasegmen pada elemen-elemen di dalam ruang dalam dan ruang luar Karakter hangat diciptakan pada ruang publik melalui pendekatan placemaking Latar Belakang Masalah Bagaimana wujud rancangan kompleks Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta yang memiliki suasana hangat, sehingga menjadi place, melalui prinsip pendekatan placemaking pada penataan ruang dalam dan ruang luarnya? Rumusan Masalah kualitas ruang bersuasana hangat Bab IV Penekanan Studi prinsip-prinsip pendekatan placemaking mengenai ruang dalam dan ruang luar beserta elemen-elemen ruangnya suprasegmen arsitektural pada ruang dalam dan ruang luar Bab III Wilayah Wilayah Kota Yogyakarta Bab II Obyek Studi Tipologi Pusat Kegiatan Warga Ciri suasana hangat melalui prinsip pendekatan placemaking Analisis Perencanaan Penekanan Studi Wujud suasana hangat pada elemen-elemen ruang dalam dan ruang luar Pengolahan suprasegmen arsitektural pada elemen ruang dalam dan ruang luar yang bersuasana hangat Analisis Perencanaan Programatik Bab V Analisis Perencanaan dan Perancangan Analisis Perancangan Penekanan Studi Analisis Perancangan Programatik Konsep Perancangan Penekanan Studi Konsep Perencanaan Programatik Bab VI Konsep Perencanaan dan Perancangan Konsep Perancangan Programatik Gambar 1.5 Bagan Tata Langkah Studi Perencanaan dan Perancangan

Bab 1 Pendahuluan - 9 1.7 Sistematika Pembahasan Studi perencanaan dan perancangan Pusat Kegiatan Warga di Kota Yogyakarta ini akan dibahas dengan sistematika sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bab 1 Pendahuluan : berisi mengenai latar belakang pengadaan proyek, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup studi, metode studi, dan sistematika pembahasan. Bab 2 Obyek Studi : berisi mengenai tinjauan pada Pusat Kegiatan Warga, yang berisi mengenai definisi, batasan esensi, preseden, kebutuhan fungsional, tuntutan kualitas, persyaratan pemilihan tapak, standar perencanaan dan perancangan. Bab 3 Wilayah Kota Yogyakarta : berisi mengenai tinjauan spasial mengenai Kota Yogyakarta. Pembahasan berisi tinjauan mengenai kondisi administratif, kondisi geologis, kondisi topografis, kondisi geologis, kondisi klimatologis, kondisi demografis, kondisi sosio ekonomi, kondisi sosio kultural, kondisi spasio kultural, kebijakan tata ruang wilayah, kondisi saranaprasarana, kondisi elemen ruang publik kota, dan peraturan tata bangunan. Bab 4 Penekanan Studi : berisi mengenai tinjauan mengenai target kualitas, materi dan pendekatan pada penekanan studi, yaitu deskripsi kualitas suasana hangat, prinsip pendekatan placemaking, prinsip penataan arsitektural, definisi dan batasan ruang dalam dan ruang luar, definisi dan batasan suprasegmen arsitektural. Bab 5 Analisis : berisi mengenai analisis yang terbagi menjadi bagian : analisis perencanaan programatik analisis perencanaan penekanan studi analisis perancangan penekanan studi analisis perancangan programatik. Bab 6 Konsep Perencanaan dan Perancangan : berisi mengenai landasan konseptual perencanaan dan perancangan yang terbagi menjadi bagian : konsep perencanaan programatik konsep perancangan penekanan studi konsep perancangan programatik.