INFERENSI DAN PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN ANALISIS WACANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. serta berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, tuturan ekspresif dalam

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur

BAB V PENUTUP. Kelas Siswa Kelas XI SMA N 1 Sleman, implikasi penelitian ini bagi pembelajaran

OLEH: SURAHMAT NPM:

IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS. Tinjauan Pragmatik. Skripsi

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

PENERAPAN MAKSIM TUTUR DALAM TINDAK TUTUR CERAMAH PENGAJIAN RUTIN HARI MINGGU MALAM SENIN DI MASJID BAITURROHMAN BULAN JANUARI JUNI TAHUN 2014

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB V PENUTUP. 1. Jenis makna konotatif yang terdapat dalam antologi cerkak majalah Djaka

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

Mata Kuliah : Kajian wacana Jurusan/Prodi : PBSI/ (Non. Reg.)

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk register medis anak dalam rubrik Konsultasi Ahli di Tabloid

META PESAN DALAM PERSPEKTIF MEME. Kenfitria Diah Wijayanti Universitas Sebelas Maret

ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI

KAJIAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA INDONESIA LAWAK KLUB (ILK)

ERIZA MUTAQIN A

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana dalam Chaer, 2003:

IMPLIKATUR PASAMBAHAN DALAM BATAGAK GALA DI KANAGARIAN PAUH V SKRIPSI

ANALISIS KESANTUNAN TUTURAN DALAM VIDEO IKLAN LAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

KEUTUHAN STRUKTUR WACANA OPINI DALAM MEDIA MASSA CETAK KOMPAS EDISI BULAN MARET 2012

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM TALK SHOW EMPAT MATA DI TRANS 7

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM PROSES PERKULIAHAN DI POLITEKNIK INDONUSA SURAKARTA

PRAANGGAPAN DAN IMPLIKATUR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA UNTUK MEMBENTUK PEMIKIRAN KRITIS IDEOLOGIS PEMUDA INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN PRAGMATIK

TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO

Analisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

PRINSIP KERJA SAMA DAN PRESUPOSISI PADA PAPAN NAMA TOKO DAN PAPAN NAMA PENJUAL JASA DI KABUPATEN KEDIRI (TINJAUAN PRAGMATIK) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dilahirkan di dalam dunia sosial yang harus bergaul dengan

OLEH: DENIS WAHYUNI NPM:

Oleh: Budi Cahyono, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.

PRAGMATIK. Disarikan dari buku:

SILABUS PRAGMATIK (DR 417) Dr. Hj. Nunuy Nurjanah, M.Pd. Retty Isnendes, S.Pd., M.Hum.

ARTIKEL E-JOURNAL SYARIFAH FADILAH NIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

TUTURAN EKSPRESIF PADA PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA DI BEBERAPA SD NEGERI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS ENTAILMENT DAN IMPLIKATUR PADA BAHASA IKLAN (DALAM KAJIAN PRAGMATIK)

ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA TRANSAKSI TAWAR MENAWAR PENJUAL DAN PEMBELI LAIN JENIS KELAMIN DI PASAR TRADISONAL KOTA BATU SKRIPSI

ANALISIS JARGON DALAM GAME ONLINE FOOTBALL SAGA 2

ANALISIS PESAN BAHASA KELUHAN WARGA DESA PILANG KECAMATAN RANDUBLATUNG KABUPATEN BLORA SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

ANALISIS TINDAK TUTUR DAN GAYA BAHASA PADA DIALOG-DIALOG NASKAH DRAMA REPUBLIK BAGONG KARYA N. RINATIARNO

KESANTUNAN BERBAHASA PADA TUTURAN SISWA SMP

TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA KISAH CINTA 40 MENIT KARYA DIDI ARSANDI

CAMPUR KODE PADA IKLAN TELEVISI JUNI - NOVEMBER TAHUN 2014

PEMAKAIAN DEIKSIS PERSONA, LOKASIONAL, DAN TEMPORAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

TINDAK TUTUR LOKUSI DAN PERLOKUSI DALAM NOVEL SURAT KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR

PRAANGGAPAN ANTARA PENJUAL DENGAN PEMBELI DI WARKOP ABC DERMAGA KEDIRI SKRIPSI. Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. penting. Peranan tersebut, antara lain: untuk menyampaikan beragam informasi

III. METODE PENELITIAN. mengandung implikatur dalam kegiatan belajar mengajar Bahasa Indonesia di

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF OLEH USTAD MUHAMMAD NUR MAULANA DALAM ISLAM ITU INDAH PROGRAM TRANS TV SKRIPSI

TINDAK TUTUR ILOKUSI PADA IKLAN PEMASARAN GEDUNG PERKANTORAN AGUNG PODOMORO CITY NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: FENDY ARIS PRAYITNO NIM A

TINDAK KESANTUNAN KOMISIF PADA IKLAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH SURAKARTA. Naskah Publikasi

BENTUK DAN POSISI TINDAK PERSUASIF DALAM WACANA SPANDUK DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN KOTA SURAKARTA: KAJIAN PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI

RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

JENIS-JENIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN BERDASARKAN PELANGGARAN PRINSIP KERJASAMA DALAM TALK SHOW BUKAN EMPAT MATA DI TRANS 7

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF PADA TUTURAN KHOTBAH SALAT JUMAT DI LINGKUNGAN MASJID KOTA SUKOHARJO

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

ANALISIS CAMPUR KODE DALAM TABLOID SOCCER EDISI DESEMBER Naskah Publikasi

ANALISIS TINDAK TUTUR TIDAK LANGSUNG TIDAK LITERAL ANTARA PEMBELI DENGAN PENJUAL BUAH DI MOJOSONGO, SURAKARTA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan tulisanya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan

ANALISIS CAMPUR KODE BAHASA PENYIAR PROGRAM SEMBANG SEKAMPUNG RADIO PANDAWA EDISI MARET-APRIL 2015 ARTIKEL E-JOURNAL

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA IKLAN SEPEDA MOTOR DI BOYOLALI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

REALISASI BENTUK TINDAK TUTUR DIREKTIF MENYURUH DAN MENASIHATI GURU-MURID DI KALANGAN ANDIK TK DI KECAMATAN SRAGEN WETAN. Naskah Publikasi Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempermudah kita untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai

ANALISIS CAMPUR KODE DALAM SURAT KABAR BATAM POS RUBRIK OPINI EDISI 11 JANUARI-11 MARET 2013 ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

TINJAUAN PRAGMATIK TINDAK TUTUR ILOKUSI PADA WACANA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7

STRATEGI KESANTUNAN TUTURAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI SMA NEGERI 4 KOTA MALANG : DENGAN SUDUT PANDANG TEORI KESANTUNAN BROWN DAN LEVINSON

IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA WACANA PEMBUKA RAPAT DINAS DI TINGKAT KELURAHAN BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI

Transkripsi:

Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global INFERENSI DAN PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN ANALISIS WACANA Surana FBS Unesa surana@unesa.ac.id; surasurana@yahoo,com Abstrak: Problematika Pembelajaran Inferensi terletak pada kemiripan istilah Inferensi dengan Presuposisi dan Implikatur dalam konteks Analisis Wacana. Inferensi atau Inference secara leksikal berarti kesimpulan. Dalam bidang wacana, istilah tersebut memiliki arti sebuah proses yang harus dilakukan pembaca atau pendengar untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat didalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pembaca harus dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna tertentu dan harus sesuai dengan pemahaman penulis/pembicara. Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri. Sedangkan Presuposisi atau praanggapan penggunaannya juga ditujukan kepada pendengar yang menurut pembicara, memiliki pengetahuan seperti yang dimiliki pembicara. Adapun Implikatur mengindikasikan implikasi dari sebuah percakapan yang dapat bermuara dan bertautan dengan Inferensi-Presuposisi. Hal yang lebih mendukung penafsiran makna yang terdapat pada unsur wacana, lebih tepatnya konteks wacana yang mendukung teks wacana. Presuposisi lebih didukung dan ditentukan oleh unsur internal dari wacana. Jadi, Unsur internal wacana menentukan dan mendukung penafsiran makna suatu wacana. Sedangkan, implikatur diartikan sebagai maksud yang tersembunyi, yang diambil dari proses penyimpulan dan penafsiran yang kebenarannya tidak mutlak. Mengingat dasar penyimpulan suatu tuturan yang memiliki banyak kemungkinan. Kata-kata Kunci: inferensi, problematika pembelajaran, analisis wacana PENDAHULUAN Problematika Pembelajaran Inferensi terletak pada kemiripan istilah Inferensi dengan Presuposisi dan Implikatur dalam konteks Analisis Wacana. Tulisan ini bertujuan memberikan batasan dan deskripsi yang jelas pada ketiga istilah tersebut. Inferensi atau Inference secara leksikal berarti kesimpulan. PEMBAHASAN Problematika Pembelajaran Inferensi terletak pada kemiripan istilah Inferensi dengan Presuposisi dan Implikatur dalam konteks Analisis Wacana. Ketiga istilah itu merupakan unsur eksternal (unsur luar) wacana. Ketiganya merupakan sesuatu yang menjadi bagian wacana, namun tidak nampak secara eksplisit. Sesuatu itu berada diluar satuan lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana. Unsur-unsur ekstrernal di antaranya inferensi, presuposisi, dan implikatur (Mulyana, 200). Analisis dan pemahaman terhadap unsur-unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang suatu wacana. PS PBSI FKIP Universitas Jember Seminar Nasional 237

Surana A. Inferensi Inferensi atau inference secara leksikal berarti kesimpulan (Echols dan Hassan, 1987:320). Dalam bidang wacana, istilah itu berarti sebuah proses yang harus dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat didalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis (Anton M. Moeliono, Ed., 1988:358). Pembaca harus dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna tertentu. Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak terungkap secara eksplisit. Dalam wacana lisan yang bersifat dialogis (percakapan), makna-makna ujaran tidak hanya ditentukan oleh aspek-aspek formal bahasa (kalimat), melainkan juga oleh konteks situasional. Gumperz (dalam Lubis, 1993:68) mengemukakan masalah tersebut, sebagaimana dikutip berikut ini. Conversation inference, as I use the term is the situated or context bound prices interpretation, by means of which paticipants in a exchange asses other s intention, and on which they base responsses Bagi Gumperz, inferensi percakapan adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Dengan cara itu, pendengar dapat menduga maksud dari pembicara. Dan dengan itu pula pendengar dapat memberikan responnya. Di samping aspek konteks situasional, aspek-aspek sosio-kultural juga menjadi factor penting dalam memahami wacana inferen. Berikut ditampilkan data percakapan mahasiswa. (1) Dwi : Ir, Lihat Joko? Irma : Nafi tadi di kantin, pak. Ir yang dimaksud dalam percakapan tersebut adalah Irma. Peserta tutur sudah saling memahami tentang segala hal. Mereka memang satu kelas dan di antara mereka memang saling mengetahui banyak hal, termasuk dalam teman akrab atau pacar. Mereka punya simpulan yang sama bahwa dimana ada Joko biasanya disitu juga ada Nafi. Pada data, walaupun Dwi bertanya keberadaan Joko, dan jawaban Irma tidak ada nama Joko tetapi menyebut Nafi, tetap saja mereka saling paham. Mereka sama-sama tahu kalau Joko pacarnya Nafi. Proses inferensi inilah yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk mendapatkan kesimpulan yang jelas dan memiliki sifat mutlak (Surana, 2016). Inferensi sangat diperlukan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif terhadap alur percakapan yang terkait akan tetapi kurang jelas hubungannya. Haviland dan Clark (1977) menyebutnya sebagai bridging assumption (asumsi yang menjembatani) antara tuturan satu dengan tuturan lainnya. Dua kalimat yang mengandung jembatan asumsi tersebut tampak pada contoh (2) berikut ini. (2) Santi : Sekarang Kajurnya Bu Lis. Erna : Ceritanya memang begitu. Pak Karman sudah tidak boleh mencalonkan lagi, karena sudah dua periode. 238 Inferensi dan Problematika Pembelajaran Analisis Wacana

Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global Inferensi yang menjembatani kedua ujaran (kalimat) pada contoh (2) tersebut adalah hubungan antara Kajur pada kalimat (Santi) dengan Bu Lis pada kalimat (Santi) kedua hal tersebut seharusnya dipertalikan oleh satu kalimat lagi sebagai penghubung yang memusatkan pada unsur Pak Karman. Misalnya, (Erna) Ceritanya memang begitu. Pak Karman sudah tidak boleh mencalonkan lagi, karena sudah dua periode. Kalimat (Erna) inilah yang sebenarnya disebut sebagai Mata rantai yang hilang. Oleh para ahli wacana, hal itu disebut sebagai The missing link. Kalimat ini ada tetapi tidak perlu ditampakkan secara eksplisit. Peserta tutur saling mengetahui dan bentuk inferensinya/simpulan adalah Kajur sekarang Bu Lis serta Kajur lama Pak Karman sudah tidak menjadi Kajur karena sudah dua periode sehingga tidak dapat mencalonkan diri lagi. Untuk memahami atau menafsirkan wacana yang mengandung inferensi, dapat diterapkan dua prinsip, yaitu prinsip analogi (PA) dan prinsip penafsiran lokal (PPL). Prinsip analogi adalah cara menafsirkan makna wacana yang didasarkan pada akal atau pengetahuan dan pengalaman umumnya (knowledge of world). Sedangkan prinsip penafsiran lokal menganjurkan kepada pembaca untuk memahami wacana berdasarkan konteks lokal yang melingkupi wacana itu sendiri. Pendengar atau pembaca harus membuat dan sekaligus membatasi wilayah penafsiran. Untuk sampai kepada suatu tafsiran, pembaca tidak perlu mencari kopnteks yang lebih luas dari yang diperlukan (Anton M. Moeliono, Ed, 1988:342). Hal ini dimungkinkan karena di sekitar (lokal atau lingkungan) pemakaian wacana, tersedia hal-hal yang dapat membantu proses penafsiran makna wacana (Surana, 2016). Hal-hal itu antara lain misalnya, kalimat penjelas, ilustrasi (bisa berwujud gambar atau lainnya), konteks yang menjelaskan latar terjadinya percakapan, dan sebagainnya. Hal yang lebih mendukung penafsiran makna yang terdapat pada unsur wacana. Lebih tepatnya konteks wacana yang mendukung teks wacana. Hal ini berbeda dengan penentu dari Presuposisi dan Implikatur. Presuposisi lebih didukung dan ditentukan oleh unsur internal dari wacana. Jadi, Unsur internal wacana menentukan dan mendukung penafsiran makna suatu wacana. B. Presuposisi Istilah presuposisi berasal dari bahasa nggris presupposition, yang berarti perkiraan, persangkaan (PWJ Nababan, 1987:47). Pengertian demikian muncul bermula dari perdebatan panjang tentang hakikat rujukan terkait apa-apa, sesuatu, benda, keadaan dan sebagainya yang ditunjuk oleh kata, frasa, kalimat atau ungkapan lainnya. Frege (dalam PWJ Nababan, 1987:48) mengemukakan bahwa semua pernyataan memiliki praanggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar. Rujukan inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat diterima atau dimengerti oleh pasangan bicara, yang pada gilirannya komunikasi tersebut akan dapat berlangsung dengan lancar. PS PBSI FKIP Universitas Jember Seminar Nasional 239

Surana Rujukan atau referensi itulah yang dimaksud sebagai praanggapan, yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca. Praanggapan membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa (kalimat) untuk mengungkapkan makna atau pesan yang ingin dimaksudkan. Menurut Mulyana (2005: 14) semua pernyataan atau ungkapan kalimat, baik yang bersifat positif maupun negatif, tetap mengandung anggapan dasar sebagai isi dan substansi dari kalimat tersebut. Berikut kutipan contoh presuposisi. (3) Kuliyah Pragmatik yang mengampu pak Rana. Praanggapan untuk pernyataan itu adalah: (1) Ana mata kuliyah Pragmatik, (2) Kuliyah Pragmatik yang mengampu pak Rana. Apabila kalimat tersebut dinegatifkan, akan berubah sebagai berikut. (4) Kuliyah Pragmatik yang mengampu bukan pak Rana. Praanggapan untuk kalimat (2) tetap sebagaimana semula, yaitu (1) Ada mata kuliyah Pragmatik, dan (2) Kuliyah Pragmatik yang mengampu bukan pak Rana. Dalam konteks dialogis (Soeseno, 1987:30) menyatakan bahwa praanggapan adalah pengetahuan/pemahaman bersama atau common ground antara pembicara dan pendengar. Sumber praanggapan adalah pembicara. Artinya, perkiraan pengetahuan tentang sesuatu dimulai oleh pembicara ketika pembicara tersebut mulai mengutarakan suatu tuturan. Hal itu bisa terjadi karena pembicara memperkirakan orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal yang diucapkannya. Berikut ditampilkan dialog yang mendukung keterangan presuposisi. (5) Joko : Kuliyah Morfologi sekarang kosong. Irma : Iya kemarin sampai Jumat pak Rana pergi ke Bandung Pembicara pertama dalam dialog (5) tidak perlu mengutarakan terlebih dahulu suatu pemberitahuan bahwa mereka ada kuliah. Hal itu disebabkan, pembicara sudah beranggapan (memperkirakan) bahwa orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal yang dimaksudnya atau adanya kuliah Morfologi. Bahkan, jawaban Irma mengisyaratkan, bahwa besar kemungkinan Irma sudah mengetahui kuliah Morfologi dalam hal waktu dan jamnya. Oleh karenanya, Irma tidak perlu bertanya lagi: Apa kamu memprogram Morfologi? Kesimpulannya adalah makin akrab (minimal adanya keterkaitan) hubungan antara pembicara dengan pasangan bicaranya, maka akan makin banyak kedua pihak berbagi pengalaman dan pengetahuan; dan makin banyak pula praanggapan di antara mereka yang tidak perlu diutarakan secara verbal. Oleh karena itu, penggunaan praanggapan hanya ditujukan kepada pendengar yang, menurut pembicara, memiliki pengetahuan seperti yang dimiliki pembicara (lihat Mulyana, 2005:15). Selain itu, Presuposisi lebih didukung dan ditentukan oleh unsur internal dari wacana. Jadi, Unsur internal wacana menentukan dan mendukung penafsiran makna suatu wacana (Surana, 2016). 240 Inferensi dan Problematika Pembelajaran Analisis Wacana

Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global C. Implikatur Sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur (implicature) (Wijana). Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu sifatnya tidak mutlak. Untuk jelasnya dapat diperhatikan wacana (80) dan (81) berikut: (6) + Amir sekarang tidak punya motor. - Jangan mau berangkat bersama. (7) + Yayak di mana, Via? - Kuncinya dibawa Yoga. Tuturan (-) dalam (6) bukan merupakan bagian dari tuturan (+). Tuturan (+) muncul akibat inferensi yang didasari oleh konteks tuturan tentang latar belakang pengetahuan tentang motor dengan segala akibat tidak punya motor. Adapun salah akibatnya adalah berangkat kuliah nebeng. Demikian pula, tuturan (-) dalam (7) bukan merupakan bagian dari tuturan (+). Tuturan (-) muncul akibat inferensi yang didasari oleh konteks tuturan latar belakang pengetahuan tentang Yayak sebagai pembawa kunci Laboratorium. Kalau orang mencari Yayak diimplikasikan mencari kunci. Tuturan (-) dalam (6) dan (7) bukan merupakan bagian dari tuturan (+) karena masih dimungkinkan membuat (7) dan (8) seperti terbukti di bawah ini. (7) Walaupun Amir sekarang tidak memiliki motor, tetapi kita tidak perlu khawatir diboncengi. Demikian juga (8) Walaupun orang mencari Yayak, tetapi mereka tidak mencari kunci. Kemungkinannya (7) dan (8) berdiri sebagai kalimat yang gramatikal atau berterima karena secara semantis tuturan (-) dan (+) dalam (6) dan (7) tidak ada keterkaitan. Keberterimaan (7) dan (8) bila dihubungkan dengan tuturan (+) dalam (6) dan (7) walaupun Amir tidak memiliki motor, tetapi Amir selalu dijemput pacarnya atau Amir akan membeli motor baru yang lebih bagus; Hubungan Yayak yang membawa kunci mungkin tidak dipercaya membawa kunci lagi dan sebagainya. Dengan tidak adanya keterkaitan semantis antara suatu tuturan dengan yang diimplikasikan, maka dapat diperkirakan bahwa sebuah tuturan akan memungkinkan menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya. Implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi, yang diambil dari proses penyimpulan dan penafsiran yang kebenaran dari simpulan itu tidak mutlak. Mengingat dasar dari penyimpulan dari suatu tuturan yang memiliki banyak kemungkinan. PS PBSI FKIP Universitas Jember Seminar Nasional 241

Surana SIMPULAN Dalam bidang wacana, istilah tersebut memiliki arti sebuah proses yang harus dilakukan pembaca atau pendengar untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat didalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pembaca harus dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna tertentu dan harus sesuai dengan pemahaman penulis/pembicara. Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri, walaupun makna itu tidak tampak secara eksplisit. Sedangkan Presuposisi atau praanggapan penggunaannya juga ditujukan kepada pendengar yang menurut pembicara, memiliki pengetahuan seperti yang dimiliki pembicara. Adapun Implikatur mengindikasikan implikasi dari sebuah percakapan yang dapat bermuara dan bertautan dengan Inferensi-Presuposisi. Hal ini perlu dicari kata kunci pembeda dari ketiga istilah tersebut beserta pembelajarannya sehingga tidak memunculkan problematika baru. Hal yang lebih mendukung penafsiran makna yang terdapat pada unsur wacana. Lebih tepatnya konteks wacana yang mendukung teks wacana. Hal ini berbeda dengan penentu dari Presuposisi dan Implikatur. Presuposisi lebih didukung dan ditentukan oleh unsur internal dari wacana. Jadi, Unsur internal wacana menentukan dan mendukung penafsiran makna suatu wacana. Presuposisi lebih didukung dan ditentukan oleh unsur internal dari wacana. Jadi, Unsur internal wacana menentukan dan mendukung penafsiran makna suatu wacana. Implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi, yang diambil dari proses penyimpulan dan penafsiran yang kebenaran dari simpulan itu tidak mutlak. Mengingat dasar dari penyimpulan dari suatu tuturan yang memiliki banyak kemungkinan. DAFTAR RUJUKAN Chaer, Abdul & Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Reneka Cipta. Cummings, Louise. 2007. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.. 2010. Pragmatik Klinis Kajian Tentang Penggunaan dan Gangguan Bahasa Secara Klinis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dia, Eva Eri. 2012. Analisis Praanggapan Konsep Tindak Tutur (Presuposision) dalam Program Talk Show. Malang: Madini. Djajasudarma, T.Fatimah. 1994. Wacana pemahaman dan hubungan antar unsure. Bandung : PT Erescos. Horn, Laurence R & Ward, Gregory. 2006. The Handbook of Pragmatics. USA:Blackwell. 242 Inferensi dan Problematika Pembelajaran Analisis Wacana

Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia. Leech, Geoffrey. 2011. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. Leonard, Bloomfield. 1964. Language. Cocago: Mc Graw Hill. Lubis, A Hamid Hasan. 2011. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta : Tiara wacana. Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapanya). Jakarta: Depdikbud Pateda, Mansoer. 1988. Linguistik Sebuah Terapan. Bandung:Angkasa. Poedjosoedarmo, Soepomo, Tanpa Tahun, Komponen Tutur, Yogyakarta: Sanata Dharma Yogyakarta. IKIP Pranowo & Sudaryanto. 2001. Kamus Pepak Basa Jawa. Yogyakarta: Badan Kongres Bahasa Jawa. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Surana. 2016. Presuposisi dan Inferensi dalam Percakapan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah Universitas Negeri Surabaya. Lampung: Proseding Konferensi Internasional IKADBUDI VI. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI. Wijana, I Dewa Putu & Rohmadi, Muhammad. 2009. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. Yule, George. 2006. Pragmatik. (Dijarwakake dening Indah Fajar Wahyuni). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. PS PBSI FKIP Universitas Jember Seminar Nasional 243

Surana 244 Inferensi dan Problematika Pembelajaran Analisis Wacana