BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. langsung, wawancara, studi pustaka dan pembahasan. Tentang Makna

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki banyak keanekaragaman kesenian dan budaya,

BAB V PENUTUP. berpengaruh pada produk yang dihasilkan. Eksperimen- eksperimen dialami

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hilda Maulany, 2013

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Seni merupakan suatu wadah untuk mengekspresikan diri melalui

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

BAB V PENUTUP. diperoleh kesimpulan mengenai efektifitas penggunaan sign system di kebun bintang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tradisi dan

BAB IV PENUTUP. bahwa proses pembuatan kerajinan ikat celup mulai dari mempersiapkan alat

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Nasional yang dilindungi pemerintah, di mana bangunan ini merupakan pusat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Seni kriya merupakan bagian dari kehidupan perajin sebagai perwujudan

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. cara hidup sehari-hari masyarakat. Kesenian tradisional biasanya bersumber pada

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. permukaannya. Misalnya furniture sebagai tempat penyimpan biasanya

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis dari bab ke bab berikutnya yang. terurai diatas, dapat disimpulkan bahwa pembagian jenis ragam

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam bahasa Batak disebut dengan istilah gorga. Kekayaan ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai perubahan telah terjadi yang diiringi dengan zaman yang semakin

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasar pada paparan hasil dan temuan penelitian, makna perubahan bentuk

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

Setiap manusia sudah mengenal yang namanya seni yang sudah diterapkan

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. wilayah ini sangatlah dinamis melalui tahapan-tahapan yang tidak mudah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. membuat tradisi sering kali tercabut dari akar budayanya,sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pedoman Observasi. No Aspek yang diamati Keterangan. 1. Lokasi/ kondisi geografis desa di. 2. Jumlah warga Kecamatan Ngombol

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 19 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita

Fungsi Seni kerajinan Ukir Batu Padas Sukawati II. Oleh Drs. I Wayan Suardana, M.Sn

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

2017 TARI SAMBUT SEPINTU SEDULANGDI SANGGAR PESONA WANGKA KOTA SUNGAI LIAT KABUPATEN BANGKA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Masyarakat yang terdiri dari berbagai macam individu tentunya mempunyai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN SEGORO AMARTO KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Budaya tersebut terbagi dalam beberapa daerah di Indonesia dan salah satunya adalah

DESKRIPSI KARYA KRIYA PRODUK BASKOM KAYU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 GARAPAN PENYAJIAN UPACARA SIRAMAN CALON PENGANTIN ADAT SUNDA GRUP SWARI LAKSMI KABUPATEN BANDUNG

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Pengkajian uraian dari berbagai aspek historis tentang tarian Deo Tua dalam upacara minta

BAB 2 DATA DAN ANALISA

MUSEUM WAYANG NUSANTARA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN

BAB V PENUTUP. menggunakan Napthol dan Garam Diazonium Merah B. Pada saat pencelupan. ditambahkan cuka secukupnya guna menyeimbangkan Ph kain sutra.

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasar data-data yang berhasil dihimpun dan dianalisis oleh penulis, dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: Kesenian Buaya Putih ada sekitar tahun 1990-an namun sebelumnya bernama Buaya Mangap, asal-usul kesenian Buaya Mangap sendiri tidak diketahui secara pasti kapan, darimana, dan oleh siapa kesenian itu dibuat. Perubahan nama menjadi Buaya Putih yang sebelumnya bernama Buaya Mangap karena ingin memperhalus makna yang sebelumnya dianggap memiliki makna yang kurang baik. Perubahan nama Buaya Putih juga diiringi dengan perubahan pada bagian kepala dimana awalnya kepala buaya terbuat dari 2 pelapah rumbia (kirai) yang dibuat menyerupai kepala buaya lalu berubah menggunakan kayu randu yang di ukir dan dibentuk menyerupai kepala buaya alasan perubahan yang terjadi pada kepala buaya putih karena agar lebih menayerupai bentuk buaya asli sehingga menambah nilai estetis pada penampilannya. Pemilihan nama Buaya Putih adalah hasil musyawarah tokoh masyarakat Curug Dahu dimana nama Buaya Putih memiliki makna yang lebih halus dan baik serta sesuai dengan fungsinya sebagai seni pertunjukkan dalam pesta pernikahan. Hewan Buaya yang menjadi simbol tidak ada legenda atau mitos dibalik pengambilan nama Buaya namun masyarakat setempat mengenal Buaya atau hewan yang hanya memiliki satu pasangan saja selama hidupnya, juga masyarakat setempat mengenal Buaya berdasarkan sifat alami hewan tersebut dalam habitatnya merupakan hewan yang bertanggung jawab, ketika bertelur buaya akan membuat sarang dan menempatkan telur-telurnya dalam tempat yang tersembunyi dan akan terus menjaga telur-telur tersebut sampai menetas, setelah menetas pun induk buaya akan terus menjaga anak-anak Buaya tersebut. Menurut narasumber pengantin diharapkan akan bertahan menjalin hubungan seumur hidupnya juga akan bertanggung jawab dengan pernikahan dan anak yang akan dilahirkannya nanti seperti Buaya yang dikenal masyarakat setempat. Nama Putih

pada kesenian Buaya Putih diambil karena warna Putih dikenal memiliki makna yang baik dan sesuai dengan fungsi sebagai seni pertunjukan dalam pesta pernikahan yang bermakna sakral, suci, jujur, seperti hal nya warna putih yang dikenal masyarakat setempat bahwa warna putih melambangkan sesuatu hal yang sangat sakral, dan suci. Pembahasan penelitian ini menitik beratkan pada properti Buaya Putih, sehingga masalah masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini mengenai bentuk, proses dan teknik pembuatan serta unsur visual yang terkandung dalam properti Buaya Putih. 1. Bentuk, proses dan teknik pembuatan Bentuk pembuatan buaya putih diadopsi dari bentuk hewan buaya pada umumnya dan besar-kecilnya ukuran disesuaikan dengan pesanan yang diminta oleh calon pengantin pria. bentuk yang dibuat terlihat menghindari bentuk realistis dari bentuk hewan buaya, hal tersebut menunjukkan dalam pembuatannya mendapat pengaruh sangat kuat dari agama Islam. Namun bentuk yang diolah oleh pengrajin terlihat estetis meskipun para pengrajin tidak memiliki keahlian khusus. Proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan properti seni pertunjukan Buaya Putih masih menggunakan cara yang tradisional artinya masih menggunakan tangan dan alat-alat tradisional. Peralatan yang digunakan merupakan alat pertukangan yang sudah akrab dengan kehidupan masyarakat setempat seperti pisau, golok, gergaji, palu, paku dan pahat. Proses pembuatan dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan dari alam sekitar kampung Curug Dahu sampai dengan mengolah bahan-bahan tersebut menjadi kerangka buaya. Bahan-bahan yang digunakan seperti bambu, daun sirih, buah pinang, ijuk, pelepah rumbia, janur kuning dan kayu randu diambil dari alam lingkungan masyarakat kampung Curug Dahu. Dalam pembuatannya dilakukan oleh warga sekitar dengan sukarela dan bergotong-royong. Bentuk, proses dan teknik, pembuatan buaya putih merupakan refleksi keadaan masyarakat kampung Curug Dahu dan juga merupakan sarana pengikat hubungan masyarakat terutama budaya gotong-royong.

2. Makna yang terkandung dalam setiap unsur visual properti Buaya Putih Kesenian Buaya Putih merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam yang tumbuh dan berkembang di kampung Curug Dahu. Hal ini terlihat dari bentuk-bentuk yang ditampilkan menghindari bentuk realistis dari bentuk hewan buaya pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan memiliki fungsi yang berguna untuk berbagai keperluan pernikahan, seperti daun sirih setelah digunakan dalam pembuatan properti buaya putih dapat dibagikan kepada ibu-ibu yang membantu memasak didapur pemilik pesta pernikahan. Daun sirih tersebut digunakan untuk menginan bersama dengan buah pinang. Ijuk dapat digunakan sebagai tali dan bahan pembuatan sapu serta bambu dan kayu untuk keperluan memasak. Selain itu bahan-bahan seperti ijuk, daun sirih, buah pinang, dan janur merupakan simbol dari harapan dan rasa syukur kepada Allah SWT. Buaya Putih selain sebagai simbol dalam seni pertunjukkan pernikahan, juga sebagai properti dan alat untuk membawa seserahan pernikahan. Buaya Putih juga merupakan simbol kedudukan sosial terlihat dari besar kecilnya Buaya Putih dan banyaknya bahan seserahan menyimbolkan status mempelai laki-laki. Warna yang terdapat dalam setiap bahan, memiliki perlambangan dan makna khusus seperti warna putih, melambangkan kesucian, kemurnian dan sakral. Begitu juga dengan warnawarna seperti kuning pada janur melambangkan keagungan, warna hijau pada bambu dan daun sirih, melambangkan kesuburan dan warna hitam pada ijuk, melambangkan kerahasiaan serta merah atau jingga pada buah pinang, memberi kesan hidup, segar dan semangat. B. SARAN Fungsi seni tradisi yang selama ini sudah mengalami pergeseran hendaknya disikapi dengan kearifan bersama oleh seluruh pihak. Bedasarkan hasil dan pengamatan selama penelitian di lapangan, ada beberapa saran dan masukan dimana sebagai generasi muda dan penerus bangsa akan terus menjaga dan melestarikan kesenian tradisional sebagai kekayaan dan kebanggan. Selain itu peneliti berharap kesenian Buaya Putih dapat diangkat dan di publikasikan untuk dikenal masyarakat luas.

Dengan demikian, peneliti akan memberikan saran dan masukan kepada pihak-pihak tertentu yang terkait, diantaranya : 1. Bagi pengrajin Buaya Putih hendaknya terus berusaha untuk terus mengembangkan kemampuannya dan mewariskan pengetahuan dalam proses pembuatan Buaya Putih kepada generasi muda, serta mempertahankan nilai-nilai yang ada dalam proses pembuatannya seperti dengan tetap mempertahankan bahan-bahan alami yang digunakan serta budaya gotong-royong yang ada didalamnya. Membuat miniatur Buaya Putih sebagai cinderamata yang bernilai ekonomi dan sebagai alat untuk mengenalkan kesenian Buaya Putih. 2. Bagi dunia Pendidikan, baik sekolah maupun lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kesenian Buaya Putih dapat menjadi studi banding terhadap kesenian yang tersebar di indonesia, serta menjadi informasi dan bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi Masyarakat setempat agar meningkatkan rasa kepedulian dengan mengelola dan melestarikan serta bangga akan kesenian tradisional Buaya Putih sebagai warisan leluhur. 4. Bagi Pemerintah kabupaten Serang khususnya, serta umumnya instansiinstansi terkait untuk memperhatikan keberadaan kesenian tradisional, karena selain sebagai identitas yang memiliki nilai luhur kesenian tradisional dapat menjadi daya tarik wisata yang tentu dapat berdampak pada sektor perekonomian, dan sektor lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Achadiati. (1992). Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Banten (Cetakan Pertama). Jakarta : Multiguna. Aryo, S. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize. Darmaprawira W.A, Sulasmi. (2002). WARNA Teori dan Kreativitas Penggunaanya. Bandung: ITB. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Serang. (2009). Profil Seni Budaya Banten. Serang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Serang Irawan, B. & Tamara, P. (2013). Dasar-dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi Kartika, D.S. (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi 2009). Jakarta : Rineka Cipta. Krisnanto, S. et al. (2009). Seni Kriya dan Kearifan Lokal. Dalam Lintasan Ruang dan Waktu. Tanda Mata Untuk Prof. Drs. Gustami, SU. (Cetakan 1). Yogyakarta: B.I.D ISI Yogyakarta. Ratna, N.K. (2010). Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rohidi, T.R. (2012). Metodologi penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara. Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga. Suharsimi, A. (2002). Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sanyoto, E.S. (2009) Nirmana Elemen-elemen Seni dan Desain (Edisi kedua). Yogjakarta: Jalasutra Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Warsono. Et al.(2003). Bunga Rampai Kajian Seni Rupa. Dalam Kenangan Purnatugas Prof. Drs. Suwaji Bastomi (Edisi 1). Semarang: Unnes Pers.

Internet : Sape i, I. (2012). Kesenian Tradisional Buaya Putih Padarincang, [Online]. Tersedia : http://buayaputih-enday.blogspot.com/2012/06/keseniantradisional-buaya-putih.html [ 2 januari 2013] Yudoseputro, W. (1983) Seni Kerajinan Indonesia. Untuk SMIK. (Edisi Pertama).... Departemen Pendidikan dan Kebudayaan....(...). Era Kesultanan, [Online]. Tersedia : http://www.bantenprov.go.id/read/article-detail/era-kesultanan/94/era-kesultanan.html [ 2 januari 2013]...(2011). Sejarah Serang Banten, [Online]. Tersedia: http://serangkab.go.id/profil_kabu-paten/sejarah. [ 2 januari 2013 ]