HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH FRIES HOLLAND LAKTASI DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN BOGOR

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

KARAKTERISTIK SAPI PERAH LAKTASI FRIES HOLLAND (Kasus di Wilayah Kerja Koperasi Peternak Garut Selatan, Garut)

EVALUASI KARAKTERISTIK SAPI PERAH FRIES HOLLAND (Studi Kasus pada Peternakan Rakyat di Wilayah Kerja KPSBU Lembang)

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND DI WILAYAH KERJA KOPERASI PETERNAK GARUT SELATAN

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

MATERI DAN METODE. Materi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak percobaan dalam penelitian ini adalah sapi perah bangsa Fries

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan febuari 2013, yang berlokasi

METODE. Materi. Metode

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Form Menu Utama Program

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penetapan Lokasi Penentuan Umur Domba

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

HASIL DAN PEMBAHASAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

BAB III MATERI DAN METODE. Kambing PE CV. Indonesia Multi Indah Farm Desa Sukoharjo Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

PERTUMBUHAN PEDET BETINA DAN DARA SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI WILAYAH KERJA BAGIAN BARAT KPSBU LEMBANG

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING IDENTIFIKASI UMUR DAN PERFORMANS TUBUH (DOMBA)

Tabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 %

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

Bibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

MATERI DAN METODE. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PETERNAKAN

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

MATERI DAN METODE. ) diukur dari lateral tuber humerus (tonjolan depan) sampai tuber ischii dengan menggunakan tongkat ukur dalam satuan cm.

PERSYARATAN MUTU BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK HASIL PRODUKSI DI DALAM NEGERI. No Nomor SNI Jenis Benih dan/atau Bibit Ternak

PENDUGAAN BOBOT BADAN SAPI PASUNDAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER PADA BERBAGAI SKOR KONDISI TUBUH DI KECAMATAN TEGAL BULEUD KABUPATEN SUKABUMI

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres) No. 069/B/1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Januari 1997. Secara administratif KUNAK masuk ke Desa Situ Udik. Kecamatan Cibungbulang, Desa Pasarean dan Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan. Wilayah KUNAK terdiri dari dua lokasi yaitu KUNAK I dan KUNAK II. Tabel 1. Batas Wilayah KUNAK Bogor Batas Kecamatan Cibungbulang Kecamatan Pamijahan Ds. Situ Udik Ds. Pasaran Ds. Pamijahan Utara Ds. Situ Ilir Ds. Situ Udik Ds. Situ Udik Selatan Ds. Pasarean Ds. Gn. Picung Ds. Gn. Sari Barat Ds. Cimayang Ds. Pamijahan Ds. Gn. Wetan Timur Ds. Karacak Ds. Gn. Menyan Ds. Pasarean Secara geografis wilayah KUNAK terletak di daerah perbukitan pada ketinggian 460 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebesar 3009 mm/tahun dan rataan suhu 25,5 C dengan kisaran 20 C - 31 C. KUNAK dihuni oleh 120 peternak dengan luas KUNAK I yaitu 52,43 Ha dan KUNAK II 41,98 Ha. Lahan rumput dimanfaatkan dengan ditanami rumput gajah. Rumput

lapang dicari di daerah sekitar KUNAK. Wilayah KUNAK relatif jauh dari pusat kegiatan desa yang ada di sekitarnya. Penempatan lokasi jauh dari pusat kegiatan agar usaha ternak sapi perah tidak mengalami gangguan sehingga dapat dihasilkan susu yang baik dan limbah atau polusi dari peternakan sapi tersebut tidak mencemari lingkungan daerah sekitarnya. Meskipun jauh dari pusat kegiatan desa, namun akses transportasi menuju lokasi relatif mudah. Meskipun kondisi jalan rusak, tetapi masih bisa dilalui oleh peternak dalam mengangkut pakan dan mengangkut susu yang disetorkan ke koperasi yang selanjutnya akan diangkut oleh truk ke industri pengolahan susu. Peternak sapi perah di KUNAK dibagi menjadi enam kelompok dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Kelompok Peternak di KUNAK Bogor No Kelompok Lokasi Peternak (orang) 1 Tertib Kunak I 22 2 Segar Kunak I 21 3 Bersih Kunak I 21 4 Aman Kunak II 23 5 Indah Kunak II 19 6 Mandiri Kunak II 20 Jumlah 126

4.2 Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi Perah Sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh para peternak di KUNAK adalah sistem intensif. Kandang dibuat jauh dari rumah namun ada juga yang dibuat di dekat rumah. Kandang yang dibuat adalah kandang permanen dengan lantai yang terbuat dari semen atau beton dan ditambah dengan karet hitam untuk memudahkan peternak dalam membersihkan feses. Lantai kandang dibuat miring beberapa derajat agar feses, urine maupun sisa makanan mudah dialirkan ke parit/saluran pembuangan yang terdapat di pinggir kandang. Atap kandang mayoritas menggunakan asbes. Tipe kandang yang digunakan adalah tipe tail to tail, tipe ini memudahkan tenaga kerja dalam membersihkan kandang. Cara perkawinan yang dilakukan peternak di KUNAK adalah sistem Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik. Cara tersebut digunakan karena dianggap lebih praktis dan efisien jika dibandingkan dengan memelihara dan menggunakan pejantan untuk kawin alami. IB dilakukan oleh dua orang dokter hewan yang bertanggungjawab di KUNAK. Dokter hewan ini selalu bergantian bertugas, disamping sebagai inseminator, mereka juga bertugas sebagai paramedis untuk memeriksa kondisi kesehatan ternak. Pencatatan atau recording mengenai produksi, kesehatan, dan reproduksi perlu dilakukan dalam manajemen sapi perah, namun para peternak di KUNAK mayoritas belum memperhatikan hal tersebut. Pakan yang diberikan dalam peternakan sapi perah di KUNAK terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan adalah rumput gajah dan rumput lapang. Rumput ini diambil dari lahan sendiri yang terdapat di sekitar kandang. Jika rumput dari sekitar peternakan habis, maka peternak menggantinya dengan jerami padi ataupun membeli dari luar. Selain hijauan, sapi perah di KUNAK juga diberi pakan penguat yaitu konsentrat dan ampas tahu. Konsentrat dibeli dari KPS Bogor

16 ataupun membuat sendiri. Pemberian rumput dilakukan dua kali setelah pemerahan, sementara konsentrat dan ampas tahu diberikan sebelum pemerahan. Air minum diberikan secara ad libitum untuk memaksimalkan produksi susu. 4.3 Pengamatan Karakteristik Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Karakteristik ciri bangsa sapi perah FH di KUNAK Bogor yang diamati diantaranya adalah tanda putih pada dahi, warna ekor dan ujung ekor, serta bagian bawah carpus. Ternak yang dijadikan sampel yaitu 100 ekor sapi dengan periode laktasi yang bervariasi yaitu dari laktasi 1 sampai 4. Sapi perah yang dipelihara oleh para peternak di KUNAK Bogor seluruhnya berasal dari keturunan bibit lokal dan impor bangsa Fries Holland (FH) atau hasil persilangannya. Mayoritas peternak menggunakan straw pejantan sapi FH dari BIB Lembang, akan tetapi ada beberapa peternak yang menggunakan straw bangsa lain. Alasan para peternak menggunakan straw pejantan FH yaitu untuk memaksimalkan potensi produksi susu dari sapi FH itu sendiri. 4.3.1 Tanda Putih pada Dahi Salah satu karakteristik yang paling dikenal dari sapi FH adalah tanda segitiga putih pada dahi. Tanda putih pada dahi yang diamati diantaranya adalah keberadaan, pola, bentuk dan letak, serta ukuran. 4.3.1.1 Keberadaan pada dahi. Keberadaan tanda putih di dahi dilihat dari ada atau tidaknya tanda putih

17 (a) (b) Ilustrasi 3. Keberadaan Tanda Putih di Dahi: (a) Terdapat tanda putih di dahi (b) Tidak terdapat tanda putih di dahi. Penelitian mengenai keberadaan tanda putih di dahi telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Sapi perah FH yang memiliki tanda putih pada dahi berjumlah 97 ekor dan yang tidak memiliki tanda putih pada dahi yaitu berjumlah 3 ekor. Tabel 3. Keberadaan Tanda Putih di Dahi Sapi FH Laktasi di KUNAK Bogor No Keberadaan Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Ada 97 97 2 Tidak Ada 3 3 Total 100 100 Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 3, terlihat bahwa frekuensi relatif sapi yang memiliki tanda putih sebesar 97% dan yang tidak memiliki tanda putih di dahi sebesar 3%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah di KUNAK Bogor masih memiliki tanda putih pada dahi. Jika mengacu

18 pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak yang dilakukan pada tahun 2002, keberadaan tanda putih pada dahi mengalami peningkatan dari yang semula 94,4 %. Hal tersebut terjadi karena para peternak mayoritas masih menggunakan straw FH murni. 4.3.1.2 Bentuk dan Letak Bentuk dan letak tanda putih pada dahi seperti halnya keberadaaan merupakan sifat yang paling dapat dikenali dari bangsa sapi FH. Bentuk dan letak yang diamati antara lain berbentuk tanda segitiga putih tegas yang berada diantara 2 mata atau tanda segitiga putih dengan pola putih yang melebar pada dahi. (a) (b) Ilustrasi 4. Bentuk dan Letak Tanda Putih di Dahi : (a) Tanda Berada Diantara 2 mata (b) Pola Segitiga Melebar pada Dahi Hasil penelitian mengenai bentuk dan letak tanda putih di dahi didapat dari pengukuran terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Sapi perah FH yang memiliki tanda putih pada dahi dengan bentuk segitiga tegas yang berada diantara 2 mata yakni berjumlah 81 ekor dan yang berbentuk pola segitiga putih yang melebar pada dahi berjumlah 16 ekor.

19 Tabel 4. Bentuk dan Letak Tanda Putih di Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Bentuk dan Letak Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Diantara 2 Mata 81 83 2 Melebar pada Dahi 16 17 Total 97 100 Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 4, dapat diketahui frekuensi relatif sapi perah FH yang memiliki tanda putih diantara 2 mata sebesar 83% dan yang meiliki tanda putih melebar pada dahi sebesar 17%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK Bogor memiliki tanda putih pada dahi dengan bentuk berupa segitiga tegas diantara 2 mata. 4.3.1.3 Ukuran Ukuran tanda segitiga putih pada dahi dibagi menjadi 3 kategori yaitu besar, sedang, dan kecil. Parameter pengukuran: a. Besar: a. Segitiga tegas antara 2 mata: sudut sampai dibawah mata b. Melebar pada dahi: melebar searah tulang hidung b. Sedang: a. Segitiga antara 2 mata: sudut tepat pada mata b. Melebar pada dahi: lebih tidak menutup di ujung bawah c. Kecil:

20 a. Segitiga tegas antara 2 mata: sudut masih diatas mata b. Melebar pada dahi: tidak menutup di ujung bawah (a) (b) (c) Ilustrasi 5. Ukuran tanda putih pada dahi dengan bentuk tanda putih tegas antara 2 mata: (a) kecil (b) sedang (c) besar (a) (b) (c) Ilustrasi 6. Ukuran tanda putih pada dahi dengan bentuk melebar kearah dahi: (a) kecil (b) sedang (c) besar Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor yang memiliki ukuran tanda putih di dahi besar sebanyak 58 ekor, sapi perah yang memiliki ukuran tanda putih di dahi sedang sebanyak 32 ekor dan sapi perah yang memiliki ukuran tanda putih di dahi kecil sebanyak 7 ekor.

21 Tabel 5. Ukuran Tanda Putih di Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Ukuran Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Besar 58 59 2 Sedang 32 33 3 Kecil 7 8 Total 97 100 Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki tanda putih dengan ukuran besar sebesar 59%, ukuran sedang sebesar 33%, dan ukuran kecil sebesar 8%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi FH di KUNAK memiliki ukuran tanda putih di dahi dengan ukuran besar. Kemudian dari hasil pengamatan ukuran tersebut dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu : a) Jelas Kecil (ada segitiga tegas kecil) b) Jelas Sedang (ada segitiga tegas sedang) c) Jelas Besar (ada segitiga tegas besar) d) Tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi kecil) e) Lebih tidak menutup diujung bawah (ada melebar kearah dahi sedang) f) Melebar searah tulang hidung (ada melebar kearah dahi besar) g) Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat ternak yang memiliki kriteria (a) sebanyak 6 ekor, kriteria (b) sebanyak 27 ekor, kriteria (c) sebanyak 48 ekor, kriteria (d) sebanyak 1 ekor, kriteria (e) sebanyak 5 ekor, kriteria (f) sebanyak 10 ekor, dan kriteria (g) sebanyak 3 ekor.

22 Tabel 6. Tanda Putih pada Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No. Tanda Putih Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Jelas Kecil 6 6 2 Jelas Sedang 27 27 3 Jelas Besar 48 48 4 Tidak Menutup di Ujung 1 1 Bawah 5 Lebih Tidak Menutup di Ujung 5 5 Bawah 6 Melebar Searah Tulang Hidung 10 10 7 Tidak Terdapat Tanda Putih 3 3 Total 100 100 Dari hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 6, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH Laktasi di KUNAK memiliki tanda putih jelas besar. 4.3.2 Warna Ekor ujung ekor. Warna ekor yang diamati yaitu warna bulu ekor bagian atas dan warna bulu

23 Ilustrasi 7. Warna Bulu Ekor: (a) Bagian Atas Ekor (b) Ujung Ekor 4.3.2.1 Warna Ekor Bagian Atas Penelitian mengenai warna ekor bagian atas telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor. Hasil yang didapat adalah sapi perah FH dengan bagian bulu ekor bagian atas yang berwarna hitam sebanyak 1 ekor, hitam-putih sebanyak 34 ekor, putih-hitam sebanyak 53 ekor, dan putih sebanyak 12 ekor. Tabel 7. Warna Ekor Bagian Atas Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No. Warna Ekor Bagian Atas Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam 1 1 2 Hitam-putih 34 34 3 Putih-hitam 53 53 4 Putih 12 12 Total 100 100 Pada Tabel 7, terlihat bahwa frekuensi relatif untuk sapi perah dengan warna ekor bagian atas berwarna hitam sebesar 1%, warna hitam-putih sebesar 34%, warna putih-hitam sebesar 53%, dan warna putih sebesar 12%. Maka dapat

24 disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH laktasi yang berada di KUNAK Bogor memiliki warna ekor bagian atas putih-hitam, yaitu warna dominan putih dengan sedikit bercak hitam. 4.3.2.2 Warna Bulu Ujung Ekor Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat sapi perah FH yang memiliki bulu ujung ekor berwarna putih sebanyak 100 ekor dan tidak ada yang memiliki warna hitam, hitam-putih, maupun putih-hitam. Tabel 8. Warna Bulu Ujung Ekor Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Warna Bulu Ujung Ekor Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam 0 0 2 Hitam-Putih 0 0 3 Putih-hitam 0 0 4 Putih 100 100 Total 100 100 Dari hasil pengamatan yang terdapat pada Tabel 8, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sapi perah FH yang ada di KUNAK Bogor memiliki bulu ujung ekor yang berwarna putih. Jika mengacu pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah yang dilakukan pada tahun 2002, terdapat kemajuan dari yang semula 99,4%. Hal ini terjadi karena para peternak di KUNAK hampir seluruhnya menggunakan straw pejantan FH murni.

25 4.3.3 Kaki Bagian Bawah Warna kaki bagian bawah yang diamati dalam hal ini adalah bagian femur sampai batas teracak dari keempat kaki, yaitu kaki depan-kanan, depan-kiri, belakang-kanan, dan belakang-kiri. (a) (b) (c) (d) Ilustrasi 8. Warna Kaki Bagian Bawah: (a) hitam (b) hitam-putih (c) putih-hitam (d) putih 4.3.3.1 Kaki Depan Kanan Hasil pengamatan yang didapat dari penelitian adalah tidak ada sapi perah FH di KUNAK yang memiliki kaki depan kanan berwarna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 39 ekor, warna putih-hitam sebanyak 33 ekor, dan warna putih sebanyak 28 ekor.

26 Tabel 9. Kaki Depan Kanan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Depan Kanan Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam 0 0 2 Hitam-Putih 39 39 3 Putih-hitam 33 33 4 Putih 28 28 Total 100 100 Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 9, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki depan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 39%, warna putih-hitam sebesar 33%, dan warna putih sebesar 28%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK memiliki kaki depan kanan berwarna hitam-putih. 4.3.3.2 Kaki Depan Kiri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sapi perah FH di KUNAK Bogor tidak ada yang memiliki kaki depan kiri berwarna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 32 ekor, warna putih-hitam sebanyak 38 ekor dan warna putih sebanyak 30 ekor.

27 Tabel 10. Kaki Depan Kiri Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Depan Kiri Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam 0 0 2 Hitam-Putih 32 32 3 Putih-hitam 38 38 4 Putih 30 30 Total 100 100 Dari hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 10, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki depan kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 32%, warna putih-hitam sebesar 38%, dan warna putih sebesar 30%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK memiliki kaki depan kiri dengan warna putih-hitam. 4.3.3.3 Kaki Belakang Kanan Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 ekor sapi perah FH laktasi di KUNAK bogor, didapat bahwa tidak ada sapi yang memiliki kaki belakangkanan dengan warna hitam, sedangkan yang memiliki warna hitam-putih sebanyak 24 ekor, warna putih-hitam sebanyak 20 ekor, dan warna putih sebanyak 56 ekor

28. Tabel 11. Kaki Belakang Kanan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Belakang Kanan Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam 0 0 2 Hitam-Putih 24 24 3 Putih-hitam 20 20 4 Putih 56 56 Total 100 100 Dari hasil Tabel 11, terlihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki belakang kanan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 24%, warna putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 56%. 4.3.3.4 Kaki Belakang Kiri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sapi perah FH di KUNAK Bogor tidak ada yang memiliki kaki belakang kiri dengan warna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 22 ekor, warna putih-hitam sebanyak 20 ekor, dan warna putih sebanyak 58 ekor. Tabel 12. Kaki Belakang Kiri Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No Kaki Belakang Kiri Jumlah Frekuensi relatif (%) (ekor) 1 Hitam 0 0 2 Hitam-Putih 22 22

29 3 Putih-hitam 20 20 4 Putih 58 58 Total 100 100 Dari Tabel 12, dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki belakang kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 22%, warna putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 58%. 4.3.4 Karakteristik Ideal Bangsa Sapi Perah Fries Holland di KUNAK Bogor Sapi FH di KUNAK Bogor secara umum telah memiliki sifat-sifat bangsa sapi perah FH, akan tetapi hanya beberapa ekor yang memiliki karakteristik sapi perah FH ideal. Karakteristik bangsa sapi perah ideal yang dimaksud yaitu yang memiliki tanda segitiga putih di dahi jelas sedang, ekor bagian atas dan bawah berwarna putih, serta keempat kaki berwarna putih). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat sapi perah FH di KUNAK yang memiliki karakteristik sempurna bangsa sapi FH berjumlah 6 dan yang kurang sempurna berjumlah 94 ekor. Tabel 13. Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor yang Memiliki Ciri Bangsa Sapi FH Ideal No Karakteristik Ideal Jumlah (ekor) Frekuensi relatif (%) 1 Sempurna 6 6 2 Kurang Sempurna 94 94 Total 100 100

30 Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah FH di KUNAK yang memiliki karakteristik bangsa sapi perah ideal hanya sebesar 6%. Ilustrasi 9. Contoh Sapi Perah yang memiliki Kriteria Ciri Bangsa Sapi FH yang sempurna Sapi perah yang ditunjukkan pada Ilustrasi 9 memiliki kriteria ciri bangsa sempurna, sapi tersebut masih tergolong ternak galur murni dimana belum banyak terjadi persilangan dengan bangsa sapi lain. 4.4 Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Pengamatan ukuran tubuh meliputi panjang badan, tinggi pundak, dan lingkar dada telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.

31 4.4.1 Panjang Badan Data pengukuran panjang badan sapi perah Fries Holland yang terdiri dari 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut. Tabel 14. Data Pengamatan Panjang Badan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koefisien Variasi x PB (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) (KV) 1 23 158,2±10,6 131,4 185,2 6,7 2 37 169,4±14,0 158,1 199,5 8,3 3 25 171,3±16,4 152,9 199,7 9,6 4 15 174,1±9,9 160,3 195,2 5,7 Total 100 168,0±14,4 131,4 199,7 8,6 Panjang badan diukur dari tepi tulang humerus sampai tulang duduk (tuber ischii) sapi perah. Pada Tabel 14, panjang badan sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas, pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Titik infleksi merupakan titik maksimum pertumbuhan, pada titik tersebut terjadi peralihan perubahan yang asalnya percepatan pertumbuhan menjadi perlambatan sampai relatif konstan (Tazkia dan Anggraeni,

32 2009). Selain itu, pengaruh manajemen pemberian pakan maupun dari genetik ternak itu sendiri menjadi faktor penentu ukuran tubuh tubuh ternak tersebut. Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa panjang badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian panjang badan sapi perah FH laktasi hasil pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data panjang badan yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan Panjang Badan Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 Periode Laktasi PB (cm) Tahun 2016 Tahun 2002 Perubahan (%) Laktasi 1 158,2±10,6 143,6±9,2 10,1 Laktasi 2 169,4±14,0 148,7±8,0 13,9 Laktasi 3 171,3±16,4 150,7±9,6 13,6 Laktasi 4 174,1±9,9 149,4±10,4 16,5 Total 168,0±14,4 147,9±10,3 13,6 Dari Tabel 15, tampak bahwa panjang badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja disebabkan oleh banyaknya perubahan, salah satunya yaitu kemajuan teknologi pakan.

33 4.3.2 Tinggi Pundak Data pengukuran tinggi pundak sapi perah Fries Holland yang terdiri atas 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut. Tabel 16. Data Pengamatan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koevisien x TP (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) Variasi (KV) 1 23 128,5±4,7 121,2 135,6 3,6 2 37 129,4±4,5 122,1 144,5 3,5 3 25 130,4±3,8 122,5 137,4 2,9 4 15 132,1±4,9 124,2 141,7 3,7 Total 100 129,9±4,5 121,2 144,5 3,5 Tinggi pundak diukur dari permukaan tanah sampai tulang titik tertinggi pundak sapi perah. Pada Tabel 16, tinggi pundak sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan walaupun tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas, yaitu pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Selain itu, manajemen pemberian pakan dan genetik juga mempengaruhi ukuran tubuh seekor ternak. Tinggi pundak akan meningkat seiring dengan meningkatnya lingkar dada dan bobot badan. Hal ini dipertegas oleh Sugeng (1993) bahwa ada kolerasi yang nyata antara tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dan bobot badan sapi perah.

34 Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian tinggi pundak sapi perah FH laktasi hasil pengukuran dibandingkan dengan data ukuran tinggi pundak yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perbandingan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 Periode Laktasi TP (cm) Tahun 2016 Tahun 2002 Perubahan (%) Laktasi 1 128,5±4,7 130,8±5,0 1,7 Laktasi 2 129,4±4,5 131,4±5,6 1,5 Laktasi 3 130,4±4,8 132,4±6,2 1,5 Laktasi 4 132,1±4,9 130,9±6,2 0,9 Total 129,9±4,5 131,5±5,6 1,2 Berdasarkan Tabel 17, tampak bahwa tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami sedikit penurunan. Penurunan tinggi pundak tidak terlalu signifikan karena angka perubahan masih di bawah 10%. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan.

35 4.3.3 Lingkar Dada Data pengukuran lingkar dada sapi perah Fries Holland yang terdiri atas 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut. Tabel 18. Data Pengamatan Lingkar Dada Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koefisien x LD (cm) Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) Variasi (KV) 1 23 174,4±9,7 154,0 195,1 5,6 2 37 179,3±9,2 160,1 202,1 5,1 3 25 182,9±10,4 160,7 203,4 5,7 4 15 181,7±11,0 163,7 202 6,0 Total 100 179,4±10,3 154,0 203,4 5,7 Lingkar dada diukur dengan melingkarkan sekeliling rongga dada di belakang sendi bahu. Pada Tabel 18, lingkar dada sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas dimana pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan lingkar dada pada sapi laktasi adalah jumlah beranak. Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang

36 dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian lingkar dada sapi perah FH laktasi hasil pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data ukuran lingkar dada yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Lingkar Dada Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 LD (cm) Perubahan Periode Laktasi Tahun 2016 Tahun 2002 (%) Laktasi 1 174,4±9,7 177,2±9,4 1,5 Laktasi 2 179,3±9,2 181,8±10,7 1,3 Laktasi 3 182,9±10,4 181,9±9,9 0,5 Laktasi 4 181,7±11,0 182,8±8,4 0,6 Total 179,4±10,3 180,4±10,2 0,5 Dari Tabel 19, tampak bahwa lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor secara keseluruhan mengalami sedikit penurunan. Penurunan lingkar dada tidak terlalu signifikan karena angka perubahan masih di bawah 10%. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan.